Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Mikroorganisme yang ada di alam ini mempunyai morfologi, struktur dan
sifat-sifat yang khas, begitu pula dengan bakteri. Bakteri yang hidup hampir tidak
berwarna dan kontras dengan air, dimana sel-sel bakteri tersebut disuspensikan.
Salah satu cara untuk mengamati bentuk sel bakteri sehingga mudah untuk
diidentifikasi ialah dengan metode pengecatan atau pewarnaan. Hal tersebut juga
berfungsi untuk mengetahui sifat fisiologisnya yaitu mengetahui reaksi dinding
sel bakteri melalui serangkaian pengecatan.
Beberapa spesies bakteri tertentu dapat membentuk spora. Spora dihasilkan di
dalam tubuh vegetatif bakteri tersebut, dapat berada di bagian tengah (central),
ujung (terminal) ataupun tepian sel. spora merupakan tubuh bakteri yang secara
metabolik mengalami dormansi, dihasilkan pada faselanjut dalam pertumbuhan
sel bakteri yang sama seperti asalnya, yaitu sel vegetatif. Spora bersifat tahan
terhadap tekanan fisik maupun kimiawi.
Pewarnaan diferensial merupakan teknik pewarnaan yang menampilkan
perbedaan di antara sel-sel mikroba atau bagian-bagian sel mikroba. Teknik
pewarnaan ini menggunakan tidak hanya satu jenis larutan zat warna, berbeda
dengan
teknik
pewarnaan
sederhana
(pewarnaan
tunggal)
yang
hanya
menggunakan satu jenis zat warna saja. Pewarnaan diferensial banyak jenisnya,
antara lain ialah pewarnaan gram, pewarnaan spora, pewarnaan tahan asam,
pewarnaan giemsa, pewarnaan kapsul, dan pewarnaan flagel. Pada praktikum kali
ini, digunakan teknik pewarnaan spora.
Teknik pewarnaan spora merupakan Pewarnaan spora merupakan
pewarnaan dengan menggunakan malachite green dan safranin, yang dalam hasil
pewarnaannya akan muncul warna hijau pada sporanya, serta warna merah pada
sel vegetatifnya yaitu pada Bacillus subtitulis.
Page 1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Page 2
Salah satu cara unutk mengamati bentuk sel bakteri sehingga mudah di
identifikasi adalah dengan cara metode pengenceran atau pewarnaan. Hal tersebut
berfungsi untuk mengetahuisifat fisiologisnya yaitu mengetahui reaksi dinding sel
bakteri melalui serangkaian pengecetan atau pewarnaan (Dwidjoseputro, 2005).
Bakteri merupakan organisme prokariot. Umumnya ukuran bakteri sangat
kecil, bentuk tubuh bakteri baru dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop
dengan pembesaran 1.000 X atau lebih. Sel bakteri memiliki panjang yang
beragam, sel beberapa spesies dapat berukuran 100 kali lebih panjang daripada sel
spesies yang lain. Bakteri merupakan makhluk hidup dengan ukuran antara 0,1
sampai 0,3 m. Bentuk bakteri bermacam macam yaitu elips, bulat, batang dan
spiral. Bakteri lebih sering diamati dalam olesan terwarnai dengan suatu zat
pewarna kimia agar mudah diamati atau dilihat dengan jelas dalam hal ukuran,
bentuk, susunan dan keadaan struktur internal dan butiran (Pelczar, 2007).
Beberapa spesies bakteri tertentu dapat membentuk spora. Spora dihasilkan
di dalam tubuh vegetative bakteri tersebut, dapat berada di bagian tengah
(central), ujung (terminal) atau pun tepian sel. spora merupakan tubuh bakteri
yang secara metabolic mengalami dormansi, dihasilkan pada fase lanjut dalam
pertumbuhan sel bakteri yang sama seperti asalnya, yaitu sel vegetatif. Spora
bersifat tahan terhadap tekanan fisik maupun kimiawi (Pelczar, 1986).
Bakteri pembentuk spora lebih tahan terhadap desinfektan, sinar, kekeringan,
panas, dan kedinginan. Kebanyakan bakteri pembentuk spora tinggal di tanah,
namun spora bakteri dapat tersebar di mana saja (Dwidjoseputro, 2005).
Spora bakteri adalah bentuk bakteri yang sedang dalam usaha mengamankan
diri terhadap pengaruh buruk dari luar. Segera setelah keadaan luar baik lagi bagi
mereka, maka pecahlah bungkus spora dan tumbuhlah bakteri. Spora lazim
disebut endospora ialah karena spora itu dibentuk di dalam sel. Endospora jauh
lebih tahan terhadap pengaruh luar yang buruk dari pada bakteri biasa yaitu
Page 3
bakteri dalam bentuk vegetatif. Sporulasi dapat dicegah, jika selalu diadakan
pemindahan piaraan ke medium yang baru (Hadioetomo, 1993).
Beberapa spesies bakteri menghasilkan spora eksternal. Streptomyces
misalnya, meghasilkan serantaian spora (disebut konidia), yang disangga di ujung
hifa, suatu filamen vegetatif. Proses ini serupa dengan proses pembentukan spora
pada beberapa cendawan(Ball. 1997).
Spora bakteri dapat berbentuk bulat, lonjong atau silindris. Berdasarkan
letaknya spora di dalam sel kuman, dikenal letak sentral,subterminal dan terminal.
Ada spora yang garis tengahnya lebih besar dari garis tengah sel kuman, sehingga
menyebabkan pembengkakan sel bakteri (Pratiwi,S. 2008).
Jenis-jenis bakteri tertentu, terutama yang tergolong dalam genus Bacillus
dan Clostridium mampu membentuk spora. Spora yang dihasilkan di luar sel
vegetatif (eksospora) atau di dalam sel vegetatif (endospora). Bakteri membentuk
spora bila kondisi lingkungan tidak optimum lagi untuk pertumbuhan dan
perkembangannya, misalnya: medium mengering, kandungan nutrisi menyusut
dan sebagainya (Ball, 1997).
Suatu badan yang refraktil terdapat dalam induk sel dan merupakan suatu
stadium isrtirahat dari sel tersebut. Endospora memiliki tingkat metabolisme yang
sangat rendah sehingga dapat hidup sampai bertahun-tahun tanpa memerlukan
sumber makanan dari luar (Tarigan 1988).
Dua jenis bakteri yang dapat membentuk spora misalnya Clostridium dan
Bacillus. Clostridium adalah bakteri yang bersifat anaerobic, sedangkan Bacillus
pada umumnya bersifat aerobic. Struktur endospora mungkin bervariasi untuk
setiap jenis spesies, tapi umumnya hamper sama. Endospora bakteri merupakan
struktur yang tahan terhadap keadaan lingkungan yang ekstrim misalnya kering,
pemanasan, dan keadaan asam (Pratiwi,S. 2008).
Pembentukan spora dapat dianggap sebagai suatu proses diferensiasi dari
suatu siklus hidup dalam keadaan-keadaan tertentu. Hal ini berbeda dari peristiwa
pembelahan sel karena tidak terjadi replikasi kromosom (Pelczar, 1986).
Page 4
teknik
pewarnaan
sederhana
(pewarnaan
tunggal)
yang
hanya
menggunakan satu jenis zat warna saja. Pewarnaan diferensial banyak jenisnya,
antara lain ialah pewarnaan gram, pewarnaan spora, pewarnaan tahan asam,
pewarnaan giemsa, pewarnaan kapsul, dan pewarnaan flagel. Pada praktikum kali
ini, digunakan teknik pewarnaan spora (Pelczar & Chan, 2007).
Teknik pewarnaan
spora
merupakan
pewarnaan dengan menggunakan malachite green dan safranin, yang dalam hasil
pewarnaannya akan muncul warna hijau pada sporanya, serta warna merah pada
sel vegetatifnya yaitu pada Bacillus subtitulis (Volk dan Whleer, 1984).
Endospora dibuat irisan dapat terlihat terdiri atas pembungkus luar, korteks
dan inti yang mengandung struktur nukleus. Apabila sel vegetatif membentuk
endospora, sel ini membuat enzim baru, memproduksi dinding sel yang sama
sekali baru dan berubah bentuk. Dengan kata lain sporulasi adalah bentuk
Page 5
sederhana diferensiasi sel, karena itu, proses ini diteliti secara mendalam untuk
mempelajari peristiwa apa yang memicu perubahan enzim dan morfologi.
Spora biasanya terlihat sebagai badan-badan refraktil intrasel dalam sediaan
suspensi sel yang tidak diwarnai atau sebagai daerah tidak berwarna pada sel yang
diwarnai secara biasa. Dinding spora relatif tidak dapat ditembus, ini pula yang
mencegah hilangnya zat warna spora setelah melalui pencucian dengan alkohol
yang cukup lama untuk menghilangkan zat warna sel vegetatif. Sel vegetatif
akhirnya dapat diberi zat warna kontras. Spora biasanya diwarnai dengan hijau
malachit atau carbol fuchsin (Pelczar & Chan, 2007).
Endosopora tidak mudah diwarnai dengan zat pewarna pada umumnya,
tetapi sekali diwarnai, zat warna tersebut akan sulit hilang. Hal inilah yang
menjadi dasar dari metode pengecatan spora secara umum. Pada metode
Schaeffer-Fulton yang banyak dipakai dalam pengecatan endospora, endospora
diwarnai pertama dengan malachite green dengan proses pemanasan. Larutan ini
merupakan pewarna yang kuat yang dapat berpenetrasi ke dalam endospora.
Setelah perlakuan malachite green, biakan sel dicuci dengan air lalu ditutup
dengan cat safranin. Teknik ini akan menghasilkan warna hijau pada endospora
dan warna merah muda pada sel vegetatifnya (Volk dan Whleer, 1984).
Salah satu ciri endospora bakteri adalah susunan kimiawinya. Semua
endospora bakteri mengandung sejumlah besar asam dipikolinat yaitu suatu
substansi yang tidak terdeteksi pada sel vegetatif. Sesungguhnya, asam tersebut
merupakan 5-10 % berat kering endospora. Sejumlah besar kalsium juga terdapat
dalam endospora, dan diduga bahwa lapisan korteks terbuat darim kompleks Ca2+
asam dipikolinat peptidoglikan (Pelczar, 1986).
Diameter spora dapat lebih besar atau lebih kecil dari diameter sel
vegetatifnya. Dibandingkan dengan sel vegetatif, spora sangat resisten terhadap
kondisi-kondisi fisik yang kurang menguntungkan seperti suhu tinggi dan
kekeringan serta bahan-bahan kimia seperti desinfektan. Dalam pengamatan spora
bakteri diperlukan pewarnaan tertentu yang dapat menembus dinding tebal spora.
Pewarnaan tersebut adalah dengan penggunaan larutan hijau malakit 5%, dan
Page 6
tersebut
secara
genetis,
dalam
tahapan
pertumbuhan
dan
adanya spore coat yang tidak mudah mengikat zat warna primer. Untuk penetrasi
zat warna, diperlukan pemanasan. Setelah diberi zat warna primer, kemudian
preparat dipanasi, sel vegetatif dan spora akan berwarna hijau.
Page 7
Spora tetap
Cat berwarna hijau. sebaliknya zat warna tidak menunjukkan affeniteit yang
kuat dengan komponen sel vegetatif, air bisa melunturkannya, yang kemudian
menjadi tidak berwarna.
d. Zat Warna Kontras: Safranin atau larutan Fuchsin.
Zat warna kontras yang berwarna merah ini digunakan untuk mewarnai sel
vegetatif yang sudah dilunturkan, yang kemudian akan mengabsorbsi zat warna
kontras dan akan berubah menjadi berwarna merah. Spora tetap berwarna hijau
seperti warna zat primer.
Contoh yang paling mudah adalah untuk spesies Bacilllus subtilis dan E.
Coli. B. Subtilis akan berwarna hijau setelah pengecatan. Hal ini berarti B. Subtilis
memiliki endospora. Endospora lebih tahan lama meski dalam keadaan
linghkungan ekstrim seperti kering, panas, atau bahan kimia yang beracun.
Eschericia coli setelah pengecatan akan berwarna merah muda dari safranin.
E.coli berarti tidak memiliki endospora, hanya memiliki sel vegetatif. Karena
E.coli hanya memiliki sel vegetatif, sel vegetatif tidak tahan terhadap pewarnaan.
Saat diwarnai denga malachite, sel vegetatif tidak dapat mengikat malachite
sehingga saat dilunturkan, warna malachite dapat hilang. Kemudian saat diberi
safranin, sel vegetatif dapat mengikat warna kembali sehingga warna sel menjadi
merah muda (Tarigan, 1988).
BAB III
METODE PRAKTIKUM
Page 8
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
Lampu spiritus.
Rak pewarnaan.
Penjepit.
Ose bulat.
Pinset.
Mikroskop.
Korek api.
Pensil warna (merah,biru, dan ungu).
2. Bahan
a. Biakan Bakteri pada agar miring.
b. Larutan Air fuchsin.
c. Minyak emulsi.
d. Larutan air garam fisiologis.
e. Larutan malachite green.
f. Aquadest.
g. Kertas saring atau tissue.
B. PRINSIP PRAKTIKUM
Adapun prinsip praktikum pada percobaan kali ini yaitu didasarkan pada
sel vegetatif akan berwarna merah dan spora berwarna hijau dengan latar belakang
merah muda , apabila spora dicat dengan pengecatan schaeffer fulton.
C. CARA KERJA
1. Ambil sebuah kaca benda dan bersihkan lalu,
2. Buat preparat yang tipis dan rata pada bakteri.
Page 9
8. Buang zat warna dan cuci dengan aquadest atau air mengalir.
9. Keringkan dengan tissue atau kertas perkamen.
10. Periksalah dibawah mikroskop dengan penambahan
oil
mersi
BAB IV
HASIL PRAKTIKUM
A. TABEL PENGAMATAN
Perlakuan
Warna Bakteri
Warna
Warna latar
vegetatif
Spora
belakang
Ungu
Hijau
Letak
Spora
dengan
aquades
Bening
(transparan)
Ditetesi
Diamati
minyak
dengan
imersi
mikroskop,
Page 10
Subterminal
B. GAMBAR
A
BAB V
PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini dilakukan pewarnaan bakteri berupa pewarnaan spora.
Spora pada bakteri berbeda dengan spora pada jamur, pada bakteri sporanya tidak
mempunyai fungsi sebagai alat reproduksi tetapi sebagai perlindungan dari
kondisi yang tidak menguntungkan bagi bakteri tersebut. Endospora bakteri tahan
terhadap kondisi lingkungan ekstrim seperti suhu yang tinggi, kekeringan,
senyawa kimia beracun (desinfektan , antibiotik), dan radiasi sinar UV. Biasanya
bakteri yang membentuk endospora merupakan fase tidur dari bakteri. Endospora
ini mampu bertahan sampai kondisi lingkungan kembali menguntungkan bagi
bakteri. Tetapi setelah keadaan lingkungan menguntungkan bagi bakteri maka
bungkus spora akan pecah dan tumbuh bakteri.
Pewarnaan spora merupakan pewarnaan yang tidak dapat di warnai dengan
pewarnaan biasa, diperlukan tekhnik pewarnaan khusus. Endospora tidak mudah
diwarnai dengan zat pewarna pada umumnya, tetapi sekali diwarnai, zat warna
tersebut akan sulit hilang. Pewarnaan yang dilakukan dalam praktikum ini dengan
Page 11
Page 12
Sedangkan pewarnaan spora bertjuan untuk mewarnai spora pada bakteri yang
dapat membentuk spora.
Langkah selanjutnya adalah dengan membasuh warna hijau malakit
dengan aquades atau air mengalir hingga warnanya luntur, kemudian diberi
pewarna safranin atau carbol fuchsin. Pewarnaan dengan safranin bertujuan
sebagai counterstain yang digunakan untuk melumuri bagian warna dari sel
vegetatif selain endospora. Setelah ditetesi dibiarkan selama 30 detik, tujuannya
agar warna dapat meresap pada sel vegetatif bakteri.
Kemudian, setelah didiamkan selama 30 detik kemudian dibilas dengan air
mengalir atau aquadest. Objek yang telah dibasuh aquades kemudian dikeringkan
dengan menggunakan kertas saring atau tissue, tidak ditiup-tiup karena
dikhawatirkan ada kontaminasi bakteri lain yang menempel pada objek glass.
Page 13
antara tengah dan pinggir dari sel vegetatif. Bakteri yang berbentuk basil memiliki
endospora yang terletak di subterminal.
Menurut pearce (2009) Pengecatan endospora dengan larutan malachite green,
bakteri penghasil endospora akan menunjukkan reaksi positif yaitu larutan
malachite green akan berikatan dengan spora sehingga saat pencucian akan tetap
berwarna hijau dan cat penutup atau safranin tidak bisa diikat oleh endospora.
Sedangkan pada bakteri yang tidak menghasilkan endospora maka larutan hijau
malasit tidak dapat diikat. Sedangkan Preparat dipanaskan di atas pembakar
spirtus yang bertujuan untuk membantu warna menembus dinding endospora
BAB VI
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan :
1. Pewarnaan spora merupakan salah satu pewarnaan differensial dengan
menggunakan pewarna malachite green dan safranin (air fuchsin), yang
dalam hasil pewarnaannya akan muncul warna hijau pada sporanya, serta
warna merah pada sel bakteri vegetatifnya.
2. Dalam pewarnaan ada beberapa faktor yang turut mempengaruhi pewarnaan
yaitu fiksasi, peluntur zat warna, interakasi pewarnaan, substrat dan zat
warna penutup (coontesstain).
3. Berdasarkan pada hasil pengamatan dengan mikroskop lensa objektif
pembesaran 100X ditemukan bakteri vegetatif berwarna ungu dan spora
berwarna hijau dengan latar belakang berwarna bening dan letak spora pada
subterminal (bakteri diplobacillus).
Page 14
DAFTAR PUSTAKA
Ball, A.S. 1997. Bacterial Cell Culture : Essential Data. John Wiley & Sons, New
York.
Dwidjoseputro,D. 2005. Dasar - Dasar Mikrobiologi. Malang: Djambatan.
Hadiutomo. 1990. Mikrobiologi Dasar Jilid I. Jakarta: Erlangga.
Pratiwi, S. 2008. Mikrobiologi Farmasi. Jakarta : Erlangga.
Pelczar, and Chan M.J.2007. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta : UI Press.
Pelczar, M.J dan E.C.S Chan. 1986. Dasar-Dasar Mikrobiologi 1. UI Press.
Jakarta.
Tarigan, Jeneng. 1988. Pengantar Mikrobiologi. Jakarta: DIRJEN DIKTI Proyek
Pengembangan LPTK
Volk & Wheeler. 1984. Mikrobiologi Dasar Edisi Kelima Jilid I. Jakarta :
Erlangga.
Page 15