Anda di halaman 1dari 28

etika Profesi Dokter Gigi

1. Definisi Etika
Dalam kamus umum Bahasa Indonesia, etika diartikan ilmu pengetahuan tentang
asas-asas akhlak (moral).
Menurut Ahmad Amin, etika adalah ilmu pengetahuan yang menjelaskan arti baik
dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia, menyatakan tujuan
yang harus dicapai oleh manusia dalam perbuatan mereka, dan menunjukkan jalan untuk
melakukan apa yang seharusnya diperbuat oleh manusia."
Menurut Soegarda Poerbakawatja, etika adalah filsafat nilai, pengetahuan tentang
nilai-nilai, ilmu yang mempelajari soal kebaikan dan keburukan di dalam hidup manusia
semuanya, terutama mengenai gerak-gerik pikiran dan rasa yang merupakan pertimbangan
dan perasaan sampai mengenai tujuannya bentuk perbuatan.
Menurut Martin [1993], etika didefinisikan sebagai "the discipline which can act as
the performance index or reference for our control system". Dengan demikian, etika akan
memberikan semacam batasan maupun standard yang akan mengatur pergaulan manusia
didalam kelompok sosialnya.
Filsuf Aristoteles, dalam bukunya Etika Nikomacheia, menjelaskan tentang
pembahasan Etika, sebagai berikut:
Terminius Techicus, Pengertian etika dalam hal ini adalah, etika dipelajari untuk
ilmupengetahuan yang mempelajari masalah perbuatan atau tindakan manusia.
Manner dan Custom, Membahas etika yang berkaitan dengan tata cara dan kebiasaan (adat)
yang melekat dalam kodrat manusia (In herent in human nature) yang terikat dengan
pengertian baik dan buruk suatu tingkah laku atau perbuatan manusia.

Secara teoritis, etika mempunyai pengertian sebagai berikut :


1. Secara etimologis, etika berasal dari kata Yunani ethos (jamaknya : ta etha), yang berarti
adat-istiadat atau kebiasaan. Dalam ari ini, etika berkaitan dengan kebiasaan hidup yang
baik, tata cara hidup yang baik, baik pada diri seseorang atau masyarakat. Kebiasaan hidup
yang baik ini dianut dan diwariskan dari satu generasi ke generasi yang lain.
2. Etika dipahami dalam pengertian yang berbeda dengan moralitas sehingga mempunyai
pengertian yang jauh lebih luas. Dalam pengertian ini, etika dimengerti sebagai refleksi kritis
tentang bagaimana manusia harus hidup dan bertindak dalam situasi konkret, situasi khusus
tertentu. Etika adalah filsafat moral, atau ilmu yang membahas dan mengkaji secara kritis
persoalan benar dan salah secara moral, tentang bagaimana harus bertindak dalam situasi
konkret.
Etika merupakan bagian filsafat, sebagai ilmu etika mencari kebenaran dan sebagai filsafat
etika
mencari
keterangan
yang
sedalam-dalamnya.
Etika berkaitan dengan nilai-nilai hidup yang dianut oleh manusia beserta pembenarannya
serta hukum-hukum yang mengatur tingkah laku manusia (Gering supriadi, 1998:24).
Etika terdapat dua macam (Keraf: 1991: 23), sebagai berikut:

Etika Deskriptif

Etika yang menelaah secara kritis dan rasional tentang sikap dan perilaku manusia,
serta apa yang dikejar oleh setiap orang dalam hidupnya sebagai sesuatu yang bernilai.
Artinya Etika deskriptif tersebut berbicara mengenai fakta secara apa adanya, yakni mengenai

nilai dan perilaku manusia sebagai suatu fakta yang terkait dengan situasi dan realitas yang
membudaya. Da-pat disimpulkan bahwa tentang kenyataan dalam penghayatan nilai atau
tanpa nilai dalam suatu masyarakat yang dikaitkan dengan kondisi tertentu memungkinkan
manusia dapat bertindak secara etis.

Etika Normatif

Etika yang menetapkan berbagai sikap dan perilaku yang ideal dan seharusnya
dimiliki oleh manusia atau apa yang seharusnya dijalankan oleh manusia dan tindakan apa
yang bernilai dalam hidup ini. Jadi Etika Normatif merupakan norma-norma yang dapat
menuntun agar manusia bertindak secara baik dan menghindarkan hal-hal yang buruk, sesuai
dengan kaidah atau norma yang disepakati dan berlaku di masyarakat.
2. Pengertian Dokter
Dokter adalah pihak yang mempunyai keahlian di bidang kedokteran. Pada
Kedududukan ini, dokter adalah orang yang dianggap pakar dalam bidang kedokteran .Dokter
adalah orang yang memiliki kewenangan dan izin sebagaimana mestinya untuk melakukan
pelayanan kesehatan, khususnya memeriksa dan mengobati penyakit dan dilakukan menurut
hukum dalam pelayanan kesehatan.
Dokter dan dokter gigi adalah dokter spesialis, dokter gigi, dan dokter gigi spesialis
lulusan pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi baik di dalam maupun di luar negeri
yang diakui oleh Pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundangundangan.
Pengertian Kedokteran
Kedokteran (Inggris: medicine) adalah suatu ilmu dan seni yang mempelajari tentang
penyakit dan cara-cara penyembuhannya. Ilmu kedokteran adalah cabang ilmu
kesehatan yang mempelajari tentang cara mempertahankan kesehatan manusia dan
mengembalikan manusia pada keadaan sehat dengan memberikan pengobatan pada
penyakit dan cedera. Ilmu ini meliputi pengetahuan tentang sistem tubuh manusia dan
penyakit serta pengobatannya, dan penerapan dari pengetahuan tersebut.

KODE ETIK KEDOKTERAN INDONESIA


1. Sejarah
Praktik kedokteran dalam pengertian luas pada hakikatnya adalah perwujudan
idealisme dan spirit pengabdian seorang dokter, sebagaimana yang diikrarkan dalam Sumpah
Dokter dan Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI). Dalam perkembangannya
kemudian, seluruh aspek kehidupan di dunia ini mengalami perubahan paradigma secara
bermakna, termasuk dalam profesi kedokteran, dengan akibat terjadi pula perubahan orientasi
dan motivasi pengabdian tersebut pada diri sebagian dokter. Sebagai dampak perubahan yang
semakin global, individualistik, materialistik, dan hedonistik tersebut, maka perilaku dan
sikap tindak profesional di sebagian kalangan dokter juga berubah.
Masyarakat kemudian juga semakin memandang negatif profesi kedokteran karena
melihat dan menyaksikan maraknya praktik-praktik kedokteran yang semakin jauh dari nilainilai luhur Sumpah Dokter dan KODEKI. Masyarakat atau pasien merasa perlu "melindungi
diri" terhadap perilaku hedonistik dan unethical para dokter itu.
Kode etik kedoktran Indonesia pertama kali disusun tahun 1969 dalam Musyawarah
Kerja Susila Kedokteran yang dilaksanakan di Jakarta. Bahan rujukan yang digunakan adalah

Kode Etik Kedokteran Internasional yang telah disempurnakan pada tahun 1968 melalui
Muktamar ke-22 Ikatan Dokter Sedunia.
Seperti halnya dengan Kode Etik Internasional yang mengalami berbagai
panyempurnaan, Kode Etik Kedokteran Indonesia pun mengalami perubahan-perubahan,
yaitu melalui Musyawarah Kerja Nasional Etik Kedokteran ke-2 yang dilaksanakan di
Jakarta, untuk kemudian pada tahun 1983 dinyatakan berlaku bagi semua dokter di Indonesia
melalui surat keputusan No.434/MENKES/SK/X/1983 tanggal 28 Oktober 1983. Pada
Musyawarah Kerja Nasional IDI XIII, 1993, Kode Etik Kedokteran Indonesia itu telah
diubah menjadi 20 pasal.
Sebagai pedoman dalam perilaku, Kode Etik Kedokteran Indonesia mengandung
beberapa ketentuan yang semuanyan tertuang dalam kedua puluh pasalnya. Secara umum
pasal-pasal tersebut dapat dibedakan atas lima bagian, yaitu :
Kewajiban umum seorang dokter
Kewajiban dokter terhadap penderita
Kewajiban dokter terhadap teman sejawat
Kewajiban dokter terhadap diri sendiri
Penutup
2. Definisi Kode Etik Kedokteran
Kode etik Kedokteran adalah suatu landaskan atas norma-norma etik dalam praktik
seorang dokter yang mengatur hubungan manusia umumnya dan dimiliki azas-azasnya dalam
falsafah masyarakat yang diterima dan dikembangkan terus. Khusus di Indonesia- azas itu
adalah Pancasila sebagai landasan idiil dan UndangUndang Dasar 1945 sebagai landasan
struktural.
Dengan maksud untuk lebih nyata mewujudkan kesungguhan dan keluhuran ilmu
kedokteran, para dokter Indonesia, baik yang bergabung secara fungsional terikat dalam
Ikatan Dokter Indonesia, maupun secara fungsional terikat dalam organisasi di bidang
pelayanan, pendidikan dan penelitian kesehatan dan kedokteran, dengan rakhmat Tuhan Yang
Maha Esa, telah merumuskan Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI)
Fungsi dari Kode etik kedokteran ini adalah :
Memberikan perlindungan kepada pasien
Meningkatkan dan mempertahankan mutu pelayanan medis yang diberikan oleh
dokter dan dokter gigi
Memberikan kepastian hokum kepada masyarakat, dokter dan dokter gigi.
Tujuan kode etik kedoteran :
Agar seorang dokter dapat menaati dan mengamalkan petunjuk-petunjuk yang tertera
dalam kode etik kedokteran
Agar seorang dokter dan dokter gigi dapat bekerja dengan sepenuh hati dalam
memberikan pelayanan kesehatan
Menjungjung tinggi norma luhur dalam menjalankan pekerjaan maupun kehidupan
pribadinya
Agar tidak melakukan perbuatan yang menyimpang dengan etik dan moral
Agar tidak memberikan keterangan palsu tentang pasien

3. Prinsip Etika Kedokteran

Prinsip adlah berpihak pada pasien, artinya dalam mengambil tindakan seorang dokter
harus mempertimbangkan manfaat dan resiko yang sekecil mungkin, termasuk resiko biaya.
Prinsip etika Kedokteran tersebut meliputi :
Autonomy, yaitu prinsip moral dokter untuk selalu menghargai dan menghormati hak
otonomi pasien, terutama dalam hal hak untuk memperoleh informasi yang jujur dan benar
serta hak untuk melakukan apa-apa yang boleh dilakukan terhadap dirinya.
Beneficience, yaitu melakukan tindakan untuk kebaikan pasien
Non-Malefience, yaitu prinsip moral yang selalu berorientasi kepada kebaikan pasien
dan tidak melakukan tindakan yang memperburuk keadaan pasien.
Justice, yaitu sikap keadilan dan tidak diskriminatif
Altruisme, yaitu pengabdian profesi dokter sebagai profesi seumur hidup dan
aplikasinya untuk masyarakat.

4. Kode etik kedokteran Gigi Indonesia


(SK MENTERI KESEHATAN RI NO. 128/MENKES/SK/III/1981)
1. Adalah menjadi kewajiban semua dokter gigi yang menjalankan praktek di Indonesia untuk
mentaati dan mengamalkan petunjuk-petunjuk yang tertera dalam kode etik kedokteran gigi
Indonesia.
2. Seorang dokter gigi berkewajiban untuk bekerja dengan penuh pengabdian bagi kepentingan
pelayanan kepada masyarakat bagi kemajuan ilmu kedokteran gigi dan bagi martabat profesi
kedokteran gigi.
3. Sebagai manusia Indonesia yang berjiwa Pancasila dokter gigi berkewajiban menjunjung
tinggi norma hidup yang luhur, dalam kehidupan pribadinya dan dalam menjalankan
pekerjaannya.
4. Dalam menjalankan pekerjaannya, seorang dokter gigi janganlah melakukan perbuatanperbuatan yang bertentangan dengan etik, misalnya :
Melakukan perbuatan-perbutan yang bersifat memuji diri sendiri, baik yang menyangkut
kepandaiannya, peralatannya, maupun cara pengobatannya
Melakukan usaha-usaha untuk menarik perhatian umum, melalui cara yang tidak wajar,
supaya praktek lebih dikenal orang
Menjual obat di tempat praktek, bukan dengan maksud memberikan pertolongan pertama
Melakukan tindakan kedokteran gigi tanpa indikasi bahwa tindakan itu perlu dilakukan
hanya dengan maksud mendapatkan keuntungan belaka dari tindakan itu
Meminta uang jasa atau menetapkan tarif pengobatan yang tidak wajar yang melampaui
batas-batas yang tidak lazim
Mempergunakan gelar yang tidak menjadi haknya
Melakukan atau mencoba melakukan tindakan-tindakan yang bersifat asusila terhadap
penderita di kamar prakteknya
5. Seorang dokter gigi hanya memberikan keterangan atau pendapat yang dapat dibuktikan
kebenarannya
5. Pelanggaran Etika Kedokteran

a. Pelanggaran Etika Murni


Menarik Imbalan yang tidak wajar atau menarik imbalan jasa dari keluarga sejawat
dokter dan dokter gigi.

1.
2.
3.
4.

Dalam melakukan pekerjaannya, seorangdokter tidak boleh dipengaruhi oleh pertimbangan


keuntungan pribadi. Seorang dokter dapat menerima imbalan jasanya, jika diberikan dengan
keikhlasan, sepengetahuan atau atas kehendak penderita.
Mengambil alih pasien tanpa persetujuan sejawatnya.
Seorang dokter yang baik tidak menyalahkan sejawatnya di depan pasiennya (walaupun itu
benar), tetapi secara bijaksana membahas kasusnya dengan sejawatnya dan sebaliknya
mengembalikan pasien sejawatnya yang pertama kali dikunjungi pasien tersebut.
Memuji diri sendiri di depan pasien.
Pada dasanrnya dokter sama sekali tidak boleh melibatkan diri dalam berbagai kegiatan
promosi, karena promosi tersebut terkait dengan kepentingan-kepentingan yang sering kali
bertentangan atau tidak menunjang tugas mulia seorang dokter. Perbuatan dokter sebagai
pemeran langsung atau iklan promosi komoditi yang dimuat media masa atau elektronik
merupakan perbuatan tercela, karena tidak dapat disingkirkan penafsiran adanya suatu niat
lain untuk memuji diri sendiri. Walaupun hal itu dilakuakn dalam wahana ilmiah kedokteran,
dianggap juga sebagai perbuatan tercela, apalagi jika tidak berlandaskan pengetahuan
kedokteran tertinggi dalam bidangnya, sehingga tidak diyakini sebagai produk yang layak
diberikan kepada pasien, sehingga untuk dirinya sendiri maupun kepada sanak keluarganya
bila mengalami hal yang sama.
Tidak pernah mengikuti pendidikan kedokteran berkesinambungan.
Dokter mengabaikan kesehatan dirinya.
b. Pelanggaran Etikolegal
Pelayanan kedokteran di bawah standar
Menerbitkan surat keterangan palsu
Membuka rahasia jabatan atau pekerjaan kedokteran
Abortus Provokatus
Pelecehan seksual
c. Kasus Malprakter
Tolak ukur praktek kedokteran dianggap criminal jika :
Bertentangan dengan hokum
Akibatnya dapat dibayangkan
Akibatnya dapat dihindarkan
Perbuatannya dapat dipersalahkan
6. Prosedur penanganan pelanggaran etika kedokteran
Pada tahun 1985 Rapat Kerja antara P3EK, MKEK dan MKEKG telah menghasilkan
pedoman kerja yang menyangkut para dokter antara lain sebagai berikut :
Pada prinsipnya semua masalah yang menyangkut pelanggaran etik diteruskan lebih dahulu
kepada MKEK.
Masalah etik murni diselesaikan oleh MKEK.
Masalah yang tidak murni serta masalah yang tidak dapat diselesaikan oleh MKEK dirujuk ke
P3EK propinsi.
Dalam sidang MKEK dan P3EK untuk pengambilan keputusan, Badan Pembela Anggota IDI
dapat mengikuti persidangan jika dikehendaki oleh yang bersangkutan (tanpa hak untuk
mengambil keputusan).

5. Masalah yang menyangkit profesi dokter atau dokter gigi akan ditangani bersama oleh
MKEK dan MKEKG terlebih dahulu sebelum diteruskan ke P3EK apabila diperlukan.
6. Untuk kepentingan pencatatan, tiap kasus pelanggaran etik kedokteran serta penyelesaiannya
oleh MKEK dilaporkan ke P3EK Propinsi.
7. Kasus-kasus pelanggaran etikolegal, yang tidak dapat diselesaikan oleh P3EK Propinsi,
diteruskan ke P3EK Pusat.
8. Kasus-kasus yang sudah jelas melanggar peraturan perundang-undangan dapat dilaporkan
langsung kepada pihak yang berwenang. Pedoman penilaian kasus-kasus pelanggaran etik
kedokteran

Etik lebih mengandalkan itikad baik dan keadaan moral para pelakunya dan untuk
mengukur hal ini tidaklah mudah. Karena itu timbul kesulitan dalam menilai pelanggaran
etik, selama pelanggaran itu tidak merupakan kasus-kasus pelanggaran hukum. Dalam
menilai kasus-kasus pelanggaran etik kedokteran, MKEK berpedoman pada :
Pancasila
Prinsip-prinsip dasar moral umumnya
Ciri dan hakekat pekerjaan profesi
Tradisi luhur kedokteran
LSDI
KODEKI
Hukum kesehatan terkait
Hak dan kewajiban dokter
Hak dan kewajiban penderita
Pendapat rata-rata masyarakat kedokteran
Pendapat pakar-pakar dan praktisi kedokteran senior.
Selanjutnya, MKEK menggunakan pula beberapa pertimbangan berikut, yaitu:
Tujuan spesifik yang ingin dicapai
Manfaat bagi kesembuhan penderita
Manfaat bagi kesejahteraan umum
Penerimaan penderita terhadap tindakan itu
Preseden tentang tindakan semacam itu
Standar pelayanan medik yang berlaku

Jika semua pertimbangan menunjukkan bahwa telah terjadi pelanggaran etik, pelanggaran
dikategorikan dalam kelas ringan, sedang atau berat, yang berpedoman pada :
Akibat terhadap kesehatan penderita
Akibat bagi masyarakat umum
Akibat bagi kehormatan profesi
Peranan penderita yang mungkin ikut mendorong terjadinya pelanggaran
Alasan-alasan lain yang diajukan tersangka
Bentuk-bentuk sanksi Dalam pasal 6 PP no.30 tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai
Sipil terdapat uraian tentang tingkat dan jenis hukuman, sebagai berikut :
Tingkat hukuman disiplin terdiri dari :
Hukuman disiplin ringan
Jenis hukuman disiplin ringan terdiri dari :
a.
Teguran lisan
b.
Teguran tulisan, dan

Pernyataan tidak puas secara tertulis


Hukuman disiplin sedang, Hukuman disiplin berat
Jenis hukuman disiplin sedang terdiri dari :
Penundaan kenaikan gaji berkala untuk paling lama satu tahun
Penurunan gaji sebesar satu kali kenaikan gaji berkala untuk paling lama satu tahun, dan
Penundaan kenaikan pangkat untuk paling lama satu tahun
Jenis hukuman disiplin berat terdiri dari :
Penurunan pangkat pada pangkat yang setingkat lebih rendah untuk paling lama satu tahun
Pembebasan dari jabatan
Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai Pegawai Negeri Sipil,
dan
Pemberhentian
tidak
dengan
hormat
sebagai
Pegawai
Negeri
Sipil
Pada kasus-kasus pelanggaran etikolegal, di samping pemberian hukuman sesuai peraturan
tersebut di atas, maka selanjutnya diproses ke pengadilan.
c.

a.
b.
c.

a.
b.
c.
d.

7.
Hukum Yang Terkait Dengan Kode Etik Kedokteran
Sumber dan dasar hukum kewajiban dokter pasien adalah:
a.Dunia Kesehatan
Sumpah Hippocrates (460-377 S.M.)
b. Internasional
Deklarasi Jenewa/ World Medical Association (WMA) (1948).
Declaration of Human Rights PBB
International Code of Medical Ethics/ WMA (1949)
Konstitusi WHO (Jenewa, 1976)
Deklarasi Helsinki dari WMA

c. Indonesia
UUD-45 : Sila II.Kemanusiaan yang adil dan beradab.
No. 26 (1960): Lafal Sumpah Dokter
PP 434/MenKes/SK/X/1983: KODEKI
PP No. 585/MENKES/PER/IX/1989: Persetujuan tindakan medik
UU No.23 (1992): Tentang Kesehatan
PP No. 32 (1996): Tentang Tenaga Kesehatan
UU No. 29(2004): Praktik Kedokteran

d. PERATURAN PEMERINTAH
PP No.26(1960) tentang Lafal Sumpah Dokter.
Permenkes: No. 554 (1982) tentang Panitia Pertimbangan dan Pembinaan Etik Kedokteran.
PP No. 434/MenKes/SK/X/1983: KODEKI
Permenkes: No.585(1989) tentang Persetujuan Tindakan Medik
Permenkes: No. 749a(1989) tentang Rekam Medis
PP RI No. 32 (1996) tentang Tenaga Kesehatan

e. Declaration of Human Rights (PBB)


Hak merdeka dan hak yang sama
Dihormati sebagai manusia dimanapun

Tidak boleh diperlakukan kejam


Sama di depan hokum
Berhak atas pendidikan, pekerjaan dan jaminan sosial
Hak memberikan pendapat
Hak mendapatkan pelayanan dan perawatan kesehatan diri sendiri dan keluarga

f. SUMPAH DOKTER INDONESIA (PP No.26 -1960/SK Menkes No. 434-1983)

Demi Allah saya bersumpah bahwa saya akan:


Hidup berbakti untuk kepentingan keperikemanusiaan.
Memelihara martabat dan tradisi luhur jabatan kedokteran
Menjalankan tugas secara terhormat dan bersusila sesuai martabat dokter
Mengutamakan kepentingan masyarakat
Merahasiakan segala sesuatu yang merupakan kerahasiaan dokter.
Tidak menggunakan pengetahuan kedokteran yang bertentangan dengan perikemanusiaan
Menghormati setiap hidup insani, mulai dari saat pembuahan.
Mengutamakan kesehatan penderita
Berikhtiar sungguh-sungguh tidak terpengaruh oleh faktor agama, bangsa, suku, kelamin,
politik, kedudukan sosial dalam menunaikan kewajiban terhadap penderita.
Memberikan penghormatan dan terima kasih yang selayaknya kepada guru-guru saya.
Memperlakukan TS sebagai mana saya sendiri ingin diperlakukan.
Mentaati dan mengamalkan Kode Etik Kedokteran Indonesia.
Mengikrarkan sumpah ini dengan sungguh-sungguh, dan dengan mempertaruhkan
kehormatan diri saya.
8. Hak dan Kewajiban Dokter
Didalam memberikan layanan kedokteran, dokter mempunyai hak dan kewajiban
sebagaimana tercantum dalam Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 29 Tahun
2004 Tentang Praktek Kedokteran; Kode Etik Kedokteran Indonesia; Pernyataan IDI;
Lampiran SK PB IDI dan Surat edaran Dirjen Yanmed No: YM 02.04.3.5.2504 th. 1997
tentang Pedoman Hak dan Kewajiban Pasien, Dokter dan Rumah Sakit.

Hak Dokter
Hak dokter adalah kekuasaan atau kewenangan dokter untuk mendapatkan atau memutuskan
untuk berbuat sesuatu:
Hak memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan standar
profesi dan standar prosedur operasional.
\Memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan standar prosedur operasional
serta berdasarkan hak otonomi dan kebutuhan medis pasien yang sesuai dengan jenis dan
strata sarana pelayanan kesehatan.
Hak untuk menolak keinginan pasien yang bertentangan dengan peraturan perundangundangan, profesi dan etika.
Hak untuk mengakhiri atau menghentikan jasa profesionalnya kepada pasien apabila
hubungan dengan pasien sudah berkembang begitu buruk sehingga kerjasama yang baik tidak
mungkin diteruskan lagi dan wajib menyerahkan pasien kepada dokter lain, kecuali untuk
pasien gawat darurat.

Hak atas privacy (berhak menuntut apabila nama baiknya dicemarkan oleh pasien dengan
ucapan atau tindakan yang melecehkan atau memalukan).
Hak memperoleh informasi yang lengkap dari jujur dari pasien atau keluarganya.
Hak atas informasi atau pemberitahuan pertama dalam menghadapi pasien yang tidak puas
terhadap pelayanannya.
Hak untuk diperlakukan adil dan jujur, baik oleh rumah sakit maupun oleh pasien.
Hak mendapatkan imbalan jasa profesi yang diberikan berdasarkan perjanjian dan atau
ketentuan atau peraturan yang berlaku di rumah sakit.

Kewajiban Dokter
1. Sumber dan Dasar Hukum kewajiban Dokter antara lain:
Kewajiban Dokter (PP NO. 32-1996)
Pasal 21 : Mematuhi Standar profesi tenaga kesehatan
Pasal 22 : 1. Menghormati hak pasien
2. Menjaga kerahasiaan pasien
3. Memberikan informasi kondisi dan tindakan yang akan dilakukan
4. Meminta persetujuan tindakan yang akan dilakukan.
5. Membuat dan memelihara rekam medis
Kewajiban Dokter (UU No. 29-2004)
Pasal 51
Memberikan pelayanan medis sesuai standar profesi dan standar prosedur serta kebutuhan
medis pasien;
1. Merujuk pasien kedokter lain apabila tidak mampu;
2. Merahasiakan segala sesuatu tentang pasien;
3. Melakukan pertolongan darurat;
4.Menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perekmbangan ilmu kedokteran

KEWAJIBAN DOKTER (KODEKI-18 Pasal)


KEWAJIBAN UMUM
Pasal 1
Setiap dokter harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan Sumpah Dokter.
Pasal 2
Seorang dokter harus senantiasa berupaya melakukan profesinya sesuai dengan standar
profesi yang tertinggi.
Pasal 3
Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh dipengaruhi oleh
sesuatu yang mengakibatkan hilangnya kebebasan dan kemandirian profesi.
Pasal 4
Setiap dokter harus menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat memuji diri sendiri.
Pasal 5

Tiap perbuatan atau ansehat yang mungkin melemahkan daya tahan psikis maupun fisik
hanya diberikan untuk kepentingan dan kebaikan pasien, setelah memperolah persetujuan
pasien.

Pasal 6
Setiap dokter harus senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan dan menerapkan setiap
penemuan teknik atau pengobatan baru yang belum diuji kebenarannya dan hal-hal yang
dapat menimbulkan keresahan masyarakat.
Pasal 7
Seorang dokter hanya memberi keterangan atau pendapat yang telah diperiksa sendiri
kebenarannya.
Pasal 7a
Sepramg dokter harus, dalam setiap praktek medisnya, memberikan pelayanan medis yang
kompeten dengan kebebasan teknis dan moral sepenuhnya, disertai rasa kasih sayang
(compassion) dan penghormatan atas martabat manusia.
Pasal 7b
Seorang dokter harus bersikap jujur dalam berhubugnan dengan pasien dan sejawatnya, dan
berupaya untuk mengingatkan sejawatnya yang dia ketahui memiliki kekurangan dalam
karakter atau kompetensi, atau yang melakukan penipuan atau penggelapan, dalam
menangani pasien.
Pasal 7c
Seorang dokter harus menghormati hak-hak pasien, hak-hak sejawatnya, dan hak tenaga
kesehatan lainnya, dan harus menjaga kepercayaan pasien.

Pasal 7d
Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup makhluk insani.
Pasal 8
Dalam melakukan pekerjaannya, seorang dokter harus memperhatikan kepentingan
masyarakat dan memperhatikan semua aspek pelayanan kesehatan yang menyeluruh
(promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif), baik fisik maupun psiko-sosial, serta berusaha
menjadi pendidik dan pengabdi masyarakat yang sebenar-benarnya.
Pasal 9
Setiap dokter dalam bekerja sama dangan para pejabat dibidang kesehatan dan bidang lainnya
serta masyarakat, harus saling menghormati.
KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP PASIEN
Pasal 10
Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan
ketrampilannya untuk kepentingan penderita. Dalam hal ia tidak mampu melakukan SUATU

permeriksaan atau pengobatan, maka atas persetujuan pasien, ia wajib merujuk penderita
kepada dokter lain yang mempunyai keahlian dalam penyakit tersebut.
Pasal 11
Setiap dokter harus memberikan kesempatan kepada penderita agar senantiasa dapat
berhubungan dengan keluarga dan penasehatnya dalam beribadat dan atau dalam masalah
lainnya
Pasal 12
Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahui tentang seorang penderita,
bahkan juga setelah penderita itu meninggal dunia.
Pasal 13
Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas perikemanusiaan,
kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu memberikannya.
KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP TEMAN SEJAWAT
Pasal 14
Setiap dokter memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin diperlakukan.
Pasal 15
Setiap dokter tidak boleh mengambil alih penderita dari teman sejawatnya, kecuali dengan
persetujuan atau berdasarkan prosedur yang etis.
KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP DIRI SENDIRI
Pasal 16
Setiap dokter harus memelihara kesehatannya, supaya dapat bekerja dengan baik.
Pasal 17
Setiap dokter hendaklah senantiasa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan tetap
setia kepada citacitanya yang luhur.
.

9. kewajiban dan hak pasien


Hak dan Kewajiban Pasien
Didalam mendapatkan layanan kesehatan, pasien mempunyai hak dan kewajiban
sebagaimana Surat edaran DirJen Yan Medik No: YM.02.04.3.5.2504 Tentang Pedoman Hak
dan Kewajiban Pasien, Dokter dan Rumah Sakit, th.1997; UU.Republik Indonesia No. 29
Tahun 2004 Tentang Praktek Kedokteran dan Pernyataan/SK PB. IDI, sebagai berikut :
Hak Pasien
Hak pasien dalam hukum kedokteran bertumpu dan berdasarkan atas dua hak asasi
manusia yaitu Hak untuk pemeliharaan kesehatan (The right of health care) dan Hak untuk
menentukan nasib sendiri (The right to self determination)

Sumber dan Dasar Hukum hak pasien adalah:


HAK PASIEN (PP No.32 -1996)
Pasal 23
Pasien berhak atas ganti rugi akibat terganggunya kesehatan, cacat atau kematian
karena kelalain tenaga kesehatan
Ganti rugi dilaksanakan sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.
HAK PASIEN (UU No.29-2004)
Pasal 52
Mendapatkan penjelasan lengkap tentang tindakan medis.
Meminta pendapat dokter lain.
Mendapatkan pelayanan sesuai kebutuhan medis
Menolak tindakan medis dan
Mendapatkan isi rekam medis
HAK-HAK PASIEN (KODEKI)
Hak untuk hidup, hak atas tubuhnya dan hak untuk mati secara wajar
Memperoleh pelayanan kedokteran yang manusiawi sesuai dengan standar profesi
kedokteran
Memperoleh penjelasan tentang diagnosis dan terapi
Menolak prosedur diagnosis dan terapi yang direncanakan
Memperoleh penjelasan tentang riset kedokteran yang akan diikutinya
Menolak dan menerima keikutsertaannya dalam riset kedokteran
Dirujuk kepada dokter spesialis kalau diperlukan dan dikembalikan kepada dokter
yang merujuk
Kerahasiaan dan rekam mediknya atas hal pribadi
Memperoleh penjelasan tentang peraturan-peraturan rumah sakit
Berhubungan dengan keluarga, penasihat atau rohaniawan dan lain-lainnya selama
perawatan.
Memperoleh penjelasan tentang perincian biaya
Pada dasarnya hak pasien adalah hak-hak pribadi yang dimiliki manusia sebagai
pasien. Dari sumber dan dasar hukum diatas dapat diambil kesimpulan hak-hak pasien adalah
sebagai berikut:
Hak memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku di rumah
sakit.
Hak atas pelayanan yang manusiawi, adil dan jujur.
Hak untuk mendapatkan pelayanan medis yang bermutu sesuai dengan standar profesi
kedokteran/ kedokteran gigi dan tanpa diskriminasi.
Hak memperoleh asuhan keperawatan sesuai dengan standar profesi keperawatan.
Hak untuk memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan keinginannya dan
sesuai dengan peraturan yang berlaku di rumah sakit.
Hak dirawat oleh dokter yang secara bebas menentukan pendapat klinik dan pendapat
etisnya tanpa campur tangan dari pihak luar.
Hak atas second opinion / meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain.

Hak atas privacy dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk data-data
medisnya kecuali apabila ditentukan berbeda menurut peraturan yang berlaku.
Hak untuk memperoleh informasi / penjelasan secara lengkap tentang tindakan medik
yang akan dilakukan terhadap dirinya.
Hak untuk memberikan persetujuan atas tindakan yang akan dilakukan oleh dokter
sehubungan dengan penyakit yang dideritanya.
Hak untuk menolak tindakan yang hendak dilakukan terhadap dirinya dan mengakhiri
pengobatan serta perawatan atas tanggung jawab sendiri sesudah memperoleh informasi yang
jelas tentang penyakitnya.
Hak didampingi keluarga dan atau penasehatnya dalam berobat dan atau masalah
lainya (dalam keadaan kritis atau menjelang kematian).
Hak beribadat menurut agama dan kepercayaannya selama tidak mengganggu
ketertiban dan ketenangan umum/ pasien lainya.
Hak atas keamanan dan keselamatan selama dalam perawatan di rumah sakit.
Hak untuk mengajukan usul, saran, perbaikan atas pelayanan rumah sakit terhadap
dirinya.
Hak menerima atau menolak bimbingan moril maupun spiritual.
Hak transparansi biaya pengobatan/ tindakan medis yang akan dilakukan terhadap
dirinya (memeriksa dan mendapatkan penjelasan pembayaran).
Hak akses / inzage kepada rekam medis/ hak atas kandungan ISI rekam medis
miliknya.
Kewajiban Pasien
Sumber dan Dasar Hukum Kewajiban Pasien adalah:
KEWAJIBAN PASIEN (KODEKI)
1.
Memeriksakan diri sedini mungkin
2.
Memberikan informasi yang benar dan lengkap tentang penyakitnya
3.
Mematuhi nasihat dan petunjuk dokter
4.
Menandatangani surat PTM dan lain-lain
5.
Yakin pada dokter dan yakin akan sembuh

C. REGULASI UNDANG-UNDANG
1. UU RI No 23 tahun 1992 tentang kesehatan
Sistematika UU Kesehatan
a. BAB I (ketentuan umum)
Pasal 1 ini mengenai tentang :
Praktik kedokteran
Dokter dan dokter gigi
Konsil kedokteran Indonesia
Sertifikasi Kompetensi
Registrasi
Registrasi ulang
Surat izin praktik

Surat tanda registrasi dokter dan dokter gigi


Sarana pelayanan kesehatan
Pasien
Profesi kedokteran atau kedokteran gigi
Organisasi profesi
Kolegium kedokteran Indonesia dan Kolegium Kedokteran Gigi Indonesia
Majelis kehormatan disiplin kedokteran Indonesia
Menteri

b. BAB II (Asandan tujuan)


Pasal 2 menyangkut asa praktik kedokteran
Pasal 3 menyangkut tujuan praktik kedokteran
c. BAB III (Konsil Kedokteran Indonesia)
Pasal 4 dan 5 menyangkut tempat dan kedudukan
Pasal 6 sampai 10 tentang fungsi, tugas, dan wewenang
Pasal 11 sampai 21 tentang susunan organisasi dan keanggotaan
Pasal 22 sampai 24 tentang tata kerja
Pasal 25 tentang pembiayaan
d. BAB IV (Standar pendidikan profesi kedokteran dan kedokteran gigi)
Pasal 26 tentang standard pendidikan profesi
e. BAB V ( Pendidikan dan pelatihan kedokteran dan kedokteran gigi)
Pasal 27 dan 28
f. BAB VI ( Tentang registrasi dokter dan dokter gigi)
Pasal 29, 30, 31, 32, 33, 34, dan 35
g. BAB VII (Penelenggaraan praktik kedokteran)
Pasal 36 tentang surat izin praktik (juga termasuk pasal 37 dan 38)
Pasal 39 sampai 43 tentang pelaksanaan praktik
Pasal 44 tentang standard pelayanan
Pasal 45 tentang persetujuan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi
Pasal 46 tentang rekam medis (juga termasuk pasal 47)
Pasal 48 tentang rahasia kedokteran
Pasal 49 tentang kendali mutu dan kendali biaya
Pasal 50 dan 51 tentang hak dan kewajiban dokter atau doter gigi
Pasal 52 dan 53 tentang hak dan kewajiban pasien
Pasal 54 tentang pembinaan
h. BAB VIII (Disiplin dokter dan dokter gigi)
Pasal 55 sampai 65 tentang majelis kehormatan disiplin kedokteran Indonesia
Pasal 66 tentang pengaduan
Pasal 67 dan 68 tentang pemeriksaan
Pasal 69 tentang keputusan
Pasal 70 tentang pengaturan lebih lanjut

i. BAB IX (Pembinaan dan pengawasan)


Pasal 71 sampai 74 tentang pembinaan dan pengawasan
j. BAB X (keputusan pidana)
Pasal 75 sampai 80 tentang ketentuan pidana
k. BAB XI (ketentuan penutup)
Pasal 85 sampai 88 tentang ketentuan penutup

2. UU RI No.29 Tahun 2004


BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan :
1. Praktik kedokteran adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh dokter dan dokter gigi
terhadap pasien dalam melaksanakan upaya kesehatan.
2. Dokter dan dokter gigi adalah dokter, dokter spesialis, dokter gigi, dan dokter gigi spesialis
lulusan pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi baik di dalam maupun di luar negeri
yang diakui oleh Pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundangundangan.
4. Sertifikat kompetensi adalah surat tanda pengakuan terhadap kemampuan seorang dokter atau
dokter gigi untuk menjalankan praktik kedokteran di seluruh Indonesia setelah lulus uji
kompetensi.
7. Surat izin praktik adalah bukti tertulis yang diberikan pemerintah kepada dokter dan dokter
gigi yang akan menjalankan praktik kedokteran setelah memenuhi persyaratan.
9. Sarana pelayanan kesehatan adalah tempat penyelenggaraan upaya pelayanan kesehatan yang
dapat digunakan untuk praktik kedokteran atau kedokteran gigi.
10. Pasien adalah setiap orang yang melakukan konsultasi masalah kesehatannya untuk
memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan baik secara langsung maupun tidak
langsung kepada dokter atau dokter gigi.
11. Profesi kedokteran atau kedokteran gigi adalah suatu pekerjaan kedokteran atau kedokteran
gigi yang dilaksanakan berdasarkan suatu keilmuan, kompetensi yang diperoleh melalui
pendidikan yang berjenjang, dan kode etik yang bersifat melayani masyarakat.
BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 2
Praktik kedokteran dilaksanakan berasaskan Pancasila dan didasarkan pada nilai ilmiah,
manfaat, keadilan, kemanusiaan, keseimbangan, serta perlindungan dan keselamatan pasien.
Pasal 3
Pengaturan praktik kedokteran bertujuan untuk :
a. memberikan perlindungan kepada pasien;

b. mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan medis yang diberikan oleh dokter dan
dokter gigi; dan
c. memberikan kepastian hukum kepada masyarakat, dokter dan dokter gigi.
BAB III
KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA
Bagian Kesatu
Nama dan Kedudukan
Pasal 4
(1) Untuk melindungi masyarakat penerima jasa pelayanan kesehatan dan meningkatkan
mutu pelayanan kesehatan dari dokter dan dokter gigi dibentuk Konsil Kedokteran Indonesia
yang terdiri atas Konsil Kedokteran dan Konsil Kedokteran Gigi.
(2) Konsil Kedokteran Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab
kepada Presiden.
BAB V
PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
KEDOKTERAN DAN KEDOKTERAN GIGI
Pasal 27
Pendidikan dan pelatihan kedokteran atau kedokteran gigi, untuk memberikan kompetensi
kepada dokter atau dokter gigi, dilaksanakan sesuai dengan standar pendidikan profesi
kedokteran atau kedokteran gigi.
Pasal 28
(1) Setiap dokter atau dokter gigi yang berpraktik wajib mengikuti pendidikan dan pelatihan
kedokteran atau kedokteran gigi berkelanjutan yang diselenggarakan oleh organisasi profesi
dan lembaga lain yang diakreditasi oleh organisasi profesi dalam rangka penyerapan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran atau kedokteran gigi.
(2) Pendidikan dan pelatihan kedokteran atau kedokteran gigi berkelanjutan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh organisasi
profesi kedokteran atau kedokteran gigi.
BAB VII
PENYELENGGARAAN PRAKTIK KEDOKTERAN
Bagian Kesatu
Surat Izin Praktik
Pasal 36
Setiap dokter dan dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran di Indonesia wajib
memiliki surat izin praktik.
Bagian Kedua
Pelaksanaan Praktik
Pasal 39

Praktik kedokteran diselenggarakan berdasarkan pada kesepakatan antara dokter atau dokter
gigi dengan pasien dalam upaya untuk pemeliharaan kesehatan, pencegahan penyakit,
peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit dan pemulihan kesehatan.
Pasal 41
(1) Dokter atau dokter gigi yang telah mempunyai surat izin praktik dan menyelenggarakan
praktik kedokteran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 wajib memasang papan nama
praktik kedokteran.
(2) Dalam hal dokter atau dokter gigi berpraktik di sarana pelayanan kesehatan, pimpinan
sarana pelayanan kesehatan wajib membuat daftar dokter atau dokter gigi yang melakukan
praktik kedokteran.
Pasal 42
Pimpinan sarana pelayanan kesehatan dilarang mengizinkan dokter atau dokter gigi yang
tidak memiliki surat izin praktik untuk melakukan praktik kedokteran di sarana pelayanan
kesehatan tersebut.
Bagian Ketiga
Pemberian Pelayanan
Paragraf 1
Standar Pelayanan
Pasal 44
(1) Dokter atau dokter gigi dalam menyelenggarakan praktik kedokteran wajib mengikuti
standar pelayanan kedokteran atau kedokteran gigi.
(2) Standar pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibedakan menurut jenis dan
strata sarana pelayanan kesehatan.
Paragraf 2
Persetujuan Tindakan Kedokteran atau Kedokteran Gigi
Pasal 45
(1) Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan oleh dokter atau
dokter gigi terhadap pasien harus mendapat persetujuan.
(2) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah pasien mendapat
penjelasan secara lengkap.
(3) Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya mencakup :
a. diagnosis dan tata cara tindakan medis;
b. tujuan tindakan medis yang dilakukan;
c. alternatif tindakan lain dan risikonya;
d. risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi; dan
e. prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.
(4) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan baik secara tertulis
maupun lisan.
(5) Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang mengandung risiko tinggi harus
diberikan dengan persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak memberikan
persetujuan.
Paragraf 3

Rekam Medis
Pasal 46
(1) Setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran wajib membuat
rekam medis.
(2) Rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus segera dilengkapi setelah pasien
selesai menerima pelayanan kesehatan.
(3) Setiap catatan rekam medis harus dibubuhi nama, waktu, dan tanda tangan petugas yang
memberikan pelayanan atau tindakan.
Pasal 47
(1) Dokumen rekam medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 merupakan milik dokter,
dokter gigi, atau sarana pelayanan kesehatan, sedangkan isi rekam medis merupakan milik
pasien.
(2) Rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disimpan dan dijaga
kerahasiaannya oleh dokter atau dokter gigi dan pimpinan sarana pelayanan kesehatan.
(3) Ketentuan mengenai rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
diatur dengan Peraturan Menteri.
Paragraf 4
Rahasia Kedokteran
Pasal 48
(1) Setiap dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran wajib menyimpan
rahasia kedokteran.
(2) Rahasia kedokteran dapat dibuka hanya untuk kepentingan kesehatan pasien, memenuhi
permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum, permintaan pasien
sendiri, atau berdasarkan ketentuan perundangundangan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai rahasia kedokteran diatur dengan Peraturan Menteri.
Paragraf 5
Hak dan Kewajiban Dokter atau Dokter Gigi
Pasal 50
Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai hak :
a. memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan standar
profesi dan standar prosedur operasional;
b. memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan standar prosedur operasional;
c. memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien atau keluarganya; dan
d. menerima imbalan jasa.
Pasal 51
Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai kewajiban:
a. memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur
operasional serta kebutuhan medis pasien;
b. merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai keahlian atau kemampuan
yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan;
c. merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga setelah pasien
itu meninggal dunia;

d. melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang
lain yang bertugas dan mampu melakukannya; dan
e. menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran atau
kedokteran gigi.
Paragraf 6
Hak dan Kewajiban Pasien
Pasal 52
Pasien, dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran, mempunyai hak:
a. mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 45 ayat (3);
b. meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain;
c. mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis;
d. menolak tindakan medis; dan
e. mendapatkan isi rekam medis.
Pasal 53
Pasien, dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran, mempunyai kewajiban:
a. memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah kesehatannya;
b. mematuhi nasihat dan petunjuk dokter atau dokter gigi;
c. mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan kesehatan; dan
d. memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.
BAB X
KETENTUAN PIDANA
Pasal 75
(1) Setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja melakukan praktik kedokteran tanpa
memiliki surat tanda registrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
(2) Setiap dokter atau dokter gigi warga negara asing yang dengan sengaja melakukan
praktik kedokteran tanpa memiliki surat tanda registrasi sementara sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 31 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda
paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
(3) Setiap dokter atau dokter gigi warga negara asing yang dengan sengaja melakukan praktik
kedokteran tanpa memiliki surat tanda registrasi bersyarat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 32 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling
banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Pasal 76
Setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja melakukan praktik kedokteran tanpa
memiliki surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dipidana dengan pidana
penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta
rupiah).
Pasal 77
Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan identitas berupa gelar atau bentuk lain yang
menimbulkan kesan bagi masyarakat seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter atau

dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter
gigi dan/atau surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (1) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak
Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
Pasal 78
Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan alat, metode atau cara lain dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat yang menimbulkan kesan seolah-olah yang
bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi dokter
atau surat tanda registrasi dokter gigi atau surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 73 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda
paling banyak Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
Pasal 79
Dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak
Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), setiap dokter atau dokter gigi yang:
a. dengan sengaja tidak memasang papan nama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat
(1);
b. dengan sengaja tidak membuat rekam medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat
(1); atau
c. dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 huruf a,
huruf b, huruf c, huruf d, atau huruf e.
Pasal 80
(1) Setiap orang yang dengan sengaja mempekerjakan dokter atau dokter gigi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 42, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun
atau denda paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
(2) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh korporasi,
maka pidana yang dijatuhkan adalah pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditambah sepertiga atau dijatuhi hukuman tambahan berupa pencabutan izin.

D. ORGANISASI KEDOKTERAN GIGI INDONESIA


1. KKI (Konsil Kedokteran Indonesia)
Konsil Kedokteran Indonesia Indonesia atau KKI merupakan suatu badan otonom,
mandiri, non struktural dan bersifat independen, yang bertanggung jawab kepada Presiden RI.
Mempunyai fungsi pengaturan, pengesahan, penetapan serta pembinaan dokter dan dokter
gigi yang menjalankan praktik kedokteran dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan
medis.
KKI bertugas melakukan registrasi dokter dan dokter gigi. Mengesahkan standar
pendidikan profesi dokter dan dokter gigi. Melakukan pembinaan terhadap penyelenggaraan
praktik kedokteran yang dilaksanakan bersama lembaga terkait sesuai dengan fungsi masingmasing.
KKI memiliki wewenang menyetujui dan menolak permohonan registrasi dokter dan
dokter gigi. Menerbitkan dan mencabut surat tanda registrasi. Mengesahkan standar
kompetensi. Melakukan pengujian terhadap persyaratan registrasi dokter dan dokter gigi.
Mengesahkan penerapan cabang ilmu kedokteran dan kedokteran gigi. Melakukan pembinaan
bersama terhadap dokter dan dokter gigi mengenai pelaksanaan etika profesi yang ditetapkan
oleh organisasi profesi. Melakukan pencatatan terhadap dokter dan dokter gigi yang

dikenakan sanksi oleh organisasi profesi atau perangkatnya karena melanggar ketentuan etika
profesi.
Visi : Terwujudnya dokter dan dokter gigi profesional yang melindungi pasien
Misi : Meningkatkan kualitas hidup manusia melalui dokter dan dokter gigi yang profesional
Tata Nilai : Konsil Kedokteran Indonesia menjunjung tinggi nilai integritas, profesionalisme
kemitraan, dan respek pada kemanusiaan
Strategi Utama 1 : Menerapkan sistem registrasi & monitoring dokter dan dokter gigi
secara online diseluruh Indonesia.
Sasaran :
Setiap dokter dan dokter gigi yang melaksanakan praktik kedokteran telah teregistrasi dan
terjamin kompetensinya.
Sistim monitoring dokter gigi berfungsi secara aktif dan online diseluruh indonesia.
Strategi Utama 2 : Menegakkan profesionalisme dokter dan dokter gigi dalam praktik
kedokteran.
Sasaran :
Setiap dokter dan dokter gigi menerapkan profesionalisme dalam praktik kedokteran.
Setiap pasien memperoleh jaminan praktik kedokteran yang aman.
Strategi Utama 3 : Memastikan standar nasional pendidikan profesi dokter dan dokter gigi.
Sasaran :
Setiap institusi pendidikan dokter dan dokter gigi telah menerapkan standar nasional
pendidikan.
Setiap dokter dan dokter gigi yang melaksanakan praktik kedokteran mengikuti Pendidikan
dan Pelatihan Berkelanjutan(Continuing Professional Development).
Setiap perkembangan cabang ilmu kedokteran dan kedokteran gigi di Indonesia memenuhi
rambu dan aturan yang jelas.
Strategi Utama 4 : Meningkatkan kemitraan dengan organisasi profesi, instansi pemerintah
dan non pemerintah untuk menerapkan praktik kedokteran yang melindungi masyarakat.
Sasaran :
Seluruh masyarakat menyadari hak dan kewajibannya, memperoleh perlindungan hukum
dalam praktik kedokteran.
Setiap dokter dan dokter gigi memperoleh kepastian hukum dalam menjalankan praktik
kedokteran.
Setiap organisasi profesi, instansi pemerintah dan non pemerintah menjalankan perannya
dalam melaksanakan UU Praktik Kedokteran.
2. PDGI (Persatuan Dokter Gigi Indonesia)
PDGI (Persatuan Dokter Gigi Indonesia) merupakan satu-satunya organisasi profesi
yang menghimpun dokter gigi di Indonesia. PDGI didirikan pada tanggal 22 Januari 1950 di
Bandung, atau kini telah berusia lebih dari 50 tahun.
Pengurus Besar PDGI berkedudukan di Ibukota Negara Republik Indonesia Jakarta dan saat
ini memiliki 12 Pengurus Wilayah dan 119 Cabang PDGI di seluruh Indonesia. (terlampir)
Pada Kongres PDGI XXI tahun 2002 dilaporkan bahwa jumlah total anggota PDGI
yang tercatat di seluruh cabang adalah sebesar + 7000 anggota, atau merupakan 60% dari

jumlah dokter gigi se-Indonesia. Belum semua lulusan dokter gigi terdaftar sebagai anggota
PDGI, tetapi dengan akan diterapkannya sistem registrasi dokter gigi melalui Konsil
Kedokteran Gigi Indonesia (KKGI) diharapkan jumlah anggota PDGI akan bertambah.

Tujuan PDGI
Menyumbangkan darma baktinya demi kepentingan bangsa dan negara.
Meningkatkan derajat kesehatan gigi dan mulut serta kesehatan umum dalam rangka
menunjang kesejahteraan rakyat Indonesia
Memajukan ilmu kedokteran gigi dalam arti yang seluas-luasnya
Meningkatkan kesejahteraan anggota
Sumber : http://hilyaskg.blogspot.com/2011/06/etika-dan-moral-kode-etikkedokteran.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Kedokteran_gigi
http://batambest.files.wordpress.com/2012/05/etika-profesi-dokter-isipresentasi2.pdf
Diposkan oleh Brigitta Selvi di 0

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2010

PENDAHULUAN
Dalam menjalankan tugas profesinya, seorang dokter akan selalu terkait dengan bioetika maupun etika
kedokteran, yang kemudian akan diatur dalam kode etik kedokteran. Namun kini, tidak sedikit dokter yang
melanggar bioetika atau etikanya sebagai seorang dokter dalam menghadapi pasien, sehingga menyebabkan hal
tersebut menjadi sorotan masyarakat dan menimbulkan persepsi dikalangan masyarakat bahwa semua dokter
dapat melakukannya. Segelintir dokter yang melakukan pelanggaran tersebut akan mengurangi kepercayaan
masyarakat terhadap dokter, sehingga meyamaratakan pandangan itu terhadap semua dokter. Nampaknya,
meskipun dokter telah berupaya melaksanakan tugas profesinya sesuai dengan standar profesi dan rambu-rambu
pelaksanaannya sesuai dengan kode etik kedokteran, tetapi tetap masih ada beberapa dokter yang menjadi
sorotan masyarakat dengan berbagai tuduhan. Sebenarnya sorotan masyarakat terhadap profesi dokter
merupakan satu pertanda bahwa saat ini sebagian masyarakat masih belum puas terhadap pelayanan dan
pengabdian para dokter pada masyarakat pada umumnya atau pada pasien pada khususnya, sebagai pengguna
jasa dokter. Sebenarnya ketidakpuasan tersebut disebabkan karena harapannya tidak dapat dipenuhi oleh para
dokter, atau dengan kata lain terdapat kesenjangan antara harapan pasien dan kenyataan yang didapatkan oleh
pasien. Makalah ini dibuat dengan maksud untuk memberikan informasi tentang bioetika maupun etika yang
baik bagi seorang dokter. Bertujuan untuk menciptakan dokter yang berperilaku baik dan selalu memegang teguh
prinsip-prinsip bioetika dan tidak melanggar etika kedokteran dalam menghadapi pasien, sehingga bermanfaat
agar keluhan dan penderitaan pasien dapat terselesaikan dengan baik.
BIOETIKA
Bioetik berasal dari bahasa Yunani; bios yang berarti hidup atau kehidupan, dan ethike yang berarti ilmu atau
studi tentang isu-isu etik yang timbul dalam praktik ilmu biologi. 1 Bioetika adalahbiologi dan ilmu
kedokteran yang menyangkut masalah di bidang kehidupan, tidak hanya memperhatikan masalah-masalah
yang terjadi pada masa sekarang, tetapi juga memperhitungkan kemungkinan timbulnya pada masa yang akan
datang. 2

Dalam bioetika terdapat empat prinsip yang harus dipenuhi oleh seorang dokter, yaitu :
1. Beneficience
Adalah prinsip moral yang mengutamakan tindakan yang ditujukan ke kebaikan pasien. Dalam beneficence tidak
hanya dikenal perbuatan untuk kebaikan saja, melainkan juga perbuatan yang sisi baiknya (manfaat) lebih besar
daripada sisi buruknya (mudharat).3 Pada prinsip ini kepentingan pasien menjadi hal yang paling utama. Hal-hal
lain yang terdapat pada prinsip beneficience adalah :
o
Melindungi dan mempertahankan hak-hak yang lain
o
Mencegah terjadinya kerugian
o
Menghilangkan kondisi penyebab kerugian
o
Menolong orang cacat
o
Menyelamatkan orang dari bahaya
2. Non-Maleficience
Adalah prinsip moral yang melarang tindakan yang memperburuk keadaan pasien. 3 Yang harus diperhatikan oleh
seorang dokter pada prinsip ini adalah :
o
Tidak boleh berbuat jahat atau membuat derita pasien
o
Meminimalisasi akibat buruk
o
Dokter sanggup mencegah bahaya atau kehilangan pada pasien
o
o

Tindakan kedokterannya dapat terbukti efektif


Lebih besar manfaat bagi pasien dari pada kerugian dokter.

3. Justice
Adalah prinsip moral yang mementingkan fairness dan keadilan dalam bersikap maupun dalam
mendistribusikan sumber daya (distributive justice).3 Pada prinsip ini dokter tidak boleh mendeskriminasikan
pasien dalam hal apapun. Dokter harus menerima pasien, memberikan kesamaan sumbangan sesuai kebutuhan
pasien, dan memberikan kesamaan beban sesuai dengan kemampuan pasien.
4. Autonomy
Adalah prinsip moral yang menghormati hak-hak pasien, terutama hak otonomi pasien (the rights to self
determination). Prinsip moral inilah yang kemudian melahirkan doktrin informed consent. 3Isi dari informed
concent adalah tindakan medis terhadap pasien harus mendapat persetujuan dari pasien tersebut, setelah ia
diberi informasi dan memahaminya.

ETIKA KEDOKTERAN
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia DEPDIKBUD/1998, etika adalah :
1.

Ilmu tentang apa yang baik, apa yang buruk, dan tentang hak dan kewajiban moral.

2.

Kumpulan atau seperangkat azas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak.

3.

Nilai yang benar dan salah yang diamati suatu golongan atau masyarakat.

Sedangkan menurut Kamus Kedokteran (Ramli dan Pamuncak tahun 1997), etika adalah pengetahuan tentang
perilaku yang benar dalam satu profesi.
Praktek kedokteran juga berpegang kepada prinsip-prinsip moral kedokteran, prinsip-prinsip moral yang
dijadikan arahan dalam membuat keputusan dan bertindak, arahan dalam menilai baik-buruknya atau benarsalahnya suatu keputusan atau tindakan medis dilihat dari segi moral. Pengetahuan etika ini dalam
perkembangannya kemudian disebut sebagai etika biomedis. Etika biomedis memberi pedoman bagi para tenaga

medis dalam membuat keputusan klinis yang etis (clinical ethics) dan pedoman dalam melakukan penelitian di
bidang medis.
Nilai-nilai materialisme yang dianut masyarakat harus dapat dibendung dengan memberikan latihan dan teladan
yang menunjukkan sikap etis dan profesional dokter, seperti autonomy (menghormati hak pasien, terutama hak
dalam memperoleh informasi dan hak membuat keputusan tentang apa yang akan dilakukan terhadap dirinya),
beneficence (melakukan tindakan untuk kebaikan pasien), non maleficence (tidak melakukan perbuatan yang
memperburuk pasien) dan justice (bersikap adil dan jujur), serta sikap altruisme (pengabdian profesi).
IDI (Ikatan Dokter Indonesia) memiliki sistem pengawasan dan penilaian pelaksanaan etik profesi, yaitu melalui
lembaga kepengurusan pusat, wilayah dan cabang, serta lembaga MKEK (Majelis Kehormatan Etik Kedokteran)
di tingkat pusat, wilayah dan cabang. Selain itu, di tingkat sarana kesehatan (rumah sakit) didirikan Komite
Medis dengan Panitia Etik di dalamnya, yang akan mengawasi pelaksanaan etik dan standar profesi di rumah
sakit. Bahkan di tingkat perhimpunan rumah sakit didirikan pula Majelis Kehormatan Etik Rumah Sakit
(Makersi).
Pada dasarnya, suatu norma etik adalah norma yang apabila dilanggar hanya akan membawa akibat sanksi
moral bagi pelanggarnya. Namun suatu pelanggaran etik profesi dapat dikenai sanksi disiplin profesi, dalam
bentuk peringatan hingga ke bentuk yang lebih berat seperti kewajiban menjalani pendidikan / pelatihan tertentu
(bila akibat kurang kompeten) dan pencabutan haknya berpraktik profesi. Sanksi tersebut diberikan oleh MKEK
setelah dalam rapat/sidangnya dibuktikan bahwa dokter tersebut melanggar etik (profesi) kedokteran. 4

PERMASALAHAN5
Dewasa ini telah banyak kasus-kasus yang terjadi akibat kurangnya ketelitian dokter dalam menjalankan tugas
profesinya, sehingga memperburuk keadaan pasien. Salah satu contohnya adalah kasus pencabutan gigi yang
dilakukan tanpa persetujuan, seperti dibawah ini.
NOVI, 9 tahun, berangsur-angsur sembuh. Mulutnya yang mencong mulai kembali ke posisi semula. Kelopak
matanya yang terbuka sedikit ketika tidur sudah bisa mengatup. Sebelumnya membelalak terus. Tapi Machfud,
orangtua Novi, tetap mengajukan tuntutan. Kasus ini pekan lalu dilaporkan ke Polres Cianjur, Jawa Barat.
Menurut ayahnya yang pegawai PLN Cianjur itu, Novi mengalami gangguan saraf setelah giginya dicabut.
Peristiwanya terjadi November tahun silam. Ketika itu 27 dokter gigi yang baru lulus dari Universitas Trisakti,
Jakarta, mengadakan aksi sosial di Cianjur. Seminggu mereka buka praktek memeriksa gigi cuma-cuma di Balai
Desa Cibeber. Termasuk anak yang terpikat memeriksakan giginya adalah Novi, pelajar SD Negeri Hanjawar,
Cibeber. Atas inisiatifnya sendiri, hari itu Novi datang tidak bersama orangtuanya dan inilah yang kemudian
menimbulkan masalah. Menurut Ida Sofiah, Kepala SD Hanjawar, Novi bukan satu satunya pelajar yang tertarik.
Mereka mau memeriksakan giginya karena dijanjikan ada hadiah, pasta dan sikat gigi. Namanya juga anakanak, mereka tertarik pada hadiah gratis itu, kata Ida.
Dalam pemeriksaan, para dokter gigi muda itu menemukan, pada rahang bawah, salah satu gigi susu Novi sudah
goyah. Selain membersihkan giginya yang kebanyakan keropos, mereka sekaligus mencabut gigi yang goyang
tadi. Sesudah itu, tidak ada peristiwa luar biasa. Dua hari setelah pencabutan giginya, muncullah keluhan Novi.
Dan yang mengejutkan orangtuanya, bibirnya kemudian mencong. Bahkan kelopak matanya tak bisa ditutup
walaupun ketika tidur. Lalu Novi dibawa berobat pada dr. Arief di poliklinik PLN. Setelah memeriksanya, dokter
ini menganjurkan agar Novi dibawa ke RS Hasan Sadikin Bandung untuk menjalani fisioterapi. Anak itu,
menurut Arief, mengalami kontraksi otot. Dalam perawatan di RS Hasan Sadikin, tiga kali seminggu Novi
mendapat pengurutan dan latihan fisioterapi. Kata dokter yang tak mau disebut namanya yang merawatnya di

sana, Novi mengalami trauma. Cuma tak ada keterangan rinci jenis trauma apa, bahkan apakah itu berasal dari
gigi yang dicabut. Perawatan sampai dua bulan.
Bulan ketiga ayah Novi menghentikan perawatan anaknya. Kami kehabisan dana. Perawatan sudah
menghabiskan Rp 750 ribu, kata Machfud. Dan muncul pula penyesalannya: mengapa pihak Fakultas
Kedokteran Gigi (FKG) Universitas Trisakti lepas tangan. Jangankan memberi bantuan, menengok anak saya
pun tidak, katanya. Menurut Machfud, pada 22 Februari ia hanya menerima surat dari drg. Hamilah D.
Koesoemahardja, Dekan FKG Trisakti. Dalam surat itu, Hamilah menolak perkiraan bahwa gangguan saraf yang
diderita Novi berpangkal dari pencabutan giginya. Kesimpulan kami ini tidak terdapat kaitan antara pencabutan
gigi susu itu dan kelainan pada mulut dan mata Novi, tulis Hamilah. Juga dijelaskan oleh Hamilah, pada
Februari telah diadakan pertemuan untuk membahas kasus Novi. Pertemuan dihadiri aparat Pemda dan Dinas
Kesehatan Cianjur, dr. Arief, serta pihak FKG Trisakti. Dalam pertemuan tersebut dr. Arief mengutarakan hasil
pemeriksaannya, yang menunjukkan pada bekas gigi yang dicabut itu telah tumbuh gigi baru. Dan di bagian itu
juga tak terdapat pembengkakan. Karena itu, Hamilah menyimpulkan, pencabutan gigi tidak menimbulkan
kelainan. Sewaktu dihubungi wartawan TEMPO, pihak FKG Trisakti menampik memberi keterangan resmi.
Mereka, kata seorang pejabat di sana, memilih bersikap diam. Baik secara teknis maupun medis, kami tidak
melakukan kesalahan, kata seorang pengajar yang menolak namanya disebut. Dan para dokter yang melakukan
aksi sosial itu bisa dipertanggungjawabkan kemampuan profesionalnya. Mereka bukan mahasiswa. Dari
keterangan yang digali, kemudian terungkap, sebelum dan sesudah pertemuan FKG Trisakti dengan aparat
Pemda dan Dinas Kesehatan Cianjur, sebenarnya pihak FKG Trisakti sudah berusaha mendatangi keluarga
Machfud. Ikhtiar ini dicegah oleh aparat Pemda Cianjur, yang mengatakan akan membereskan persoalan
tersebut. Karena itu, kami merasa sudah tidak ada masalah lagi, ujar sebuah sumber. Ada masalah atau tidak,
sering terdengar bahwa pencabutan gigi bisa menimbulkan gangguan saraf dan kerusakannya permanen
seperti mulut mencong. Dalam literatur memang ada, kata drg. Ayu Astuti, ahli bedah rahang RS Hasan
Sadikin. Akibatnya juga bisa berlangsung lama. Hanya, peristiwa semacam ini jarang terjadi. Selama berpraktek,
saya belum pernah menemukan kasus semacam itu, ujar Astuti. Kemungkinan penyebab terjadinya gangguan
saraf, tambah Astuti, adalah kesalahan menyuntik ketika melakukan pengebalan. Atau saat pencabutan
dilakukan ada saraf yang terkena. Dan gangguan ini lazim terjadi langsung setelah penyuntikan atau pencabutan.
Dari segi medis, memang banyak yang masih harus diperdebatkan. Sedangkan menurut Machfud, Masalahnya
bukan cuma itu saja. Tuntutannya juga didasarkan karena gigi anaknya dicabut tanpa meminta izin padanya.
Izin itu memang diperlukan, kata dr. Budi Sayuto, wakil direktur pelayanan medik RS Hasan Sadikin. Karena
pencabutan itu termasuk tindakan invasif, orangtua Novi perlu mendapat penjelasan tentang akibatnya. Setelah
menerima penjelasan, orangtuanya harus memberikan persetujuan dengan menandatangani surat pernyataan.
Ini prosedur resminya. Tapi kalau pencabutan gigi tidak diperlukan izin tertulis, kata Budi Sayuto.

PEMBAHASAN
Seorang dokter maupun dokter gigi seharusnya meringankan beban yang diderita pasien, bukan malah
memperburuk keadaan pasien. Dan sebelum melakukan tindakan medis, hendaknya dokter tersebut meminta
persetujuan pasien atau keluarganya dengan cara diberikan pemahaman yang benar agar tidak terjadi
kesalahpahaman. Hal ini terkait dengan prinsip bioetika beneficience (mengutamakan kepentingan pasien), nonmaleficience (tidak memperburuk keadaan pasien), dan autonomy (menghormati hak pasien dalam
memutuskan).
Selain itu hal tersebut juga terkait dengan Undang-undang Praktik Kedokteran Pasal 66 yang menyebutkan :
1. Setiap orang yang mengetahui dan kepentingannya dirugikan atas tindakan dokter atau dokter gigi dalam
menjalankan praktik kedokteran dapat mengadukan secara tertulis kepada Ketua Majelis Kehormatan disiplin
Kedokteran Indonesia.

2.

Pengaduan sekurang-kurangnya harus memuat :

a.

Identitas pengadu

b.

Nama dan alamat tempat praktik dokter atau dokter gigi dan waktu tindakan dilakukan

c.

Alasan pengaduan

3. Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menghilangkan hak setiap orang
untuk melaporkan adanya dugaan tindak pidana kepada pihak yang berwenang dan/atau
menggugat kerugian perdata ke pengadilan.
Hak pasien untuk mendapat informasi dan hak untuk memberikan persetujuan tindakan medic diatur dalam
Pasal 53 ayat (2) yang berbunyi:
Tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk memenuhi standar profesi dan menghormati
hak pasien
Yang dimaksud dengan hak pasien antara lain adalah :
o
o
o
o

Hak
Hak
Hak
Hak

informasi
untuk memberikan persetujuan
atas rahasia kedokteran
untuk mendapat pendapat kedua

Persetujuan yang diberikan oleh pasien atau keluarga pasien terhadap tindakan medic dapat dilakukan dengan
dua cara, yaitu persetujuan secara tersirat maupun persetujuan secara tersurat. Semua persetujuan tindakan
medic yang diberikan oleh pasien atau keluarga pasien harus berdasarkan penjelasan yang lengkap dan jelas
mengenai :
o
o
o
o
o
o

Diagnosis
Terapi dengan kemungkinan slternatif terapi
Tentang cara kerja dan pengalaman dokter
Resiko kemungkinan perasaan sakit atau perasaan yang lain
Keuntungan terapi
Prognosis

Saat melakukan perawatan medis, seorang dokter harus memberikan informasi yang ia ketahui kepada pasien
atau keluarganya tentang apa yang diderita pasien. Beberapa hal yang perlu diketahui mengenai informasi ini
adalah :
o
o
o
o

Informasi harus diberikan, baik diminta maupun tidak


Informasi tidak boleh memakai istilah kedokteran karena tidak dapat dimengerti oleh orang
awam
Informasi harus diberikan sesuai dengan tingkat pendidikan, kondisi dan situasi pasien.
Informasi harus diberikan secara lengkap dan jujur.

Yang berhak memberikan persetujuan setelah mendapat informasi adalah :


a.

Pasien sendiri, yaitu apabila telah berumur 21 tahun dan sudah atau telah menikah.

b.

Ayah/ibu/saudara kandung pasien, yaitu apabila pasien berumur dibawah 21 tahun.

c.
Ayah/ibu adopsi/saudara kandung pasien, yaitu apabila pasien berumur dibawah 21 tahun dan tidak
mempunyai orang tua atau orang tuanya berhalangan hadir.
d.

Ayah/ibu kandung/wali yang sah/saudara kandung, yaitu apabila pasien dewasa dengan gangguan mental.

e.

Wali/kurator, yaitu apabila pasien dewasa yang berada dibawah pengampuan.

f.
Suami/istri/ayah/ibu/anak/saudara kandung, yaitu apabila pasien dewasa yang telah menikah atau orang
1
tua.

KESIMPULAN DAN SARAN


Menerapkan prinsip bioetika dan etika kedokteran dalam menjalankan tugas profesi sangat penting bagi seorang
dokter. Dengan selalu mempertahankan prinsip-prinsip bioetika dan etika kedokteran, maka akan memperlancar
tindakan perawatan terhadap pasien sehingga menghasilkan apa yang diharapkan oleh pasien, tidak
memperburuk keadaan pasien.
Seorang dokter tidak dapat sembarangan melakukan tindakan medis terhadap pasien tanpa adanya persetujuan
dari pasien yang bersangkutan atau dari keluarga pasien, karena jika terdapat kesalahan atau terjadi hal yang
buruk sebagai akibat dari kelalaian, maka dokter tersebut akan dikenakan sanksi sesuai dengan pasal-pasal yang
terdapat pada Undang-undang Praktik Kedokteran.
Pasien memiliki hak-hak tertentu saat menjalani perawatan kesehatan, seperti hak untuk mendapatkankan
informasi, sehingga dokter harus memberikan informasi secara lengkap dan jelas tentang kesehatan pasien, dan
dokter hendaknya meminta persetujuan pasien sebelum melakukan tindakan medis, karena pasien juga memiliki
hak untuk memberi persetujuan. Bila pasien masih dibawah umur, maka seorang dokter harus meminta
persetujuan orang tuanya atau keluarga, dan tidak memberikan perawatan apapun sebelum adanya persetujuan,
sehingga jika terjadi kecelakaan maka dokter tidak dapat disalahkan.
Seorang dokter hendaknya tidak lalai dalam menjalankan tugas profesinya, sehingga tidak merugikan pasien.
Kecelakaan memiliki arti yang berbeda dengan lalai. Jika dokter telah melakukan Standard Operational
Prosedure dengan benar, maka kecelakaan yang terjadi tidak dapat dipermasalahkan.
DAFTAR PUSTAKA
1.

Darmadipura MS, ed. Kajian Bioetik. Surabaya: Airlangga University Press, 2008: 124-34

2.

Anonymous. Bioetika. <http://id.wikipedia.org/wiki/Bioetika>. (28 November 2010)

3. Sampurna A. Dasar Etik dan Moral Profesi Kedokteran.


<http://www.freewebs.com/komitemedik/etikdanmoral.html>. (28 november 2010)
4. Sampurna A. Etika Kedokteran Indonesia dan Penanganan Pelanggaran Etika di Indonesia.
<http://astaqauliyah.com/2006/12/etika-kedokteran-indonesia-dan-penanganan-pelanggaran-etikadi-indonesia/>. (28 November 2010)

5. Supangkat J, Gesuri AT, Syukur H. Pencabutan Gigi Tanpa Persetujuan. 28 Januari 2010
<http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/1990/04/28/KSH/mbm.19900428.KSH18456.id.html>.
(24 November 2010).

Anda mungkin juga menyukai