Anda di halaman 1dari 109

SKRIPSI

PENGARUH SENAM KAKI DIABETES TERHADAP PERUBAHAN


ANKLE BRACHIAL INDEX (ABI) PADA PASIEN ULKUS KAKI
DIABETIK DI RUANG RAWAT INAP LONTARA 1
RSUP DR.WAHIDIN SUDIROHUSODO
MAKASSAR

Oleh :

NURHAERANI KASIM
C 121 11 636

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013

SKRIPSI

PENGARUH SENAM KAKI DIABETES TERHADAP PERUBAHAN


ANKLE BRACHIAL INDEKS (ABI) PADA PASIEN ULKUS KAKI
DIABETIK DI RUANG RAWAT INAP LONTARA 1 RSUP
DR. WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR

Skripsi ini dibuat dan dianjurkan untuk memenuhi salah satu syarat
menempuh ujian akhir dan untuk mendapatkan gelar
Sarjana Keperawatan (S.Kep)

Oleh :

NURHAERANI KASIM
C 121 11 636

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013

HALAMAN PERSETUJUAN
Skripsi dengan judul :
PENGARUH SENAM KAKI DIABETES TERHADAP PERUBAHAN ANKLE BRACHIAL
INDEX (ABI) PADA PASIEN ULKUS KAKI DIABETIK
DI RUANG RAWAT INAP LONTARA 1 RSUP DR.WAHIDIN
SUDIROHUSODO MAKASSAR

Oleh :
NURHAERANI KASIM
C 121 11 636

Skripsi ini diterima dan disetujui untuk dipertahankan di depan tim penguji.

Dosen Pembimbing

Pembimbing I

Pembimbing II

Andina Setyawati, S.Kep.,Ns.,M.Kep

Moh.Syafar, S.Kep.Ns.,MANP

Mengetahui,
Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan
Fakultas Kedokteran
Univesitas Hasanuddin

Dr. Werna Nontji, S.Kp.,M.Kep


NIP. 19500114 197207 2 001
3

HALAMAN PENGESAHAN
SKRIPSI
PENGARUH SENAM KAKI DIABETES TERHADAP PERUBAHAN
ANKLE BRACHIAL INDEKS (ABI) PADA PASIEN ULKUS KAKI
DIABETIK DI RUANG RAWAT INAP LONTARA I RSUP
DR. WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR
Telah dipertahankan dihadapanSidang Tim PengujiAkhir
Hari/Tanggal : Jumat, 08 Februari 2013
Pukul
: 10.00-12.00 WITA
Tempat
: RuangKuliah 412Lantai 4 PSIK Unhas

Oleh
NURHAERANI KASIM
C121 11 636
Dan yang bersangkutandinyatakan
LULUS
Tim PengujiAkhir:
Penguji I

: Dr. Elly L.Sjattar, S.Kp.,M.Kes

..

Penguji II

: TutiSeniwati, S.Kep.,Ns.,M.Kes

..

Penguji III

: Moh. SyafarSangkala, S.Kep.,Ns.,MANP .....

Penguji IV

: AndinaSetyawati, S.Kep.,Ns.,M.Kep

..................................

Mengetahui:

A.n. Dekan
WakilDekanBidangAkademik
FakultasKedokteran
UniversitasHasanuddin,

Ketua Program StudiKeperawatan


FakultasKedokteran
UniversitasHasanuddin,

Prof. dr. Budu, Ph.D.,SpM(K),M. MedEd


NIP. 19661231 199503 1 009

Dr. WernaNontji, S.Kp.,M.Kep


NIP. 19500114 197207 2 001

ABSTRAK
Nurhaerani Kasim. C12111636. PENGARUH SENAM KAKI DIABETES
TERHADAP PERUBAHAN ANKLE BRACHIAL INDEKS (ABI) PADA PASIEN
ULKUS KAKI DIABETES DI RUANG RAWAT INAP LONTARA I RSUP DR.
WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR, dibimbing oleh Andina Setyawati dan
Moh. Syafar Sangkala (xvii + 80 halaman + 12 tabel + 2 grafik + 9 lampiran).
Latar Belakang: Ulkus Kaki diabetes adalah salah satu komplikasi yang paling sering
pada pasien diabetes melitus. Senam kaki diabetes telah diusulkan sebagai salah satu
modalitas untuk mencegah komplikasi dan dapat mempercepat penyembuhan luka dari
ulkus diabetik yang dapat dinilai dari pengukuran tekanan Ankle Brachial Indeks (ABI).
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh senam kaki diabetes pada
Ankle Brachial Indeks (ABI) pada ulkus kaki diabetes di Ruang Rawat Inap Lontara I
RSUP. Dr Wahidin Sudirohusodo Makassar.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain quasy eksperimental dengan pre-test dan
post-test. Tiga puluh pasien diabetes dengan ulkus kaki yang diperoleh dengan purposive
sampling, 15 menjadi kelompok intervensi senam kaki dan 15 menjadi kelompok kontrol.
Kelompok intervensi dipandu untuk melakukan senam kaki diabetes selama tujuh hari
berturut-turut, sementara kelompok kontrol diberi perawatan standar. Skor ABI diukur
setiap hari selama tujuh hari dari kedua kelompok menggunakan sphygmomanometer dan
USG Doppler. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan Friedmen dan
Independen t-test dengan tingkat signifikan <0,05.
Hasil: Penelitian ini menemukan peningkatan yang signifikan pada skor ABI pada
kelompok intervensi (Median = 1,06, p = 0,0002) dibandingkan dengan kelompok kontrol
(Median = 0,97, p = 0,994). Studi ini juga menemukan bahwa ada perbedaan yang
signifikan secara statistik pada GDS (p = 0,002) pada kelompok intervensi (Mean SD =
128,67 23,58) dibandingkan dengan kelompok kontrol (Mean SD = 199,60 70,23)
pada akhir intervensi.
Kesimpulan dan saran: Senam kaki diabetes dapat meningkatkan nilai ABI dan
menurunkan nilai GDS pada pasien diabetes dengan ulkus kaki yang kemudian
meningkatkan proses penyembuhan luka. Oleh karena itu sangat penting untuk
mengusulkan senam kaki diabetes sebagai salah satu intervensi non-farmakologis pada
pasien diabetes untuk membantu mengurangi komplikasi ulkus kaki diabetik.
Kata Kunci: Diabetes mellitus, senam kaki diabetes, Ankle Brachial Indeks, ulkus

kaki diabetik
Daftar Pustaka: 30 Kepustakaan (2000-2012)

ABSTRACT
Nurhaerani Kasim. C12111636. THE EFFECT OF DIABETIC FOOT EXERCISE
ON ANKLE BRACHIAL INDEX (ABI) IN DIABETIC PATIENTS WITH FOOT
ULCERS IN LONTARA WARD OF DR. WAHIDIN SUDIROHUSODO
GENERAL HOSPITAL, MAKASSAR, guided by Andina Setyawati and Moh.Syafar
Sangkala (which is consisted of xvii pages + 80 pages + 12 tables + 2 graphs + 9
attachments).
Background: Foot ulcer is one of the most common complications among diabetic
patients. Diabetic foot exercise has been suggested as one of modalities to prevent the
complication and may facilitate wound healing of the ulcer that can be assessed from
ankle brachial pressure index (ABI) measurement.
Aim: This study aimed to determine the effect of diabetic foot exercise on ankle brachial
index (ABI) in diabetic patients with foot ulcers in Lontara Ward of Dr. Wahidin
Sudirohusodo General Hospital, Makassar.
Method: This study used a quasy randomized-controlled trial with pre- and post-test
design. Thirty diabetic patients with foot ulcers were purposively sampled, 15 were
assigned to a foot exercise group and 15 to a control group. The intervention group were
guided to perform foot exercises for seven days respectively while the control group were
given standard care. The ABI score were measured everyday for seven days from both
groups using sphygmomanometer and Doppler ultrasound. The data obtained were
analysed using Friedmen and Independent t-test with significant level < 0.05.
Results: This study found a significant increase on the ABI score in the intervention
group (Median = 1.06, p = 0.0002) compared to the control group (Median = 0.97, p =
0.994). This study also found that there was statistically significant difference on
capillary blood sugar (p= 0.002) in the intervention group (Mean SD = 128.67 23.58)
compared to controlled group (Mean SD = 199.60 70.23) after the completion of the
intervention.
Conclusion: Diabetic foot exercise evidently increases the ABI score and decreases the
capillary blood sugar on diabetic patients with foot ulcers that subsequently improves the
wound healing process. Suggesting this exercise as a non-pharmacological intervention
for diabetic patients is imperative to help reducing the diabetic foot ulcer complication.
Key words: Diabetic, Foot exercise, Ankle Brachial Index, Foot ulcer
Literature sources: 30 literatures (2000-2012)

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama : Nurhaerani Kasim
NIM

: C 121 11 636

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar
merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan
atau pemikiran orang lain. Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan
bahwa sebagian atau keseluruhan skripsi ini merupakan hasil karya orang lain,
maka saya bersedia mempertanggungjawabkan sekaligus bersedia menerima
sanksi yang seberat-beratnya atas perbuatan tidak terpuji tersebut.

Demikian pernyataan ini saya buat dalam keadaan sadar dan tanpa ada paksaan
sama sekali.

Makassar, Februari 2013


Yang membuat pernyataan

Nurhaerani Kasim

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas


berkah dan limpahan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan skripsi ini dengan baik.
Begitu banyak kendala yang penulis temui dalam penyusunan skripsi ini,
namun berkat kerja keras serta bimbingan dan arahan dari berbagai pihak maka
skripsi ini dapat diselesaikan sesuai dengan waktu yang telah direncanakan.
Dengan segala hormat dan kerendahan hati, penulis menyampaikan rasa
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1.

Bapak Prof. Dr. dr. Irawan Yusuf, Ph. D, selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin Makassar.

2.

Ibu Dr. Werna Nontji, S. Kp., M. Kes, selaku Ketua Program Studi Ilmu
Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

3.

Ibu Andina Setyawati, S. Kep., Ns, M. Kep, selaku pembimbing I dan


Bapak Mohammad Syafar, S. Kep, Ns., MANP, selaku pembimbing II yang
telah memberikan arahan dan dukungan yang sangat berharga dalam
penyusunan skripsi ini.

4.

Dr. Elly L. Sjattar, S. Kp., M.Kes, selaku penguji I dan Tuti Seniwati S.
Kep., Ns, selaku penguji II yang telah banyak memberikan saran dalam
penyusunan skripsi ini.

5.

Kanda Syahrul Ningrat, S.Kep., Ns, yang selalu memberikan spirit baru
kepada penulis untuk terus berkarya dan memberi bimbingan serta masukan
dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini.

6.

Drg. Nurhayati Habib, M.Kes selaku Kepala Bagian Pendidikan dan


Penelitian RSUP. Dr. Wahidin Sudrohusodo yang telah memberikan izin
pengambilan data awal dan penelitian.

7.

Ibu Hj. Hajrah, S.Kep.Ns dan Bapak Nurqamar, S.Kep.Ns selaku kepala
ruangan lontara 1 atas yang telah membantu peneliti selama melakukan
penelitian ini.

8.

Seluruh dosen dan staf Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas


Kedokteran Universitas Hasanuddin yang telah banyak membantu dalam
proses perkuliahan.

9.

Ayahanda tercinta M. Kasim Saleh dan ibunda tersayang Marwayah yang


tak kenal lelah mengasuh, membesarkan, mendidik, dan mendoakan setiap
langkah penulis dalam proses pencarian ilmu demi masa depan penulis yang
lebih cerah.

10.

Saudara-saudaraku Nurfaidah Kasim, Muh. Fauzan Kasim, Nurfauziah


Kasim, dan Nurfakhirah Kasim yang selalu memberikan dukungan dan
doanya selama ini.

11.

Teman-teman seperjuanganku (Syahrianti, Suwardha Yunus, Nurasiah, dan


Yokbet G) yang telah menunjukkan solidaritas yang luar biasa selama
penelitian ini.

12.

Semua rekan mahasiswa Ners B angkatan 2011, selama bersama dan


jalannya penelitian ini memberikan banyak masukan dan informasi dalam
penyusunan skripsi ini.

13.

Rekan-rekan di Rumah Sakit Universitas Hasanuddin yang selalu


memberikan dukungannya.

14.

Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu yang telah
memberikan sumbangsih dalam penyusan skripsi ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih terdapat kekurangan dan

keterbatasan

dalam

penyusunan

skripsi

ini.

Oleh

karena

itu,

penulis

mengharapkan kritik dan saran positif demi penyempurnaan skripsi ini.


Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua. Atas
partisipasi semua pihak, penulis mengucapkan banyak terima kasih. Semoga
Allah SWT membalasnya dengan pahala yang berlimpah. Amin.

Makassar, Februari 2013

Penulis

10

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...


HALAMAN PERSETUJUAN ...

ii

HALAMAN PENGESAHAN ..

iii

ABSTRAK ....

iv

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI .

vi

KATA PENGANTAR ..

vii

DAFTAR ISI ...

DAFTAR TABEL

xiii

DAFTAR GAMBAR ...

xv

DAFTAR BAGAN xvi


DAFTAR GRAFIK .xvii
DAFTAR LAMPIRAN ... xviii
BAB

BAB

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

B. Rumusan Masalah ...

C. Tujuan Penelitian .

D. Manfaat Penelitian ...

II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Biabetes Mellitus..

10

B. Tinjauan Umum Tentang Ulkus Diabetik ...

18

11

C. Tinjauan Umum Tentang Senam Kaki Diabetes...

27

D. Tinjaun Umum Tentang Ankle Brachial Index ....

36

E. Kerangka Teori Penelitian .. 41


BAB

BAB

III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS


A. Kerangka Konsep ....

42

B. Hipotesis Penelitian ....

43

IV METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian ..

44

B. Tampat dan Waktu Penelitian ..

45

C. Populasi dan Sampel ...

45

D. Alur Penelitian ....

48

...

49

F. Instrumen Penelitian..

51

G. Pengumpulan Data .

53

H. Pengolahan dan Analisa Data .....

54

I. Etika Penelitian ...

56

E. Variabel Penelitian

BAB

HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Hasil .

58

B. Pembahasan .. 69
C. Keterbatasan Penelitian 76
BAB

VI PENUTUP
A. Kesimpulan ..

78

B. Saran

79

12

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

13

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1

Bakteri yang sering ditemukan pada foot-diabetic 19

Tabel 2.2

Klasifikasi PEDIS International Consensus on the Diabetic


Foot 2003... 24

Tabel 2.3

Klasifikasi Kaki Diabetik berdasarkan Sifat Lesi.. 25

Tabel 5.1

Beda Karakteristik Kelompok Intervensi dan


Kelompok Kontrol (n=30) 59

Tabel 5.2

Beda Karakteristik Kelompok Intervensi dan


Kelompok Kontrol (n=30) . 60

Tabel 5.3

Perbedaan Peningkatan Nilai ABI Responden pre dan post


Senam Kaki Diabetes (n=30). 61

Tabel 5.4

Perbedaan Penigkatan Nilai ABI Responden pre dan post


Senam Kaki Diabetes pada Kelompok Intervensi (n=15). 62

Tabel 5.5

Distribusi Jumlah Responden berdasarkan Perubahan


Nilai ABI pada Kelompok Intervensi dan
Kelompok Kontrol (n=30) .... 63

Tabel 5.6

Pengaruh Frekuensi Latihan Senam Kaki Diabetik


Tambahan Diluar Jadwal Program Penelitian terhadap
Nilai ABI pada Kelompok Intervensi (n=15) ... 65

Tabel 5.7

Pengaruh Kepatuhan Diet terhadap Nilai GDS pada


Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol (n=30) ... 66

14

Tabel 5.8

Pengaruh Frekuensi Latihan Senam Kaki Diabetik


terhadap Penurunan Nilai GDS Kelompok Intervensi
dan Kelompok Kontrol setelah 7 Hari (n=30) ... 67

15

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1

Pasien duduk di atas kursi . 30

Gambar 2.2

Tumit kaki di lantai dan jari-jari kaki diluruskan ke atas . 30

Gambar 2.3

Tumit kaki di lantai sedangkan telapak kaki di angkat . 31

Gambar 2.4

Ujung kaki diangkat ke atas .. 32

Gambar 2.5

Jari-jari kaki di lantai 32

Gambar 2.6

Kaki diluruskan dan diangkat ... 33

Gambar 2.7

Kedua kaki membentuk kertas seperti bola .. 33

16

DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1

Kerangka Teori Penelitian 41

Bagan 3.1

Kerangka Konsep Penelitian . 42

Bagan 4.1

Rancangan Penelitian 44

Bagan 4.2

Alur Penelitian .. 48

17

DAFTAR GRAFIK

Grafik 5.1

Nilai ABI Kelompok Intervensi dan


Kelompok Kontrol Hari 1-7 sebelum dan
setelah Senam Kaki Diabetik (n=30) 64

Grafik 5.2

Nilai GDS Kelompok Intervensi dan


Kelompok Kontrol Hari 1-7 (n=30). 68

18

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1

: Lembar Penjelasan Penelitian

Lampiran 2

: Lembar Persetujuan menjadi Responden

Lampiran 3

: Lefleat Senam Kaki Diabetes

Lampiran 4

: Standar Operasional Prosedur (SOP) Senam Kaki Diabetes

Lampiran 5

: Standar Operasional Prosedur (SOP) Pengukuran Ankle


Brachial Index

Lampiran 6

: Master Tabel

Lampiran 7

: Hasil Uji Statistik

Lampiran 8

: Surat Izin Pengambilan Data Awal

Lampiran 9

: Surat Izin Penelitian

19

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Saat ini gaya hidup modern dengan pilihan menu makanan dan cara
hidup yang kurang sehat semakin menyebar ke seluruh lapisan masyarakat,
sehingga menyebabkan terjadinya peningkatan jumlah penyakit degeneratif.
Diabetes Melitus (DM) adalah salah satu dari penyakit degeneratif tersebut.
DM merupakan penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemik atau
kadar gula darah tinggi sebagai akibat dari kurangnya sekresi insulin,
aktifitas insulin ataupun

keduanya

(American

Diabetes

Assosiation,

2004). Beberapa jenis DM terjadi karena interaksi yang kompleks dari


lingkungan, genetik, dan pola hidup sehari-hari. DM dibagi kepada beberapa
kelas yaitu DM tipe 1, DM tipe 2, DM tipe lain, dan DM kehamilan
(American Diabetes Assosiation, 2009).
Estimasi International Diabetes Federation (IDF), terdapat 177 juta
penduduk dunia yang menderita DM pada tahun 2002. Data terakhir IDF
tahun 2006, prevalensi DM tipe 2 di Amerika Serikat 8,3%, Cina 3,9%
(Suyono, 2006). Organisasi Kesehatan Dunia, World Health Organization
(WHO), memprediksi data DM tersebut akan meningkat 300 juta dalam 25
tahun mendatang (Suyono, 2006). Data WHO

juga mencatat

bahwa

Indonesia menempati urutan ke-4 dengan jumlah penderita diabetes


terbesar di dunia setelah India, China, dan Amerika Serikat. WHO

20

memastikan peningkatan pada penderita DM tipe 2 paling banyak dialami


negara-negara berkembang termasuk Indonesia (Tandra,H. 2008).
Indonesia merupakan negara yang masih memiliki angka tertinggi
untuk penderita DM terutama tipe 2. Secara epidemiologi, diperkirakan bahwa
pada tahun 2030 prevalensi DM di Indonesia mencapai 21,3 juta orang
(Diabetes Care, 2004). Hasil Riset kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007,
diperoleh bahwa proporsi penyebab kematian akibat DM pada kelompok usia
45-54 tahun di daerah perkotaan menduduki ranking ke-2 yaitu 14,7% dan di
daerah pedesaan, DM menduduki ranking ke-6 yaitu 5,8%. Penelitian terakhir
yang dilakukan oleh Litbang Depkes tahun 2008 menunjukkan bahwa
prevalensi nasional untuk diabetes 5,7% (1,5% terdiri dari pasien diabetes
yang sudah terdiagnosis sebelumnya, sedangkan sisanya 4,2% baru ketahuan
diabetes saat penelitian) (Soegondo,dkk. 2009).
Penyakit

DM

merupakan

penyakit

seumur

hidup

dan

tidak

dapat disembuhkan, akan tetapi kadar glukosa darah dapat dikendalikan


sedemikian rupa sehingga selalu sama dengan kadar glukosa orang normal
atau dalam batas normal. Kadar glukosa yang tidak terkendali dan tertangani
dengan baik bisa mengakibatkan berbagai komplikasi (Tandra,H. 2008).
Kompikasi DM dapat muncul secara akut yaitu timbul secara mendadak. Dua
komplikasi akut yang paling sering adalah reaksi hipoglikemia dan koma
diabetik. Komplikasi yang lain muncul secara kronik yaitu timbul secara
perlahan, kadang tidak diketahui, tetapi akhirnya berangsur menjadi makin
berat

dan

membahayakan.

Komplikasi

ini

meliputi

makrovaskuler,

21

mikrovaskuler dan diabetik retinopati, nephropathy, neuropathy (kerusakan


saraf) serta kaki diabetik (Waspadji, 2006).
Sebanding dengan meningkatnya prevalensi penderita DM, angka
kejadian kaki diabetik, seperti ulkus, infeksi, dan gangren kaki serta artropati
charcot semakin meningkat. Prevalensi penderita ulkus kaki diabetika di
Amerika Serikat sebesar 15-20% dan angka mortalitas sebesar 17,6%
bagi penderita DM dan merupakan sebab utama perawatan penderita DM
di rumah sakit (Soegondo,dkk. 2009). Penelitian kasus kontrol di Amerika
Serikat menunjukkan

bahwa 16% perawatan DM dan 23% total hari

perawatan adalah akibat ulkus kaki diabetika dan amputasi kaki karena
ulkus kaki diabetika sebesar 50% dari total amputasi kaki. Sebanyak 15%
penderita DM

akan mengalami

persoalan kaki

suatu saat dalam

kehidupannya (Robert G, 2002).


Prevalensi penderita ulkus diabetik di Indonesia sebesar 15% dari
penderita DM. Di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta pada tahun
2003 masalah kaki diabetes masih merupakan masalah besar. Sebagian besar
perawatan DM selalu terkait dengan ulkus kaki diabetik. Angka kematian dan
angka amputasi masih tinggi, masing-masing sebesar 32,5% dan 23,5%.
Nasib penderita DM pasca amputasi masih sangat buruk, sebanyak 14,3%
akan meninggal dalam setahun paska amputasi dan sebanyak 37% akan
meninggal 3 tahun pasca amputasi (Waspadji, 2006) .
Data yang diperoleh dari Rumah Sakit Umum Pemerintah (RSUP) Dr.
Wahidin Sudirohusodo Makassar (Rekam Medik RSUP Dr.Wahidin

22

Sudirohusodo Makassar 9 April 2012), pada tahun 2009 penderita DM di


ruang rawat jalan berjumlah 8.490 pasien dengan komplikasi ulkus diabetik
160, sedangkan di ruang rawat inap berjumlah 367 pasien dengan komplikasi
ulkus kaki diabetik 120 pasien dari jumlah total. Tahun 2010 penderita DM di
ruang rawat jalan berjumlah 907 pasien dengan komplikasi ulkus diabetik 20
pasien, dan di ruang rawat inap berjumlah 860 pasien dengan komplikasi
ulkus kaki diabetik 165 pasien dari jumlah total. Tahun 2011 penderita DM
berjumlah 516 pasien di ruang rawat jalan dengan komplikasi ulkus diabetik
13 orang dan di ruang rawat inap penderita DM berjumlah 657 orang dengan
komplikasi ulkus diabetik 110 pasien dari jumlah total. Kebanyakan dari
pasien tersebut di atas adalah pasien rujukan dari berbagai daerah di kawasan
Indonesia timur. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa kejadian DM
dan ulkus kaki diabetik masih sangat tinggi di kawasan Indonesia bagian
timur.
Perawatan kaki merupakan upaya pencegahan primer terjadinya ulkus
kaki diabetik. Beberapa aspek perawatan kaki yang dapat mencegah kejadian
ulkus kaki diabetik semakin parah yaitu aspek pemeriksaan rutin, membasuh
dan membersihkan kaki, memotong kuku yang benar, pemilihan alas kaki
yang baik, dan senam kaki diabetes (Soegondo, dkk. 2009).
Saat ini teknik yang sering digunakan di RSUP Dr.Wahidin
Sudirohusodo dan beberapa RS lainnya di Makassar yaitu dengan
membersihkan kaki, jika terdapat luka ulkus yang luas dilakukan perawatan
luka (dressing) dengan metode moist wound healing atau menjaga agar luka

23

dalam keadaan lembab. Luka akan menjadi cepat sembuh apabila eksudat
dapat dikontrol, menjaga agar luka dalam keadaan lembab, luka tidak lengket
dengan bahan kompres, dan terhindar dari infeksi. Tindakan dressing
merupakan salah satu komponen penting dalam mempercepat penyembuhan
luka (Cahyono, 2007).
Salah satu diantara kelima aspek perawatan kaki tersebut selain
membasuh/ membersihkan kaki yaitu senam kaki diabetes. Senam kaki ini
sangat
sirkulasi

dianjurkan
darah

untuk

dan

penderita DM

neuropathy

di

yang mengalami

kaki,

gangguan

tetapi disesuaikan dengan

kondisi dan kemampuan tubuh penderita. Latihan senam kaki DM ini dapat
dilakukan dengan cara menggerakkan kaki dan sendi-sendi kaki, misalnya
berdiri dengan

kedua

tumit diangkat, mengangkat dan menurunkan

kaki. Gerakan dapat berupa gerakan menekuk, meluruskan, mengangkat,


memutar keluar atau ke dalam dan mencengkram pada jari-jari kaki
(Soegondo, dkk. 2009).
Gerakan dalam senam kaki DM tersebut seperti yang disampaikan
dalam 3rd National Diabetes Educators Training Camp tahun 2005 dapat
membantu memperbaiki sirkulasi darah di kaki sehingga dapat meningkatkan
Ankle Brachial Index (ABI) yang menjadi salah satu indikator terjadinya
penyakit arteri. Selain itu, senam kaki DM dapat mengurangi keluhan dari
neuropathy sensorik seperti rasa pegal dan kesemutan di kaki. Manfaat dari
senam

kaki DM yang lain adalah dapat memperkuat otot-otot kecil,

mencegah terjadinya kelainan bentuk kaki (deformitas), meningkatkan

24

kekuatan otot betis dan paha (gastrocnemius,

hamstring, quadriceps),

dan mengatasi keterbatasan gerak sendi (Soegondo, dkk. 2009).


Senam kaki DM dapat menjadi salah satu alternatif bagi pasien DM
untuk meningkatkan aliran darah dan memperlancar sirkulasi darah, hal ini
membuat lebih banyak jala-jala kapiler terbuka sehingga lebih banyak
reseptor insulin yang tersedia dan aktif (Soegondo, dkk. 2009). Kondisi ini
akan mempermudah saraf menerima nutrisi dan oksigen yang mana dapat
meningkatkan fungsi saraf (Guyton & Hall, 2006).
Patensi vaskuler dapat ditentukan dengan menggunakan beberapa
pemeriksaan non invasif seperti Doopler ultrasonic (Ankle Brachial Index/
ABI), transcutaneous oxygen tension (TcP02), USG color Doppler atau
menggunakan pemeriksaan invasif seperti digital subtraction angiography
(DSA), magnetic resonance angiografi (MRA) atau computed tomography
angigraphy (CTA). Pemeriksaan ABI sangat murah, mudah dilakukan dan
mempunyai sensitivitas yang cukup baik sebagai marker adanya insufisiensi
arterial. Pemeriksaan ABI dilakukan seperti kita mengukur tekanan darah
menggunakan manset tekanan darah, kemudian adanya tekanan yang berasal
dari arteri akan dideteksi oleh probe Doppler (pengganti stetoskop). Keadaan
normal tekanan sistolik di tungkai bawah (ankle) sama atau sedikit lebih tinggi
dibandingkan tekanan darah sistolik lengan atas (brachial), keadaan di mana
terjadi stenosis arteri di tungkai bawah maka akan terjadi penurunan tekanan.
ABI dihitung berdasarkan rasio tekanan sistolik ankle dibagi tekanan sistolik
brachial.

25

Peningkatan ABI pada penderita DM sangat berpengaruh terhadap


perbaikan sirkulasi darah kaki yang dapat mecegah terjadinya perluasan luka
ulkus diabetik. ABI dapat ditingkatkan dengan cara beraktivitas dan latihan
jasmani seperti berjalan kaki atau senam kaki. Penelitian yang dilakukan oleh
McDermott, et al (2002) di Chicago yang bertujuan untuk menggambarkan
hubungan antara ABI dan fungsi tungkai terhadap 460 penderita penyakit
arteri perifer dengan hasil yang menunjukkan adanya pengaruh aktivitas fisik
(berjalan) terhadap Ankle Brachial Index. Hal ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan di Indonesia oleh Juliani Nasution pada tahun 2011, meneliti
10 pasien DM selama 7 hari mengenai pengaruh senam kaki terhadap
peningkatan sirkulasi darah kaki pasien DM diperoleh hasil bahwa sirkulasi
darah mengalami peningkatan yang signifikan. Dari hasil tersebut dapat
dikatakan bahwa senam kaki sangat berpengaruh pada peningkatan sirkulasi
darah kaki pasien Diabetes Mellitus.
Berdasarkan uraian di atas, mendorong peneliti untuk mengetahui
Pengaruh Senam Kaki Diabetes terhadap Perubahan Ankle Brachial Index
(ABI) pada Pasien Ulkus Kaki Diabetik di Ruang Rawat Inap Lontara 1
RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar.

B. Rumusan Masalah
Indonesia menempati urutan keempat dengan jumlah penderita diabetes
terbesar di dunia setelah India, Amerika Serikat dan Cina. Penderita DM
diperkirakan pada tahun 2030 prevalensinya mencapai 21,3 juta orang.

26

Sebanding dengan meningkatnya prevalensi penderita DM, angka kejadian


kaki diabetik, seperti ulkus, infeksi dan gangren kaki serta artropati charcot
semakin meningkat. Berbagai masalah dapat ditimbulkan oleh penyakit DM,
yang perlu mendapat perhatian oleh berbagai profesi kesehatan. Sehingga
peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian yang berkaitan dengan
penderita ulkus kaki diabetik yang mendapatkan latihan senam kaki DM,
dengan pertanyaan penelitian sebagai berikut : apakah ada pengaruh senam
kaki diabetes terhadap perubahan skor ABI pada pasien ulkus kaki diabetik di
Ruang Rawat Inap Lontara 1 RSUP. Dr. Wahidin Sudirohusodo, Makassar?.

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah diketahuinya pengaruh senam kaki
diabetes terhadap perubahan Ankle Brachial Indeks (ABI) pada pasien
ulkus kaki diabetik di ruang rawat inap Lontara 1 RSUP Dr. Wahidin
Sudirohusodo Makassar.
2. Tujuan Khusus
a. Teridentifikasinya rerata skor ABI sebelum dan setelah dilakukan
senam kaki diabetes.
b. Teridentifikasinya perbedaan rerata skor ABI sebelum dan setelah
senam kaki diabetes.
c. Teridentifikasinya perbedaan selisih rerata skor ABI pada kelompok
intervensi dan kelompok kontrol

27

d. Teridentifikasinya perbedaan nilai GDS sebelum dan setelah senam


kaki diabetes pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol.

D. Manfaat
1. Terhadap lmu Pengetahuan
Penelitian ini dapat memberikan tambahan ilmu pengetahuan di dunia
keperawatan khususnya dalam menambah ilmu intervensi keperawatan
terhadap klien dengan gangguan ulkus kaki diabetik.
2. Terhadap Instansi Pelayanan Kesehatan
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan
pihak rumah sakit untuk memulai mensosialisasikan senam kaki diabetes
sebagai salah satu cara perawatan pada ulkus kaki diabetik sehingga tidak
semakin parah.
3. Terhadap Penderita Ulkus Kaki Diabetik
Penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan keterampilan klien dalam
merawat kakinya yang terserang ulkus kaki diabetik sehingga dapat
membantu proses penyembuhannya.
4. Terhadap peneliti selanjutnya
Penelitian ini dapat menjadi data primer atau data sekunder untuk
melakukan penelitian selanjutnya dengan variabel-variabel yang dapat
diperluas secara ilmiah.

28

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab ini dibahas mengenai diabetes mellitus, ulkus kaki diabetik,
senam kaki diabetes, dan Ankle Brachial Index serta beberapa penelitian yang
terkait dengan senam kaki diabetes dan Ankle Brachial Index. Adapun tinjauan
umum masing-masing sebagai berikut.

A. Tinjauan Umum Tentang Diabetes Mellitus


1. Pengertian
Diabetes mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik
yang ditandai oleh hiperglikemia yang terjadi akibat defek pada kerja
insulin atau resistensi insulin di hati berupa peningkatan produksi glukosa
hepatik dan di jaringan perifer berupa otot dan lemak, sekresi insulin oleh
sel beta pankreas, atau keduanya (Minadiarly, 2006).
2. Etiologi
Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) atau Diabetes Mellitus
Tergantung Insulin (DMTI) disebabkan oleh destruksi sel pulau
Langerhans akibat proses autoimun. Sedangkan Non Insulin Dependent
Diabetes Mellitus (NIDDM) atau Diabetes Melitus Tidak Tergantung
Insulin (DMTTI) disebabkan kegagalan relatif sel dan resistensi insulin
(Mansjoer, 2001).

29

3. Klasifikasi
Klasifikasi

Diabetes

Melitus

menurut

American

Diabetes

Association (2004) sesuai anjuran Perkumpulan Endokrinologi Indonesia


(PERKENI) adalah:
a. Diabetes Mellitus Tipe I : Insulin Dependent Diabetes Mellitus
(IDDM)
Diabetes Melitus tipe ini dikenal sebagai diabetes yang
tergantung insulin. Tipe ini berkembang jika tubuh tidak mampu
memproduksi insulin. Jenis ini biasanya muncul sebelum usia 40
tahun. Menurut Suddarth & Brunner (2002) Diabetes Mellitus tipe ini
disebabkan oleh:
1) Faktor Genetik dimana penderita diabetes tidak mewarisi diabetes
tipe I itu sendiri,

tetapi mewarisi suatu

predisposisi atau

kecenderungan genetik kearah terjadinya Diabetes Melitus tipe


I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang
memiliki tipe antigen HLA.
2) Faktor Imunologi yaitu adanya respon autoimun yang merupakan
respons abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal
tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang
dianggapnya

seolah-olah

sebagai

jaringan

asing,

yaitu

autoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin


endogen.

30

3) Faktor lingkungan dimana Virus atau toksin tertentu dapat memicu


proses autoimun yang menimbulkan destruksi sel beta.
b. Diabetes Mellitus Tipe II : Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus
(NIDDM).
Diabetes Melitus yang tidak tergantung insulin dan terjadi
akibat penurunan sensitivitas terhadap insulin (resistensi insulin).
Disebabkan karena turunnya kemampuan insulin untuk merangsang
pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat
produksi glukosa oleh hati. Sel tidak mampu mengimbangi
resistensi insulin ini sepenuhnya, artinya terjadi defisiensi relatif
insulin. Ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya sekresi
insulin pada rangsangan glukosa. Namun pada rangsangan glukosa
bersama bahan perangsang sekresi insulin lain, berarti sel pankreas
mengalami desensitisasi terhadap glukosa (Mansjoer, 2001).
c. Diabetes Mellitus Tipe III
Diabetes Melitus tipe ini dapat disebabkan oleh faktor atau
kondisi lainnya seperti: Subtipe genetik spesifik, biasanya disebut
Maturity-onset diabetes of the young (MODY) , defek genetik yang
terjadi akibat disfungsi sel-beta, perbedaan encoding
insulin.

Penyakit

Eksokrin

pada

pankreas

berkaitan

reseptor
dengan

agenesis pankreas yaitu insulin promotor faktor 1 mengalami


gangguan. Toksik dengan pemakaian bahan-bahan kimia dan obatobatan dalam jangka panjang mengakibatkan encoding kromosom

31

dan reseptor berubah. Dapat juga disebabkan oleh Diabetes Melitus


yang berkaitan dengan imunitas tubuh autoantibodi.
d. Diabetes Melitus Gestasional
Merupakan suatu gangguan toleransi karbohidrat yang terjadi
atau diketahui pertama
(Nursemierva, 2001).
sebetulnya

masih

kali

saat

kehamilan

berlangsung

Definisi ini juga mencakup pasien yang

mengidap

Diabetes

Melitus

tetapi

belum

terdeteksi, dan baru diketahui saat kehamilan berlangsung. Faktor


resiko Diabetes Melitus Gestasional ialah abortus berulang, riwayat
melahirkan anak meninggal tanpa sebab yang jelas, riwayat pernah
melahirkan bayi dengan cacat bawaan, pernah melahirkan bayi
lebih dari 4000 gram, pernah pre-eklamsia, polihidroamion. Faktor
predisposisi Diabetes Melitus Gestasional adalah umur ibu hamil lebih
dari 30 tahun, riwayat Diabetes Melitus dalam keluarga, pernah
mengalami diabetes melitus gestasional pada kehamilan sebelumnya,
infeksi saluran kemih berulang-ulang selama hamil (PERKENI, 2002).
4. Gambaran Klinis
Gambaran klinis awal pada Diabetes Melitus adalah poliuri atau
banyak kencing disebabkan

karena kadar glukosa darah meningkat

sampai melampaui daya serap ginjal

terhadap

glukosa

sehingga

terjadi osmotik diuresis dimana gula banyak menarik cairan dan


elektrolit sehingga klien mengeluh banyak kencing. Polidipsi (banyak
minum)

disebabkan

pembakaran

terlalu

banyak

dan

kehilangan

32

cairan banyak karena poliuri sehingga untuk mengimbangi klien


lebih

banyak

minum. Polifagia (banyak makan) disebabkan karena

glukosa tidak sampai ke sel-sel yang mengalami starvasi (lapar)


sehingga untuk memenuhinya klien akan terus makan. Walaupun klien
banyak makan, tetap saja makanan tersebut hanya akan berada
sampai pada pembuluh darah. Berat badan menurun, lemas, lekas
lelah, tenaga berkurang disebabkan karena kehabisan glikogen yang telah
dilebur menjadi glukosa, maka tubuh mendapat peleburan zat dari
bahagian tubuh yang lain yaitu lemak dan protein, karena tubuh terus
merasakan lapar, maka tubuh selanjutnya akan memecah cadangan
makanan yang ada di tubuh termasuk yang berada di jaringan otot dan
lemak sehingga klien dengan DM walaupun banyak makan akan tetap
kurus. Mata kabur

yang disebabkan oleh gangguan lintas polibi

(glukosa-sarbitol fruktasi) karena insufisiensi insulin. Akibat terdapat


penimbunan sarbitol dari lensa, sehingga menyebabkan pembentukan
katarak.
5. Komplikasi
Komplikasi diabetes terjadi akibat gangguan metabolik akut seperti
hipoglikemia atau hiperglikemia atau pada tahap lanjut, akibat kerusakan
mikrovaskular dan makrovaskular, dimana risikonya tergantung pada
kontrol terhadap kadar glukosa dan faktor risiko vaskular konvensional
(Safitri, 2006).

33

a. Komplikasi Mikrovaskular pada Diabetes


Penyakit pembuluh darah kecil merupakan tanda utama diabetes
mellitus dan membutuhkan waktu 10 tahun atau lebih untuk dapat
terjadi.
1) Penyakit mata (retinopati)
Satu dari antara tiga orang dengan diabetes mengalami
penyakit mata dan 5% mengalami kebutaan pada umur 30 tahun.
Retinopati terjadi akibat penebalan membran basal kapiler, yang
menyebabkan pembuluh darah mudah bocor karena perdarahan
dan eksudat padat, pembuluh darah tertutup (iskemia retina dan
pembuluh darah baru), dan edema makula (Safitri, 2006).
Katarak pada pasien diabetes mellitus terjadinya lebih dini
dibanding pada populasi normal (Waspadji, 2006).
Katarak terjadi 10 15 tahun lebih cepat pada penderita
diabetes (Safitri, 2006).
2) Nefropati diabetik
Keadaan ini terjadi 15 25 tahun setelah diagnosis pada 35
45% pasien dengan diabetes tipe 1 dan kurang dari 20% pasien
dengan diabetes tipe 2 (Safitri, 2006).
Pasien dengan nefropati diabetik dapat menunjukkan
gambaran gagal ginjal menahun seperti lemas, mual, pucat, sampai
keluhan sesak napas akibat penimbunan cairan (Waspadji, 2006).
Nefropati diabetik melibatkan dua pola patologik yang

34

berbeda yang dapat berada bersama sama atau tidak yaitu difus
dan noduler. Difus yang lebih sering, terdiri atas pelebaran
membrana basalis glomerulus bersama penebalan mesangial
menyeluruh. Pada bentuk noduler, penumpukan banyak bahan
PAS-positif diendapkan pada perifer berkas glomerulus, disebut
lesi Kimmelstiel-Wilson (Foster, 2000).
3) Neuropati diabetik
Neuropati diabetik dapat mempengaruhi setiap bagian sistem
saraf, kecuali otak. Gambaran yang paling lazim adalah
polineuropati perifer. Biasanya bilateral, gejala meliputi mati rasa,
kesemutan, hiperestesi berat, dan nyeri. Mononeuropati, meskipun
lebih jarang dibanding polineuropati juga dapat terjadi. Khas,
terdapat wrist drop, foot drop, atau paralisis nervus kranialis ke-3,
ke-4, atau ke-6. Mononeuropati khas ditandai oleh reversibilitas
spontan

yang

tinggi,

biasanya

selama

beberapa

minggu.

Radikulopati adalah sindroma sensori dengan nyeri timbul


sepanjang distribusi satu atau lebih nervus spinalis, biasanya pada
dinding dada dan perut. Neuropati autonomik dapat muncul
dengan berbagai cara. Saluran cerna merupakan target utama, dan
mungkin terdapat disfungsi esophagus dengan kesulitan menelan,
penundaan pengosongan lambung, konstipasi, atau diare (Foster,
2000).

35

b. Komplikasi Makrovaskular pada Diabetes


Masalah khusus pada pasien diabetik adalah berkembangnya
ulkus pada kaki dan tungkai bawah. Ulkus terutama terjadi karena
distribusi tekanan abnormal sekunder karena neuropati diabetik.
Penyakit vaskular dengan penurunan suplai darah berperan dalam
pembentukan lesi ini, dan infeksi umum terjadi, sering oleh banyak
organisme (Waspadji, 2006).
Pasien diabetes mellitus dengan kelainan makrovaskular dapat
memberikan gambaran kelainan pada tungkai bawah, baik berupa
ulkus maupun gangren diabetik. Pada pasien tersebut bila dilakukan
perabaan arteri mungkin akan teraba denyut yang berkurang sampai
menghilang. Perabaan arteri perlu dilakukan pada setiap pasien
diabetes mellitus, paling sedikit pada arteri dorsalis pedis, tibialis
posterior, dan poplitea (Waspadji, 2006).
Kelainan kaki pada diabetes dapat disebabkan oleh infeksi/ septik,
neuropati, iskemik atau kombinasi antara ketiganya. Membedakan keempat penyebab tersebut perlu dilakukan untuk menyesuaikan dengan
langkah pengobatan yang akan diambil (Adam, 2005).
Iskemi dan neuropati merupakan faktor utama yang memegang
peranan terjadinya ulkus pada kaki penderita diabetes. Setiap
terjadinya ulkus pada kaki akan mudah diikuti oleh infeksi, sehingga
dapatlah dikatakan bahwa sangat jarang kaki diabetik tanpa disertai
infeksi. Biakan kuman dari nanah kaki diabetik sering memperlihatkan

36

pertumbuhan kuman yang lebih dari satu, hal mana lebih mempersulit
pemilihan jenis antibiotik yang sesuai dengan kuman yang tumbuh
(Adam, 2005).
Faktor risiko ulkus diabetika adalah lama DM 10 tahun, kadar
kolesterol 200 mg/dl, kadar HDL 45 mg/dl, ketidakpatuhan diet
DM, kurangnya latihan fisik, perawatan kaki tidak teratur dan
penggunaan alas kaki tidak tepat dengan memberikan sumbangan
terhadap ulkus diabetika sebesar 99,9 % (Hastuti, 2007).

B. Tinjauan Umum Tentang Ulkus Diabetik


1. Definisi
Luka diabetik adalah luka yang terjadi pada pasien dengan diabetik
yang melibatkan gangguan pada saraf peripheral dan autonomik (Suriadi,
2004). Kaki diabetik merupakan tukak yang timbul pada penderita
Diabetes Mellitus yang disebabkan karena angiopati diabetik, neuropati
diabetik atau akibat trauma (Pinzur, 2009).
2. Etiologi
Terjadinya masalah pada kaki diawali adanya hiperglikemia pada
penyandang DM yang menyebabkan kelainan neuropati dan kelainan pada
pembuluh darah. Neuropati, baik neuropati akan mengakibatkan berbagai
perubahan pada kulit dan otot, yang kemudian menyebabkan terjadinya
perubahan distribusi tekanan pada telapak kaki dan mempermudah
terjadinya ulkus. Adanya kerentanan terhadap infeksi inilah yang
menyebabkan terjadinya infeksi lebih mudah merebak dan menjadi infeksi
37

yang luas. Berikut adalah etiologi bakteri yang sering ditemukan pada
diabetic foot-ulcer. (Waspadji,2006).
Tabel 2.1 Bakteri yang sering ditemukan pada foot-diabetic
Bacteria
Staphylococcus aureus
Escherichia coli
Staphylococcus epidermis
Proteus mirabilis
Pseudomonas aeruginosa
Enterobacter spp
Morganella spp
Proteus vulgaris
Klebsiella spp
Citrobacter spp
Diphtheroid
Yeast

n (%)
11 (26,19)
10 (23,8)
6 (14,3)
4 (9,5)
2 (4,76)
2 (4,76)
2 (4,76)
1 (2,4)
1 (2,4)
1 (2,4)
1 (2,4)
1 (2,4)

3. Patogenesis terjadinya ulkus diabetikum


a. Sistem saraf
Pada

penderita

DM,

adanya

neuropati

diabetikum akan

menyebabkan seorang penderita DM kurang atau tidak merasakan


adanya trauma, baik mekanik, kemis, maupun termis, keadaan ini
memudahkan terjadinya lesi atau ulserasi yang kemudian masuknya
mikroorganisme menyebabkan infeksi terjadilah selulitis atau gangren.
Perubahan yang terjadi yang mudah ditunjukkan pada pemeriksaan
rutin adalah penurunan sensasi (rasa raba, panas, dingin, nyeri), nyeri
radikuler, hilangnya refleks tendon, hilangnya rasa vibrasi dan posisi,
anhidrosis, pembentukan kalus pada daerah tekanan, perubahan bentuk
kaki karena atrofi otot, perubahan tulang dan sendi (Anoname, 2009).

38

b. Sistem vaskular
Iskemia merupakan penyebab berkembangnya gangren pada
pasien DM. Dua kategori kelainan vaskuler :
1) Makroangiopati
Makroangiopati yang berupa oklusi pembuluh darah ukuran
sedang maupun besar menyebabkan iskemia dan gangren. Dengan
adanya DM, proses aterosklerosis berlangsung cepat dan lebih
berat dengan keterlibatan pembuluh darah multipel. Sembilan
puluh persen pasien mengalami tiga atau lebih oklusi pembuluh
darah dengan oklusi yang segmental serta lebih panjang dibanding
non DM. Aterosklerosis biasanya proksimal namun sering
berhubungan dengan oklusi arteri distal bawah lutut, terutama
arteri tibialis anterior dan posterior, peronealis, metatarsalis, serta
arteri digitalis.
2) Mikroangiopati
Mikroangiopati berupa penebalan membrana basalis arteri
kecil, arteriola, kapiler dan venula. Kondisi ini merupakan akibat
hiperglikemia menyebabkan reaksi enzimatik dan nonenzimatik
glukosa kedalam membrana basalis. Penebalan membrana basalis
menyebabkan penyempitan lumen pembuluh darah.
c. Sistem Imun
Status hiperglikemi dapat mengganggu berbagai fungsi netrofil
dan monosit (makrofag) meliputi proses kemotaksis, perlekatan

39

(adherence), fagositosis dan proses-bunuh mikroorganisme intraseluler


(intracelluler killing). Semua proses ini terutama penting untuk
membatasi invasi bakteri piogenik dan bakteri lainnya. Empat tahapan
tersebut diawali dengan kemotaksis, kemudian fagositosis, dan
mulailah proses intra seluler untuk membunuh kuman tersebut oleh
radikal bebas oksigen (RBO=O2) dan hidrogen peroksida. Dalam
keadaan normal kedua bahan dihasilkan dari glukosa melalui proses
hexose

monophosphate

(nicotinamide adenine

shunt

yang

memerlukan

NADPH

dinucleotide phosphate). Pada keadaan

hiperglikemia, glukosa tersebut oleh aldose reduktase (AR) diubah


menjadi sorbitol, dan proses ini membutuhkan NADPH. Akibat dari
proses ini sel akan kekurangan NADPH untuk membentuk O2 dan
H2O2 karena NADPH digunakan dalam reaksi. Gangguan ini akan
lebih parah apabila regulasi DM memburuk (Anonim, 2009)
Angiopati diabetik hampir selalu mengakibatkan neuropati
perifer. Neuropati diabetik ini berupa gangguan motorik, sensorik, dan
autonom, yang masing masing memegang peranan pada terjadinya
luka kaki. Paralisis otot kaki menyebabkan perubahan keseimbangan
di sendi kaki, perubahan cara berjalan, dan akan menimbulkan titik
tekan baru pada telapak kaki sehingga terjadi kalus di tempat itu.
Gangguan sensorik menyebabkan mati rasa setempat dan hilangnya
perlindungan terhadap trauma, sehingga penderita mengalami cedera
tanpa disadari. Akibatnya kalus dapat berubah menjadi ulkus yang bila

40

disertai infeksi berkembang menjadi selulitis dan berakhir dengan


gangren. Gangguan saraf autonom mengakibatkan hilangnya sekresi
kulit sehingga kulit kering dan mudah mengalami luka yang sukar
sembuh (Syamsuhidajat & Jong, 2004).
Infeksi dan luka ini sukar sembuh dan mudah mengalami nekrosis
akibat dari tiga faktor. Faktor pertama adalah angiopati arteriol yang
menyebabkan perfusi jaringan kaki kurang baik sehingga mekanisme
radang jadi tidak efektif. Faktor kedua adalah lingkungan gula darah
yang subur untuk perkembangan bacteria patogen. Faktor ketiga
adalah karena terjadi pintas arteri-vena di subkutis yang terbuka, aliran
nutrient akan melampaui tempat infeksi di kulit (Syamsuhidajat &
Jong, 2004).
Gangren diabetik akibat mikroangiopati disebut juga gangren
panas karena walaupun nekrosis, daerah akral itu tampak merah dan
terasa hangat oleh peradangan, dan biasanya teraba pulsasi arteri di
bagian distal. Biasanya terdapat ulkus diabetik pada telapak kaki
(Syamsuhidajat & Jong, 2004).
Proses makroangiopati menyebabkan sumbatan pembuluh darah,
sedang secara akut emboli akan memberikan gejala klinik 5P (pain,
paleness, paresthesia, pulselessness, paralisis) dan bila terjadi
sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinik menurut pola dari
Fontaine :

41

1) Stadium 1 : asimptomatik atau gejala tidak khas (semutan,


geringgingan)
2) Stadium 2 : klaudikasio intermiten (sehingga jarak tempuh
intermiten)
3) Stadium 3

: nyeri saat beristirahat

4) Stadium 4 : manifestasi kerusakan jaringan karena anoksia


(sekresi, ulkus) (Syamsuhidajat & Jong, 2004).
4. Klasifikasi
Adanya klasifikasi kaki diabetes yang dapat diterima semua pihak
akan mempermudah para peneliti dalam membandingkan hasil penelitian
dari berbagai tempat. Dengan klasifikasi PEDIS (International Working
Group on Diabetic Foot-2003), maka akan dapat ditentukan kelainan apa
yang lebih dominan, vascular, infeksi, atau neuropatik, sehingga arah
pengelolaan pun dapat dituju dengan lebih baik. (Waspadji, 2006).

42

Tabel 2.2 Klasifikasi PEDIS International Consensus on the Diabetic Foot 2003
Impaired Perfusion

1=none
2=PAD+but not critical
3=Critical limb ischemia

Size/Extent in mm2 Tissue Loss/Depth

1=Superficial fullthickness, not deeper than


dermis
2=deep

ulcer,

below

dermis,

involving

subcutaneous struktur, fascia, muscle/tendon.


3=all subsequent layers of the foot involved
including bone and/joint
Infection

1=no symptoms/signs of infection


2=infection of skin and subcutaneous tissue only
3=erythema

>2cm

infection

involving

subcutaneous structure(s). no systemic sign(s) of


inflammatory response
4=infection with systemic manifestation : fever,
leucocytosis,

shift

to

the

left,

metabolic

instability, hypotension, azotemia


Impaired Sensation

1=absent
2=present

Menurut berat ringannya lesi, kelainan kaki diabetik dibagi dalam


enam derajat menurut Wagner (Frykberg, 2004) :

43

Tabel 2.3 Klasifikasi Kaki Diabetik berdasarkan Sifat Lesi


Sifat
Derajat
Luka/ tukak

Abses

Selulitis

Osteomielitis

Gangren

Superfisial

Dalam sampai
II
tendon/ tulang
III

Dalam

+/-

+/-

IV

Dalam

+/-

+/-

+/-

Jari
Seluruh

Gangren
kaki

Kaki diabetik menurut Wagner (Frykberg, 2004) :


a. Wagner 0 : kulit utuh
Kaki neuropati : pes planovalgus, paralisis otot kecil di dalam kaki, jari
palu, jari sikap cakar, hiperemia, pembuluh vena melebar.
b. Wagner 1 : tukak neuropatik/ superfisial : telapak kaki, dikelilingi
kalus, hiperemia.
c. Wagner 2 : tukak superfisial dorsum dan lateral kaki, tukak
neuroiskemik, meluas subkutan, selulitis sekitarnya, gangren di
pinggir.
d. Wagner 3 : tukak dalam (neuroiskemik) sampai tulang tumit,
osteomielitis.
e. Wagner 4 : gangren dua jari dan sebagian kaki depan, hiperemia.

44

5. Penanggulangan ulkus diabetik


Pada penderita DM sebaiknya pemasangan infus tidak di kaki untuk
kaki diabetik karena merupakan end artery. Terapi DM dengan ulkus
adalah insulin, karena insulin bersifat anabolik agent sehingga baik untuk
pembentukan jaringan, apalagi jika disertai underweight (A. Guntur H,
2006).
Pengobatan kelainan ulkus diabetik terdiri dari pengendalian diabetes
dan penanganan kelainan ulkus. Pengendalian diabetes mellitus harus
disertai upaya memperbaiki keadaan umum penderita dengan nutrisi yang
memadai dan pemberian antiagregasi trombosit, hipolipidemik, dan
hipotensif jika dibutuhkan. Antibiotik diberikan bila ada infeksi. Pilihan
antibiotik mungkin berupa golongan penisilin spektrum luas, golongan
kloksasilin/ dikloksasilin, untuk terapi vaskulitis, dan golongan yang aktif
terhadap kuman anaerob seperti klindamisin atau metronidazol. Obat lokal
seperti solutio, salep, atau krim diberikan setelah luka dicuci dengan cairan
antiseptik (Syamsuhidajat & Jong, 2004).
Terapi bedah untuk kaki dapat terdiri dari tindakan bedah kecil seperti
insisi dan penyaliran abses, debridemen, dan nekrotomi. Prinsipnya ialah
mengeluarkan semua jaringan nekrotik untuk maksud eliminasi infeksi
sehingga luka dapat sembuh. Tindak bedah berupa amputasi dilakukan
berdasarkan indikasi yang tepat. Tindakan bedah vaskular misalnya
embolektomi, endarteriektomi, atau rekonstruksi pembuluh kadang
dilakukan (Syamsuhidajat & Jong, 2004).

45

Alasan pasien DM mudah terjadi infeksi dan luka tidak sembuhsembuh :


a. Imunitas turun
b. Penurunan fungsi leukosit
c. Kerentanan, karena kadar gula darah yang naik turun, keton bodies
d. Mikro/ makroangiopati : leukosit dan O2 sulit mencapai jaringan.
(Guntur, 2006)

C. Tinjauan Umum Tentang Senam Kaki Diabetes


1. Defenisi
Senam adalah latihan fisik yang dipilih dan diciptakan dengan
terencana, disusun secara sistematik dengan tujuan membentuk dan
mengembangkan

pribadi

secara

harmonis

(Probosuseno,

2007).

Berdasarkan pengertiannya, senam adalah salah satu jenis olahraga


aerobik yang menggunakan gerakan sebagian otot-otot tubuh, dimana
kebutuhan oksigen masih dapat dipenuhi tubuh (Karim, 2002).
Latihan fisik merupakan salah satu prinsip dalam penatalaksanaan
penyakit Diabetes Melitus. Kegiatan fisik sehari-hari dan latihan fisik
teratur (3-4 kali seminggu selama kurang lebih 30 menit) merupakan
salah satu pilar dalam pengelolaan diabetes. Latihan fisik yang dimaksud
adalah berjalan, bersepeda santai, jogging, senam, dan berenang. Latihan
fisik ini sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani
(PERKENI, 2002).

46

Senam kaki adalah kegiatan atau latihan yang dilakukan oleh pasien
diabetes melitus untuk mencegah terjadinya luka dan membantu
melancarkan peredaran darah bagian kaki (Soegondo,dkk. 2009).
2. Tujuan
Adapun tujuan yang diperoleh setelah melakukan senam kaki
ini adalah memperbaiki sirkulasi darah pada kaki pasien diabetes,
sehingga nutrisi lancar ke jaringan tersebut (Setyoadi & Kushariyadi,
2011).
Senam kaki dapat membantu memperbaiki sirkulasi darah dan
memperkuat otot-otot kecil kaki dan mencegah terjadinya kelainan
bentuk kaki. Selain itu dapat meningkatkan kekuatan otot betis, otot
paha, dan juga mengatasi keterbatasan pergerakan sendi (Wibisono, 2009).
3. Indikasi dan Kontraindikasi
Indikasi dari senam kaki ini dapat diberikan kepada seluruh
penderita Diabetes mellitus dengan tipe 1 maupun 2. Namun sebaiknya
diberikan sejak pasien didiagnosa menderita Diabetes Melitus sebagai
tindakan pencegahan dini.
Kontraindikasi senam kaki ini pada klien yang mengalami perubahan
fungsi fisiologis seperti dipsnea atau nyeri dada. Orang yang depresi,
khawatir atau cemas. Keadaan- keadaan seperti ini perlu diperhatikan
sebelum

dilakukan

tindakan

senam

kaki. Selain itu kaji keadaan

umum dan keadaaan pasien apakah layak untuk dilakukan senam kaki
tersebut, cek tanda-tanda vital dan status respiratori adakah dispnea atau

47

nyeri dada, kaji status emosi pasien (suasana hati, motivasi), serta
perhatikan indikasi dan kontraindiikasi dalam pemberian tindakan senam
kaki tersebut.
4. Prosedur
Latihan senam kaki diabetes dapat dilakukan dengan posisi berdiri,
duduk, dan tidur, dengan cara menggerakkan kaki dan sendi-sendi kaki
misalnya berdiri dengan kedua tumit diangkat, mengangkat kaki, dan
menurukan

kaki.

Gerakan

dapat

berupa

menekuk,

meluruskan,

mengangkat, memutar keluar atau kedalam dan mencengkramkan dan


meluruskan jari-jari kaki. Latihan senam kaki diabetes ini dapat dilakukan
setiap hari secara teratur selama 20-30 menit (Soegondo,dkk. 2009).
Alat yang harus dipersiapkan adalah kursi dan dua lembar kertas
( jika tindakan dilakukan dalam posisi duduk), prosedur pelaksanaan
senam. Sedangkan persiapan untuk klien adalah kontrak topik, waktu,
tempat dan tujuan dilaksanakan senam kaki. Perhatikan juga lingkungan
yang mendukung, seperti lingkungan yang nyaman bagi pasien, dan jaga
privacy pasien.
Langkah-langkah pelaksanaan senam kaki diabetes (Setyoadi &
Kushariyadi, 2011):
a. Perawat cuci tangan
b. Jika dilakukan dalam posisi duduk maka posisikan pasien duduk
tegak diatas bangku dengan kaki menyentuh lantai. Dapat juga
dilakukan dalam posisi berbaring dengan meluruskan kaki.

48

Gambar 2.1 Pasien duduk di atas kursi


c. Dengan meletakkan tumit di lantai, jari-jari kedua belah kaki
diluruskan ke atas lalu dibengkokkan kembali ke bawah seperti cakar
ayam sebanyak 10 kali. Pada posisi tidur, jari-jari kedua belah kaki
diluruskan ke atas lalu dibengkokkan kembali ke bawah seperti cakar
ayam sebanyak 10 kali.

Gambar 2.2 Tumit kaki di lantai dan jari-jari kaki diluruskan ke atas
d. Dengan meletakkan tumit salah satu kaki dilantai, angkat telapak
kaki ke atas. Pada kaki lainnya, jari-jari kaki diletakkan di lantai
dengan tumit kaki diangkatkan ke atas. Dilakukan pada kaki kiri dan
kanan secara bergantian dan diulangi sebanyak 10 kali. Pada posisi

49

tidur, menggerakkan jari dan tumit kaki secara bergantian antara


kaki kiri dan kaki kanan sebanyak 10 kali..

Gambar 2.3 Tumit kaki di lantai sedangkan telapak kaki di angkat


e. Tumit kaki diletakkan di lantai. Bagian ujung kaki diangkat ke atas
dan buat

gerakan

memutar

dengan

pergerakkan

pada

pergelangan kaki sebanyak 10 kali. Pada posisi tidur, kaki lurus ke


atas dan buat gerakan memutar dengan pergerakkan pada pergelangan
kaki sebanyak 10 kali.

Gambar 2.4 Ujung kaki diangkat ke atas


f. Jari-jari kaki diletakkan dilantai. Tumit diangkat dan buat gerakan
memutar dengan pergerakkan pada pergelangan kaki sebanyak 10

50

kali. Pada posisi tidur kaki harus diangkat sedikit agar dapat
melakukan gerakan memutar pada pergelangan kaki sebanyak 10 kali.

Gambar 2.5 Jari-jari kaki di lantai


g. Luruskan salah satu kaki dan angkat, putar kaki pada pergelangan
kaki, tuliskan pada udara dengan kaki dari angka 0 hingga 10
lakukan secara bergantian. Gerakan ini sama dengan posisi tidur.

Gambar 2.6 Kaki diluruskan dan diangkat


h. Lutut diluruskan lalu dibengkokkan kembali ke arah bawah, ulangi
sebanyak 10 kali.

51

i. Letakkan sehelai kertas surat kabar di lantai. Bentuk kertas tersebut


menjadi seperti bola dengan menggunakan kedua belah kaki.
Kemudian

buka

bola

itu

menjadi

lembaran

seperti

semula

menggunakan kedua belah kaki. Cara ini dilakukan sekali saja.

Gambar 2.7 Kedua kaki membentuk kertas seperti bola

5. Hal yang di Evaluasi Setelah Tindakan


Setelah

malakukan

senam

kaki

evaluasi

pasien

apakah

pasien dapat menyebutkan kembali pengertian senam kaki, dapat


menyebutkan kembali 2 dari 4 tujuan senam kaki, dan dapat
memperagakan sendiri teknik-teknik senam kaki secara mandiri.
6. Dokumentasi Tindakan
Perhatikan respon pasien setelah melakukan senam kaki. Lihat
tindakan yang dilakukan

klien

apakah sesuai atau

tidak

dengan

prosedur, dan perhatikan tingkat kemampuan klien melakukan senam


kaki (Setyoadi & Kushariyadi, 2011).
Penelitian yang terkait senam kaki diabetes yaitu penelitian yang
dilakukan oleh Dewi (2005) di Yogyakarta yang berjudul Hubungan Aspekaspek Perawatan Kaki Diabetes dengan Kejadian Ulkus Kaki Diabetes pada

52

Pasien Diabetes Melilitus dengan tujuan untuk mengetahui aspek-aspek


perawatan kaki diabetes yang berhubungan dengan kejadian ulkus kaki
diabetes. Penelitian ini dilakukan pada 21 orang pasien DM untuk masingmasing kelompok kasus dan kontrol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
terdapat hubungan yang bermakna antara aspek-aspek perawatan kaki diabetes
dengan kejadian ulkus kaki diabetes. Dari aspek senam kaki diabetes
diperoleh hubungan yang bermakna antara senam kaki diabetes dengan
kejadian ulkus diabetes. Berdasarkan hal tersebut, maka pasien DM dengan
kebiasaan buruk saat melakukan senam kaki diabetes akan berpeluang besar
terkena ulkus diabetes. Kaki diabetes mengalami gangguan sirkulasi darah dan
neuropati sehingga dianjurkan untuk melakukan latihan jasmani atau senam
kaki sesuai dengan kondisi agar resiko terjadi ulkus kaki diabetes dapat
dicegah.
Penelitian lain dilakukan oleh Bruari,W (2009) di Surakarta mengenai
Pengaruh Senam Kaki Diabetik Terhadap Nyeri Kaki Pada Pasien Diabetes
Mellitus yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh senam kaki Diabetik
terhadap tingkat nyeri kaki pada pasien DM sebelum dan sesudah di berikan
perlakuan senam kaki diabetik. Penelitian dilakukan pada 44 orang pasien DM
dengan hasil yang menunjukkan bahwa sebelum melakukan senam kaki
diabetik seluruh pasien Diabetes Mellitus mengalami rasa nyeri yang masuk
kategori sedang, setelah melakukan senam kaki diabetik 15,90% atau 7 pasien
tidak mengalami rasa nyeri dan 84,10% atau 37 pasien mengalami rasa nyeri
yang masuk kategori ringan, sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat

53

perbedaan yang signifikan tingkat nyeri yang dirasakan oleh pasien Diabetes
Mellitus sebelum dan setelah senam kaki diabetik.
Penelitian terkait senam kaki diabetes juga dilakukan di Medan oleh
Juliani Nasution pada tahun 2011 mengenai pengaruh senam kaki terhadap
peningkatan sirkulasi darah kaki pasien DM yang bertujuan mengetahui
pengaruh senam kaki dalam meningkatkan sirkulasi darah pasien DM. Peneliti
melakukan senam kaki diabetes terhadap 10 pasien DM selama 7 hari dan
diperoleh hasil bahwa sirkulasi darah mengalami peningkatan

yang

signifikan. Dari hasil tersebut dapat dikatakan bahwa senam kaki sangat
berpengaruh pada peningkatan sirkulasi darah kaki pasien Diabetes Mellitus.

D. Tinjauan Umum Tentang Ankle Brachial Index


Ankle Brachial Index (ABI) adalah test non invasive untuk mengukur
rasio tekanan darah sistolik kaki (ankle) dengan tekanan darah sistolik lengan
(brachial). Tekanan darah sistolik diukur dengan menggunakan alat yang
disebut simple hand held vascular Doppler ultrasound probe dan tensimeter
(spygmomanometer). Nilai ABI kanan dan kiri dihitung dengan membagi
tekanan sistolik pada dorsalis pedis dan posterior tibia atau pergelangan kaki
(ankle) pada masing-masing tungkai dengan tekanan sistolik tertinggi pada
kedua lengan atas (brachial). Dua nilai terburuk menentukan ABI pada tiap
pasien (Mangiafico, 2006; Scottish Intercollegiate Guideline network, 2006).
Pemeriksaan ABI sebaiknya dilakukan pada pasien yang mengalami
luka pada kaki untuk mendeteksi adanya insufisiensi arteri sehingga dapat

54

menentukan jenis luka apakah arterial ulcer, venous ulcer atau mixed ulcer.
Sehingga dapat memberikan intervensi secara tepat
1. Prosedur Pengukuran ABI
a. Perkenalan dan persetujuan
1) Perkenalkan diri anda pada pasien dan pastikan identitasnya
2) Jelaskan alasan dilakukannya prosedur dan maknanya.
b. Posisi pasien
1) Posisikan pasien pada posisi terlentang, kedua lengan dipaparkan, dan
posisi kaki sama tinggi dengan posisi jantung.
2) Pastikan bahwa pasien nyaman, dan biarkan ia beristirahat selama 20
menit.
c. Prosedur
1) Cuci tangan
2) Pilih ukuran manset tekanan darah yang sesuai dan tempatkan di
sekitar lengan pasien.
3) Palpasi arteri brachialis dan oleskan gel ultrasound pada tempat
tersebut.
4) Dengan menggunakan probe Doppler (arahkan pada sudut sekitar
45), carilah sinyal arteri brachialis dan kembangkan manset hingga
sinyal tersebut menghilang.
5) Kempeskan manset perlahan (pada kecepatan 2-3 mmHg per detik)
sampai sinyal muncul kembali, dan catat tekanan brachial ini.

55

6) Bersihkan gel ultrasound dari lengan pasien dan ulangi prosedur yang
sama pada lengan yang satu lagi.
7) Gunakan nilai yang lebih tinggi dari kedua hasil pemeriksaan untuk
menghitung ABI.
8) Pilih ukuran manset yang sesuai dan tempatkan di sekitar betis di atas
maleolus, pastikan bahwa setiap ulkus yang ada di daerah ini sudah
ditutup sebelumnya.
9) Palpasi denyut arteri dorsalis pedis (di antara tulang metatarsal satu
dan dua) atau denyut arteri tibialis anterior (di titik tengah di antara
maleolus).
10) Oleskan gel ultrasound di tempat ketika arteri terpalpasi (jika anda
tidak dapat memalpasi arteri, oleskan gel di tempat arteri seharusnya
dapat terpalpasi) dan, menggunakan probe Doppler, temukan sinyal
arteri yang optimal.
11) Catat tekanan arteri dorsalis pedis (DP) atau tibialis anterior (TA)
seperti ketika mencatat tekanan brachialis.
12) Palpasi arteri tibialis posterior (TP) (terletak posterior dari maleolus)
dan oleskan gel ultrasound di tempat ditemukannya arteri.
13) Menggunakan probe Doppler, temukan sinyal arteri yang optimal dan
seperti untuk tekanan darah dorsalis pedis dan brachialis, ukur dan
catat tekanan dorsalis pedis.

56

14) Bersihkan gel ultrasound dari tungkai pasien ulangi prosedur yang
sama pada tungkai bawah yang satu lagi untuk mendapatkan tekanan
DP/TA dan TP.
15) Gunakan nilai tekanan darah yang lebih tinggi dari dua nilai DP atau
TA dengan nilai TP) untuk menghitung ABI untuk tiap pergelangan
kaki.
16) Bersihkan gel ultrasound yang tersisa pada kulit pasien, bantu pasien
berpakaian, dan pastikan mereka nyaman.
17) Bersihkan gel dari probe.
18) Cuci tangan
d. Akhir prosedur
Hitung ABI untuk tiap pergelangan kaki. ABI adalah tekanan darah
tertinggi yang direkam pada pergelangan kaki, dibagi dengan tekanan
brachialis tertinggi (Sritharan,dkk. 2011).
2. Interpretasi pengukuran ABI :
a. Nilai ABI normal adalah > 1,0
b. Nilai ABI sering kali meningkat semu pada penderita diabetes, karena
pembuluh darah terkalsifikasi sehingga tidak dapat terkompresi.
c. Nilai ABI < 0,9 menandakan penyakit vaskuler perifer.
d. Nilai ABI pada kisaran 0,5 0,9 terlihat pada klaudikasio intermitten.
e. Nilai ABI < 0,5 menandakan penyakit vaskuler perifer, disertai nyeri pada
saat beristirahat, gangren dan ulkus.

57

Penelitian yang terkait dengan Ankle Brachial Index antara lain


penelitian yang dilakukan oleh Dr Stefan F.Lange (2003) mengenai cara
pengukuran Ankle Brachial Index mempengaruhi hasil dari test penyakit arteri
perifer. Ada banyak cara yang berbeda untuk mengukur ABI. Untuk
menentukan kemungkinan pengaruh cara dalam penentuan ABI, peneliti
membandingkan cara pengukuran ABI menggunakan Doppler ultrasound
pada 6880 pasien berusia 65 tahun atau lebih tanpa seleksi pada suatu primary
care (perawatan primer). Rata rata tekanan sistolik pada arteri brachialis
kanan dan kiri umumnya digunakan sebagai penyebut. Sebagai pembilang
peneliti menggunakan yang didapat dari 5 cara : tekanan darah pergelangan
kaki yang tertinggi dari masing masing tungkai, tekanan darah pergelangan
kaki yang terendah dari masing masing tungkai; tekanan darah sistolik (SP)
arteri tibialis posterior, SP arteri tibialis anterior dan SP arteri tibialis posterior
setelah exercise ABI kurang dari 0.9 dianggap sebagai PAD , dan diperkirakan
prevalensinya paling rendah bila digunakan pengukuran dengan tekanan darah
dari pergelangan kaki yang tertinggi dari masing masing tungkai (18 %). Dan
prevalensinya paling tinggi bila tekanan tungkai yang terendah yang
digunakan (34.5%). Perbedaan dengan metode lain kurang nyata. Metode
pertama, menggunakan tekanan tertinggi dan hasilnya paling akurat untuk
memperkirakan prevalensi PAD pada populasi umum. Bagaimanapun, metode
yang digunakan tidak mempengaruhi secara substansial eratnya hubungan
antara PAD dan kejadian cardiovaskular, odds ratio yang mana bervariasi
antara 1.7 dan 2.2. Juga disimpulkan sebagaimana telah dianjurkan oleh

58

American Heart Association pengukuran dengan menggunakan tekanan arteri


yang lebih tinggi pada tekanan arteri pergelangan kaki adalah prosedur yang
lebih cocok untuk menilai ABI.
Penelitian lainnya dilakukan oleh Mary McGrae, MD et al (2002) di
Chicago yang bertujuan untuk menggambarkan hubungan antara ABI dan
fungsi tungkai. Penelitian dilakukan terhadap 460 penderita penyakit arteri
perifer dengan cara melakukan aktivitas fisik seperti berjalan kaki, jalan cepat,
dan melatih keseimbangan berdiri. Hasil Penelitian yang menunjukkan adanya
pengaruh aktivitas fisik terhadap Ankle Brachial Index.

59

60

BAB III
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

A. Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitian adalah kerangka hubungan antara konsepkonsep yang ingin diukur melalui penelitian yang akan dilakukan
(Notoatmodjo, 2010). Pada kerangka konsep ini memperlihatkan pengaruh
senam kaki diabetes (variabel bebas) terhadap perubahan Ankle Brachial
Index (variabel terikat). Adapun kerangka konsep pada penelitian ini sebagai
berikut:
Variabel Independen

Variabel Dependen

Senam Kaki
Diabetes

Ankle Brachial Index


(ABI)

Variabel Kendali

Variabel Moderat

Merokok
Hipertensi
Sellulitis
Penyakit vaskular perifer
jantung dan ginjal

Status diet/asupan nutrisi


GDS
Frekuensi latihan

Bagan 3.1 Kerangka Konsep Penelitian


Keterangan :
= Diteliti

= Tidak diteliti

= Hubungan

61

B. Hipotesis
Hipotesis dari penelitian ini adalah :
1. Ada perbedaan rerata skor ABI pada pasien ulkus kaki diabetik sebelum
dan setelah senam kaki diabetes.
2. Ada perbedaan selisih rerata skor ABI pada pasien ulkus kaki diabetik
antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol.
3. Ada perbedaan nilai GDS pada pasien ulkus kaki diabetik sebelum dan
setelah senam kaki diabetes pada kelompok intervensi dan kelompok
kontrol.

62

BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah quasi
eksperimental studies dengan pre-test dan pots-test, yang bertujuan untuk
mengetahui bahwa senam kaki diabetes berpengaruh terhadap perubahan
Ankle Brachial Index (ABI) pada pasien ulkus kaki diabetik. Desain
penelitian quasi eksperimental melibatkan dua kelompok yaitu kelompok
intervensi dan kelompok kontrol. Pada kedua kelompok diawali dengan
pengukuran Ankle Brachial Index (pre-test). Kelompok intervensi diberikan
perlakuan sedangkan kelompok kontrol tidak diberi perlakuan. Kemudian
setelah dilakukan senam kaki diabetes dilakuan pengukuran kembali (posttest) untuk mengetahui pengaruh dari perlakuan. Rancangan ini dapat
digambarkan sebagai berikut:
Pre Test

Perlakuan

Post Test

Kelompok Intervensi

01

02

Kelompok Kontrol

03

04

Bagan 4.1 Rancangan Penelitian

63

Keterangan:
01 : Pengukuran Ankle Brachial Index pasien ulkus diabetik sebelum
dilakukan senam kaki diabetes pada kelompok intervensi
X

: Pemberian perlakuan berupa senam kaki diabetes kepada pasien ulkus


kaki diabetik pada kelompok intervensi

02 : Pengukuran Ankle Brachial Index pasien ulkus diabetik setelah


dilakukan senam kaki diabetes pada kelompok intervensi
03 : Pengukuran Ankle Brachial Index pasien ulkus diabetik (pre-test) pada
kelompok kotrol
04 : Pengukuran Ankle Brachial Index pasien ulkus diabetik (post-test)
pada kelompok kotrol

B. Tempat Dan Waktu Penelitian


1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di ruang rawat inap Lontara 1 RSUP Dr.
Wahidin Sudirohusodo Makassar.
2. Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan selama 2 bulan dari tanggal 29 Juli sampai 30
September 2012.

C. Populasi Dan Sampel


1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah pasien yang menderita

64

Diabetes Melitus di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar yang


berjumlah 657 pasien pada tahun 2011.
2. Besar Sampel
Penelitian ini menggunakan tekhnik pengambilan sampel yaitu
nonprobability sampling dengan cara purposive sampling yaitu
pemilihan sampel dengan menetapkan subjek yang memenuhi kriteria
inklusi dimasukkan dalam penelitian sampai kurun waktu tertentu,
sampai jumlah terpenuhi.
Sampel dalam penelitian ini adalah pasien yang menderita
Diabetes Melitus dengan ulkus kaki diabetik yang memenuhi kriteria
inklusi dan dirawat di Lontara 1 RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo
Makassar pada bulan Juli sampai September 2012. Berdasarkan
pengamatan awal di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar
didapatkan data jumlah pasien penderita Diabetes Melitus dengan ulkus
kaki diabetik bulan Januari-Desember 2011 yaitu sebanyak 110 orang
dengan rata-rata pasien dalam 1 bulan adalah 10-12 orang.
Jumlah sampel yang diperoleh dalam penelitian ini sebanyak 30
orang yang terbagi dalam dua kelompok yaitu 15 orang kelompok kontrol
dan 15 orang kelompok perlakuan. Dalam pembagian kelompok sampel
tidak dilakukan randomisasi, artinya pengelompokkan anggota-anggota
kelompok kontrol dan perlakuan tidak dilakukan secara acak kemudian
dilakukan pre test pada kedua kelompok tersebut dan diikuti intervensi

65

pada kelompok perlakuan. Kemudian setelah itu dilakukan post test pada
kedua kelompok baik kelompok intervensi maupun kelompok kontrol.
Adapun kriteria sampel yang ditentukan dalam penelitian ini
adalah:
a. Kriteria Inklusi:
1) pasien yang dapat diajak komunikasi
2) pasien Diabetes Melitus dengan ulkus kaki diabetik yang
dirawat di ruang Lontara 1 RSUP Dr.Wahidin Sudirohusodo
Makassar
3) pasien Diabetes Melitus Tipe 1 dan 2
4) pasien dengan kesadaran penuh dan tidak mengalami
disorientasi tempat, waktu, dan orang.
5) pasien yang bersedia berpartisipasi menjadi responden
6) pasien yang dapat duduk dan bergerak aktif
7) pasien yang tidak mengalami amputasi jari kaki/pergelangan kaki
b. Kriteria Eksklusi :
1) pasien yang pada saat penelitian merupakan perokok aktif
2) pasien dengan hipertensi
3) pasien yang mengalami dispnea atau nyeri dada
4) pasien yang menderita sellulitis
5) pasien dengan penyakit vaskular perifer, jantung dan ginjal

66

D. Alur Penelitian
Pengajuan judul penelitian ke Litbang
Pengecekan Judul oleh Litbang

Persetujuan Judul oleh Pembimbing

Izin Pengambilan Data

Awal
Penyusunan dan Penyajian Proposal

Izin Penelitian
Populasi

Penetepan Sampel (Purposive Sampling)

Informed consent

Pretest (pengukuran sirkulasi darah / ABI)


Perlakuan (Senam Kaki Diabetes)
Post-test (pengukuran sirkulasi darah / ABI)

Pengolahan Data
Analisa Data Univariat dan Bivariat
Penyajian Hasil, kesimpulan dan saran
Laporan Hasil

Bagan 4.3 Alur Penelitian

67

E. Variabel Penelitian
1. Identifikasi Variabel
a. Variabel Independen (bebas)
Merupakan variabel yang menjadi sebab perubahan atau timbulnya
variabel dependen (terikat). Variabel ini disebut variabel bebas artinya
bebas mempengaruhi variabel lain (Hidayat, 2008). Variabel
Independen dalam penelitian ini adalah senam kaki diabetes.
b. Variabel Dependen (tergantung)
Merupakan variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat variabel
bebas terhadap perubahan (Hidayat, 2008). Variabel dependen dalam
penelitian ini adalah Ankle Brachial Index (ABI).
c. Variabel Kendali
Yang menjadi variabel kendali pada penelitian ini adalah hipertensi,
merokok, sellulitis, penyakit vaskular perifer, jantung dan ginjal.
d. Variabel Moderat
Yang menjadi variabel kendali pada penelitian ini adalah status
diet/asupan nutrisi, frekuensi latihan dan GDS.
2. Definisi Operasional dan Kriteria Obyektif
a. Senam Kaki Diabetes
Senam kaki diabetes dalam penelitian ini adalah serangkaian
gerakan yang dilakukan pada pergelangan dan jari-jari kaki pasien
Diabetes Melitus selama 7 hari selama 30 menit yang bertujuan
untuk melancarkan sirkulasi darah pada bagian kaki tersebut dengan

68

Standar Operasional Prosedur (SOP) sesuai lampiran 4.


b. Ankle Brachial Index (ABI)
ABI dalam peneilitian ini merupakan test non invasive untuk
mengukur rasio tekanan darah sistolik kaki (ankle) dengan tekanan
darah sistolik lengan (brachial) pada pasien ulkus diabetik sebelum
dan setelah dilakukan senam kaki diabetes, dengan menggunakan
simple hand held vascular Doppler ultrasound probe dan tensimeter
(spygmomanometer). Pengukuran ABI dilakukan 20 menit sebelum
dilakukan senam kaki diabetes dan 20 menit setelah dilakukan senam
kaki diabetes.
Kriteria obyektif penilaian skor ABI meliputi:
ABI meningkat : jika skor ABI sebelum senam kaki diabetes
lebih tinggi daripada setelah senam kaki
diabetes.
ABI menurun

: jika skor ABI sebelum senam kaki diabetes


lebih rendah daripada setelah senam kaki
diabetes.

ABI tetap

: jika skor ABI sebelum dan setelah dilakukan


senam kaki diabetes tetap atau sama.

c. Frekuensi Latihan
Frekuensi latihan dalam penelitian ini adalah jumlah latihan
senam kaki diabetik yang dilakukan responden secara mandiri dalam
sehari.

69

Kriteria obyektif frekuensi latihan meliputi:


1) Tidak pernah melakukan latihan
2) Dua kali dalam sehari
3) Lebih dari dua kali sehari
d. Gula Darah Sewaktu (GDS)
GDS dalam penelitian ini adalah nilai hasil pemeriksaan GDS
per hari yang dilakukan oleh peneliti sebelum melakukan
pengukuran ABI.
e. Status diet/Asupan Nutrisi
Status diet/asupan nutrisi dalam penelitian ini adalah diet yang
dilakukan oleh responden sejak masuk di rumah sakit.
Kriteria obyektif nutrisi meliputi:
1) Mengikuti diet rumah sakit
2) Tidak mengikuti diet rumah sakit
F. Instrumen Penelitian
Instrumen dalam penelitian ini peneliti menggunakan alat pengukur
tekanan sirkulasi darah Doppler dengan merek HI-doop yang memiliki
sensitivitas 81% dan spesifitas 93% dan sphygmomanometer (tensimeter)
untuk mengukur skor Ankle Brachial Index (ABI). Direkomendasikan
menggunakan probe dengan frekuensi 8 MHz untuk ukuran lingkar kaki
normal dan 5 MHz untuk lingkar kaki obesitas atau edema. Cara melakukan
kalibrasi yang sederhana adalah sebagi berikut:

70

1.

Sebelum dipakai, air raksa harus selalu tetap berada pada level angka nol
(0 mmHg).

2.

Pompa manset sampai 200mmHg kemudian tutup katup buang rapatrapat. Setelah beberapa menit, pembacaan mestinya tidak turun lebih dari
2 mmHg (ke 198mmHg). Disini kita melihat apakah ada bagian yang
bocor.

3.

Laju Penurunan kecepatan dari 200 mmHg ke 0 mmHg harus 1 detik,


dengan cara melepas selang dari tabung kontainer air raksa.

4.

Jika kecepatan turunnya angka di sphygmomanometer lebih dari 1 detik,


berarti harus diperhatikan keandalan dari sphygmomanometer tersebut.
Karena jika kecepatan penurunan terlalu lambat, akan mudah untuk
terjadi kesalahan dalam menilai. Biasanya tekanan darah sistolik pasien
akan terlalu tinggi (tampilan) bukan hasil sebenarnya. Begitu juga dengan
diastolik.
Hasil pengukuran Ankle Brachial Index (ABI) pre dan post intervensi

disajikan dalam bentuk lembar observasi, dengan tujuan untuk melihat


pengaruh senam kaki terhadap perubahan Ankle Brachial Index (ABI) pada
penderita ulkus kaki diabetik.

Dilampirkan pula Standar Operasional

Prosedur (SOP) dan leaflet tentang senam kaki diabetes sebagai pedoman
dalam melakukan senam kaki diabetes.

71

G. Pengumpulan Data
Prosedur pengumpulan data penelitian dilakukan dengan langkahlangkah sebagai berikut:
1. Mengajukan permohonan izin pelaksanaan penelitian kepada institusi
RSUP Dr.Wahidin Sudirohusodo Makassar yang digunakan peneliti
sebagai lokasi penelitian. Setelah mendapat rekomendasi pelaksanaan
penelitian dari Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin dan izin dari direktur RSUP Dr.
Wahidin Sudirohusodo Makassar, peneliti melaksanakan pengumpulan
data penelitian.
2. Peneliti

menjelaskan

manfaat, prosedur

kepada

pengumpulan

calon
data

responden
serta

tentang

menanyakan

tujuan,
kesedian

calon responden. Dimana calon responden dianggap telah memenuhi


kriteria penelitian yaitu pasien DM dengan ulkus kaki diabetik. Bagi
calon yang bersedia menjadi responden, peneliti memberikan informed
consent dan responden diminta untuk menandatanganinya.
3. Responden yang telah bersedia mengikuti penelitian dan memenuhi
kriteria penelitian dikelompokkan ke dalam dua kelompok yaitu
kelompok intervensi dan kontrol.
4. Mekanisme dari penelitian ini yaitu pertama kaji status diet/asupan
nutrisi responden, kemudian dilakukan pengukuran GDS. Selanjutnya,
mengukur tekanan darah di tangan responden, lalu mengukur tekanan
darah di kaki. Hasil dari kedua pengukuran ini dibandingkan dengan

72

rumus ABI, hasil dari ABI inilah sirkulasi darah pretest. Hal ini
dilakukan pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol untuk
memperoleh sirkulasi darah pre.
5. Kemudian melakukan senam kaki diabetes selama 20-30 menit, dengan
frekuensi 1 kali sehari pada pagi hari selama 7 hari untuk kelompok
intervensi.
6. Setelah senam kaki diabetes dilakukan pada kelompok intervensi, peneliti
kemudian melakukan pengukuran ABI

kembali (post-test). Pada

kelompok kontrol juga dilakukan pengukuran ABI. Maka diperoleh


hasil sirkulasi darah post.
7. Untuk hari berikutnya, sebelum melakukan prosedur pengumpulan data
kembali, terlebih dahulu ditanyakan kepada responden berapa kali
melakukan senam kaki diabetes selain waktu yang dijadwalkan. Kemudian
lakukan prosedur pengumpulan data tahap 4-6 kembali selama 7 hari.
8. Penelitian dilakukan terhadap 2 orang responden dari kelompok intervensi
dan 2 orang responden dari kelompok kontrol selama 7 hari, kemudian
dilanjutkan dengan 2 orang responden dari kelompok intervensi dan
kelompok kontrol untuk 7 hari berikutnya, demikian seterusnya sampai
jumlah sampel terpenuhi.

H. Pengolahan Dan Analisa Data


1. Pengolahan Data
Prosedur pengolahan data yang dilakukan adalah sebagai berikut :

73

a. Editing
Merupakan langkah pengecekan kembali terhadap data yang telah
masuk dalam usaha melengkapi data yang masih kurang.
b. Coding
Pemberian nilai pada opsi-opsi yang telah lengkap kemudian data
ditabulasi atau diolah dalam tabel, selanjutnya diuraikan dari
presentasi dan hasil perhitungan tersebut.
c. Tabulasi
Tabulasi data merupakan kelanjutan dari pengkodean pada proses
pengolahan. Dalam hal ini setiap data tersebut dikoding kemudian
ditabulasi agar lebih mempermudah penyajian data dalam bentuk
distribusi frekuensi.
2. Analisa Data
a. Analisa univariat
Analisa univariat dilakukan terhadap setiap variabel dari hasil
penelitian. Analisa ini untuk mengetahui distribusi frekuensi dan
presentasi dari variabel yang diteliti.
b. Analisa bivariat
Analisa bivariat dilakukan untuk melihat hubungan variabel dependen
terhadap variabel independen. Data yang telah terkumpul dianalisa
menggunakan program SPSS 16,0. Uji beda karakteristik antara
kelompok intervensi dan kontrol, untuk nilai ABI digunakan uji mannwhitney, sedangkan nilai GDS dan kepatuhan diet terhadap nilai GDS

74

menggunakan Uji T tidak berpasangan. Data pengaruh frekuensi


latihan senam kaki diabetes terhadap nilai ABI pada kelompok
intervensi dan kelompok kontrol menggunakan uji one way anova
tetapi memiliki sebaran data yang tidak normal berdasarkan hasil uji
shapiro-wilk untuk itu uji yang digunakan adalah uji kruskal-wallis.
Dan analisa post hoc untuk uji friedman dengan menggunakan uji
wilcoxon untuk menemukan perbedaan peningkatan nilai ABI
kelompok intervensi setelah senam kaki diabetik selama 7 hari.

I. Etika Penelitian
Peneliti mendapatkan rekomendasi dari pihak institusi instansi tempat
penelitian dalam hal ini RSUP Dr.Wahidin Sudirohusodo Makassar.
Kemudian peneliti melakukan penelitian. Setelah mendapat persetujuan
barulah dilakukan penelitian dengan menekankan masalah etika penelitian
(Hidayat, 2007)
1. Lembar persetujuan menjadi responden (Informed Consent)
Lembar persetujuan diberikan kepada responden yang diteliti yang
memenuhi kriteria inklusi dan disertai judul dan manfaat penelitian.
Responden tidak ada yang menolak saat peneliti melakukan penelitian
terhadap responden.
2. Anonymity (tanpa nama)
Kerahasiaan responden terjaga dengan cara peneliti tidak mencantumkan
nama responden, hanya memberikan kode huruf awal nama responden.

75

3. Confindentiality (Kerahasiaan)
Kerahasiaan informasi dijamin oleh peneliti, dan hanya kelompok data
tertentu yang dilaporkan sebagai hasil penelitian.
4. Justice (Keadilan)
Penelitian mempertimbangkan aspek keadilan dan hak subyek untuk
mendapatkan perlakuan yang sama baik sebelum, selama, maupun sesudah
berpartisipasi dalam penelitian.
5. Beneficiance (Keuntungan)
Peneliti melaksanakan penelitian sesuai dengan prosedur penelitian guna
mendapatkan hasil yang bermanfaat semaksimal mungkin bagi subyek
penelitian dan dapat digeneralisasikan di tingkat populasi.

76

BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan diuraikan hasil penelitian serta pembahasan pembahasan
mengenai pengaruh senam kaki diabetes terhadap perubahan Ankle Brachial Index
(ABI) pada pasien ulkus diabetik di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar.
Penelitian ini telah dilaksanakan dari tanggal 29 Juli 2012 sampai dengan 30
September 2012. Jumlah responden yang diteliti sebanyak 30 orang diruang rawat
Lontara 1 RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar. Seluruh responden yang
masuk kriteria inklusi yang didapatkan dengan purposive sampling kemudian
dibagi menjadi dua kelompok yaitu 15 orang kelompok intervensi dan 15 orang
kelompok kontrol. Pasien yang menyetujui untuk dilakukan pengukuran GDS dan
ABI dan diberikan senam kaki diabetes menjadi kelompok intervensi dan pasien
yang menyetujui untuk dilakukan pengukuran GDS dan ABI serta diberikan
tindakan yang standar menjadi kelompok kontrol.
A. Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini memaparkan karakteristik demografi responden dari
30 responden yang didapat, grafik nilai ABI responden pre dan post senam
kaki diabetik, grafik nilai GDS responden selama 7 hari berturut-turut, nilai
GDS terhadap nilai ABI, frekuensi latihan terhadap nilai ABI, nutrisi
terhadap nilai ABI dan perbedaan peningkatan nilai ABI antara kelompok
intervensi dengan kelompok kontrol. Semua hasil ini dipaparkan dalam

77

bentuk grafik dan tabel beserta penjelasannya. Adapun pemaparan hasil-hasil


tersebut adalah sebagai berikut:
1. Beda Karakteristik Sebelum Intervensi berdasarkan Nilai GDS Kelompok
Intervensi dan Kelompok Kontrol
Tabel 5.1
Beda Karakteristik Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol (n=30)
Data Kelompok
Data Kelompok
p value
Karakteristik
Intervensi
Kontrol
Responden
n (%)
Mean (SD)
n (%)
Mean (SD)
GDS(mg/dl)
< 140
214,9 (31,3)
0,997*
215,3 (42,5)
> 140
15 (100)
15 (100)
*Uji T tidak berpasangan

Tabel 5.1 di atas menunjukkan beda karakteristik nilai GDS antara


kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Pada kelompok intervensi
semua responden yakni 15 orang (100%) memiliki nilai GDS lebih dari
140 mg/dl dengan nilai rata-rata 215,3 dan standar deviasi 42,5. Demikian
pula pada kelompok kontrol semua responden yakni 15 orang (100%)
memiliki nilai GDS lebih dari 140 mg/dl dengan nilai rata-rata 214,9 dan
standar deviasi 31,3. Berdasarkan hasil uji T tidak berpasangan didapatkan
nilai p=0,997 yang berarti bahwa tidak ada perbedaan bermakna antara
nilai GDS kelompok intervensi dan kontrol pada pengukuran hari pertama.

78

2. Beda Karakteristik Sebelum Intervensi berdasarkan Nilai ABI Kelompok


Intervensi dan Kelompok Kontrol
Tabel 5.2
Beda Karakteristik Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol (n=30)
Data Kelompok
Data Kelompok
Intervensi
Kontrol
Karakteristik
p value
Responden
Median
Median
n
n
(Min-Maks)
(Min-Maks)
15
0,95 (0,90-1,0)
15
1,0 (0,90-1,0)
0,217*
ABI pre (hari ke 1)
15
1,0 (0,92-1,34)
15
0,92 (0,90-1,0)
0,0005*
ABI post (hari ke 7)
*mann-whitney test

Tabel 5.2 di atas menunjukkan beda karakteristik nilai ABI antara


kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Pada pengukuran hari pertama
semua responden dalam kelompok intervensi yakni 15 orang (100%)
memiliki nilai ABI dengan nilai median 0,95 dan nilai minimummaksimum 0,90-1,0. Demikian pula pada kelompok kontrol semua
responden yakni 15 orang (100%) memiliki nilai ABI dengan nilai median
1,0 dan nilai minimum-maksimum 0,90-1,0. Berdasarkan hasil uji shapirowilk didapatkan nilai p=0,0001 dan p=0,0009 yang berarti bahwa sebaran
data tidak normal. Uji hipotesa yang dipakai untuk data ABI ini adalah uji
mann-whitney sebagai uji nonparametrik dan didapatkan nilai p=0,217
yang berati bahwa tidak ada perbedaan bermakna antara nilai ABI
kelompok intervensi dan kelompok kontrol pada pengukuran hari pertama,
sedangkan pada hari ke tujuh didapatkan nilai p=0,0005 yang berarti
bahwa ada perbedaan bermakna antara nilai ABI kelompok intervensi dan
kelompok kontrol.

79

3. Perbedaan Peningkatan Nilai ABI Responden pre dan post Senam Kaki
Diabetik pada Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol
Tabel 5.3
Perbedaan Peningkatan Nilai ABI Responden pre dan post
Senam Kaki Diabetik (n=30)
Pre
Post
CI 95 %
Kelompok
p
Median
Median
Lower
Upper
(min-maks)
(min-maks)
0,96
1,06
Intervensi
(0,93-1,00)
(0,96-1,15)
0,0002*
-0,12
-0,08
ABI
Kontrol
ABI

0,96
(0,89-1,02)

0,97
(0,92-1,02)

0,994*

-0,02

0,01

*Uji Friedman

Tabel 5.3 di atas memperlihatkan perbedaan peningkatan nilai ABI


responden pre dan post senam kaki diabetik. Pada kelompok intervensi
nilai median ABI pre senam kaki diabetik adalah 0,96 dengan nilai
minimum-maksimum 0,93-1,00 dan post senam kaki diabetik adalah 1,06
dengan nilai minimum-maksimum 0,96-1,15. Berdasarkan uji shapiro-wilk
didapatkan nilai p<0,05 yang berarti bahwa sebaran data tidak normal,
sehingga uji yang digunakan dalam melihat perbedaan ini adalah uji
friedman dengan nilai p=0,0002 yang berarti bahwa terdapat perbedaan
bermakna antara nilai ABI pre dan post

latihan senam kaki diabetik

dengan nilai CI 95% (-0,12 - -0,08). Sedangkan pada kelompok kontrol


berdasarkan uji friedman didapatkan nilai p=0,994 yang berarti bahwa
tidak terdapat perbedaan bermakna antara nilai ABI pre dan post latihan
senam kaki diabetik dengan nilai CI 95% (-0,02 - 0,01).

80

4. Analisa Post Hoc terhadap Perbedaan Peningkatan Nilai ABI Responden


Pre dan Post Senam Kaki Diabetik pada Kelompok Intervensi Hari 1-7
Tabel 5.4
Perbedaan Peningkatan Nilai ABI Responden pre dan post
Senam Kaki Diabetik pada Kelompok Intervensi Hari 1-7 (n=15)
Median
p
(minimum-maksimum)
1,00 (0,90-1,00)
0,010*
ABI Setelah Latihan Hari 1
1,00
(0,95-1,21)
0,004*
ABI Setelah Latihan Hari 2
1,00 (0,90-1,23)
0,007*
ABI Setelah Latihan Hari 3
0,99 (0,90-1,30)
0,027*
ABI Setelah Latihan Hari 4
1,00 (0,90-1,32)
0,002*
ABI Setelah Latihan Hari 5
1,00 (0,97-1,32)
0,002*
ABI Setelah Latihan Hari 6
1,00 (0,92-1,34)
0,002*
ABI Setelah Latihan Hari 7
*uji wilcoxon

Tabel 5.4 di atas memperlihatkan hasil analisa post hoc yang


digunakan untuk menemukan perbedaan peningkatan nilai ABI selama 7
hari responden melakukan senam kaki diabetik. Analisa post hoc untuk uji
friedman ini adalah dengan menggunakan uji wilcoxon. Hasil uji wilcoxon
ini memperlihatkan rata-rata nilai p<0,05. Hasil analisa ini menunjukkan
bahwa ada perubahan nilai ABI yang terjadi setelah dilakukan senam kaki
diabetik selama tujuh hari berturut-turut.

81

5. Distribusi Jumlah Responden berdasarkan Perubahan Nilai ABI


Tabel 5.5
Distribusi Jumlah Responden berdasarkan Perubahan
Nilai ABI pada Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol (n=30)
INTERVENSI
KONTROL
ABI
ABI
ABI
ABI
ABI
ABI
HARI
Meningkat Tetap Menurun Meningkat
Tetap
Menurun
n
%
n %
n
%
n
%
n
%
n
%
8
53,3 7 46,7 0
0
15 100
0
1
7
46,7 5 33,3 3
20
9
60
2 13,3
4 26,7
2
5
33,3 5 33,3 5 33,3 6
40
3
20
6
40
3
4
26,7 4 26,7 7 46,7 6
40
2 13,3
7 46,7
4
10 66,7 2 13,3 3
20
6
40
5 33,3
4 26,7
5
6
40
3 20
6
40
7
46,7 3
20
5 33,3
6
5
33,3 4 26,7 6
40
4
26,7 5 33,3
6
40
7

Tabel 5.5 di atas memperlihatkan perubahan nilai ABI kelompok


intervensi dan kelompok kontrol selama 7 hari pemeriksaan. Pada
kelompok intervensi, sebagian besar responden mengalami peningkatan
nilai ABI pada hari ke lima intervensi yakni 10 responden (66,7%), dan
sebagian besar responden mengalami nilai ABI yang tetap pada hari
pertama intervensi yakni 7 responden (46,7%), serta sebagian besar
responden mengalami penurunan nilai ABI pada hari ke empat intervensi
yakni 7 responden (46,7%). Sedangkan pada kelompok kontrol, sebagian
besar responden mengalami peningkatan nilai ABI pada hari ke dua yakni
9 responden (60%), dan sebagian besar responden mengalami nilai ABI
yang tetap pada hari pertama yakni 15 responden (100%), serta sebagian
besar responden mengalami penurunan nilai ABI pada hari ke empat yakni
7 responden (46,7%).

82

6.

Grafik Nilai ABI Kelompok Intervensi dan Kontrol


Grafik 5.1
Nilai ABI Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol
Hari 1-7 sebelum dan setelah Senam Kaki Diabetik (n=30)

Grafik 5.1 di atas menunjukkan perubahan nilai ABI pada


kelompok intervensi dalam penelitian ini selama 7 hari. Rerata nilai ABI
pada kelompok intervensi, mengalami penurunan pada hari ke tiga dan
hari ke empat yakni dari rerata nilai ABI hari ke dua 1,0313 menjadi
1,0247 pada hari ke tiga dan 1,0213 pada hari ke empat, tetapi rerata nilai
ABI ini kembali meningkat secara progresif pada hari ke lima yakni
menjadi 1,0847 meskipun pada hari ke enam kembali menurun namun
tidak secara progresif yakni menjadi 1,08 dan kembali meningkat pada
hari ke tujuh menjadi 1,0913. Grafik 5.1 di atas juga menunjukkan

83

perubahan nilai ABI pada kelompok kontrol dalam penelitian ini selama 7
hari. Berbeda dengan kelompok intervensi, rerata nilai ABI pada
kelompok kontrol ini menunjukkan penurunan yang terjadi secara terus
menerus dari hari pertama sampai hari ke tujuh pengukuran. Pada hari
pertama terlihat rerata nilai ABI yakni 0,9613 dan menurun secara terus
menerus selama 7 hari, dimana rerata niali ABI pada kelompok kontrol ini
menjadi 0,946.
7. Pengaruh Frekuensi Latihan Senam Kaki Diabetik terhadap Nilai ABI
Kelompok Intervensi
Tabel 5.6
Pengaruh Frekuensi Latihan Senam Kaki Diabetik
Tambahan Diluar Jadwal Program Penelitian terhadap Nilai ABI
pada Kelompok Intervensi (n=15)
Kelompok Intervensi
Median
Frekuensi
p value
(Min-Maks)
Latihan
n
(%)
7
47
1,20(0,92-1,34)
2 x sehari
5
33
1,00(0,95-1,23)
0,519*
1 x sehari
3
20
1,00(1,00-1,00)
Tidak pernah
*Uji Kruskal-Wallis

Tabel 5.6 menyajikan hasil analisis pengaruh frekuensi latihan


senam kaki diabetik terhadap nilai ABI pada kelompok intervensi. Pada
kelompok intervensi, sebagian besar responden melakukan latihan 2 kali
sehari yakni 7 orang (47%) dengan nilai median ABI 1,20 dan nilai
minimum-maksimum ABI 0,92-1,34. Berdasarkan hasil uji shapiro-wilk
didapatkan hasil p=0,008 maka dapat dikatakan data frekuensi latihan
senam kaki diabetik dan nilai ABI berdistribusi tidak normal. Uji yang
dipakai adalah Uji Kruskal-Wallis sebagai uji nonparametrik dan

84

didapatkan nilai p=0,519 yang berarti bahwa terdapat pengaruh yang


bermakna frekuensi latihan senam kaki diabetik terhadap nilai ABI.
8. Pengaruh Kepatuhan Diet terhadap Nilai GDS pada Kelompok Intervensi
dan Kelompok Kontrol
Tabel 5.7
Pengaruh Kepatuhan Diet terhadap Nilai GDS pada Kelompok Intervensi
dan Kelompok Kontrol (n=30)
Kelompok Intervensi
Kelompok Kontrol
p
Frekuensi Latihan
value
n(%)
Mean(SD)
n(%)
Mean(SD)
14(93)
125,93(21,85)
10(67)
123,33(17,79)
Mengikuti Diet RS
0,044*
1(7)
167
5(33)
250,44(34,08)
Tidak Mengikuti Diet RS
*Uji T Tidak Berpasangan

Tabel 5.7 menyajikan hasil analisis pengaruh kepatuhan diet


terhadap nilai ABI. Pada kelompok intervensi sebagian besar responden
mengikuti diet yang diberikan rumah sakit yakni 14 responden (93%)
dengan nilai mean GDS 125,93 dan nilai standar deviasi 21,85. Demikian
pula pada kelompok kontrol sebagian besar responden mengikuti diet yang
diberikan rumah sakit yakni 10 responden (67%) dengan nilai mean GDS
123,33 dan nilai standar deviasi 17,79. Berdasarkan uji t tidak
berpasangan didapatkan nilai p=0,044 yang berarti bahwa terdapat
pengaruh yang bermakna kepatuhan diet terhadap nilai GDS pada
kelompok intervensi dan kelompok kontrol.

85

9. Pengaruh Latihan Senam Kaki Diabetik terhadap Penurunan Nilai GDS


setelah 7 hari Latihan

Nilai
GDS(mg/dl)

Tabel 5.8
Pengaruh Latihan Senam Kaki Diabetik terhadap
Penurunan Nilai GDS Kelompok Intervensi dan
Kelompok Kontrol setelah 7 Hari(n=30)
Data Kelompok Kontrol
Data Kelompok Intervensi

n (%)
< 140
10 (66,7)
> 140
5 (33,3)
*uji T- tidak berpasangan

Mean (SD)
128,67 (23,576)

n (%)
6 (40)
9 (60)

p
value

Mean (SD)
199,60 (70,225)

0,002*

Tabel 5.8 di atas memperlihatkan pengaruh latihan senam kaki


diabetik terhadap penurunan nilai GDS setelah 7 hari latihan. Pada
kelompok intervensi sebagian besar responden memiliki nilai GDS < 140
mg/dl yakni 10 responden (67%) dengan nilai rata-rata 128,67 dan standar
deviasi 23,576. Sedangkan pada kelompok kontrol sebagian besar
responden memiliki nilai GDS > 140 mg/dl yakni 9 responden (60%)
dengan nilai rata-rata 199,60 dan standar deviasi 70,225. Berdasarkan hasil
uji T tidak berpasangan didapatkan nilai p=0,002 yang berarti bahwa
terdapat perbedaan bermakna antara nilai GDS kelompok intervensi dan
kontrol pada pengukuran selama 7 hari.

86

10. Grafik Nilai GDS Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol


Grafik 5.2
Nilai GDS Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol Hari 1-7 (n=30)

Grafik 5.2 di atas menunjukkan rerata nilai GDS kelompok


intervensi dalam penelitian ini selama 7 hari. Rerata nilai GDS pada
kelompok intervensi ini mengalami penurunan yang progresif secara terus
menerus dari hari pertama sampai hari ke tujuh intervensi. Pada hari
pertama terlihat rerata nilai GDS yakni 215,3 gr/dl menurun secara
progresif menjadi 128,7 gr/dl pada hari ke tujuh . Grafik 5.2 di atas juga
menunjukkan rerata nilai GDS kelompok kontrol dalam penelitian ini
selama 7 hari. Berbeda dengan kelompok intervensi pada kelompok
kontrol ini rerata nilai GDS mengalami penurunan dan peningkatan. Pada
hari ke tiga rerata nilai GDS mengalami penurunan yakni menjadi 199,4

87

dari rerata nilai GDS hari pertama yakni 214,9 gr/dl, tetapi rerata nilai
GDS ini kembali mengalami peningkatan yang progresif pada hari ke lima
yakni menjadi 228,5 gr/dl. Meskipun pada hari ke enam dan ke tujuh
kembali menurun berturut-turut menjadi 220,3 gr/dl dan 199,6 gr/dl tetapi
rerata nilai GDS kelompok kontrol ini tetap berada dalam rentang nilai
GDS yang cukup tinggi di atas normal.

B. Pembahasan
1. Karakteristik Responden
Responden pada kelompok intervensi dalam penelitian ini sebagian
besar memiliki nilai GDS <140 mg/dl dan pada kelompok kontrol
sebagian besar memiliki nilai GDS >140 mg/dl. Nilai GDS ini mengalami
perubahan yang signifikan selama 7 hari penelitian ini. Dilihat dari
frekuensi latihan senam kaki diabetik dan kepatuhan diet responden,
sebagian besar responden melakukan latihan senam kaki diabetik pada
kelompok intervensi setelah peneliti mengajarkan latihan tersebut dan
sebagian besar responden patuh terhadap diet yang ditetapkan rumah
sakit. Tentunya ketiga faktor ini yakni nilai GDS, frekuensi latihan senam
kaki diabetik, dan kepatuhan diet responden akan sangat berpengaruh
dalam peningkatan ataupun penurunan nilai ABI dalam 7 hari penelitian
ini. Hal ini akan peneliti bahas secara mendalam pada pembahasan
selanjutnya.

88

2. Perbedaan Peningkatan Nilai ABI Responden Pre dan Post Senam Kaki
Diabetik
Hasil analisis data yang diperlihatkan pada responden kelompok
intervensi dan kontrol memperlihatkan perbedaan dari kedua kelompok
ini. Hasil bermakna terjadi pada kelompok intervensi dengan nilai
p=0,001. Sehingga dapat dikatakan bahwa ada pengaruh senam kaki
diabetik terhadap perubahan nilai ABI. Sedangkan pada kelompok
kontrol tidak terlihat perubahan yang bermakna terhadap nilai ABI.
Peningkatan nilai ABI tentunya disebabkan oleh beberapa faktor
yang dapat mempengaruhinya. Dalam penelitian ini peneliti melihat
peningkatan dari adanya latihan senam kaki diabetik yang diberikan
berdasarkan instruksi peneliti kepada responden secara langsung dan
anjuran untuk melakukan latihan secara mandiri oleh responden. Selain
dari latihan senam kaki ini juga, peneliti melihat peningkatan nilai ABI
ini dari nutrisi yang diikuti responden apakah mengikuti diet rumah sakit
atau tidak mengikuti diet rumah sakit. Dimana nutrisi ini akan
mempengaruhi pada peningkatan nilai GDS.
Keadaan GDS yang meningkat dan terus-menerus akan
mempunyai

dampak

pada

kemampuan

pembuluh

darah

tidak

berkontraksi dan relaksasi berkurang. Hal ini mengakibatkan sirkulasi


darah dalam tubuh menurun, terutama pada kaki, sehingga glukosa darah
tidak lancar masuk ke dalam dalam jaringan atau sel-sel dalam tubuh,
dan terjadi penyumbatan pada pembuluh darah terutama pada kaki atau

89

sirkulasi darah kaki menjadi tidak lancar. Hal ini akan mempengaruhi
nilai ABI yang tentunya akan sangat berbeda pada setiap responden.

3.

Pengaruh Senam Kaki Diabetes terhadap Anke Brachial Index (ABI)


Hasil penelitian ini menunjukkan peningkatan rerata nilai ABI
pada kelompok intervensi. Peningkatan ini terjadi dari hari pertama
sampai hari ke tujuh secara signifikan. Sedangkan jika dilihat pada
kelompok kontrol pada penelitian ini, terlihat bahwa rerata nilai ABI
mengalami penurunan. Sehingga dari hal ini dapat dikatakan bahwa
terdapat perbedaan rerata nilai ABI responden pre dan post senam kaki
diabetik antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol.
Rerata nilai ABI kelompok intervensi dan kontrol dalam
penelitian ini memperlihatkan nilai ABI dalam batas normal, baik pada
pemeriksaan pre dan post senam kaki diabetik pada kelompok intervesi
maupun pemeriksaan pertama dan kedua pada kelompok kontrol.
Sehingga peneliti dapat mengatakan bahwa semua responden yang diikut
sertakan dalam penelitian ini tidak memiliki masalah yang sangat berarti
pada kondisi darah dan pembuluh darahnya. Meskipun jika kita melihat
secara individu ada beberapa responden memiliki nilai ABI < 0,9 yang
dapat

menginterpretasikan

gangguan

pada

sirkulasi

ekstremitas

responden ini. Tetapi hal ini diabaikan dan peneliti melihat pada rerata
nilai ABI yang didapatkan pada perhitungan statistika.
Penelitian ini sesuai dengan penelitian terkait senam kaki diabetes
yang juga dilakukan di Medan oleh Juliani Nasution pada tahun 2011
90

mengenai pengaruh senam kaki terhadap peningkatan sirkulasi darah


kaki pasien DM yang bertujuan mengetahui pengaruh senam kaki dalam
meningkatkan sirkulasi darah pasien DM. Peneliti melakukan senam kaki
diabetes terhadap 10 pasien DM selama 7 hari dan diperoleh hasil bahwa
sirkulasi darah mengalami peningkatan yang signifikan. Dari hasil
tersebut dapat dikatakan bahwa senam kaki sangat berpengaruh pada
peningkatan sirkulasi darah kaki pasien Diabetes Mellitus.
Penelitian ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Dewi (2005) di Yogyakarta yang berjudul Hubungan Aspek-aspek
Perawatan Kaki Diabetes dengan Kejadian Ulkus Kaki Diabetes pada
Pasien Diabetes Melilitus dengan tujuan untuk mengetahui aspek-aspek
perawatan kaki diabetes yang berhubungan dengan kejadian ulkus kaki
diabetes. Penelitian ini dilakukan pada 21 orang pasien DM untuk
masing-masing

kelompok

kasus

dan

kontrol.

Hasil

penelitian

menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara aspekaspek perawatan kaki diabetes dengan kejadian ulkus kaki diabetes. Dari
aspek senam kaki diabetes diperoleh hubungan yang bermakna antara
senam kaki diabetes dengan kejadian ulkus diabetes. Berdasarkan hal
tersebut, maka pasien DM dengan kebiasaan buruk saat melakukan
senam kaki diabetes akan berpeluang besar terkena ulkus diabetes. Kaki
diabetes mengalami gangguan sirkulasi darah dan neuropati sehingga
dianjurkan untuk melakukan latihan jasmani atau senam kaki sesuai
dengan kondisi agar resiko terjadi ulkus kaki diabetes dapat dicegah.

91

Pengaruh senam kaki diabetik sangat jelas terlihat pada hasil


penelitian ini. Hipotesa yang telah dirumuskan oleh peneliti, terjawab
dengan hasil penelitian ini. Dimana terdapat pengaruh senam kaki
diabetik terhadap peningkatan nilai ABI pada pasien ulkus diabetikum.
Sesuai dengan Tara (2003) yang menyebutkan bahwa senam kaki dapat
mencegah keparahan ulkus diabetikum dengan memperlancar peredaran
darah ke perifer, menguatkan otot kaki, mencegah kekakuan, mencegah
kebas-kebas dan menghangatkan kaki sehingga dapat mempercepat
penyembuhan luka. Dari hal ini peneliti menganalisa juga bahwa dengan
adanya kelancaran perdarahan perifer setelah melakukan latihan fisik
dalam hal ini latihan senam kaki diabetik, sehingga nilai ABI dapat
meningkat setelah latihan.
Penelitian lain yang sudah pernah dilakukan adalah pengaruh
senam kaki terhadap pencegahan kaki diabetik (Cinta, 2009). Hasil
penelitian tersebut menunjukkan bahwa ada perbedaan keadaan kaki
pada saat pre dan post senam kaki. Oleh karena itu, senam kaki sangat
baik dilakukan pada pasien diabetes melitus, baik untuk pencegahan
maupun untuk mengurangi terjadinya komplikasi pada tungkai bawah.
Penelitian yang sesuai lainnya juga adalah penelitian yang
dilakukan oleh McDermott, et al (2002) di Chicago yang bertujuan untuk
menggambarkan hubungan antara ABI dan fungsi tungkai. Penelitian
dilakukan terhadap 460 penderita penyakit arteri perifer dengan cara
melakukan aktivitas fisik seperti berjalan kaki, jalan cepat, dan melatih

92

keseimbangan berdiri. Hasil Penelitian yang menunjukkan adanya


pengaruh aktivitas fisik terhadap peningkatan Ankle Brachial Index.
Hasil penelitian ini juga menunjukkan adanya pengaruh frekuensi
latihan senam kaki diabetes tambahan diluar jadwal program penelitian
terhadap nilai ABI pada kelompok intervensi. Responden yang
melaksanakan frekuensi latihan 2-3 kali sehari mengalami peningkatan
nilai ABI dengan median 1,20 dan nilai minimum-maksimum (0,92-1,34).
Menurut Akhtyo (2009) adanya masalah kaki pada pasien
Diabetes Melitus karena pasien DM kurang mengontrol kadar glukosa
darahnya, sehingga glukosa darah banyak menumpuk di pembuluh darah,
hal tersebut yang menyebabkan sirkulasi darah di jaringan kurang
termasuk di kaki, tanda dan gejala lainnya mencakup berkurangnya
denyut nadi perifer dan neuropati perifer (pasien merasakan kebas atau
kesemutan pada kaki). Dengan melakukan senam kaki pada pasien DM
yang melibatkan kelompok otot-otot utamanya (otot kaki), sehingga otot
kaki berkontraksi secara teratur maka akan terjadi peningkatan laju
metabolik pada otot yang aktif. Kemudian akan terjadi dilatasi pada
arteriol maupun kapiler, menyebabkan lebih banyak jala-jala kapiler
terbuka sehingga akan terjadi peningkatan sirkulasi darah kaki
(peningkatan ABI) dan penarikan glukosa ke dalam sel. Senam kaki
dilakukan secara teratur dan berkesinambungan dengan frekuensi 3-5 kali
perminggu dan intensitas 40-70% (ringan sampai sedang). (PERKENI,
2002).

93

Porsi latihan juga harus diperhatikan, latihan yang berlebihan


akan merugikan kesehatan, sedangkan latihan yang terlalu sedikit tidak
begitu bermanfaat. Penentuan porsi latihan tersebut harus memperhatikan
intensitas latihan, lama latihan dan frekuensi latihan. Pada saat
latihan/senam ringan, pemakaian asam lemak bebas dan glukosa tidak
tergantung insulin, apabila senam ditingkatkan menjadi berintensitas
sedang maka insulin akan menurun dan adrenalin akan meningkat.
Selanjutnya bila senam dalam intensitas yang lebih berat maka non
adrenalin akan meningkat dan menghambat sekresi insulin dan bersamaan
dengan itu terjadi peningkatan glukagon. Apabila latihan senam terus
ditingkatkan maka sumber tenaga dan glikogen otot berkurang,
selanjutnya akan terjadi pemakaian glukosa darah dan asam lemak bebas
sehingga dapat menyebabkan kelelahan (Brunner & Suddarth. 2002).

4. Pengaruh Senam Kaki Diabetes terhadap Nilai GDS


Selain menunjukkan peningkatan ABI, hasil penelitian ini juga
menunjukkan penurunan nilai GDS yang terjadi pada kelompok
intervensi. Penurunan nilai GDS pada kelompok intervensi ini terjadi
secara terus menerus dari hari pertama sampai hari ketujuh. Sedangkan
pada kelompok kontrol masih dapat terlihat peningkatan dalam beberapa
hari meskipun juga terjadi penurunan pada hari berikutnya.
Menurut Krucoff (2004) bahwa latihan fisik mempunyai efek
pada

metabolisme

tubuh

yaitu

meningkatkan

kualitas

insulin,

94

meningkatkan pemakaian glukosa darah sehingga tidak menumpuk,


meningkatkan transport glukosa ke sel-sel. Senam kaki merupakan
pilihan yang tepat untuk pasien diabetes melitus karena dapat
memperbaiki sirkulasi darah, memperbaiki kesehatan secara umum pada
pasien diabetes. Senam kaki merupakan salah satu terapi yang diberikan
untuk memperlancar sirkulasi darah yang terganggu.
Hal ini sejalan menurut Ilyas (2007) latihan jasmani secara
langsung dapat menyebabkan terjadinya peningkatan pemakaian glukosa
oleh otot yang aktif, dan lebih banyak jala-jala kapiler terbuka sehingga
lebih banyak tersedia reseptor insulin dan reseptor insulin menjadi lebih
aktif yang akan berpengaruh terhadap penurunan glukosa darah dan juga
akan mengaktifkan pompa vena pada pasien diabetes sehingga tidak
terjadi komplikasi atau gangguan sirkulasi darah perifer.
Berdasarkan uraian hasil penelitian dan penjelasan tentang hasilhasil penelitian yang sejalan dengan penelitian ini, peneliti dapat
menyimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan pada latihan
senam kaki diabetik terhadap peningkatan nilai ABI.

C. Keterbatasan penelitian
Penelitian ini tentunya masih banyak keterbatasan dan kekurangan yang
terdapat di dalamnya. Jumlah sampel yang masih dapat ditambahkan
jumlahnya untuk lebih memperkuat hasil penelitian. Dengan jumlah sampel
yang didapat peneliti yakni 30 responden, tentunya masih sangat kurang

95

untuk dapat menggeneralisir hasil penelitian ini secara luas di semua daerah.
Di samping jumlah sampel, keterbatasan lain adalah banyaknya faktor yang
dapat mempengaruhi nilai ABI pada responden belum terkontrol oleh peneliti
contohnya penyakit komplikasi yang diderita responden, konsumsi obat-obat
farmakologis, dan faktor genetik responden. Waktu pengukuran ABI dan
GDS serta pemberian senam kaki diabetes yang berbeda-beda dari hari ke
hari juga merupakan kekurangan dari penelitian ini.

96

BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Kesimpulan yang diambil oleh peneliti yang sesuai dengan tujuan
penelitian ini adalah:
1. Rerata nilai ABI pre dan post senam kaki diabetes pada kelompok
intervensi dan kelompok kontrol dalam batas normal.
2. Terjadi peningkatan rerata nilai ABI pada kelompok intervensi dari hari
pertama sampai hari ke tujuh sedangkan rerata nilai ABI pada kelompok
kontrol mengalami penurunan.
3. Terjadi peningkatan yang signifikan skor ABI pada kelompok intervensi
(Median = 1,06, p = 0,0002) dibandingkan dengan kelompok kontrol
(Median = 0,97, p = 0,994).
4. Ada perbedaan yang signifikan secara statistik pada nilai GDS (p = 0,002)
kelompok intervensi (Mean SD = 128,67 23,58) dibandingkan dengan
kelompok kontrol (Mean SD = 199,60 70,23) setelah selesainya
intervensi senam kaki diabetes.

97

B. Saran
Senam kaki diabetik sangat bermanfaat untuk pasien dengan ulkus
diabetik untuk itu peneliti menyarankan bahwa:
1. Institusi pendidikan keperawatan dapat membekali mahasiswanya sebagai
calon perawat agar memiliki pengetahuan dan keterampilan yang baik
dalam senam kaki diabetik ini. Sehingga nantinya ia mampu
mengaplikasikannya di lahan praktek.
2. Untuk institusi pelayanan keperawatan di rumah sakit dapat membuat
kebijakan bahwa senam kaki diabetik ini merupakan salah satu
penanganan non farmakologik yang terdapat standar operasional prosedur
penanganan pasien dengan diabetes melitus.
3. Untuk

peneliti

selanjutnya,

peneliti

menyarankan

agar

dapat

menambahkan jumlah sampel penelitian menjadi lebih besar dan lebih


mengontrol semua faktor yang dapat mempengaruhi nilai ABI pada
responden misalnya mengontrol masalah penyakit komplikasi yang
diderita oleh responden, konsumsi obat-obat farmakologis, dan faktor
genetik responden.

98

DAFTAR PUSTAKA

Adam, J. 2009. Klasifikasi dan kriteria diagnosis diabetes melitus yang baru.
Diakses tanggal 2 Mei 2012. http//cerminduniakedokteran.com
American Diabetes Association. 2004. Physical activity/exercise and diabetes.
Diakses tanggal 13 Mei 2012. http://www.uhs.wisc.edu/docs
American Diabetes Association. 2009. Physical Activity/Exercise and Type 2
Diabetes. Diakses tanggal 13 Mei 2012. http://care.diabetesjournals.
org/content/29/6/1433
Anoname. 2009. Pentingnya olahraga bagi penderita diabetes mellitus. Diakses
tanggal 13 Mei 2012 http://indodiabetes.com/pentingnya-olahraga-bagipenderita-diabetes-melitus.html
Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Rineka Cipta:
Jakarta
Bruari,W. 2009. Pengaruh Senam Kaki Diabetik terhadap Nyeri Kaki pada Pasien
Diabetes
Mellitus.
Diakses
tanggal
20
Mei
2012.
http://etd.eprints.ums.ac.id/6399/
Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Vol 2. EGC: Jakarta
Cahyono, S. 2007. Manajemen Ulkus Kaki Diabetik. Dexa Media: Palembang
Dewi,A. 2005. Hubungan Aspek-aspek Perawatan Kaki Diabetes dengan
Kejadian Ulkus Kaki Diabetes pada Pasien Diabetes Mellitus. Diakses
tanggal
20
Mei
2012.
http://jurnal.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/
71071321.pdf
Hidayat, A. 2008. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data.
Salemba Medika: Jakarta
Kurcoff. 2004. Efek Senam Kaki bagi Pasien Diabetes Mellitus, dalam Soegondo,
S., et al, Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu. Jakarta: Fakultas
Kedokteran UI.

99

Ilyas, E.I. 2007. Manfaat Latihan Jasmani bagi Penyandang Diabetes, dalam
Soegondo, S., et al, Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu (hal. 261269), Jakarta: Fakultas Kedokteran UI.
Mansjoer, A. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Media Aesculapius.
FKUI: Jakarta
McDermott,M., Greenland,P., Liu,K., Guralnik, J.M., Celic,L., Criqul,M.H.,
.. Clark,E. 2002. The Ankle Brachial Index is Associated with Leg
Function and Physical Activity: The Walking and Leg Circulation Study.
Journals of American College of Physicians-American Society of Internal
Medicine. Vol 136, p.873-883.
Minadiarly. 2006. Diabetes Melitus: Gangrene Ulcer, Infeksi, Mengenal Gejala
Menanggulangi dan Mencegah Komplikasi. Edisi 1. Pustaka Populer
Obat: Jakarta
Nasution, J. 2011. Pengaruh Senam Kaki terhadap Peningkatan Sirkulasi Darah
kaki pada Pasien Penderita Diabetes melitus. Diakses tanggal 28 April
2012. http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/20590
Notoadmojo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta: Jakarta
Nursalam. 2008. Konsep & Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan.
Salemba Medika: Jakarta
PERKENI (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia). 2002. Pengelolaan Diabetes
Melitus Tipe 2 di Indonesia. CV Aksara Buana: Jakarta
Pinzur,

M.S. 2009. Diabetic foot.


hhtp://www.emedicine.com

Diakses

tanggal

28

April

2012.

Sastroasmoro, S & Ismail. 2011. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Edisi


4. Sagung Seto: Jakarta
Setyoadi & Kushariayadi. 2011. Terapi Modalitas Keperawatan pada Klien
Psikogeriatrik. Salemba Medika: Jakarta
Soegondo, S. Soewondo,P. & Subekti,I. 2009. Penatalaksanaan Diabetes Melitus
Terpadu. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta
Sritharan,K. Elwell,V, & Sivananthan,S. 2011. Ragam Topik OSCE Esensial
untuk Ujian Akhir Keterampilan Medis & Bedah. EGC: Jakarta

100

Suyono, S. 2006. Diabetes Mellitus di Indonesia. Buku ajar Ilmu Penyakit


Dalam. Jilid III. Edisi 4. FKUI: Jakarta
Syamsuhidayat,R & Jong,D.W. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. EGC:
Jakarta
Tandra, H. 2008. Segala Sesuatu yang Harus Anda Ketahui tentang Dibetes. PT
Gramedia Pustaka Umum: Jakarta
Udjianti,W. 2007. Ankle brachial pressure index (ABPI) dan compression
bandage. Surabaya.
Waspadji, S. 2006. Diabetes Mellitus di Indonesia. Dalam: Aru W, dkk. Editors,
Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi 4. FKUI: Jakarta
WHO (World Health Organization). 2000. Panduan Penatalaksanaan Diabetes
Mellitus
Wibisono. 2009. Senam Khusus Untuk Penederita Diabetes. Diakses tanggal 28
April 2012. http://senamkaki.com

101

Lampiran 1
LEMBAR PENJELASAN PENELITIAN
Kepada Yth,
Bapak/Ibu Calon Responden
diTempat.

Dengan hormat,
Saya yang bertanda tangan dibawah ini adalah mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar, dengan :

Nama

: Nurhaerani Kasim

Nim

: C 121 11636

Alamat

: Jl. SkardaN Green Permai Blok C/34

Ingin melakukan penelitian dengan judul :


Pengaruh Senam Kaki terhadap Perubahan Ankle Brachial Index (ABI) pada Pasien Ulkus
Kaki Diabetik di Ruang Rawat Inap Lontara 1 RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar.
Penelitian ini tidak akan menimbulkan akibat yang dapat merugikan bapak/ibu calon responden.
Kerahasiaan informasi yang diberikan akan dijaga dan hanya digunakan untuk kepentingan
penelitian, jika bapak/ibu calon tidak bersedia menjadi responden maka tidak ada ancaman bagi
bapak/ibu.
Jika bapak/ibu telah menjadi responden dan terjadi hal-hal yang merugikan makan bapak/ibu boleh
mengundurkan diri dan tidak berpartisipasi dalam penelitian ini.
Saya sebagai peneliti sebelumnya mengucapkan terima kasih atas kesediaan bapak/ibu menjadi
responden dalam penelitian ini.
Peneliti
Nurhaerani Kasim

102

Lampiran 2
LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini,
Nama

Jenis Kelamin

Umur

Alamat

Pekerjaan

Menyatakan bersedia menjadi responden dalam penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa Program
Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar yang bernama
Nurhaerani Kasim (C1211636) dengan judul Pengaruh Senam Kaki terhadap Perubahan Ankle
Brachial Index (ABI) pada Pasien Ulkus Kaki Diabetik di Ruang Rawat Inap Lontara 1 RSUP
Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar
Saya memahami penelitian ini dimaksudkan untuk kepentingan ilmiah dalam rangka penyusunan
skripsi bagi peneliti dan tidak merugikan saya serta hal-hal yang sifatnya rahasia akan dijaga
kerahasiaannya.
Dalam penelitian ini, saya akan bekerjasama dengan baik yaitu dengan mematuhi semua prosedur
senam kaki diabetes yang diberikan dan pemeriksaan Ankle Brachial Index dari awal sampai akhir
penelitian.
Dengan demikian secara sukarela dan tidak ada unsur paksaan dari siapa pun, saya siap berpartisipasi
dalam penelitian ini.
Demikian lembar persetujuan ini saya tanda tangani dan kiranya dipergunakan sebagaimana
mestinya.
Makassar,

2012

Mengetahui,
Responden

(........)

Peneliti
( .)

Saksi
( )
103

Lampiran 4
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)
SENAM KAKI DIABETES

1. Definisi
Senam Kaki Diabetes adalah kegiatan atau latihan yang dilakukan oleh pasien
diabetes melitus untuk mencegah terjadinya luka dan membantu melancarkan
peredaran darah bagian kaki.
2. Tujuan
Senam Kaki Diabetes bertujuan untuk membantu memperbaiki sirkulasi darah
dan memperkuat otot-otot kecil kaki dan mencegah terjadinya kelainan bentuk
kaki. Selain itu dapat

meningkatkan kekuatan otot betis, otot paha, dan juga

mengatasi keterbatasan pergerakan sendi.


3. Indikasi dan Kontraindikasi
Indikasi dari senam kaki ini dapat diberikan kepada seluruh penderita
Diabetes mellitus dengan tipe 1 maupun 2. Namun sebaiknya diberikan sejak pasien
didiagnosa menderita Diabetes Melitus sebagai tindakan pencegahan dini.
Kontraindikasi senam kaki ini pada klien yang mengalami perubahan fungsi
fisiologis seperti dipsnea atau nyeri dada, orang yang depresi, khawatir atau cemas.
4. Persiapan alat dan klien
Alat yang harus dipersiapkan adalah kursi dan selembar kertas ( jika tindakan
dilakukan dalam posisi duduk), prosedur pelaksanaan senam. Sedangkan persiapan
untuk klien adalah kontrak topik, waktu, tempat dan tujuan dilaksanakan senam kaki.

104

Perhatikan juga lingkungan yang mendukung, seperti lingkungan yang nyaman bagi
pasien, dan jaga privacy pasien.
5. Prosedur
Latihan senam kaki diabetes dapat dilakukan dengan posisi berdiri, duduk, dan
tidur, dengan cara menggerakkan kaki dan sendi-sendi kaki misalnya berdiri dengan
kedua tumit diangkat, mengankat kaki, dan menurukan kaki. Gerakan dapat berupa
menekuk,

meluruskan,

mengangkat,

memutar

keluar

atau

kedalam

dan

mencengkramkan dan meluruskan jari-jari kaki. Latihan senam kaki diabetes ini dapat
dilakukan setiap hari secara teratur (Soegondo,dkk. 2009).
Langkah-langkah pelaksanaan senam kaki:
a.

Perawat cuci tangan

b.

Jika dilakukan dalam posisi duduk maka posisikan pasien duduk tegak diatas
bangku dengan kaki menyentuh lantai. Dapat juga dilakukan dalam posisi
berbaring dengan meluruskan kaki.

c.

Dengan meletakkan tumit di lantai, jari-jari kedua belah kaki diluruskan ke atas
lalu dibengkokkan kembali ke bawah seperti cakar ayam sebanyak 10 kali. Pada
posisi tidur, jari-jari kedua belah kaki diluruskan ke atas lalu dibengkokkan
kembali ke bawah seperti cakar ayam sebanyak 10 kali.

d.

Dengan meletakkan tumit salah satu kaki dilantai, angkat telapak kaki ke atas.
Pada kaki lainnya, jari-jari kaki diletakkan di lantai dengan tumit kaki
diangkatkan ke atas. Dilakukan pada kaki kiri dan kanan secara bergantian dan
diulangi sebanyak 10 kali. Pada posisi tidur, menggerakkan jari dan tumit kaki
secara bergantian antara kaki kiri dan kaki kanan sebanyak 10 kali.

105

e.

Tumit kaki diletakkan di lantai. Bagian ujung kaki diangkat ke atas dan buat
gerakan

memutar

dengan pergerakkan

pada

pergelangan kaki sebanyak

10 kali. Pada posisi tidur, kaki lurus ke atas dan buat gerakan memutar dengan
pergerakkan pada pergelangan kaki sebanyak 10 kali.
f.

Jari-jari kaki diletakkan dilantai. Tumit diangkat dan buat gerakan memutar
dengan pergerakkan pada pergelangan kaki sebanyak 10 kali. Pada posisi tidur
kaki harus diangkat sedikit agar dapat melakukan gerakan memutar pada
pergelangan kaki sebanyak 10 kali.

g.

Luruskan salah satu kaki dan angkat, putar kaki pada pergelangan kaki,
tuliskan pada udara dengan kaki dari angka 0 hingga 10 lakukan secara
bergantian. Gerakan ini sama dengan posisi tidur.

h.

Lutut diluruskan lalu dibengkokkan kembali ke arah bawah, ulangi sebanyak 10


kali.

i.

Letakkan sehelai kertas surat kabar di lantai. Bentuk kertas tersebut menjadi
seperti bola dengan menggunakan kedua belah kaki. Kemudian buka bola itu
menjadi lembaran seperti semula menggunakan kedua belah kaki. Cara ini
dilakukan sekali saja.

6. Dokumentasi Tindakan
Perhatikan respon pasien setelah melakukan senam kaki. Lihat tindakan yang
dilakukan klien apakah sesuai atau tidak dengan prosedur, dan perhatikan tingkat
kemampuan klien melakukan senam kaki.

106

Lampiran 5
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)
PENGUKURAN ANKLE BRACHIAL INDEX
1. Definisi
Ankle Brachial Index (ABI) adalah test non invasive untuk mengukur rasio
tekanan darah sistolik kaki (ankle) dengan tekanan darah sistolik lengan (brachial).
Nilai ABI kanan dan kiri dihitung dengan membagi tekanan sistolik pada dorsalis pedis
dan posterior tibia atau pergelangan kaki (ankle) pada masing-masing tungkai dengan
tekanan sistolik tertinggi pada kedua lengan atas (brachial).
2. Tujuan
Pemeriksaan ABI dilakukan untuk mendeteksi adanya insufisiensi arteri sehingga dapat
menentukan jenis luka apakah arterial ulcer, venous ulcer atau mixed ulcer. Sehingga
dapat memberikan intervensi secara tepat
3. Persiapan alat
Tekanan darah sistolik diukur dengan menggunakan alat yang disebut simple hand held
vascular Doppler ultrasound probe dan tensimeter (spygmomanometer).
4. Persiapan klien
a. Perkenalan dan persetujuan
1) Perkenalkan diri anda pada pasien dan pastikan identitasnya
2) Jelaskan alasan dilakukannya prosedur dan maknanya.
b. Posisi pasien
1) Posisikan pasien pada posisi terlentang, kedua lengan dipaparkan, dan posisi
kaki sama tinggi dengan posisi jantung.
2) Pastikan bahwa pasien nyaman, dan biarkan ia beristirahat selama 20 menit.
5. Prosedur pengukuran ABI
a.

Cuci tangan

b.

Pilih ukuran manset tekanan darah yang sesuai dan tempatkan di sekitar lengan
pasien.

c.

Palpasi arteri brachialis dan oleskan gel ultrasound pada tempat tersebut.

107

d.

Dengan menggunakan probe Doppler (arahkan pada sudut sekitar 45), carilah
sinyal arteri brachialis dan kembangkan manset hingga sinyal tersebut menghilang.

e.

Kempeskan manset perlahan (pada kecepatan 2-3 mmHg per detik) sampai sinyal
muncul kembali, dan catat tekanan brachial ini.

f.

Bersihkan gel ultrasound dari lengan pasien dan ulangi prosedur yang sama pada
lengan yang satu lagi.

g.

Gunakan nilai yang lebih tinggi dari kedua hasil pemeriksaan untuk menghitung
ABI.

h.

Pilih ukuran manset yang sesuai dan tempatkan di sekitar betis di atas maleolus,
pastikan bahwa setiap ulkus yang ada di daerah ini sudah ditutup sebelumnya.

i.

Palpasi denyut arteri dorsalis pedis (di antara tulang metatarsal satu dan dua) atau
denyut arteri tibialis anterior (di titik tengah di antara maleolus).

j.

Oleskan gel ultrasound di tempat ketika arteri terpalpasi (jika anda tidak dapat
memalpasi arteri, oleskan gel di tempat arteri seharusnya dapat terpalpasi) dan,
menggunakan probe Doppler, temukan sinyal arteri yang optimal.

k.

Catat tekanan arteri dorsalis pedis (DP) atau tibialis anterior (TA) seperti ketika
mencatat tekanan brachialis.

l.

Palpasi arteri tibialis posterior (TP) (terletak posterior dari maleolus) dan oleskan
gel ultrasound di tempat ditemukannya arteri.

m. Menggunakan probe Doppler, temukan sinyal arteri yang optimal dan seperti untuk
tekanan darah dorsalis pedis dan brachialis, ukur dan catat tekanan dorsalis pedis.
n.

Bersihkan gel ultrasound dari tungkai pasien ulangi prosedur yang sama pada
tungkai bawah yang satu lagi untuk mendapatkan tekanan DP/TA dan TP.

o.

Gunakan nilai tekanan darah yang lebih tinggi dari dua nilai DP atau TA dengan
nilai TP) untuk menghitung ABI untuk tiap pergelangan kaki.

p.

Bersihkan gel ultrasound yang tersisa pada kulit pasien, bantu pasien berpakaian,
dan pastikan mereka nyaman.

q.

Bersihkan gel dari probe.

r.

Cuci tangan

108

6. Akhir prosedur
Hitung ABI untuk tiap pergelangan kaki. ABI adalah tekanan darah tertinggi yang
direkam pada pergelangan kaki, dibagi dengan tekanan brachialis tertinggi. Setelah itu
dokumentasikan hasilnya dan perhatikan respon pasien setelah dilakukan pengukuran.

109

Anda mungkin juga menyukai