Anda di halaman 1dari 4

Bank Sampah Sayang

Solusi Manajemen Sampah Terintegrasi Desa Sayang-Jatinangor


Jatinangor pada awalnya merupakan salah satu kawasan yang berada di Kecamatan
Cikeruh, Kabupaten Sumedang. Penetapan Jatinangor sebagai kota pendidikan tinggi telah
membawa resiko berubahnya Kecamatan Cikeruh dari status kecamatan bernuansa
pedesaan menjadi suatu kawasan kota yang dipadati oleh kawasan terbangun dan struktur
binaan. Perubahan yang terjadi bukan hanya karena masuknya sivitas akademika tetapi juga
karena migrasi pelaku kegiatan perdagangan barang dan jasa.
Pada awalnya Jatinangor merupakan kawasan perdesaan yang didominasi oleh
kawasan pertanian. Beberapa desa mengalami perubahan ke arah ekonomi yang lebih
beragam sejak empat perguruan tinggi yaitu IKOPIN, IPDN, UNPAD, dan UNWIM
(sekarang ITB) dibangun. Pergeseran fungsi area ini menyebabkan banyaknya pendatang
yang mendominasi kawasan ini, khususnya mahasiswa. Area pertanian kini berubah fungsi
menjadi area permukiman serta area perdagangan barang dan jasa. Ketidaksiapan
masyarakat dan pemerintah setempat dengan perubahan yang tergolong cepat ini
menyebabkan banyaknya masalah yang timbul. Ya, salah satunya sampah.
Sampah dan Jatinangor, hal ini sudah menjadi problematika klasik yang sangat
akrab di telinga kita. Padatnya penduduk di Jatinangor membuat sampah yang dihasilkan
meningkat

pesat.

Menurut

data

yang

dilansir

di

situs

berita

online

http://green.kompasiana.com (09-01-2013), volume sampah di Jatinangor dapat menembus


angka 12 ton setiap harinya.
Tidak seimbangnya jumlah penduduk yang kian meningkat tiap harinya dengan
jumlah tempat pembuangan akhir sampah (TPA) yang masih tergolong minim membuat
sampah menumpuk di sejumlah titik. Contohnya di Desa Sayang, warga desa yang belum
memiliki lokasi tempat pembuangan sampah menggunakan lahan kosong seadanya sebagai
tempat pembuangan sampah, dimana lokasi tersebut tidak jauh dari tempat tinggal mereka.
Pengelolaan sampah dengan cara dibakar menjadi satu-satunya cara yang dilakukan oleh

warga desa, padahal hal tersebut dapat menyebabkan polusi udara. Lokasi perumahan yang
dekat dengan sungai juga menjadikan lokasi ini kerap mengalami banjir pada musim hujan
karena volume air sungai meningkat dan saluran air banyak yang tersumbat akibat sampah.
Rendahnya pengetahuan dan rasa peduli warga akan pentingnya pengelolaan
sampah menjadikan problematika sampah di Desa Sayang ini tak kunjung terselesaikan.
Warga desa belum tergerak hatinya untuk menjaga lingkungan disekitarnya agar tetap
bersih, sehat, dan terawat. Sampah masih dianggap sebagai hal yang sepele, padahal
imbasnya sangat besar terhadap kesehatan.
Adanya Komunitas Peduli Sampah Jatinangor (KPSJ) sebagai armada yang
bergerak dalam hal pengangkutan sampah dinilai belum mampu untuk menjadi problem
solver dikarenakan kekurangan sumber daya manusia dan fasilitas yang tidak memadai.
Ditambah lagi dengan rendahnya kesadaran warga desa untuk membayar retribusi membuat
kerja KPSJ semakin berat. Pemerintah setempat sampai saat ini pun belum menemukan
strategi yang tepat untuk mengatasi permasalahan sampah yang kian menggunung seiring
berjalannya waktu.
Untuk mengatasi permasalahan sampah tersebut, diperlukan suatu program yang
sinergis dan terarah untuk menggerakkan seluruh elemen masyarakat desa untuk menjaga
lingkungannya masing-masing sehingga tercipta lingkungan yang bersih, sehat, dan bebas
dari ancaman banjir. Bank Sampah Sayang yaitu bank sampah Desa Sayang merupakan
solusi cerdas yang berprinsip pada reduce, reuse, dan recycle (3R) dalam mengelola
sampah secara komprehensif dan terpadu dari hulu ke hilir agar memberikan manfaat
secara ekonomi, sehat bagi masyarakat, dan aman bagi lingkungan serta dapat mengubah
perilaku masyarakat Desa Sayang untuk semakin peduli terhadap lingkungan sekitar.
Bank sampah adalah tempat pemilahan dan pengumpulan sampah yang dapat didaur
ulang dan/atau diguna ulang yang memiliki nilai ekonomi (Peraturan Menteri Negara
Lingkungan Hidup, 2012). Bank Sampah Sayang merupakan sebuah sistem pengelolaan
sampah berbasis perbankan yang bekerjasama dengan berbagai pihak, yaitu sekolah dan
perguruan tinggi yang ada di Jatinangor, pengepul/industri daur ulang sampah, pengusaha
pengolah pupuk organik, pemerintah setempat, dan tentunya warga Desa Sayang.

Bank Sampah Sayang memiliki konsep yang berbeda dengan bank sampah
konvensional pada umumnya. Bank Sampah Sayang memberikan ganjaran berupa sejumlah
uang yang kemudian didepositkan menjadi beasiswa untuk melanjutkan pendidikan di
sekolah lanjutan dan/atau perguruan tinggi yang ada di Jatinangor bagi warga Desa Sayang
yang berhasil memilah dan menyetorkan sampah dalam jumlah tertentu. Dengan demikian,
Bank Sampah Sayang bisa menjadi suatu terobosan agar tingkat pendidikan di Jatinangor
pada umumnya dan Desa Sayang pada khususnya menjadi semakin meningkat. Hal ini
didasarkan pada data yang didapat dari Laporan Studi Kelayakan Kawasan Jatinangor
sebagai Kawasan Perkotaan dari BAPPEDA Kabupaten Sumedang tahun 2009 yang
menyatakan bahwa perguruan tinggi di Jatinangor tidak mengubah tingkat pendidikan
penduduk Jatinangor. Sebelum dan sesudah adanya perguruan tinggi mayoritas penduduk
Jatinangor adalah tamatan Sekolah Dasar. Dari struktur pendidikan terlihat hampir 50%
lulusan SD dan hanya 4,1% lulusan perguruan tinggi.
Setiap nasabah Bank Sampah Sayang akan dibuatkan buku tabungan, setelah
sampah disetorkan ke bank dan ditimbang, uang yang didapat akan dicatat buku tabungan
tersebut. Sampah yang ditabung tidak langsung dapat diuangkan, tetapi warga desa
mempunyai simpanan beasiswa dari sampah yang mereka kumpulkan sendiri. Hal ini
penting dalam upaya menghimpun dana yang cukup untuk dijadikan modal dan mencegah
budaya konsumtif.
Bank Sampah Sayang juga bekerjasama dengan pengepul/industri daur ulang
barang-barang plastik, botol, kardus dan lain-lain untuk memunculkan nilai harga sampah
pada masyarakat. Bank Sampah Sayang juga bekerjasama dengan pengolah pupuk organik
untuk menyalurkan sampah organik yang ditabungkan. Bank sampah memotong dana dari
nilai sampah yang disetor nasabah yang besarnya ditetapkan sesuai dengan kesepakatan
bersama antara nasabah dan pengelola. Dana itu digunakan untuk membiayai kegiatan
operasional, seperti gaji pegawai bank sampah, pembuatan buku tabungan, dan biaya
lainnya. Pengelola Bank Sampah Sayang merupakan warga Desa Sayang yang dinilai
mampu dan telah mengikuti pelatihan pengelolaan keuangan bank sampah dari pemerintah
terlebih dahulu.

Tidak hanya itu, Bank Sampah Sayang juga membina warga Desa Sayang untuk
menjadi pengrajin sampah dengan cara mendaur ulang sampah-sampah yang layak kreasi.
Hal ini menjadi suatu langkah pengembangan kapasitas warga untuk mengolah sampah
dengan prinsip 3R melalui kegiatan Community Based Development (CBD).
Pemerintah yang berwenang berperan dalam pelaksanaan kegiatan bank sampah
dengan cara pendampingan dan bantuan teknis, pelatihan, monitoring dan evaluasi bank
sampah, membantu pemasaran hasil kegiatan, serta memperbanyak bank sampah
di desa-desa lain di Jatinangor.
Sistem bank sampah ini memiliki banyak keunggulan, selain manfaatnya dibidang
kesehatan dan lingkungan seperti menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat dan
memupuk kesadaran diri warga akan pentingnya menjaga dan menghargai lingkungan
hidup, metode ini juga berfungsi untuk memberdayakan warga desa karena dengan
menyetorkan sampah yang telah dipilah, warga desa bisa mendapatkan keuntungan
ekonomi. Selain itu, bank sampah juga mempunyai fungsi edukasi, yaitu mengajarkan
warga untuk mengolah sampah menjadi bernilai jual, memilah sampah organik dan
anorganik,

membiasakan

warga

agar

tidak

membuang

sampah

sembarangan,

menumbuhkan budaya menabung, serta mengingkatkan kemampuan manajerial keuangan


warga Desa Sayang.
Bank Sampah Sayang merupakan solusi manajemen sampah terintegrasi yang tepat
untuk menjadi kunci penyelesaian problematika sampah yang ada di Desa SayangJatinangor. Tentunya, Bank Sampah Sayang hanya akan berjalan lancar apabila semua
elemen pembangun Desa Sayang bekerja sama untuk menjalankan fungsinya masingmasing.
DAFTAR PUSTAKA
Bappeda Kabupaten Sumedang. 2009. Laporan Studi Kelayakan Kawasan Jatinangor sebagai
Kawasan Perkotaan. Bappeda Kabupaten Sumedang.
Kementerian Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia (KNLH). 2012. Peraturan Menteri
Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2012 Tentang Pedoman
Pelaksanaan Reduce, Reuse, Dan Recycle Melalui Bank Sampah. Kementrian Lingkungan
Hidup Republik Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai