kualitas air, substrat dasar perairan. Kualitas air meliputi temperatur, cahaya,
salinitas dan nutrien.
a)
Temperatur
Temperatur merupakan salah satu faktor ekologi perairan yang sangat penting,
karena mempengaruhi proses-proses fisiologis lamun, seperti ketersediaan dan
penyerapan, nutrien, respirasi dan siklus protein. Zieman (1982) menyatakan
bahwa lamun lebih tahan terhadap maningkatnya temperatur dibandingkan
dengan alga. Mellors dkk, menemukan keterkaitan antara temperatur dan
biomassa lamun, tetapi faktor temperatur ini dapat berakibat merugikan pada
proses fotosintesis dan kehidupan apabila terjadi kombinasi antara temperatur
dan intensitas yang berlebih (Mellors, 1993).
b)
Cahaya
Salinitas
Nutrien
Senyawa organik yang penting bagi lamun diantaranya tersusun oleh unsurunsur karbon, nitrogen, fosfor. Sumber utama karbon bagi lamun berasal dari
sedimen yang diserap oleh akar. Dua puluh lima persen dari karbon yang diserap
oleh akar ditransfer ke daun sedangkan sisanya tetap berada di perakaran
lamun. Nitrogen merupakan salah satu faktor pembatas pertumbuhan lamun,
diperoleh melalui akar setelah mengalami fiksasi oleh bakteri. Nitrogen yang
dihasilkan dari akar mampu mensuplai 20-50 % nitrogen yang dibutuhkan suatu
padang lamun. Fosfor dengan konsentrasi tertinggi ditemukan di wilayah
perakaran lamun dibandingkan dengan di substrat pada kedalaman yang lebih
dalam maupun substrat yang tidak ditumbuhi lamun ( Mellors, 1993 ).
e)
Substrat dasar
antara lamun dengan sedimen dan air, dimana tumbuhan ini berpengaruh
terhadap karakteristik kimia serta mikrobiologi sedimen dari produksi detritus,
aliran oksigen dari akar dan rimpangnya (Moriaty,1989).
C.
1.
Metodelogi
Hari/tanggal
Waktu
: 08.00 - selesai
Tempat
2.
: Pulau Tegal
Sabak
Kamera digital
Alattulis (kertas/buku,pensil,pen,pengaris).
3.
Cara Kerja
Identifikasi lamun yang terdapat pada transek baik secara genus maupun
spesies.
Ambil biota yang ada pada suatu kotak di transek jika tidak ditemukan
lamun pada kotak transek tersebut.
D.
1.
Hasil Pengamatan
Transe
k
Kanopi
Tertinggi
Kanopi
Terendah
107cm
Lamun
Dalam 1
Transek
Kerapatan
10 cm
15
25%
67 cm
28 cm
12
25%
79 cm
23 cm
17
25%
121 cm
21 cm
23
30%
89 cm
16 cm
13
25%
110 cm
9 cm
20
30%
66 cm
9 cm
5%
81 cm
53 cm
5%
98 cm
47 cm
5%
10
66 cm
44 cm
5%
2.
Pembahasan
Secara teori letak geografis maupun bentuk topografi pantai yang berbeda
biasanya akan mempunyai kondisi hidrologis / ekologis yang berbeda pula
(Kuriandewa T. R., 1997). Oleh karena distribusi lamun sangat dipengaruhi oleh
kondisi kondisi tersebut, maka pola distribusi lamun di Pulau Tegal cukup
bervariasi, tergantung pada letak geografis dimana padang lamun
berada. Praktikum lamun ini dilakukan di dengan transek kuadran dengan
memakai roll meter sepanjang 50 m kea rah laut.
Dari hasil praktikum terlihat bahwa lamun tertinggi atau terpanjang yaitu 121
cm, sedangkan tutupan atau kerapatan dalam transek terbesar yaitu 30%.
Berdasarkan tipe substrat di lokasi praktikum yang dicirikan oleh pasir berwarna
keputihan bertekstur halus maka tipe susbstat ini menjadi indikator kuat tempat
tumbuh lamun jenis Enhalus acoroides,dan Cymodocea rotundata. Tipe substrat
ini juga membantu membentuk penancapan perakaran yang kuat bagi
jenis Enhalus acoroides, dan Cymodocea rotundata. Kedua jenis ini dianggap
memiliki toleransi yang tinggi untuk hidup dan berkembang di pulau Tegal,
disamping itu pulau ini memiliki keadaan air yang tetap jernih dan penetrasi
cahaya matahari mencapai dasar perairan sehingga fotosintesis dapat
berlangsung dengan baik. Telah diketahui bahwa lamun yang ditemukan di
perairan Indonesia terdiri dari tujuh marga, tiga di antaranya (Enhalus, Thalassia,
Halophila) termasuk suku Hydrocaritaceae, sedangkan empat lainnya (Halodule,
Cymodoceae, Syringodium dan Thallasodendron) termasuk suku Cymodoceae
(Kuo & McComb, 1989).
Seperti ekosistem terumbu karang dan mangrove, padang lamun juga dapat
mengalami degradasi lingkungan dan penurunan presentasi tutupan. Ada
beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya tekanan terhadap padang lamun
sehingga mengakibatkan penurunan presentasi tutupan:
Padang lamun merupakan habitat bagi beberapa organisme laut. Hewan yang
hidup pada padang lamun ada berbagai penghuni tetap ada pula yang bersifat
sebagai pengunjung. Hewan yang datang sebagai pengunjung biasanya untuk
memijah atau mengasuh anaknya seperti ikan. Selain itu, ada pula hewan yang
datang mencari makan seperti sapi laut (dugong-dugong) dan penyu (turtle)
yang makan lamun Syriungodium isoetifolium dan Thalassia hemprichi. (Nontji,
1987)
Di daerah padang lamun, organisme melimpah, karena lamun digunakan sebagai
perlindungan dan persembunyian dari predator dan kecepatan arus yang tinggi
dan juga sebagai sumber bahan makanan baik daunnya mapun epifit atau
detritus. Jenis-jenis polichaeta dan hewanhewan nekton juga banyak didapatkan
pada padang lamun. Lamun juga merupakan komunitas yang sangat produktif
sehingga jenis-jenis ikan dan fauna invertebrata melimpah di perairan ini. Lamun
juga memproduksi sejumlah besar bahan bahan organik sebagai substrat untuk
algae, epifit, mikroflora dan fauna.
E.
Kesimpulan
Daftar Pustaka
Dahuri, Rokhim, Dr. Ir. H. M.S, dkk. 2001. Pengelolaan Sumber DayaWilayah
Pesisir Dan Lautan Secara Terpadu. Jakarta : PT.Pradnya Pramita.
Mellor J. E., HMrsh, and R. G 1993. Intra-annual Changes in Seagrassstanding
Crops Grenn Island Northern Quensland, Sidney : J. Mar Freshwater. 44 pp.
Moriaty, D. J W. and P. I. Boon. 1989. Interactive of Seagrasses withSediment and
Water in Larkum. A W. D, A. J McComb and S. A. Sepherd (eds). Biologi of
Seagrasses. Elsevier. Amsterdam p500-535.
Nontji,A.1993. Laut Nusantara. Jakarta : Djambatan.
Nybakken,J.W.1992. Biologi Laut : Suatu Pendekatan Ekologis. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Romimohtarto,K dan Juwana,Sri.2001. Biologi Laut : Ilmu Pengetahuan tentang
Biota Laut. Jakarta : Djambatan.
HUTOMO, M. 1997. Padang lamun Indonesia : salah satu ekosistem laut dangkal
yang belum banyak dikenal. Puslitbang Oseanologi-LIPI. Jakarta: 35 hal.Bengen
(2001)
Kuriandewa T. R. 1997. Distribusi dan Zonasi Lamun di Daerah Padang Lamun
Wilayah Kepulauan Derawan, Kalimantan Timur. Seminar Kelautan LIPI-UNHAS,
Ambon 4-6 Juli 1997 : 59 70.
KUO, J. and A.J. Mc COMB 1989. Seagrass taxonomy, structure and
development. In: A.W.D. LARKUM, A.J. COMB & S.A. SHEPHERD, (eds). Biology
of seagrasses : a treatise on the biology of seagrasses with special reference
to Australian region.Elssier, Amsterdam: 6-73.Peterson. 1991.
Tomascik,et.al.1997. The Ecology of the Indonesian Sea part 2. Singapore :
Peripilus Edition