No.Pokok
: 102008200
Kelompok
: D3
Tutor
: dr. William
Blok : 20
UROGENITAL 2
Telah di periksa dan disetujui oleh :
Pada Tutorial 2
Tanggal. 01 November 2010
dr. William )
Tutor
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
2010
Kata Pengantar
Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas anugerah
dan karunia-Nya kami dapat dibimbing untuk menyelesaikan makalah Program Based
Learning ini dengan baik.
Adapun tugas makalah ini berhubungan dengan tugas Program Based Learning
Urogenital 2 yang telah dipercayakan oleh dr.William selaku tutor dalam menyelesaikan
makalah ini. Pada makalah ini, kami mengangkat pembahasan mengenai Urogenital. Tujuan
makalah adalah ingin mendeskripsikan kepada para pembaca mengenai Sistem Urogenital,
dan merupakan lanjutan dari materi pada Blok 10 yaitu Urogenital 1. Tak lupa juga saya
mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu menyelesaikan makalah
saya ini.
Saya
menyadari bahwa pembuatan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh
karena itu saya memohon maaf apabila terdapat kata-kata yang salah dan kurang berkenan
bagai para pembaca. Penulis pun siap menerima segala kritik dan saran yang membangun
supaya di kemudian hari tidak akan terjadi kesalahan yang sama dan untuk memaksimalkan
keterampilan saya dalam pembuatan makalah selanjutnya.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat berguna bagi para pembaca, khusunya
mahasiswa-mahasiswi Universitas Kristen Krida Wacana.
J
akarta, 01 November 2010
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ........................................................................................................................i
Daftar isi..ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
1.2.
Tujuan .............2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.
Anamnesis .......3
2.2.
Pemeriksaan
Diagnosa
Working Diagnosa .... 13
2.4.
Etiologi ......... 14
2.5.
Epidemiologi 14
2.6.
Patofisiologi . 15
2.7.
2.8.
Komplikasi .. .20
2.9.
Penatalaksanaan .. 20
2.10.
Preventif ....... 32
2.11.
Prognosis ...... 32
BAB III
PENUTUP .... 33
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Sistem Urinaria (ginjal) terdiri dari organ-organ yang memproduksi urine dan
mengeluarkannya dari tubuh. System ini merupakan salah satu system utama untuk
mempertahankan homeostasis (kekonstanan lingkungan external).1
Komponen system Urinaria terdiri dari : dua ginjal yang memproduksi urine; dua ureter
yang membawa urine ke vesica urinaria untuk enampungan sementara; dan uretra yang
mengalirkan urine keluar tubuh melalui orifisium urethra externa.
Fungsi Ginjal :
Pengeluaran zat sisa organic. Ginjal mensekresi urea, asam urat, kreatinin, dan
produksi penguraian hemoglobin dan hormone.
(H+),
bikarbonat
(HCO3-),
dan
ammonium
(NH4+)
serta
Pengaturan tekanan darah. Ginjal mengukur volume cairan yang essensial bagi
pengaturan tekanan darah, dan juga memproduksi enzim rennin. Rennin adalah
komponen penting dalam mekanisme rennin-angiotensin-aldosteron, yang
meningkatkan tekanan darah dan retensi air.
1.2.
Tujuan
Urogenital.
Mempelajari bagaimana, mendiagnosa, patofisologi dan lainnya yang
berhubungan dengan riwayat perjalanan penyakit Gagal Ginjal Kronik pada
anak.
BAB II
PEMBAHASAN
Penyakit ginjal adalah salah satu penyebab terpenting dari kematian da kecacatan di
banyak negara di seluruh dunia. Contohnya, pada tahun 2004, lebih dari 20 juta orang
dewasa di Amerika Serikat diperkirakan mengidap penyakit ginjal kronik.
Penyakit ginjal yang berat dapat dibagi dalam dua kategori yang umum:
1. Gagal ginjal akut, yaitu seluruh atau hampir seluruh kerja ginjal tiba-tiba berhenti
tapi pada akhirnya dapat membaik mendekati fungsi normal.
2. Gagal ginjal kronis, yaitu ginjal secara progresif kehilangan fungsi nefronnya satu
per satu secara bertahap menurunkan keseluruhan fungsi ginjal.
Dalam dua kategori umum ini, terdapat banyak penyait ginjal spesifik yang dapat
mempengaruhi pembuluh darah ginjal, glomerulus, tubulus, intestinum ginjal, dan bagian
traktus urinarius diluar ginjal, meliputi ureter dan kandung kemih.1
2.1.
Anamnesis
Anamnesis adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara. Anamnesis dapat
dilakukan langsung kepada pasien, yang disebut autoanamnesis, atau dilakukan
terhadap orang tua, wali, orang yang dekat dengan pasien, atau sumber lain, disebut
sebagai aloanamnesis. Termasuk didalam aloanamnesis adalah semua keterangan
dokter yang merujuk, catatan rekam medik, dan semua keterangan yang diperoleh
selain dari pasiennya sendiri. Oleh karena bayi dan sebagian besar anak belum dapat
memberikan keterangan, maka dalam bidang kesehatan anak aloanamnesis menduduki
tempat yang jauh lebih penting dari pada autanamnesis.2
Dalam keadaan tertentu anamnesis merupakan cara yang tercepat dan satu-satunya
kunci menuju diagnosis, baik dari kasus-kasus dengan latarbelakang faktor biomedis,
psikososial, maupun keduanya.
Yang perlu dilakukan pada anamnesis pada anak adalah sebagai berikut: 2
1. IDENTITAS
Umur/ usia
o Neonatus/ bayi
o Balita/ prasekolah
o Sekolah
o Akil balik
Jenis kelamin
Nama ortu
Alamat
2. RIWAYAT PENYAKIT
Keluhan utama
Cerita kronologis, rinci, jls ttg keadaan pasien sblm ada keluhan
sampai dibawa berobat
Reaksi alergi
Lama keluhan
Lamanya
Frekuensi
Lamanya, interval
5. RIWAYAT KEHAMILAN
o Kesehatan ibu saat kehamilan
o Pernah sakit panas (rubella dsb)
o Makan obat-obatan
o Tetanus toxoid
6. RIWAYAT KELAHIRAN
Tanggal lahir
Tempat lahir
Cara kelahiran
Kehamilan ganda
Masa kehamilan
Berat badan dan panjang badan lahir (apakah sesuai dengan masa
kehamilan, kurang atau besar)
7. RIWAYAT PERTUMBUHAN
Kurva berat badan dan panjang badan terhadap umur
8. RIWAYAT PERKEMBANGAN
o Patokan perkembangan (milestones)
Pada bidang: motor kasar, motor halus, sosial-personal, bahasa pada balita
o Prestasi belajar pada anak usia sekolah
o Masa pubertas
9. Riwayat imunisasi
10. Riwayat makanan
11. Riwayat penyakit yang pernah diderita
Pemeriksaan
Nadi
Tekanan darah
Pernafasan
suhu
terletak
ialah
retroperitoneal.
dengan
jalan
posterior
tubuh
pasien
Perkusi
Perkusi abdomen terutama ditujukan untuk menentukan adanya cairan bebas (asites)
atau udara dalam rongga abdomen. Perkusi juga dapat dilakukan untuk membantu
menentukan batas hati, serta batas batas massa intraabdominal. Asites pada anak
dapat disebabkan oleh penyakit hati kronik seperti sirosis hepatis, penyakit ginjal
seperti sindrom nefrotik, gagal jantung kongestif, peritonitis tuberkulosa, dan chilous
ascites akibat kebocoran system limfatik abdominal, suatu keadaan yang jarang terjadi.
Auskultasi
Pada daerah ginjal di bagian posterior abdomen pada pasien hipertensi, terdengarnya
bising menunjukkan terdapatnya konstriksi salah satu a. renalis.
2.2.3. Pemeriksaan Penunjang
Elektrolit
Natrium
Kadar normal : 135 150 mmol/L
Hipernatremia : > 150 mmol/L
Klinis : gejala neurologis, antara lain letargi, kelemahan otot, kejang kejang dan
koma
Penyebab :
1. Pemasukkan ion Na berlebihan
2. Kehilangan cairan lebih dari kehilangan ion Na
Hiponatremia : < 125 mmol/L
Klinis : gangguan neurologis, antara lain karena edema otak
Penyebab :
1. Kehilangan ion Na
2. Retensi cairan
Kalium
Kadar normal : 25 125 mEq/hari
Klorida
Kadar normal Cl dalam serum : 98 108 mmol/L
Klorida diekskresi oleh ginjal ke dalam urine (bersama Na dan K).
Penentuan kadar Cl dalam darah tidak begitu penting dibandingkan dengan penentuan
kadar Na dan K.
Hb g/dl
Ht
Leukosit/l
Rerata x 103
Trombosit/l
Rerata x 103
Baru lahir
13,5-16,5
42-51
18,1
290
1-3 hari
14,5-18,5
45-56
18,9
192
2 minggu
13,4-16,6
41-53
11,4
252
1 bulan
10,7-13,9
33-44
10,8
2 bulan
9,4-11,2
28-35
6 bulan
11,1-12,6
31-36
11,9
6-24 bulan
10,5-12,0
33-36
10,6
150-300
2-6 tahun
11,5-12,0
34-37
8,5
150-300
6-12 tahun
11,5-13,5
35-40
8,1
150-300
12-18 tahun
(laki-laki)
13,0-14,5
36-43
7,8
150-300
12-18 tahun
(perempuan)
12,0-14,0
37-41
7,8
150-300
Fungsi ginjal
Kreatinin pada darah
Baru lahir : 0,3 -1,0 mg/dl
Bayi : 0,2-0,4
Anak : 0,3-0,7
Anak besar : 0,5-1,0
Dewasa (laki) :0,6-1,2
Dewasa (prmp) : 0,5-1,1
Klasifikasi
75 100
Insufisiensi ginjal
25 75
< 25
<5
Bersihan kreatinin sering dipergunakan didalam klinik untuk menilai laju filtrasi
glomerulus (glomerular filtration rate/GFR).
Bersihan kreatinin (berbeda sekitar 10 % dengan) bersihan INULIN (=bersihan
Jika pH < 7,35, PaCO2 > 45 mm Hg dan HCO3 serta BE normal, dapat
disimpulkan bahwa ketidakseimbangan asam basa mengarah pada keadaan
asidosis respiratorik.
Jika pH > 7,45, PaCO2 < 35 mm Hg dan HCO3 serta BE normal, dapat
disimpulkan bahwa ketidakseimbangan asam basa mengarah pada keadaan
alkalosis respiratorik.
Jika pH < 7,35, PaCO2 normal, sementara HCO3 dan BE masing-masing < 24
mEq/l dan <-2, dapat disimpulkan bahwa ketidakseimbangan asam basa terjadi
pada keadaan asidosis metabolik.
Jika pH > 7,45, PaCO2 normal, sementara HCO3 dan BE masing-masing > 28
mEq/l dan >+2, dapat disimpulkan bahwa ketidakseimbangan asam basa
mengarah pada keadaaan alkalosis metabolik
Paratiroid
Hormon paratiroid
(PTH)
bertanggung
jawab
untuk
mempertahankan
Hiperparatiroidisme
Klinis : sering tidak ada gejala pada screening batu ginjal, poliuria,
hipertensi, fraktur patologik
Laboratorium :
Kadar kalsium dalam darah dan urine sering meninggi, kadar fosfor darah
bervariasi, fosfor dalam urine meninggi.
2.3.
Alkali phosfatase
Normal Bayi : 150-400 U/I
1-10 th : 100-300
11-18 th (laki-laki): 50-375
11-18 th (prmp) : 30-300
Dewasa : 30-100
Diagnosa
Working Diagnosa : Penyakit Ginjal Kronik
Penyakit Ginjal Kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang
beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada umumnya
berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang
ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel, pada suatu derajat yang
memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialysis atau transplantasi ginjal.
Uremia adalah suatu sindrom klinik dan laboratorik yang terjadi pada semua organ,
akibat penurunan fungsi ginjal pada penyakit ginjal kronik.3
Kriteria Penyakit Ginjal Kronik3
1.
2.4.
Dua
2.
GGK
Kelainan patologis
Etiologi
penyebab
utama
pada anak
adalah
kelainan kongenital dan glomerulonefritis kronik. Etiologi yang paling sering didapatkan
pada anak di bawah 6 tahun adalah kelainan kongenital, kelainan perkembangan saluran
kencing seperti uropati obstruktif, hipoplasia dan displasia ginjal, dan ginjal polikistik.
Menurut laporan EDTA, glomerulonefritis dan pielonefritis merupakan penyebab
tersering timbulnya GGK (24%), diikuti oleh penyakit herediter (15%), penyakit sistemik
(10,5%), hipoplasia ginjal (7,5%), penyakit vaskular (3%), penyakit lainnya (9%) serta
yang tidak diketahui etiologinya 7%. Dari kelompok pielonefritis dan nefritis interstitial
yang tersering adalah uropati obstruktif kongenital dan nefropati refluks (>60%), diikuti
oleh displasia ginjal.
Secara praktis penyebab GGK dapat dibagi menjadi kelainan kongenital, kelainan
didapat, dan kelainan herediter:
1. Kelainan kongenital: hipoplasia renal, displasia renal, uropati obstruktif
2. Kelainan herediter: nefronoftisis juvenil, nefritis herediter, sindrom alport
3. Kelainan didapat: glomerulosklerosis fokal segmental, glomerulopati membranosa,
kelainan metabolit (oksalosis, sistinosis)
Etiologi gagal ginjal kronis pada masa kanak-kanak berkolerasi berat dengan umur
penderita pada saat pertama kali gagal ginjal tersebut terdeteksi. Gagal ginjal kronik pada
anak dibawah usia 5 tahun biasanya akibat kelainan anatomis (hipoplasia, displasia,
obstruksi, malformasi), sedangkan setelah usia 5 tahun yang dominant adalah penyakit
glomerulus didapat (glomerulonefritis, sindrom hemolitik-uremik) atau gangguan
herediter (syndrome Alport, penyakit kistik ).4,5,6
2.5.
Epidemiologi
Sindom Nefrotik [ proteinuria berat, hipoalbuminemia, dan edema] umumnya jarang
terjadi, dengan insiden 2 kasus per 100.000 anak (9-16 kasus per 100.000 populasi Asia)
dan puncak kejadian pada usia 1-5 tahun. Laki-laki lebih sering menderita sindrom
nefrotik dari pada perempuan, dengan bandingan 2,5:1. 7
Sindrom Nefritis akut yang merupakan penyakit Glomerulonefritis akut terutama terjadi
pada anak usia sekolah. Penyakit ini khas terjadi 7-14 hari setelah infeksi tenggorokan
oleh kuman Streptococcus -hemoliticus grup A, tetapi terdapat presentase kejadian
karena penyebab lain, mungkin oleh virus. Di beberapa daerah di dunia dengan hygiene
yang buruk, glomerulonefritis yang timbul setelah infeksi Streptococcus pada kulit
berupa pyodermia merupakan keadaan relative yang sering ditemukan.6,7
Insiden gagal ginjal kronik pada anak lebih jarang dibandingkan pada dewasa, tetapi
memiliki akibat yang lebih buruk terhadap pertumbuhan dan perkembangan. Insidensi
gagal ginjal kronis dapat diperkirakan dari insidensi penyakit ginjal stadium akhir pada
anak-anak, tetapi gambaran yang pasti sulit didapat. Angka-angkanya bervariasi dari 3-6
kasus baru perjuta anak setiap tahun. 8 Anak dengan gagal ginjal kronik stadium terminal
yang memerlukan dialisis dan tranplantasi ginjal berjumlah kurang lebih 4-6 juta diantara
populasi anak. 7
Angka kejadian GGK pada anak di Indonesia yang bersifat nasional belum ada. Pada
penelitian di 7 rumah sakit Pendidikan Dokter Spesialis Anak di Indonesia didapatkan 2%
dari 2889 anak yang dirawat dengan penyakit ginjal (tahun 1984-1988) menderita GGK.
Di RSCM Jakarta antara tahun 1991-1995 ditemukan GGK sebesar 4.9% dari 668 anak
penderita penyakit ginjal yang dirawat inap, dan 2.6% dari 865 penderita penyakit ginjal
yang berobat jalan. GGK pada anak umumnya disebabkan oleh karena penyakit ginjal
menahun atau penyakit ginjal kongenital. Angka kejadian di Rumah Sakit Umum Daerah
Dr. Soetomo Surabaya selama 5 tahun (1988-1992) adalah 0,07% dari seluruh penderita
rawat tinggal di bangsal anak dibandingkan di RSCM Jakarta dalam periode 5
tahun (1984-1988) sebesar 0,17%.10
Patofisiologi
Tanpa memandang penyebab kerusakan ginjal, bila tingkat kemunduran fungsi ginjal
mencapai kritis, penjelekan sampai gagal ginjal stadium akhir tidak dapat dihindari.
Mekanisme yang tepat, yang mengakibatkan kemunduran fungsi secara progresif belum
jelas, tetapi faktor-faktor yang dapat memainkan peran penting mencakup cedera
imunologi yang terus-menerus; hiperfiltrasi yang ditengahi secara hemodinamik dalam
mempertahankan kehidupan glomerulus; masukan diet protein dan fosfor; proteinuria
yang terus-menerus; dan hipertensi sistemik.
Endapan kompleks imun atau antibodi anti-membrana basalis glomerulus secara terusmenerus pada glomerulus dapat mengakibatkan radang glomerulus yang akhirnya
menimbulkan jaringan parut.
Cedera hiperfiltrasi dapat merupakan akhir jalur umum yang penting pada
destruksi glomerulus akhir, tidak tergantung mekanisme yang memulai cedera ginjal. Bila
nefron hilang karena alasan apapun, nefron sisanya mengalami hipertroti struktural dan
fungsional yang ditengahi, setidak-tidaknya sebagian, oleh peningkatan aliran darah
glomerulus. Peningkatan aliran darah sehubungan dengan dilatasi arteriola aferen dan
konstriksi arteriola eferen akibat-angiotensin II menaikkan daya dorong filtrasi
glomerulus pada nefron yang bertahan hidup. "Hiperfiltrasi" yang bermanfaat pada
glomerulus yang masih hidup ini, yang berperan memelihara fungsi ginjal, dapat juga
merusak glomerulus dan mekanismenya belum dipahami. Mekanisme yang berpotensi
menimbulkan kerusakan adalah pengaruh langsung peningkatan tekanan hidrostatik pada
integritas dinding kapiler, hasilnya mengakibatkan keluarnya protein melewati dinding
kapiler, atau keduanya. Akhirnya, kelainan ini menyebabkan perubahan pada sel
mesangium dan epitel dengan perkembangan sklerosis glomerulus. Ketika sklerosis
meningkat, nefron sisanya menderita peningkatan beban ekskresi, mengakibatkan
lingkaran setan peningkatan aliran darah glomerulus dan hiperfiltrasi. Penghambatan
enzim pengubah angiotensin mengurangi hiperfiltrasi dengan jalan menghambat produksi
angiotensin II, dengan demikian melebarkan arteriola eferen, dan dapat memperlambat
penjelekan gagal ginjal.
Proteinuria menetap atau hipertensi sistemik karena sebab apapun dapat merusak dinding
kapiler glomerulus secara langsung, mengakibatkan sklerosis glomerulus dan permulaan
cedera hiperfiltrasi.
Penyakit Primer
ginjal
Jumlah nefron
berkurang
Hipertrofi dan
Vasodilatasi Nefron
yg masih bertahan
Glomerulonekrosis
Tekanan dan
aliran kapiler
meningkat
Peningkatan tekanan
dan/ atau filtrasi
glomerulus
Hipertensi
Glomerulus
Diabete
s
Hiperten
2.7.
Gejala Klinis
Gambaran klinik gagal ginjal kronik mirip dengan jenis akut kecuali mungkin mengenai
pengembangan tanda-tanda dan gejalanya yang biasanya lambat. Pengenalan kondisi ini
mungkin sukar karena banyak gejalanya yang tidak spesifik. 8
Gambaran klinis pada gagal ginjal kronik kadang-kadang tidak memberikan keluhan
sama sekali (asimptomatik), sampai terjadi keadaan yang memberat sehingga
menyebabkan anak menjadi lemah, mengeluh nyeri dada, gelisah, mual, koma dan kejang
pada stadium akhir. Fungsi ginjal menurun, ureum meningkat, dan anemia bertambah
berat diikuti oleh tekanan darah yang tiba-tiba meninggi. Kadang-kadang anak mendapat
serangan ensephalopati hipertensi dan gagal jantung yang berakhir pada kematian.9
Gejala klinis GGK merupakan manifestasi dari: 10
1. kegagalan tubuh dalam mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit.
2. menumpuknya toksin uremia yang merupakan metabolit toksik.
3. gangguan fungsi hormon yaitu berkurangnya eritropoietin dan vitamin D 3 (1,25
dihidroksi vitamin D3).
4. gangguan respon dari end organ terhadap hormon pertumbuhan.
Gambaran klinik gagal ginjal kronik berat disertai sindrom azotemia sangat
kompleks, meliputi kelainan-kelainan berbagai organ seperti: kelainan hemopoeisis,
saluran cerna, mata, kulit, selaput serosa, kelainan neuropsikiatri dan kelainan
kardiovaskular.
a. Kelainan hemopoeisis
Anemia normokrom normositer dan normositer (MCV 78-94 CU), sering
ditemukan pada pasien gagal ginjal kronik. Anemia yang terjadi sangat bervariasi
bila ureum darah lebih dari 100 mg% atau bersihan kreatinin kurang dari 25 ml
per menit.
b.
c.
Kelainan mata
Visus hilang (azotemia amaurosis) hanya dijumpai pada sebagian kecil pasien
gagal ginjal kronik. Gangguan visus cepat hilang setelah beberapa hari mendapat
pengobatan gagal ginjal kronik yang adekuat, misalnya hemodialisis. Kelainan
saraf mata menimbulkan gejala nistagmus, miosis dan pupil asimetris. Kelainan
retina (retinopati) mungkin disebabkan hipertensi maupun anemia yang sering
dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik. Penimbunan atau deposit garam
kalsium pada conjunctiva menyebabkan gejala red eye syndrome akibat iritasi dan
hipervaskularisasi. Keratopati mungkin juga dijumpai pada beberapa pasien gagal
ginjal kronik akibat penyulit hiperparatiroidisme sekunder atau tersier.
d.
Kelainan kulit
Gatal sering mengganggu pasien, patogenesisnya masih belum jelas dan diduga
berhubungan dengan hiperparatiroidisme sekunder. Keluhan gatal ini akan segera
hilang setelah tindakan paratiroidektomi. Kulit biasanya kering dan bersisik, tidak
jarang dijumpai timbunan kristal urea pada kulit muka dan dinamakan urea frost
e.
f.
Kelainan neuropsikiatri
Beberapa kelainan mental ringan seperti emosi labil, dilusi, insomnia, dan depresi
sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik. Kelainan mental berat seperti
konfusi, dilusi, dan tidak jarang dengan gejala psikosis juga sering dijumpai pada
pasien GGK. Kelainan mental ringan atau berat ini sering dijumpai pada pasien
Kelainan kardiovaskular
Patogenesis gagal jantung kongestif (GJK) pada gagal ginjal kronik sangat
kompleks. Beberapa faktor seperti anemia, hipertensi, aterosklerosis, kalsifikasi
sistem vaskular, sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik terutama pada
stadium terminal dan dapat menyebabkan kegagalan faal jantung.
2.8.
Komplikasi
Komplikasi Gagal Ginjal Kronik pada anak dapat meliputi beberapa hal:9
2.9.
Penatalaksanaan
-
Edukasi kepada orang tua pasien mengenai gagal ginjal penyebab, dan bagaimana
mengenal serta upaya bila timbul keluhan, dan dasar pengobatan.
Pemantauan keadaan klinis penderita secara ketat (pemeriksaan fisik dan tekanan
darah) dan keadaan laboratorium. Pemeriksaan darah yang dilakukan secara rutin
Secara optimal penderita harus ditatalaksana bersama dengan pusat medis yang
mampu menyediakan pelayanan medis, perawatan, sosial, dan dukungan nutrisi
ketika penderita menjelek menjadi gagal ginjal stadium akhir.
Istirahat,
TERAPI KONSERVATIF
Tujuan terapi konservatif gagal ginjal pra-terminal, adalah:
1. Anak merasa sehat, tidak ada keluhan atau rasa sakit yang disebabkan oleh
uremia, seperti misalnya mual, muntah.
2. Merasa normal, seperti teman-temannya, mempunyai cukup energi untuk
berpartisipasi dalam kegiatan sekolah dan aktivitas sosial lainnya; sehingga
dapat mencapai pertumbuhan motorik, sosial, dan intelektual yang optimal.
3. Mempertahankan pertumbuhan fisik yang normal.
4. Mempertahankan agar fungsi keluarga berjalan seperti biasanya.
5. Memperlambat progresivitas penurunan LFG.
6. Mempersiapkan anak dan keluarganya untuk menghadapi keadaan gagal
ginjal terminal.
Nutrisi
Malnutrisi energi protein seringkali ditemukan pada anak-anak dengan
GGK. Patogenesis terjadinya malnutrisi ini multifaktorial. Faktor-faktor tersebut,
antara lain adalah anoreksia, diet protein yang rendah, proses katabolisme akibat
uremia yang menyebabkan pemecahan protein otot dan inhibisi sintesis protein,
sekresi kortisol dan hormon paratiroid yang meningkat, resistensi insulin, asidosis
metabolik, dan toksin uremia lain. Pada pasien yang mendapat terapi dialisis,
terjadi pembuangan asam amino, peptida dan protein melalui dialisis, dan proses
katabolisme pada hemodialisis yang akan memperberat malnutrisinya.
Bila nutrisi tidak diperhatikan, pasien gagal ginjal akan jatuh dalam
keadaan malnutrisi, dan anak-anak akan mengalami gagal tumbuh. Terapi nutrisi,
berperan dalam menghambat kecepatan penurunan fungsi ginjal dan akan dapat
meningkatkan perasaan well-being serta pertumbuhan.
Intake nutrisi yang direkomendasikan untuk anak-anak dengan GGK
hendaklah memperhatikan hal-hal berikut:
1. Asupan nutrisi sebaiknya dipantau melalui cara penilaian diet secara
prospektif 3 hari berturut-turut 2 kali setahun, dan lebih sering bila ada
indikasi klinik.
2. Anak-anak dengan GGK cenderung kehilangan nafsu makan dan seringkali
mendapatkan intake dibawah kebutuhan yang dianjurkan. EAR adalah
estimasi kebutuhan rata-rata energi, protein, vitamin, mineral. Kriteria ini
dipakai untuk menggantikan Recommended Daily Allowance (RDA), yang
didefinisikan sebagai kecukupan kebutuhan nutrisi untuk anak sehat dengan
jenis kelamin, tinggi badan dan umur yang sama. Asupan energi kurang dari
80% dari RDA telah terbukti berasosiasi dengan gagal tumbuh (Rizzoni
1984), yang dapat dipulihkan dengan meningkatkan energi menjadi 100%
RDA. Asupan energi berlebih tidak memberikan manfaat, kecuali pada anakanak dengan ratio berat terhadap tinggi badan yang rendah, yang
membutuhkan asupan energi sampai 120% RDA. Untuk mencapai EAR yang
sesuai umur dan energi, sebagian besar anak dengan GGK membutuhkan
suplemen kalori dalam bentuk polimer glukosa atau emulsi lemak, dimana
pada bayi dan anak-anak kecil, diperlukan nutrisi tambahan melalui pipa
nasogastrik.
3. Untuk mencegah atau mengobati hiperparatiroidisme sekunder, kadar fosfat
plasma harus dipertahankan antara mean dan -2SD untuk umurnya, dengan
cara membatasi diet fosfat dan pemakaian kalsium karbonat sebagai pengikat
fosfat. Sumber fosfat terbanyak adalah susu, keju dan yoghurt.
4. Pada
anak-anak,
pertumbuhannya,
yang
kebutuhan
restriksi
protein
proteinnya
ternyata
tidak
lebih
tinggi
untuk
bermanfaat
dalam
hormon
paratiroid
(PTH)
meningkat
dan
kadar
1,25
pengaturan nutrisi yang baik, suplemen besi dan folat, dan bila diperlukan supresi
hiperparatiroid sekunder dengan memakai pengikat fosfat yang tidak mengandung
aluminium. Bila anemia tetap terjadi, dapat diberikan eritropoietin rekombinan
dengan dosis 50 unit/kg secara subkutan dua kali seminggu, dosis dapat dinaikkan
sesuai respon agar mencapai target hemoglobin 10-12 g/dl. Kadar ferritin serum
dipertahankan diatas 100 mcg/l agar tercapai suplemen besi yang adekuat. Anakanak dengan pra-GGT biasanya mendapatkan suplemen besi peroral, sedangkan
mereka yang telah dilakukan dialisis biasanya memerlukan suplemen besi secara
intra-vena. 8,10
Pertumbuhan
Pertumbuhan merupakan indikator yang paing sensitif untuk terapi GGK
yang adekuat. Pengukuran tinggi badan, berat badan, lingkar kepala, status
pubertal, volume testes, dan lingkar lengan atas sangat dianjurkan untuk
dilakukan secara rutin, sehingga akan dapat dideteksi secara dini setiap gangguan
kecepatan pertumbuhan. Faktor-faktor yang menyebabkan gangguan pertumbuhan
adalah multifaktorial, seperti tercantum dalam tabel dibawah ini.10
Possible
factors
contributing
to
growth retardation in chronic renal
failure
Inadequate energy intake
Inappropriate protein intake
Disturbances water and electrolyte balance,
GGK
berkaitan
dengan
kelainan
histologinya
yaitu
2.
3.
4.
pilihan hanyalah dialisis peritoneal, atau misalnya adanya adhesi intra-abdominal, maka
dialisis peritoneal tidak bisa dipilih, kecuali hemodialisis.
Seorang anak dipersiapkan untuk dilakukan transplantasi apabila laju filtrasi glomerulus
telah menurun sampai 10 ml/menit/1.73m2. Secara ideal sebenarnya adalah melakukan
transplantasi sebelum timbul gejala-gejala akibat gagal ginjal kronik dan sebelum dialisis
dibutuhkan. Tetapi hal tersebut jarang bisa dilakukan karena masa tunggu untuk
mendapatkan donor yang cocok tidak bisa dipastikan, masalah-masalah medis yang tidak
memungkinkan anak segera menjalani transplantasi, atau yang paling sering adalah
memberikan waktu yang cukup untuk pasien dan keluarganya guna mempersiapkan dan
menyesuaikan diri menghadapi situasi yang baru.
Indikasi untuk memulai dialisis adalah:
1. timbulnya gejala sindrom uremia berupa letargi, anoreksia, atau muntah yang
mengganggu aktivitas sehari-harinya.
2. gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit yang mengancam jiwa, misalnya
hiperkalemia yang tidak respon terhadap pengobatan konservatif.
3. gejala kelebihan cairan yang tidak dapat diatasi dengan terapi diuretik.
4. terjadi gagal tumbuh yang menetap meskipun telah dilakukan terapi konservatif yang
adekuat.
DIALISIS
Keuntungan dan kerugian dialisis peritoneal dan hemodialisis dapat dilihat pada
tabel di bawah ini. Di Inggeris, Amerika Serikat, dan banyak negara-negara lain,
dialisis peritoneal lebih banyak dilakukan pada anak-anak.
Hemodialisis adalah suatu teknik untuk memindahkan atau membersihkan solut
dengan berat molekul kecil dari darah secara difusi melalui membran
semipermeabel. Hemodialisis membutuhkan akses sirkulasi, yang paling baik
adalah pembuatan fistula A-V pada vasa radial atau brachial dari lengan yang
tidak dominan.
Pada dialisis peritoneal, membran peritoneal berfungsi sebagai membran semipermeabel untuk melakukan pertukaran dengan solute antara darah dan cairan
dialisat. Untuk memasukkan cairan dialisat kedalam rongga peritoneum perlu
dipasang kateter peritoneal dari Tenckhoff. Ada 2 cara pelaksanaan dialisis
peritoneal, yaitu:
1. Automated Peritoneal Dialysis (APD), dimana dialisis dilakukan malam
hari dengan mesin dialisis peritoneal, sehingga pada siang hari pasien
bebas dari dialisis.
2.
Continuous
Ambulatory
Peritoneal
Dialysis
(CAPD),
dialisis
2.10.
Preventif
Segera berobat jika anak terkena infeksi guna mencegah terjadinya penyakit-penyakit
akibat dari komplikasi
Evaluasi obat-obatan yang telah diberikan, karena ada beberapa efek samping obat yang
dapat membuat nefrotoksik
2.11.
Berikan obat dengan dosis tepat sesuai dengan kapasitas bersihan ginjal
Prognosis
Menurunnya fungsi ginjal dapat berlangsung perlahan-lahan, tetapi kadang dapat
berlangsung cepat dan berakhir dengan kematian akibat uremia dalam beberapa bulan.
Sering kematian terjadi dalam 5-10 tahun bergantung pada kerusakan ginjal.9
Penanganan yang tepat akan mempengaruhi prognosis, dan pengobatan utama pada kasus
gagal ginjal kronik pada anak adalah dengan transplantasi ginjal dan hasilnya lebih baik
pada anak dibandingkan orang dewasa. Sebelum transplantasi dilakukan, anak diterapi
dengan dialisis.6
BAB III
PENUTUP
Berdasarkan anamnesis, hasil pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang pada pasien anak
perempuan tersebut, kemungkinan penderita menderita gagal ginjal kronik, terlihat dari riwayat
perjalanan penyakit dimana ia sudah bertahun-tahun menderita nefrotik nefritik syndrom yang
merupakan salah satu etiologi gagal jantung kronik. Penatalaksanaan perlu diberikan sedini
mungkin agar tidak terjadi komplikasi yang lebih parah.
DAFTAR PUSTAKA
1. Guyton, Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedoteran. Edisi Sebelas. EGC. Jakarta.2008.
2. Matondang Corry S., Wahidiyat Iskandar., Sastroasmoro Sudigdo. Diagnosis Fisik
pada Anak. Edisi kedua. CV Sagung Seto. Jakarta.2003.
3. Suwitra Ketut. Penyakit Ginjal Kronik: Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV.
Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2007. h. 570-8.
4. Mansjoer, Arif et al. 2007. Gagal Jantung. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1. Edisi
Ketiga. Jakarta.: 434-7.
5. Nelson. Ilmu Kesehatan Anak Vol.3. Edisi 15. EGC. Jakarta 2000. h.1846-56.
6. Meadow Sir R., Newell Simon J.. Lecture Notes on Pediatrica 7th Edition. Erlangga.
Jakarta.2005.
7. Hull David., Johnston Derek I. Saluran Kemih dan Testis : dalam buku Dasar-Dasar
Pediatri. Edisi ketiga. EGC. Jakarta 2008. h. 175-89.
8. Radde Ingeborg C., MacLeod Stuart M. Pediatric Pharmacology & Terapeutics. Edisi
kedua. Hipocrates. Jakarta. 1999.
9. Ngastiyah. Glomerulonefritis Kronik; Dalam buku Perawatan Anak Sakit. Edisi
kedua. EGC. Jakarta 2005.
10. Noer
Muhammad
S.
Gagal
Ginjal
Kronik
pada
Anak.
http://www.pediatrik.com/pkb/20060220-mqb0gj-pkb.pdf.
2010.
Diunduh
30
dari
Oktober