Anda di halaman 1dari 37

PROBLEM BASED LEARNING

LAPORAN TUGAS MANDIRI


Nama

: Ni Made Helen Virginia Jacob

No.Pokok

: 102008200

Kelompok

: D3

Tutor

: dr. William

Blok : 20
UROGENITAL 2
Telah di periksa dan disetujui oleh :
Pada Tutorial 2
Tanggal. 01 November 2010

dr. William )
Tutor

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
2010

Kata Pengantar

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas anugerah
dan karunia-Nya kami dapat dibimbing untuk menyelesaikan makalah Program Based
Learning ini dengan baik.
Adapun tugas makalah ini berhubungan dengan tugas Program Based Learning
Urogenital 2 yang telah dipercayakan oleh dr.William selaku tutor dalam menyelesaikan
makalah ini. Pada makalah ini, kami mengangkat pembahasan mengenai Urogenital. Tujuan
makalah adalah ingin mendeskripsikan kepada para pembaca mengenai Sistem Urogenital,
dan merupakan lanjutan dari materi pada Blok 10 yaitu Urogenital 1. Tak lupa juga saya
mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu menyelesaikan makalah
saya ini.
Saya

menyadari bahwa pembuatan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh

karena itu saya memohon maaf apabila terdapat kata-kata yang salah dan kurang berkenan
bagai para pembaca. Penulis pun siap menerima segala kritik dan saran yang membangun
supaya di kemudian hari tidak akan terjadi kesalahan yang sama dan untuk memaksimalkan
keterampilan saya dalam pembuatan makalah selanjutnya.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat berguna bagi para pembaca, khusunya
mahasiswa-mahasiswi Universitas Kristen Krida Wacana.
J
akarta, 01 November 2010

Penulis

DAFTAR ISI
Kata Pengantar ........................................................................................................................i
Daftar isi..ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang ........1

1.2.

Tujuan .............2

BAB II

PEMBAHASAN

2.1.

Anamnesis .......3

2.2.

Pemeriksaan

2.2.1. Pemeriksaan Vital . 7


2.2.2. Pemeriksaan Fisik .........7
2.2.3. Pemeriksaan Penunjang ............................................................................................ 8
2.3.

Diagnosa
Working Diagnosa .... 13

2.4.

Etiologi ......... 14

2.5.

Epidemiologi 14

2.6.

Patofisiologi . 15

2.7.

Gejala Klinis ................................................................................ .............................18

2.8.

Komplikasi .. .20

2.9.

Penatalaksanaan .. 20

2.10.

Preventif ....... 32

2.11.

Prognosis ...... 32

BAB III

PENUTUP .... 33

DAFTAR PUSTAKA ... ... 34

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Sistem Urinaria (ginjal) terdiri dari organ-organ yang memproduksi urine dan
mengeluarkannya dari tubuh. System ini merupakan salah satu system utama untuk
mempertahankan homeostasis (kekonstanan lingkungan external).1
Komponen system Urinaria terdiri dari : dua ginjal yang memproduksi urine; dua ureter
yang membawa urine ke vesica urinaria untuk enampungan sementara; dan uretra yang
mengalirkan urine keluar tubuh melalui orifisium urethra externa.
Fungsi Ginjal :

Pengeluaran zat sisa organic. Ginjal mensekresi urea, asam urat, kreatinin, dan
produksi penguraian hemoglobin dan hormone.

Pengaturan konsentrasi ion-ion penting. Ginjal mensekresi ion natrium, kalium,


kalsium, magnesium, sulfat, dan fosfat.

Pengaturan keseimbangan asam basa tubuh. Ginjal mengendalikan eksresi ion


hydrogen

(H+),

bikarbonat

(HCO3-),

dan

ammonium

(NH4+)

serta

memproduksi urine asam atau basa, bergantung pada kebutuhan tubuh.

Pengaturan produksi sel darah merah. Ginjal melepaskan eritropoetin, yang


mengatur produksi sel darah merah dalam sumsum tulang.

Pengaturan tekanan darah. Ginjal mengukur volume cairan yang essensial bagi
pengaturan tekanan darah, dan juga memproduksi enzim rennin. Rennin adalah
komponen penting dalam mekanisme rennin-angiotensin-aldosteron, yang
meningkatkan tekanan darah dan retensi air.

Pengendalian terbatas terhadap konsentrasi glukosa darah dan asam amino


darah. Ginjal, melalui eksresi glukosa dan asam amino berlebih, bertanggung
jawab atas konsentrasi nutrient dalam darah.

Pengeluaran zat beracun. Ginjal mengeluarkan polutan, zat tambahan makanan,


dan obat-obatan, atau zat kimia asing lain dari tubuh.

1.2.

Tujuan

Mempelajari tentang gejala-gejala penyakit yang berhubungan dengan sistem

Urogenital.
Mempelajari bagaimana, mendiagnosa, patofisologi dan lainnya yang
berhubungan dengan riwayat perjalanan penyakit Gagal Ginjal Kronik pada
anak.

BAB II

PEMBAHASAN

Penyakit ginjal adalah salah satu penyebab terpenting dari kematian da kecacatan di
banyak negara di seluruh dunia. Contohnya, pada tahun 2004, lebih dari 20 juta orang
dewasa di Amerika Serikat diperkirakan mengidap penyakit ginjal kronik.
Penyakit ginjal yang berat dapat dibagi dalam dua kategori yang umum:
1. Gagal ginjal akut, yaitu seluruh atau hampir seluruh kerja ginjal tiba-tiba berhenti
tapi pada akhirnya dapat membaik mendekati fungsi normal.
2. Gagal ginjal kronis, yaitu ginjal secara progresif kehilangan fungsi nefronnya satu
per satu secara bertahap menurunkan keseluruhan fungsi ginjal.
Dalam dua kategori umum ini, terdapat banyak penyait ginjal spesifik yang dapat
mempengaruhi pembuluh darah ginjal, glomerulus, tubulus, intestinum ginjal, dan bagian
traktus urinarius diluar ginjal, meliputi ureter dan kandung kemih.1
2.1.

Anamnesis
Anamnesis adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara. Anamnesis dapat
dilakukan langsung kepada pasien, yang disebut autoanamnesis, atau dilakukan
terhadap orang tua, wali, orang yang dekat dengan pasien, atau sumber lain, disebut
sebagai aloanamnesis. Termasuk didalam aloanamnesis adalah semua keterangan
dokter yang merujuk, catatan rekam medik, dan semua keterangan yang diperoleh
selain dari pasiennya sendiri. Oleh karena bayi dan sebagian besar anak belum dapat
memberikan keterangan, maka dalam bidang kesehatan anak aloanamnesis menduduki
tempat yang jauh lebih penting dari pada autanamnesis.2
Dalam keadaan tertentu anamnesis merupakan cara yang tercepat dan satu-satunya
kunci menuju diagnosis, baik dari kasus-kasus dengan latarbelakang faktor biomedis,
psikososial, maupun keduanya.

Yang perlu dilakukan pada anamnesis pada anak adalah sebagai berikut: 2

1. IDENTITAS

Nama (+ nama keluarga)

Umur/ usia
o Neonatus/ bayi
o Balita/ prasekolah
o Sekolah
o Akil balik

Jenis kelamin

Nama ortu

Alamat

Umur/ pendidikan/ pekerjaan ortu

Agama dan suku bangsa

2. RIWAYAT PENYAKIT
Keluhan utama

o Keluhan/ gejala yang menyebabkan pasien dibawa berobat


o Tidak harus sejalan dengan diagnosis utama

3. RIWAYAT PERJALANAN PENYAKIT

Cerita kronologis, rinci, jls ttg keadaan pasien sblm ada keluhan
sampai dibawa berobat

Pengobatan sebelumnya dan hasilnya (macam obat dll)

Tindakan sebelumnya (suntikan, penyinaran)

Reaksi alergi

Perkembangan penyakit gejala sisa/ cacat

Riwayat penyakit pada anggota keluarga, tetangga

Riwayat penyakit lain yg pernah diderita sebelumnya

4. HAL-HAL YANG PERLU TENTANG KELUHAN/ GEJALA:

Lama keluhan

Mendadak, terus-menerus, perlahan-lahan, hilang timbul, sesaat

Keluhan lokal: lokasi, menetap, pindah-pindah, menyebar

Bertambah berat/ berkurang

Yang mendahului keluhan

Pertama kali dirasakan/ pernah sebelumnya

Keluhan yang sama adalah pada anggota keluarga, orang serumah,


sekelilingnya

Upaya yang dilakukan dan hasilnya

BEBERAPA KELUHAN YANG SERING DIJUMPAI


Kejang

Lamanya

Frekuensi

Kejang pertama/ pnh sblmnya

Kapan/ saat kejang terjadi

Sudah berapa kali

Tonik, klonik, umum, fokal

Lamanya, interval

Kesadaran wkt kejang/ sesudah kejang

Panas, muntah, lumpuh, kepandaian mundur

Pd neonatus: perlu riwayat kehamilan dan kelahiran


Pucat
Pucat seringkali terlihat pada pasien anemia. Pasien yang lama tinggal
di rumah sakit, pasien dengan penyakit kronik, dan pasien syok juga
tampak pucat meskipun kadar hemoglobinnya normal. Pucat paling

baik dinilai pada telapak tangan/kaki, kuku, mukosa mulut, dan


konjungtiva.

5. RIWAYAT KEHAMILAN
o Kesehatan ibu saat kehamilan
o Pernah sakit panas (rubella dsb)
o Makan obat-obatan
o Tetanus toxoid
6. RIWAYAT KELAHIRAN

Tanggal lahir

Tempat lahir

Ditolong oleh siapa

Cara kelahiran

Kehamilan ganda

Keadaan stlh lahir, pasca lahir, hari-hari 1 kehidupan

Masa kehamilan

Berat badan dan panjang badan lahir (apakah sesuai dengan masa
kehamilan, kurang atau besar)

7. RIWAYAT PERTUMBUHAN
Kurva berat badan dan panjang badan terhadap umur
8. RIWAYAT PERKEMBANGAN
o Patokan perkembangan (milestones)
Pada bidang: motor kasar, motor halus, sosial-personal, bahasa pada balita
o Prestasi belajar pada anak usia sekolah
o Masa pubertas

9. Riwayat imunisasi
10. Riwayat makanan
11. Riwayat penyakit yang pernah diderita

12. Riwayat keluarga


2.2.

Pemeriksaan

2.2.1. Pemeriksaan Tanda Vital

Nadi
Tekanan darah
Pernafasan
suhu

2.2.2. Pemeriksaan Fisik


Inspeksi
Karena otot abdomen anak masih tipis dan waktu berdiri anak kecil cenderung
menunjukkan posisi lordosis, maka perut anak kecil tampak agak membuncit ke depan
(pot belly). Perut yang buncit dapat simetris atau asimetris. Buncit yang simetris
terdapat pada pelbagai keadaan termasuk otot perut yang hipotonik atau atonik
misalnya hipokalemia, hipotiroidea, atau rakitis, penimbunan lemak dinding perut, dan
lain lain. Perut yang asimetris dapat disebabkan oleh otot perut yang paralitik
misalnya poliomyelitis, pembesaran organ intraabdominal, konstipasi, dan sebagainya.
Palpasi
Dalam keadaan normal ginjal tidak dapat diraba kecuali pada neonatus. Ginjal yang
membesar dapat diraba dengan cara
ballottement yang juga dipergunakan
untuk meraba organ atau massa lain
yang
Caranya

terletak
ialah

retroperitoneal.
dengan

jalan

meletakkan tangan kiri pemeriksa di


bagian

posterior

tubuh

pasien

sedemikian sehingga jari telunjuk


berada di angulus kostovertebralis. Kemudian jari telunjuk ini menekan organ atau
massa ke atas, sementara itu tangan kanan melakukan palpasi secara dalam dari
anterior dan akan merasakan organ atau massa tersebut menyentuh, kemudian jatuh
kembali, bila letaknya retroperitoneal.

Perkusi
Perkusi abdomen terutama ditujukan untuk menentukan adanya cairan bebas (asites)
atau udara dalam rongga abdomen. Perkusi juga dapat dilakukan untuk membantu
menentukan batas hati, serta batas batas massa intraabdominal. Asites pada anak
dapat disebabkan oleh penyakit hati kronik seperti sirosis hepatis, penyakit ginjal
seperti sindrom nefrotik, gagal jantung kongestif, peritonitis tuberkulosa, dan chilous
ascites akibat kebocoran system limfatik abdominal, suatu keadaan yang jarang terjadi.
Auskultasi
Pada daerah ginjal di bagian posterior abdomen pada pasien hipertensi, terdengarnya
bising menunjukkan terdapatnya konstriksi salah satu a. renalis.
2.2.3. Pemeriksaan Penunjang

Elektrolit
Natrium
Kadar normal : 135 150 mmol/L
Hipernatremia : > 150 mmol/L
Klinis : gejala neurologis, antara lain letargi, kelemahan otot, kejang kejang dan

koma
Penyebab :
1. Pemasukkan ion Na berlebihan
2. Kehilangan cairan lebih dari kehilangan ion Na
Hiponatremia : < 125 mmol/L
Klinis : gangguan neurologis, antara lain karena edema otak
Penyebab :
1. Kehilangan ion Na
2. Retensi cairan
Kalium
Kadar normal : 25 125 mEq/hari
Klorida
Kadar normal Cl dalam serum : 98 108 mmol/L
Klorida diekskresi oleh ginjal ke dalam urine (bersama Na dan K).
Penentuan kadar Cl dalam darah tidak begitu penting dibandingkan dengan penentuan
kadar Na dan K.

CBC (Complete Blood Count)


Umur

Hb g/dl

Ht

Leukosit/l
Rerata x 103

Trombosit/l
Rerata x 103

Baru lahir

13,5-16,5

42-51

18,1

290

1-3 hari

14,5-18,5

45-56

18,9

192

2 minggu

13,4-16,6

41-53

11,4

252

1 bulan

10,7-13,9

33-44

10,8

2 bulan

9,4-11,2

28-35

6 bulan

11,1-12,6

31-36

11,9

6-24 bulan

10,5-12,0

33-36

10,6

150-300

2-6 tahun

11,5-12,0

34-37

8,5

150-300

6-12 tahun

11,5-13,5

35-40

8,1

150-300

12-18 tahun
(laki-laki)

13,0-14,5

36-43

7,8

150-300

12-18 tahun
(perempuan)

12,0-14,0

37-41

7,8

150-300

Fungsi ginjal
Kreatinin pada darah
Baru lahir : 0,3 -1,0 mg/dl
Bayi : 0,2-0,4
Anak : 0,3-0,7
Anak besar : 0,5-1,0
Dewasa (laki) :0,6-1,2
Dewasa (prmp) : 0,5-1,1

Kreatinin pada urine


Bayi : 8-20 mg/kg/hari
Anak : 8-22
Anak besar : 8-30
Urea nitrogen dalam serum
Kadar normal : 5-20 mg/dl
Tes clearance kreatinin
Rumus : KK = {(140 U) BB} / {KS x 72}
Keterangan :
KK = kliren kreatinin dalam ml/menit
U
= umur dalam tahun
BB = berat badan dalam kg
KS = kreatinin serum dalam mg
Klasifikasi gagal ginjal kronik menurut kliren kreatinin

Klasifikasi

Kliren kreatinin ml/menit

Kekurangan cadangan ginjal

75 100

Insufisiensi ginjal

25 75

Gagal ginjal kronik

< 25

Gagal ginjal terminal

<5

Bersihan kreatinin sering dipergunakan didalam klinik untuk menilai laju filtrasi
glomerulus (glomerular filtration rate/GFR).
Bersihan kreatinin (berbeda sekitar 10 % dengan) bersihan INULIN (=bersihan

eksogen) yang merupakan percobaan baku emas untuk mengukur GFR.


Tes Sistatin C
Sistatin C adalah sistein protease inhibitor yang diproduksi oleh hampir semua sel
tubuh manusia. Zat ini difilter oleh glomeruli ginjal dan dapat dipergunakan
sebagai pemeriksaan GFR. Fungsi tubuler disamping tes faal ginjal (GFR) sistatin
C dalam urine dapat juga digunakan untuk mengukur faal tubuler ginjal bila ada
dugaan nefropati tubuler.2
Nilai referen (serum) :
Berdasarkan laporan Galteau M. M. 2001
Anak
umur 4-19 tahun
Pria
umur 20-59 tahun
Wanita
umur 20-59 tahun
Usia lanjut
umur 60 tahun keatas

: 0,75 +/- 0,089 mg/l


: 0,74 +/- 0,100 mg/l
: 0,65 +/- 0,085 mg/l
: 0,83 +/- 0,103 mg/l

Analisa Gas Darah (AGD)


Analisa gas darah (AGD) biasanya dilakukan untuk mengkaji gangguan
keseimbangan asam-basa yang disebabkan oleh gangguan pernafasan dan/atau
gangguan metabolik. Komponen dasar AGD mencakup pH, PaCO2, PaO2, SO2,
HCO3 dan BE (base excesses/kelebihan basa).
pH: 7,36-7,44; PaCO2: 35-45 mm Hg; PaCO2: 75-100 mmHg; SaO2: >95%;
SvO2: >70%; HCO3: 24-28 mEq/l; kelebihan basa (base excess): +2 sampai -2
mEq/l
Penarikan kesimpulan:

Jika pH < 7,35, PaCO2 > 45 mm Hg dan HCO3 serta BE normal, dapat
disimpulkan bahwa ketidakseimbangan asam basa mengarah pada keadaan
asidosis respiratorik.

Jika pH > 7,45, PaCO2 < 35 mm Hg dan HCO3 serta BE normal, dapat
disimpulkan bahwa ketidakseimbangan asam basa mengarah pada keadaan
alkalosis respiratorik.

Jika pH < 7,35, PaCO2 normal, sementara HCO3 dan BE masing-masing < 24
mEq/l dan <-2, dapat disimpulkan bahwa ketidakseimbangan asam basa terjadi
pada keadaan asidosis metabolik.

Jika pH > 7,45, PaCO2 normal, sementara HCO3 dan BE masing-masing > 28
mEq/l dan >+2, dapat disimpulkan bahwa ketidakseimbangan asam basa
mengarah pada keadaaan alkalosis metabolik

Paratiroid
Hormon paratiroid

(PTH)

bertanggung

jawab

untuk

mempertahankan

keseimbangan kalsium, fosfor, dan magnesium serta integritas dari mineralisasi


tulang.
Nilai normal kadar kalsium (darah) : 8,6 -10,4 mg/dL = 2,15-2,6 mmol/L
Kadar normal fosfor pada anak anak : 4,5-6,5 mg/dL (1,45-2,1 mmol/L)
Daya reabsorpsi fosfat oleh tubuli ginjal (TRP = tubular reabsorption of
phosphorus) dapat dihitung dengan menggunakan rumus sbb :
TRP (%) = 1 (UF x SK) / (UK x SF) x 100
Keterangan :
U = kadar dalam urine
S = kadar dalam serum
K = kreatinin
F = fosfor
Tafsiran hasil :
TRP pada orang normal adalah 90 % atau lebih
Pada hipertiroid TRP lebih kecil dari 85 %
Hipoparatiroidisme
Klinis : tetani, kram perut, katarak
Laboratorium :
Kalsium rendah, fosfat tinggi, fosfatase alkali normal, kalsium dalam urine
berkurang, kalsium serum sebagian besar terikat dengan albumin. Kadar
kalsium dalam serum perlu dikoreksi terhadap kadar albumin serum.
Koreksi :
Kalsium serum = kalsium serum (mg/dL) + ( 0,8 x [ 4,0 x albumin (g/dL)] )

Hiperparatiroidisme
Klinis : sering tidak ada gejala pada screening batu ginjal, poliuria,
hipertensi, fraktur patologik

Laboratorium :
Kadar kalsium dalam darah dan urine sering meninggi, kadar fosfor darah
bervariasi, fosfor dalam urine meninggi.

2.3.

Alkali phosfatase
Normal Bayi : 150-400 U/I
1-10 th : 100-300
11-18 th (laki-laki): 50-375
11-18 th (prmp) : 30-300
Dewasa : 30-100

Diagnosa
Working Diagnosa : Penyakit Ginjal Kronik
Penyakit Ginjal Kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang
beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada umumnya
berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang
ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel, pada suatu derajat yang
memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialysis atau transplantasi ginjal.
Uremia adalah suatu sindrom klinik dan laboratorik yang terjadi pada semua organ,
akibat penurunan fungsi ginjal pada penyakit ginjal kronik.3
Kriteria Penyakit Ginjal Kronik3
1.

2.4.

Dua
2.

GGK

Kerusakan Ginjal (renal damage) yang terjadi


lebih dari 3 bulan, berupa kelainan structural
atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan
laju
filtrasi
glomerulus
(GFR),
dengan
manifestasi:

Kelainan patologis

Terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk


kelainan dalam komplikasi darah atau
urin, atau kelainan dalam tes pencitraan
(imaging test)

GFR kurang dari 60 ml/menit/1,73m2, selama 3


bulan dengan atau tanpa kerusakan ginjal.

Etiologi
penyebab
utama
pada anak
adalah

kelainan kongenital dan glomerulonefritis kronik. Etiologi yang paling sering didapatkan
pada anak di bawah 6 tahun adalah kelainan kongenital, kelainan perkembangan saluran
kencing seperti uropati obstruktif, hipoplasia dan displasia ginjal, dan ginjal polikistik.
Menurut laporan EDTA, glomerulonefritis dan pielonefritis merupakan penyebab
tersering timbulnya GGK (24%), diikuti oleh penyakit herediter (15%), penyakit sistemik
(10,5%), hipoplasia ginjal (7,5%), penyakit vaskular (3%), penyakit lainnya (9%) serta
yang tidak diketahui etiologinya 7%. Dari kelompok pielonefritis dan nefritis interstitial
yang tersering adalah uropati obstruktif kongenital dan nefropati refluks (>60%), diikuti
oleh displasia ginjal.
Secara praktis penyebab GGK dapat dibagi menjadi kelainan kongenital, kelainan
didapat, dan kelainan herediter:
1. Kelainan kongenital: hipoplasia renal, displasia renal, uropati obstruktif
2. Kelainan herediter: nefronoftisis juvenil, nefritis herediter, sindrom alport
3. Kelainan didapat: glomerulosklerosis fokal segmental, glomerulopati membranosa,
kelainan metabolit (oksalosis, sistinosis)
Etiologi gagal ginjal kronis pada masa kanak-kanak berkolerasi berat dengan umur
penderita pada saat pertama kali gagal ginjal tersebut terdeteksi. Gagal ginjal kronik pada
anak dibawah usia 5 tahun biasanya akibat kelainan anatomis (hipoplasia, displasia,
obstruksi, malformasi), sedangkan setelah usia 5 tahun yang dominant adalah penyakit
glomerulus didapat (glomerulonefritis, sindrom hemolitik-uremik) atau gangguan
herediter (syndrome Alport, penyakit kistik ).4,5,6
2.5.

Epidemiologi
Sindom Nefrotik [ proteinuria berat, hipoalbuminemia, dan edema] umumnya jarang
terjadi, dengan insiden 2 kasus per 100.000 anak (9-16 kasus per 100.000 populasi Asia)
dan puncak kejadian pada usia 1-5 tahun. Laki-laki lebih sering menderita sindrom
nefrotik dari pada perempuan, dengan bandingan 2,5:1. 7

Sindrom Nefritis akut yang merupakan penyakit Glomerulonefritis akut terutama terjadi
pada anak usia sekolah. Penyakit ini khas terjadi 7-14 hari setelah infeksi tenggorokan
oleh kuman Streptococcus -hemoliticus grup A, tetapi terdapat presentase kejadian
karena penyebab lain, mungkin oleh virus. Di beberapa daerah di dunia dengan hygiene
yang buruk, glomerulonefritis yang timbul setelah infeksi Streptococcus pada kulit
berupa pyodermia merupakan keadaan relative yang sering ditemukan.6,7
Insiden gagal ginjal kronik pada anak lebih jarang dibandingkan pada dewasa, tetapi
memiliki akibat yang lebih buruk terhadap pertumbuhan dan perkembangan. Insidensi
gagal ginjal kronis dapat diperkirakan dari insidensi penyakit ginjal stadium akhir pada
anak-anak, tetapi gambaran yang pasti sulit didapat. Angka-angkanya bervariasi dari 3-6
kasus baru perjuta anak setiap tahun. 8 Anak dengan gagal ginjal kronik stadium terminal
yang memerlukan dialisis dan tranplantasi ginjal berjumlah kurang lebih 4-6 juta diantara
populasi anak. 7
Angka kejadian GGK pada anak di Indonesia yang bersifat nasional belum ada. Pada
penelitian di 7 rumah sakit Pendidikan Dokter Spesialis Anak di Indonesia didapatkan 2%
dari 2889 anak yang dirawat dengan penyakit ginjal (tahun 1984-1988) menderita GGK.
Di RSCM Jakarta antara tahun 1991-1995 ditemukan GGK sebesar 4.9% dari 668 anak
penderita penyakit ginjal yang dirawat inap, dan 2.6% dari 865 penderita penyakit ginjal
yang berobat jalan. GGK pada anak umumnya disebabkan oleh karena penyakit ginjal
menahun atau penyakit ginjal kongenital. Angka kejadian di Rumah Sakit Umum Daerah
Dr. Soetomo Surabaya selama 5 tahun (1988-1992) adalah 0,07% dari seluruh penderita
rawat tinggal di bangsal anak dibandingkan di RSCM Jakarta dalam periode 5
tahun (1984-1988) sebesar 0,17%.10

Di negara-negara berkembang insiden gagal ginjal kronik diperkirakan 40-60 kasus


perjuta penduduk per tahun, dimana sangat dipengaruhi oleh etiologi dari penyakit.3
2.6.

Patofisiologi
Tanpa memandang penyebab kerusakan ginjal, bila tingkat kemunduran fungsi ginjal
mencapai kritis, penjelekan sampai gagal ginjal stadium akhir tidak dapat dihindari.
Mekanisme yang tepat, yang mengakibatkan kemunduran fungsi secara progresif belum

jelas, tetapi faktor-faktor yang dapat memainkan peran penting mencakup cedera
imunologi yang terus-menerus; hiperfiltrasi yang ditengahi secara hemodinamik dalam
mempertahankan kehidupan glomerulus; masukan diet protein dan fosfor; proteinuria
yang terus-menerus; dan hipertensi sistemik.
Endapan kompleks imun atau antibodi anti-membrana basalis glomerulus secara terusmenerus pada glomerulus dapat mengakibatkan radang glomerulus yang akhirnya
menimbulkan jaringan parut.
Cedera hiperfiltrasi dapat merupakan akhir jalur umum yang penting pada
destruksi glomerulus akhir, tidak tergantung mekanisme yang memulai cedera ginjal. Bila
nefron hilang karena alasan apapun, nefron sisanya mengalami hipertroti struktural dan
fungsional yang ditengahi, setidak-tidaknya sebagian, oleh peningkatan aliran darah
glomerulus. Peningkatan aliran darah sehubungan dengan dilatasi arteriola aferen dan
konstriksi arteriola eferen akibat-angiotensin II menaikkan daya dorong filtrasi
glomerulus pada nefron yang bertahan hidup. "Hiperfiltrasi" yang bermanfaat pada
glomerulus yang masih hidup ini, yang berperan memelihara fungsi ginjal, dapat juga
merusak glomerulus dan mekanismenya belum dipahami. Mekanisme yang berpotensi
menimbulkan kerusakan adalah pengaruh langsung peningkatan tekanan hidrostatik pada
integritas dinding kapiler, hasilnya mengakibatkan keluarnya protein melewati dinding
kapiler, atau keduanya. Akhirnya, kelainan ini menyebabkan perubahan pada sel
mesangium dan epitel dengan perkembangan sklerosis glomerulus. Ketika sklerosis
meningkat, nefron sisanya menderita peningkatan beban ekskresi, mengakibatkan
lingkaran setan peningkatan aliran darah glomerulus dan hiperfiltrasi. Penghambatan
enzim pengubah angiotensin mengurangi hiperfiltrasi dengan jalan menghambat produksi
angiotensin II, dengan demikian melebarkan arteriola eferen, dan dapat memperlambat
penjelekan gagal ginjal.
Proteinuria menetap atau hipertensi sistemik karena sebab apapun dapat merusak dinding
kapiler glomerulus secara langsung, mengakibatkan sklerosis glomerulus dan permulaan
cedera hiperfiltrasi.

Ketika fungsi ginjal mulai mundur, mekanisme kompensatoir berkembang pada


nefron sisanya dan mempertahankan lingkungan internal yang normal. Namun, ketika
LFG turun di bawah 20% normal, kumpulan kompleks kelainan klinis, biokimia, dan
metabolik berkembang sehingga secara bersamasaan membentuk keadaan uremia. 5
Penurunan fungsi ginjal yang progresif tetap berlangsung terus meskipun penyakit
primernya telah diatasi atau telah menjadi tidak aktif. Hal ini menunjukkan adanya
mekanisme adaptasi sekunder yang sangat berperan pada kerusakan yang sedang
berlangsung pada penyakit ginjal kronik. Bukti lain yang menguatkan adanya mekanisme
tersebut ialah adanya gambaran histologik ginjal yang sama pada penyakit ginjal kronik
yang disebabkan oleh penyakit primer apapun. Perubahan dan adaptasi nefron yang
tersisa setelah kerusakan ginjal yang awal akan menyebabkan pembentukan jaringan ikat,
dan kerusakan nefron yang lebih lanjut. Demikian seterusnya keadaan ini berlanjut
menyerupai suatu siklus yang berakhir dengan gagal ginjal terminal.

Penyakit Primer
ginjal
Jumlah nefron
berkurang

Hipertrofi dan
Vasodilatasi Nefron
yg masih bertahan

Glomerulonekrosis

Tekanan dan
aliran kapiler
meningkat
Peningkatan tekanan
dan/ atau filtrasi
glomerulus

Hipertensi
Glomerulus

Diabete
s
Hiperten

2.7.

Gejala Klinis
Gambaran klinik gagal ginjal kronik mirip dengan jenis akut kecuali mungkin mengenai
pengembangan tanda-tanda dan gejalanya yang biasanya lambat. Pengenalan kondisi ini
mungkin sukar karena banyak gejalanya yang tidak spesifik. 8
Gambaran klinis pada gagal ginjal kronik kadang-kadang tidak memberikan keluhan
sama sekali (asimptomatik), sampai terjadi keadaan yang memberat sehingga
menyebabkan anak menjadi lemah, mengeluh nyeri dada, gelisah, mual, koma dan kejang
pada stadium akhir. Fungsi ginjal menurun, ureum meningkat, dan anemia bertambah
berat diikuti oleh tekanan darah yang tiba-tiba meninggi. Kadang-kadang anak mendapat
serangan ensephalopati hipertensi dan gagal jantung yang berakhir pada kematian.9
Gejala klinis GGK merupakan manifestasi dari: 10
1. kegagalan tubuh dalam mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit.
2. menumpuknya toksin uremia yang merupakan metabolit toksik.
3. gangguan fungsi hormon yaitu berkurangnya eritropoietin dan vitamin D 3 (1,25
dihidroksi vitamin D3).
4. gangguan respon dari end organ terhadap hormon pertumbuhan.
Gambaran klinik gagal ginjal kronik berat disertai sindrom azotemia sangat
kompleks, meliputi kelainan-kelainan berbagai organ seperti: kelainan hemopoeisis,
saluran cerna, mata, kulit, selaput serosa, kelainan neuropsikiatri dan kelainan
kardiovaskular.
a. Kelainan hemopoeisis
Anemia normokrom normositer dan normositer (MCV 78-94 CU), sering
ditemukan pada pasien gagal ginjal kronik. Anemia yang terjadi sangat bervariasi
bila ureum darah lebih dari 100 mg% atau bersihan kreatinin kurang dari 25 ml
per menit.

b.

Kelainan saluran cerna


Mual dan muntah sering merupakan keluhan utama dari sebagian pasien gagal
ginjal kronik terutama pada stadium terminal. Patogenesis mual dam muntah
masih belum jelas, diduga mempunyai hubungan dengan dekompresi oleh flora
usus sehingga terbentuk amonia. Amonia inilah yang menyebabkan iritasi atau
rangsangan mukosa lambung dan usus halus. Keluhan-keluhan saluran cerna ini
akan segera mereda atau hilang setelah pembatasan diet protein dan antibiotika.

c.

Kelainan mata
Visus hilang (azotemia amaurosis) hanya dijumpai pada sebagian kecil pasien
gagal ginjal kronik. Gangguan visus cepat hilang setelah beberapa hari mendapat
pengobatan gagal ginjal kronik yang adekuat, misalnya hemodialisis. Kelainan
saraf mata menimbulkan gejala nistagmus, miosis dan pupil asimetris. Kelainan
retina (retinopati) mungkin disebabkan hipertensi maupun anemia yang sering
dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik. Penimbunan atau deposit garam
kalsium pada conjunctiva menyebabkan gejala red eye syndrome akibat iritasi dan
hipervaskularisasi. Keratopati mungkin juga dijumpai pada beberapa pasien gagal
ginjal kronik akibat penyulit hiperparatiroidisme sekunder atau tersier.

d.

Kelainan kulit
Gatal sering mengganggu pasien, patogenesisnya masih belum jelas dan diduga
berhubungan dengan hiperparatiroidisme sekunder. Keluhan gatal ini akan segera
hilang setelah tindakan paratiroidektomi. Kulit biasanya kering dan bersisik, tidak
jarang dijumpai timbunan kristal urea pada kulit muka dan dinamakan urea frost

e.

Kelainan selaput serosa


Kelainan selaput serosa seperti pleuritis dan perikarditis sering dijumpai pada
gagal ginjal kronik terutama pada stadium terminal. Kelainan selaput serosa
merupakan salah satu indikasi mutlak untuk segera dilakukan dialisis.

f.

Kelainan neuropsikiatri
Beberapa kelainan mental ringan seperti emosi labil, dilusi, insomnia, dan depresi
sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik. Kelainan mental berat seperti
konfusi, dilusi, dan tidak jarang dengan gejala psikosis juga sering dijumpai pada
pasien GGK. Kelainan mental ringan atau berat ini sering dijumpai pada pasien

dengan atau tanpa hemodialisis, dan tergantung dari dasar kepribadiannya


(personalitas).
g.

Kelainan kardiovaskular
Patogenesis gagal jantung kongestif (GJK) pada gagal ginjal kronik sangat
kompleks. Beberapa faktor seperti anemia, hipertensi, aterosklerosis, kalsifikasi
sistem vaskular, sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik terutama pada
stadium terminal dan dapat menyebabkan kegagalan faal jantung.

2.8.

Komplikasi
Komplikasi Gagal Ginjal Kronik pada anak dapat meliputi beberapa hal:9

Anemia, yang timbul karena adanya hipervolemia disamping sintesis eritropoetik


yang menurun.

Ensephalopati hipertensi merupakan gejala serebrum karena hipertensi. Terdapat


gejala berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah, kesadaran menurun dan
kejang-kejang. Hal ini dapat disebabkan oleh spasme pembuluh darah lokal
dengan anoksia dan edema otak. Keadaan uremia yang makin meningkat juga
akan menimbulkan keracunan pada otak yang biasanya ditandai dengan adanya
gejala hipertensif ensephalopati.

Gangguan sirkulasi berupa dispnea, ortopnea, terdapat ronkhi basah, pembesaran


jantung dan meningginya tekanan darah yang bukan saja disebabkan spasme
pembuluh darah, tetapi juga disebabkan oleh bertambahnya volume plasma.
Jantung dapat membesar dan terjadi gagal jantung akubat hipertensi yang menetap
dan kelainan di miocardium.

2.9.

Penatalaksanaan
-

Edukasi kepada orang tua pasien mengenai gagal ginjal penyebab, dan bagaimana
mengenal serta upaya bila timbul keluhan, dan dasar pengobatan.

Pemantauan keadaan klinis penderita secara ketat (pemeriksaan fisik dan tekanan
darah) dan keadaan laboratorium. Pemeriksaan darah yang dilakukan secara rutin

meliputi hemoglobin (anemia), elektrolit (hiponatremia, hiperkalemia, asidosis),


BUN dan kreatinin (timbunan nitrogen dan tingkat fungsi ginjal), kadar kalsium
dan fosfor, dan aktifitas alkaali fosfatase (hipokalsemia, hiperfosfatemia,
osteodistrofi). 9
-

Secara optimal penderita harus ditatalaksana bersama dengan pusat medis yang
mampu menyediakan pelayanan medis, perawatan, sosial, dan dukungan nutrisi
ketika penderita menjelek menjadi gagal ginjal stadium akhir.

Istirahat,

TERAPI KONSERVATIF
Tujuan terapi konservatif gagal ginjal pra-terminal, adalah:
1. Anak merasa sehat, tidak ada keluhan atau rasa sakit yang disebabkan oleh
uremia, seperti misalnya mual, muntah.
2. Merasa normal, seperti teman-temannya, mempunyai cukup energi untuk
berpartisipasi dalam kegiatan sekolah dan aktivitas sosial lainnya; sehingga
dapat mencapai pertumbuhan motorik, sosial, dan intelektual yang optimal.
3. Mempertahankan pertumbuhan fisik yang normal.
4. Mempertahankan agar fungsi keluarga berjalan seperti biasanya.
5. Memperlambat progresivitas penurunan LFG.
6. Mempersiapkan anak dan keluarganya untuk menghadapi keadaan gagal
ginjal terminal.
Nutrisi
Malnutrisi energi protein seringkali ditemukan pada anak-anak dengan
GGK. Patogenesis terjadinya malnutrisi ini multifaktorial. Faktor-faktor tersebut,
antara lain adalah anoreksia, diet protein yang rendah, proses katabolisme akibat
uremia yang menyebabkan pemecahan protein otot dan inhibisi sintesis protein,
sekresi kortisol dan hormon paratiroid yang meningkat, resistensi insulin, asidosis
metabolik, dan toksin uremia lain. Pada pasien yang mendapat terapi dialisis,

terjadi pembuangan asam amino, peptida dan protein melalui dialisis, dan proses
katabolisme pada hemodialisis yang akan memperberat malnutrisinya.
Bila nutrisi tidak diperhatikan, pasien gagal ginjal akan jatuh dalam
keadaan malnutrisi, dan anak-anak akan mengalami gagal tumbuh. Terapi nutrisi,
berperan dalam menghambat kecepatan penurunan fungsi ginjal dan akan dapat
meningkatkan perasaan well-being serta pertumbuhan.
Intake nutrisi yang direkomendasikan untuk anak-anak dengan GGK
hendaklah memperhatikan hal-hal berikut:
1. Asupan nutrisi sebaiknya dipantau melalui cara penilaian diet secara
prospektif 3 hari berturut-turut 2 kali setahun, dan lebih sering bila ada
indikasi klinik.
2. Anak-anak dengan GGK cenderung kehilangan nafsu makan dan seringkali
mendapatkan intake dibawah kebutuhan yang dianjurkan. EAR adalah
estimasi kebutuhan rata-rata energi, protein, vitamin, mineral. Kriteria ini
dipakai untuk menggantikan Recommended Daily Allowance (RDA), yang
didefinisikan sebagai kecukupan kebutuhan nutrisi untuk anak sehat dengan
jenis kelamin, tinggi badan dan umur yang sama. Asupan energi kurang dari
80% dari RDA telah terbukti berasosiasi dengan gagal tumbuh (Rizzoni
1984), yang dapat dipulihkan dengan meningkatkan energi menjadi 100%
RDA. Asupan energi berlebih tidak memberikan manfaat, kecuali pada anakanak dengan ratio berat terhadap tinggi badan yang rendah, yang
membutuhkan asupan energi sampai 120% RDA. Untuk mencapai EAR yang
sesuai umur dan energi, sebagian besar anak dengan GGK membutuhkan
suplemen kalori dalam bentuk polimer glukosa atau emulsi lemak, dimana
pada bayi dan anak-anak kecil, diperlukan nutrisi tambahan melalui pipa
nasogastrik.
3. Untuk mencegah atau mengobati hiperparatiroidisme sekunder, kadar fosfat
plasma harus dipertahankan antara mean dan -2SD untuk umurnya, dengan

cara membatasi diet fosfat dan pemakaian kalsium karbonat sebagai pengikat
fosfat. Sumber fosfat terbanyak adalah susu, keju dan yoghurt.
4. Pada

anak-anak,

pertumbuhannya,

yang

kebutuhan

restriksi

protein

proteinnya
ternyata

tidak

lebih

tinggi

untuk

bermanfaat

dalam

menghambat laju penurunan fungsi ginjal, dan bahkan akan mengakibatkan


gagal tumbuh. Anak-anak dengan GGK sebaiknya memperoleh asupan protein
minimum sesuai EAR for age (lihat tabel). Tetapi bila kadar urea darah anak
tetap diatas 120 mg/dl, barulah dilakukan restriksi protein secara bertahap
sampai kadar ureumny menurun. Restriksi protein tidak perlu diberlakukan
bila protein telah mencapai 6% dari kebutuhan total kalori. Beberapa
penelitian mengenai pemberian diet protein yang dicampur dengan asam
amino essensial atau analog ketoasidnya menunjukkan perbaikan keadaan
umum, perbaikan pertumbuhan dan fungsi ginjal, namun diet ini sangat
kompleks, mahal, rasanya tidak enak, dan belum ada penelitian yang
membuktikan bahwa diet ini lebih unggul dibanding kelompok kontrol dengan
makanan yang kurang kompleks.

Keseimbangan air dan elektrolit


Penilaian secara klinik adanya dehidrasi dapat dilakukan dengan
pemeriksaan turgor kulit, kekeringan mukosa, tekanan darah, tekanan vena
juguler, dan berat badan, yang harus selalu dilakukan pada setiap kunjungan.
Anak dengan uropati obstruktif atau displasia ginjal umumnya cenderung
menderita kekurangan garam natrium dan kalium, yang akan mengganggu
pertumbuhannya. Suplemen natrium khlorida sebaiknya diberikan pada kasuskasus tersebut dengan pemantauan ketat terhadap pertumbuhan, sembab,
hipertensi, atau hipernatremia. Kebutuhan air disesuaikan dengan jumlah urine
yang keluar.
Anak-anak dengan penyakit ginjal primer yang menimbulkan hipertensi,
dianjurkan untuk membatasi asupan natrium dan air.
Sebagian besar anak dengan GGK mampu mempertahankan homeostasis
kalium. Bila terjadi hiperkalemia, perlu dipikirkan apakah tidak ada obat2an
seperti misalnya ACE inhibitors, katabolisme, atau asidosis metabolik, sebagai
penyebabnya, sebelum membatasi asupan kalium atau memberikan kalium
exchange resin.
Keseimbangan asam basa
Metabolik asidosis yang menetap seringkali menyebabkan gagal tumbuh
pada bayi dan menimbulkan demineralisasi tulang, serta hiperkalemia. Untuk
mempertahankan keseimbangan asam basa perlu diberikan suplemen natrium
bikarbonat dimulai dari dosis 2 mmol/kg/hari, dengan pemantauan pH dan kadar
bikarbonat pada analisis gas darahnya.
Osteodistrofi Renal
1. Kadar

hormon

paratiroid

(PTH)

meningkat

dan

kadar

1,25

dihydroxycholecalciferol menurun, sejak mulai terjadinya insufisiensi


ginjal ringan, yaitu pada LFG 50-80 ml/menit/1.73m2. Kadar fosfat plasma
merupakan sebab utama terjadinya hiperparatiroidisme sekunder. Fosfat
mengatur sel paratiroid secara independen pada kadar calcium serum dan

kadar 1,25-dihydroxycholecalciferol endogen. Oleh karenanya kontrol


terhadap fosfat plasma adalah hal paling penting sebagai prevensi dan
terapi hiperparatiroidisme sekunder, meskipun hal tersebut paling sulit
dicapai dalam jangka panjang, oleh karena membutuhkan kepatuhan akan
diet rendah fosfat yang ketat and pemberian pengikat fosfat untuk
mengurangi absorbsinya. Diet rendah fosfat berarti membatasi intake susu
sapi dan produknya. Bila kadar fosfat plasma tetap diatas harga rata-rata
untuk umur, pengikat fosfat misalnya kalsium karbonat 100 mg/kg/hari
diberikan bersama makanan, dosis disesuaikan sampai kadar fosfat plasma
berada antara harga rata-rata dan -2SD sesuai umurnya. Kalsium asetat,
dan yang lebih baru, sevelamer (non-calcium/non-aluminium containing
polymer) juga merupakan pengikat fosfat yang bermanfaat.
2. Penurunan kadar fosfat plasma dapat meningkatkan kadar 1,25dihydroxycholecalciferol endogen dan kalsium ion, yang mampu
menormalkan kadar PTH. Namun, bila kadar PTH tetap tinggi dan kadar
fosfat plasma normal, perlu ditambahkan vitamin D3 hidroksilasi.
3. Tipe, dosis, frekuensi, dan rute pemberian vitamin D sebagai prevensi dan
terapi osteodistrofi renal masih merupakan kontroversi. Dianjurkan
pemberian dosis rendah 1,25-dihydroxycholecalciferol 15-30 ng/kg/sekali
sehari untuk anak-anak dengan berat kurang dari 20 kg, dan 250-500 ng
sekali sehari untuk anak-anak yang lebih besar, untuk menaikkan kadar
kalsium plasma sampai batas normal atas: bila kadar PTH telah normal,
1,25-dihydroxycholecalciferol dapat dihentikan sementara. Pemberian
1,25-dihydroxycholecalciferol secara intravena lebih efektif untuk
menurunkan kadar PTH, tetapi dapat menyebabkan adynamic bone, oleh
karena 1,25-dihydroxycholecalciferol pada dosis tinggi mempunyai efek
antiproliferatif pada osteoblast.
4. Kadar kalsium, fosfat, dan alkali fosfatase plasma hendaknya diperiksa
setiap kunjungan. Kadar PTH diukur setiap bulan, atau setiap kunjungan
bila anak melakukan kunjungan yang lebih jarang, dan terapi disesuaikan.

Bila anak asimtomatik dan parameter biokimia normal, hanya perlu


dilakukan pemeriksaan radiologi manus kiri dan pergelangan tangan setiap
tahun untuk menilai usia tulang.
Hipertensi
Hipertensi dapat berasal dari penyakit ginjal primer, misalnya nefropati
refluks, penyakit ginjal polikistik autosomal resesif, atau karena GGK yang telah
lanjut, akibat retensi natrium dan air. Pengendalian tekanan darah pada GGK,
bukan saja untuk mencegah morbiditas dan mortalitas akibat hipertensi itu sendiri,
melainkan juga untuk mencegah progresivitas penurunan fungsi ginjal. Bila tidak
ada circulatory volume overload, sistolik dan diastolik dalam pemeriksaan
berulang lebih dari 90 persentil untuk umur, perlu diberikan terapi antihipertensi
untuk prevensi komplikasi hipertensi dan menghambat laju GGK. Bila ada tandatanda circulatory volume overload sebagai penyebab hipertensi, diberikan diuretik
dari golongan furosemide dengan dosis 1-3 mg/kg dan diet rendah garam.
Infeksi
Anak-anak dengan kelainan ginjal rentan mengalami infeksi saluran kemih
berulang. Bila menderita refluks vesiko-ureter perlu diberikan antibiotik dosis
rendah sebagai profilaksis.
Anemia
Anemia pada GGK adalah anemia normokromik normositer, karena
produksi eritropoietin yang tidak adekuat. Eritropoietin rekombinan (rHuEPO)
telah dipakai secara luas untuk mencegah anemia pada GGK. Disamping
eritropoietin masih ada faktor lain yang dapat mempermudah terjadinya anemia
antara lain menurunnya daya survival sel darah merah, inhibisi sumsum tulang
terutama oleh PTH, kehilangan darah intestinal, dan paling sering defisiensi besi
dan folat. 8,10
Sebagian besar anak-anak dengan pra-GGT dapat mempertahankan kadar
hemoglobin tanpa bantuan terapi eritropoietin rekombinan, dengan cara

pengaturan nutrisi yang baik, suplemen besi dan folat, dan bila diperlukan supresi
hiperparatiroid sekunder dengan memakai pengikat fosfat yang tidak mengandung
aluminium. Bila anemia tetap terjadi, dapat diberikan eritropoietin rekombinan
dengan dosis 50 unit/kg secara subkutan dua kali seminggu, dosis dapat dinaikkan
sesuai respon agar mencapai target hemoglobin 10-12 g/dl. Kadar ferritin serum
dipertahankan diatas 100 mcg/l agar tercapai suplemen besi yang adekuat. Anakanak dengan pra-GGT biasanya mendapatkan suplemen besi peroral, sedangkan
mereka yang telah dilakukan dialisis biasanya memerlukan suplemen besi secara
intra-vena. 8,10
Pertumbuhan
Pertumbuhan merupakan indikator yang paing sensitif untuk terapi GGK
yang adekuat. Pengukuran tinggi badan, berat badan, lingkar kepala, status
pubertal, volume testes, dan lingkar lengan atas sangat dianjurkan untuk
dilakukan secara rutin, sehingga akan dapat dideteksi secara dini setiap gangguan
kecepatan pertumbuhan. Faktor-faktor yang menyebabkan gangguan pertumbuhan
adalah multifaktorial, seperti tercantum dalam tabel dibawah ini.10
Possible
factors
contributing
to
growth retardation in chronic renal
failure
Inadequate energy intake
Inappropriate protein intake
Disturbances water and electrolyte balance,

particularly sodium chloride deficiency and


metabolic acidosis
Hipertensi
Infeksi
Anemia
Hormon abnormal
Terapi Kortikosteroid

(Dikutip dari: Rigden SPA (2003). The management of


chronic and end stage renal failure in children. In: Webb
NJA and Postlethwaite RJ, editors. Clinical paediatric
nephrology. 3rd edition. Oxford: Oxford University Press
Inc., pp. 427-45)

Pola pertumbuhan masing-masing anak dengan GGK dipengaruhi oleh


umur anak, umur saat onset GGK dan terapi yang diberikan. Pada anak normal,
kecepatan pertumbuhan maksimal selama tahun pertama kehidupan, pertumbuhan
kemudian melambat selama masa anak-anak, dan meningkat lagi dengan pubertal
growth spurt. Pertumbuhan yang tidak optimal pada salah satu atau kedua periode
kritis tersebut akan mengakibatkan berkurangnya tinggi badan akhir.
Mempertahankan fungsi ginjal
Pada sebagian besar anak dengan GGK, fungsi ginjalnya akan terus menurun
secara progresif, meskipun penyakit ginjal primernya telah tidak aktif.
Progresifitas

GGK

berkaitan

dengan

kelainan

histologinya

yaitu

glomerulosklerosis progresif, fibrosis interstitial, dan sklerosis vaskuler atau


arterioler.
Untuk mempertahankan fungsi ginjal yang berada pada suatu fase tertentu, dapat
dilakukan dengan cara-cara: pengendalian hipertensi, menghilangkan proteinuria,
mencegah terjadinya hiperparatiroidisme sekunder, dan diet protein yang cukup.
Berbagai penelitian baik invivo maupun invitro membuktikan bahwa lipid
mempunyai peran penting dalam progresivitas penyakit ginjal kronik. Gangguan
metabolisme lipid sering ditemukan pada GGK sehingga menimbulkan keadaan
hiperlipoproteinemia, kadar HDL menurun, LDL meningkat, dan VLDL
kholesterol sangat menurun, disertai hipertrigliseridemia, dan gangguan
apolipoprotein. Hal ini disebabkan karena terjadinya gangguan klirens lipoprotein
LDL, dan menurunnya aktivitas lipolitik yang sebagian disebabkan oleh
hiperparatiroidisme sekunder dan resistensi insulin. Selain dengan manipulasi
diet, beberapa penelitian juga membuktikan manfaat penggunaan zat untuk
menurunkan kadar lipid darah terhadap perbaikan LFG dan aliran plasma ginjal.

Edukasi dan persiapan


Masa terapi konservatif GGK, merupakan saat terbaik untuk melaksanakan
program edukasi bagi pasien dan keluarganya, untuk menjelaskan tentang apa
yang sebenarnya terjadi sehingga mereka dan keluarganya akan ikut secara aktif
dalam program pengobatan tersebut. Masa tersebut juga dapat digunakan untuk
mempersiapkan mereka menghadapi stadium gagal ginjal terminal.
1.

Hal-hal yang harus diperhatikan sebelum anak masuk dalam stadium


GGT:

2.

Anak harus telah mendapatkan imunisasi lengkap sebelum dilakukan


transplantasi, setidak-tidaknya 3 bulan sebelum dimulainya TPG.

3.

Anak-anak dengan GGK yang mengalami disfungsi buli-buli, misalnya


buli-buli neurogenik, atau katup uretra posterior harus diatasi terlebih
dahulu sebelum transplantasi dilakukan.

4.

Anak-anak yang membutuhkan dialisis sebelum transplantasi, tetapi tidak


sesuai untuk dialisis peritoneal, hendaknya dibuatkan fistula arteri-vena
untuk akses hemodialisis.

TERAPI PENGGANTI GINJAL


Tujuan terapi Gagal Ginjal Terminal pada anak-anak tidak hanya untuk memperpanjang
hidup anak, namun juga untuk meningkatkan kualitas hidup secara keseluruhan, dengan
tujuan utama adalah kehidupan masa dewasa yang lebih baik.
Transplantasi ginjal yang berhasil merupakan terapi pilihan untuk semua anak dengan
gagal ginjal terminal. Transplantasi ginjal dapat dilakukan dengan donor ginjal yang
berasal dari keluarga hidup atau jenazah.
Dialisis merupakan pelengkap dari transplantasi yang diperlukan pada saat sebelum atau
antara transplantasi, dan bukanlah merupakan pilihan alternatif dari transplantasi. Ada 2
pilihan dasar yaitu hemodialisis atau dialisis peritoneal. Tetapi pilihan tidak selalu dapat
dilakukan, bila misalnya terdapat kesulitan untuk memperoleh akses fistula A-V, maka

pilihan hanyalah dialisis peritoneal, atau misalnya adanya adhesi intra-abdominal, maka
dialisis peritoneal tidak bisa dipilih, kecuali hemodialisis.
Seorang anak dipersiapkan untuk dilakukan transplantasi apabila laju filtrasi glomerulus
telah menurun sampai 10 ml/menit/1.73m2. Secara ideal sebenarnya adalah melakukan
transplantasi sebelum timbul gejala-gejala akibat gagal ginjal kronik dan sebelum dialisis
dibutuhkan. Tetapi hal tersebut jarang bisa dilakukan karena masa tunggu untuk
mendapatkan donor yang cocok tidak bisa dipastikan, masalah-masalah medis yang tidak
memungkinkan anak segera menjalani transplantasi, atau yang paling sering adalah
memberikan waktu yang cukup untuk pasien dan keluarganya guna mempersiapkan dan
menyesuaikan diri menghadapi situasi yang baru.
Indikasi untuk memulai dialisis adalah:
1. timbulnya gejala sindrom uremia berupa letargi, anoreksia, atau muntah yang
mengganggu aktivitas sehari-harinya.
2. gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit yang mengancam jiwa, misalnya
hiperkalemia yang tidak respon terhadap pengobatan konservatif.
3. gejala kelebihan cairan yang tidak dapat diatasi dengan terapi diuretik.
4. terjadi gagal tumbuh yang menetap meskipun telah dilakukan terapi konservatif yang
adekuat.
DIALISIS
Keuntungan dan kerugian dialisis peritoneal dan hemodialisis dapat dilihat pada
tabel di bawah ini. Di Inggeris, Amerika Serikat, dan banyak negara-negara lain,
dialisis peritoneal lebih banyak dilakukan pada anak-anak.
Hemodialisis adalah suatu teknik untuk memindahkan atau membersihkan solut
dengan berat molekul kecil dari darah secara difusi melalui membran
semipermeabel. Hemodialisis membutuhkan akses sirkulasi, yang paling baik
adalah pembuatan fistula A-V pada vasa radial atau brachial dari lengan yang
tidak dominan.

Pada dialisis peritoneal, membran peritoneal berfungsi sebagai membran semipermeabel untuk melakukan pertukaran dengan solute antara darah dan cairan
dialisat. Untuk memasukkan cairan dialisat kedalam rongga peritoneum perlu
dipasang kateter peritoneal dari Tenckhoff. Ada 2 cara pelaksanaan dialisis
peritoneal, yaitu:
1. Automated Peritoneal Dialysis (APD), dimana dialisis dilakukan malam
hari dengan mesin dialisis peritoneal, sehingga pada siang hari pasien
bebas dari dialisis.
2.

Continuous

Ambulatory

Peritoneal

Dialysis

(CAPD),

dialisis

berlangsung 24 jam sehari dengan rata-rata pertukuran cairan dialisat


setiap 6 jam sekali.
Meskipun hemodialisis dan dialisis peritoneal merupakan TPG yang efektif,
angka mortalitas dialisis lebih tinggi daripada transplantasi untuk semua
kelompok umur.
TRANSPLANTASI
Merupakan terapi terbaik bagi anak-anak dengan gagal ginjal terminal oleh karena
akan memberikan rehabiltasi terbaik untuk hidup yang sangat mendekati wajar.
Transplantasi dilakukan dengan ginjal jenazah atau ginjal yang berasal dari
keluarga hidup yang berusia relatif lebih tua, biasanya dari orang tuanya. 10

2.10.

Preventif

Mengetahui mekanisme terjadinya penyakit ginjal baik akut dan kronik

Mengobati penyakit dasar secara tuntas

Segera berobat jika anak terkena infeksi guna mencegah terjadinya penyakit-penyakit
akibat dari komplikasi

Asupan nutrisi adekuat sejak dini

Evaluasi obat-obatan yang telah diberikan, karena ada beberapa efek samping obat yang
dapat membuat nefrotoksik

2.11.

Berikan obat dengan dosis tepat sesuai dengan kapasitas bersihan ginjal

Prognosis
Menurunnya fungsi ginjal dapat berlangsung perlahan-lahan, tetapi kadang dapat
berlangsung cepat dan berakhir dengan kematian akibat uremia dalam beberapa bulan.
Sering kematian terjadi dalam 5-10 tahun bergantung pada kerusakan ginjal.9
Penanganan yang tepat akan mempengaruhi prognosis, dan pengobatan utama pada kasus
gagal ginjal kronik pada anak adalah dengan transplantasi ginjal dan hasilnya lebih baik
pada anak dibandingkan orang dewasa. Sebelum transplantasi dilakukan, anak diterapi
dengan dialisis.6

BAB III
PENUTUP

Berdasarkan anamnesis, hasil pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang pada pasien anak
perempuan tersebut, kemungkinan penderita menderita gagal ginjal kronik, terlihat dari riwayat
perjalanan penyakit dimana ia sudah bertahun-tahun menderita nefrotik nefritik syndrom yang
merupakan salah satu etiologi gagal jantung kronik. Penatalaksanaan perlu diberikan sedini
mungkin agar tidak terjadi komplikasi yang lebih parah.

DAFTAR PUSTAKA

1. Guyton, Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedoteran. Edisi Sebelas. EGC. Jakarta.2008.
2. Matondang Corry S., Wahidiyat Iskandar., Sastroasmoro Sudigdo. Diagnosis Fisik
pada Anak. Edisi kedua. CV Sagung Seto. Jakarta.2003.
3. Suwitra Ketut. Penyakit Ginjal Kronik: Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV.
Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2007. h. 570-8.
4. Mansjoer, Arif et al. 2007. Gagal Jantung. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1. Edisi
Ketiga. Jakarta.: 434-7.
5. Nelson. Ilmu Kesehatan Anak Vol.3. Edisi 15. EGC. Jakarta 2000. h.1846-56.
6. Meadow Sir R., Newell Simon J.. Lecture Notes on Pediatrica 7th Edition. Erlangga.
Jakarta.2005.
7. Hull David., Johnston Derek I. Saluran Kemih dan Testis : dalam buku Dasar-Dasar
Pediatri. Edisi ketiga. EGC. Jakarta 2008. h. 175-89.
8. Radde Ingeborg C., MacLeod Stuart M. Pediatric Pharmacology & Terapeutics. Edisi
kedua. Hipocrates. Jakarta. 1999.
9. Ngastiyah. Glomerulonefritis Kronik; Dalam buku Perawatan Anak Sakit. Edisi
kedua. EGC. Jakarta 2005.
10. Noer

Muhammad

S.

Gagal

Ginjal

Kronik

pada

Anak.

http://www.pediatrik.com/pkb/20060220-mqb0gj-pkb.pdf.
2010.

Diunduh
30

dari

Oktober

Anda mungkin juga menyukai