G.
KESIMPULAN
Pada percobaan yang telah kami lakukan dapat di simpulkan
bahwa pada semua sampel yaitu Nipagin, Asetosal, Nartium Salisilat
dan
Salisilamida
yang
dilakukan
secara
kualitatif,
ternyata
DAFTAR PUSTAKA
Harjadi, W. 1986. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Erlangga. Jakarta.
Autherhoff, H dan Kovark, 1987, Identifikasi Obat Terbitan keempat,
ITB, Bandung.
Vogel.. 1990. Buku Analisis Kualitatif Makro dan Semimikro Kimia
Anorganik Edisi Ke Empat. Longmans. London.
Hedwig, R., M.Pardede, T.J. Lie, H. Kurniawan, K.Kagawa, 2003, Studi
Pendahuluan Untuk Analisa Kualitatif dan Kuantitatif Elemen
Hidrogen Pada Sampel Logam Dengan Menggunakan Teknik Ablasi
Laser, Seminar Nasional Opto IElektronika dan Aplikasi Laser,
Jakarta..
Setyawati, H., Murwani, I.K., 2010, Sintesis Dan Karakterisasi Senyawa
Kompleks Besi(III)-EDTA, Prosiding Seminar Nasional Sains,
Jurusan Kimia ITS, Surabaya.
Henry, A., MT, Suryadi., dan Yanuar, A, 2002, Analisis Spektrofotometri
UV-vis pada obat Influenza dengan menggunakan aplikasi system
persamaan linear, Universitas Gunadarma, Jakarta
kimia
dan
unsur-unsur
serta
ion-ionnya
dalam
asam
mengandung
karboksilat
adallah
guguskarboksilat,
senyawa
-CO2H.
organic
Gugus
yang
karboksilat
mengandung sebuah gugus karbonil dan sebuh gugushidroksil; antaraksi dari kedua gugus ini mengakibatkan suatu kereaktivan kimia
yang unik untuk asam karboksilat. Karena gugus karboksil bersifat
polat dan tak terintangi, makareaksinya tidak terlalu dipengaruhi oleh
sisa molekul (Fessenden,1989).
Mengidentifikasi reaksi-reaksi khusus senyawa yang mengandung C, H, O
dapat di lakukan dengan metode analisis secara kualitatif. Analisis kualitatif
adalah analisis untuk melakukan identifikasi elemen,spesies, dan atau
senyawa-senyawa yang ada di dalam sampel. Dengan kata lain, analisis
kualitatif berkaitan dengan cara untuk mengetahui ada atau tidaknya suatu
sampel (Gandjar, I.G. dan Rohman, A.,2007).
Dalam percobaan ini digunakan bahan turunan dari ester asam kaboksilat
dan turunan salisilat. Gugus COOH paling banyak terdapat dalam bentuk ion
karboksilat, sedangkan gugus NH2 terprotonasi. Interaksi kedua gugus
leburnya lebih lebar, lebih dari 2C. Pada percobaan ini titik lebur
kristal adalah 122,4-124,6 C, lebih rendah dari titik lebur kristal
murni. Ini berarti aspirin hasil sintesis tidak murni atau mengandung
pengotor. Dari uji FeCl
3
telah diketahui bahwa produk aspirin hasil sintesis mengandung asm
salisilat. Sehingga dapat diduga bahwa pengotor yang berada di
produk aspirin hasil sintesis adalah asam salisilat yang tidak bereaksi
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1. TEORI SINGKAT
Titik leleh atau melting point merupakan salah satu parameter yang dapat
digunakan untuk pengukuran hasil rekristalisasi. Titik leleh suatu senyawa murni
adalah temperatur dimana fase cair dan fase padatan senyawa tersebut pada
temperatur dimana fase cair dan fase padatan senyawa tersebut pada tekanan 1
atmosfer berada dalam keseimbangan.
Titik leleh mengukur gayaintermolekuler antar senyawa, makin tinggi titik leleh
makin besar gaya intermolekulernya. Beberapa molekul dengan BM sama, maka
molekul yang lebih polar dan struktur molekul yang lebih simetris akan lebih
tinggi titik lelehnya. Angka titik leleh dan kisarannya tergantung pada kecepatan
pemanasan, keakuratan termometer yang digunakan dan sifat padatan senyawa
yang terukur. Suatu padatan yang telah diisolasi, rentang lelehannya harus
ditentukan untuk memastikan identitas dan kemurniannya. Untuk
menentukannya, gunakan pipa kapiler dengan salah satu ujung yang tertutup
dan tekan bagian ujung yang terbuka keatas permukaan sampel/ produk agar
sebagian produk terdorong masuk kedalam pipa. Jika terlihat jumlah padatan
yang terdorong masuk sudah cukup, segera balikkan kembali ujung pipa kapiler
yang terbuka, hingga terlihat butiran sampel akan turun kebawah ujung kapiler
yang tertutup.
Sintesis dan pemurnian bahan bukan tujuan final bagi kimiawan. Yang harus
didefinisikan adalah struktur bahan yang telah disintesis dan dimurnikan. Tahap
ini kadang merupaka tahap yang palin sukar. Harus diakui bahwa sampai paruh
akhir abad ke-20, kimiawan tidak dibekali dengan alat yang cukup untuk
mengataso kesukaran ini. Beberapa kimiawan mengusulkan struktur yang tidak
tepat bahkan untuk beberapa tahun. Namun, situasinya berubah drastis sejak
dikembangkan berbagai teknik spektroskopi. NMR (Nuclear magnetic resonance)
khususnya adalah metoda yang sangat unggul dibanding metoda-metoda yang
lain. Untuk padatan kristalin, analisis kristalografi sinar-X terbukti sangat
bermanfaat.
Sebelum dikenalkan teknik spektroskopi, yakni sampai paruh pertama abad 20,
penentuan struktur senyawa organik didasarkan atas perbandingan dengan
senyawa yang strukturnya telah diketahui. Bila semua sifat fisik dan kimia
senyawa identik dengan senyawa yang telah dideskripsikan di literatur, dapat
disimpulkan bahwa senyawa yang sedang dipelajari identik dengan snyawa yang
strukturnya telah diketahui. Kriteria ini masih diadopsi hingga kini walaupun
perbandingan yang dilakukan mungkin berbeda.
Bila sifat fisik dan kimia senyawa yang diselidiki tidak tepat dengan senyawa
apapun yang sudah dikenal di literatur, besar kemungkinan senyawa ini adalah
senyawa baru, belum pernah disintesis atau belum pernah dilaporkan. Dalam
kasus semacam ini, masalah baru mungkin muncul. Bagaimana orang dapat
menentukan struktur senyawa yang sama sekali baru? Metoda penentuan
struktur berubah drastis pada pertengahan abad 20. Metoda tradisional,
walaupun sederhana, sangat memakan waktu dan sukar dalam praktek: jadi,
pertama struktur senyawa yang baru disintesis diasumsikan, dan kemudian
suatu rute tertentu didesain untuk mengubah senyawa ini menjadi senyawa
yang telah diketahui. Pengubahan itu mungkin memerlukan beberapa tahap.
Sepanjang perubahan struktur yang disebabkan oleh tiap tahap teridentifikasi,
pengubahan yang berhasil sampai senyawa yang diketahui merupakan bukti
struktur yang diasumsikan. Harus ditambahkan bahwa reaksi untuk pengubahan
ini dipilih dari reaksi yang hanya melibatkan gugus fungsi dan bukan kerangka
molekulnya.
Kini penentuan struktur terutama dilakukan dengan metoda spektroskopik dan
difraksi. Di bab ini, pertama akan dibahas metoda penentuan struktur yang
tersedia sebelum zaman modern, baru setelah itu teknik modern didiskusikan.
Harus ditambahkan kini tersedia banyak metoda untuk menentukan struktur.
Misalnya, perhitungan kimia kuantum mungkin juga merupakan sumber
informasi yang bermanfaat.
a. Uji titik leleh campuran
Metoda ini telah secara ringkas dibahas di bab sebelumnya (Bab 12..2).
Seebelum pertengahan ada 20, prosedur utama dalam penentuan struktur
senyawa organik adalah untuk membuktikan bahwa senyawanya identik dengan
senyawa yang telah diketahui. Bukti ini terutama dicapai dengan uji titik leleh
campuran (uji campuran). Metoda ini didasarkan prinsip bahwa titik leleh
padatan paling tinggi ketika padatan itu murni. Bila dua sampel A dan B memiliki
titik leleh yang sama, maka ditentukan titik leleh A murni, B murni dan campuran
sejumlah sama A dan B. Bila hasil ketiganya sama, terbukti bahwa A dan B
identik.
Dalam praktek, terdapat beberapa kerumitan. Titik leleh tidak selalu tajam, dan
bahan cenderung meleleh dalam rentang suhu tertentu. Jadi, tidak mudah untuk
menyatakan apakah dua titik leleh sama atau tidak. Namun, metoda dan
teorinya sederhana dan jelas, dan telah digunakan sebagai sarana identifikasi
selama beberapa tahun.
b. Penggunaan turunan padatan
Bila sampelnya berwujud cairan atau gas, metoda titik leleh campuran tidak
dapat digunakan. Bila sampel gas atau cairan memiliki gugus fungsi yang reaktif,
sampel ini dapat diubah menjadi padatan yang mungkin menghasilkan kristal
yang indah. Aldehida dan keton, yang sangat penting dalam kimia organik,
cenderung berupa cairan bila m assa molekulnya rendah. Dalam kasus semacam
ini senyawa ini biasanya diubah menjadi turunannya yang padat yang lewbih
mudah ditangani untuk penentuan struktur. Pereaksi yang dapat bereaksi
dengan aldehida dan keton,
misalnya hidroksilamin NH2OH ??hidrazin NH2NH2 dan fenilhidrazin C6H5NHNH2
??Sfenilhidrazin terkenal karena kimiawan Jerman Emil Fischer (1852-1919)
menggunakannya dengan sukses dalam risetnya pada topik gula. Beberapa
reaksi untuk mendapatkan kristal turunannya diberikan di bawah ini.
CH3CHO + NH2OH > CH3CH=NOH + H2O (13.1)
Asetaldehida hidroksilamin asetaldoksim
(CH3)2C=O + C6H5NHNH2 > (CH3)2C=NNH C6H5 + H2O (13.2)
aseton fenilhydrazin asetonfenilhidrazon
Senyawa turunan yang kristalin dapat digunakan untuk penentuan struktur
senyawa yang tidak diketahui. Prosedurnya sama dengan yang dibahas di atas
c. Perbandingan sifat fisik
Sifat fisik lain seperti titik didih, indeks bias, momen dipol, dan rotasi spesifik
untuk senyawa yang optik aktif dapat memberikan onformasi yang bermanfaat.
Data semacam ini dapat memberikan informasi pda sifat keseluruhan molekul.
Kadang, sifat molekul keseluruhan dapat merupakan jumlah dari berbagai
kontribusi bagian-bagian senyawa. Dalam kasus sperti ini, informasi pada bagian
tertentu senyawa dapat diperoleh. Misalnya, penggunaan momen dipol akan
diberikan di bawah ini.
Momen dipol hasil perconaan untuk nitrobenzen (3,98 D) dan khlorobenzen (1,58
D), arah momen dipolnya ditentukan dengan sifat elektronik gugus fungsi
(misalnya keelektronegatifan) (Gambar 13.1(a)). Dalam mendiskusikan momen
dipol senyawa organik, momen ikatan C-C dan C-H diasumsikan nol. Jadi momen
senyawa-senyawa tadi ditentukan terutama oleh momen ikatan gugus fungsinya.
Momen dipol dua isomer khloronitrobenzen adalah 2,50 D dan 3,40 D. Karena
momen ikatan telah diidentifikasi sebagai isomer para dan meta sebagaimana
diperlihatkan pada Gambar 13.1 (b).
BAB III
METODE
3.1. ALAT DAN BAHAN
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. HASIL PENGAMATAN
a. Titik leleh
Senyawa Titik leleh C T rata-rata
Awal Akhir tengah
Asam benzoat 120 123 122 121,67
naftol 122 123 122 121,3
Campuran 50:50 73 96 80 83
Campuran 75:25 78 90 85 84,3
Campuran 25:75 77 95 90 87,33
b. Identifikasi senyawa anu
Nama senyawa anu adalah bifenil
Kisaran titik leleh taksiran adalah (69 + 70 + 72) : 3 = 70,33 C
Kisaran titik leleh yang sebenarnya adalah 70-71 C
Titik leleh campuran dengan
4.2. PEMBAHASAN
a. Titik leleh senyawa murni dan campuran.
Percobaan dengan judul identitas dan keurnian senyawa organik : penetapan
titi leleh dilakukan atas senyawa asam benzoat dan @- Naftol. Tujuan dari
praktikum ini adalah untuk mempelajari teknik penetapan titik leleh menentukan
titik leleh campuran dan mencoba membuat teknik titik leleh.
Langkah yang pertama kita lakukan pada percobaan ini adalah menghancurkan
sekitar 50-100 mg urea dengan menggunakan sudip yaitu dengan
menggeruskannya kedinding gelas piala kecil yang kering. Kemudian mengisi
tabung kapiler dengan urea dengan menekakan bagian ujungnya yang terbuka
pada contoh. Hal ini dilakukan agar padatan yang menyumbat ini turun kedalam
dasar tabung. Setelah itu mengetuk-ngetuk tabung dengan dasar tertutup
dibagian bawah. Selanjunya mennngulangi cara ini sampai kita mendapatkan
contoh padat dalam tabung setinggi 1-2 mm. Kemudian mengikatkan tabung
pada thermometer dengan gelang karet sedemikian rupa sehingga contoh
berada disamping bola thermometer. Kemudian meletakkan tabung beserta
thermometer didalam penangas minyak.
Kemudian memanaskan penangas sambil diaduk terus-menerus. Suhu penangas
dapat dinaikan dengan cepat sampai suhu 15-200c dibawah suhu leleh contoh.
Tetapi selama penetapan titik leleh kenaikan suhu tidak diperkenankan melebihi
2-30c/menit. Karena itu diturunkan laju pemanasan minyak pada 150c dibawah
suhu leleh yang diperkirakan. Titik leleh urea kira-kira 1340C
Kemudian mencatat kisaran titik leleh urea, kemudian dengan cara yang sama,
menetapkan kisaran titik leleh asam trans-sinamat. Senyawa ini juga meleleh
pada suhu sekitar 1300c. untuk menunjukkan dampak pencemaar pada titik
leleh zat murni, selanjutnya menetapkan kisaran titik leleh campuran (50:50
berdasar bobot) urea dan asam sinamat. Selanjutnya membuat campuran
dengan nisbah 72:25 dan 25:75. Dari hasil percobaan didapatkan titik leleh ratarata dari masing-masing larutan dan campuran yaitu asam benzoate, naftol,
campuran 50:50, campuran75:25 dan 25:75 berturut-turut adalah 121,67 , 121,3
, 83 , 84,3 dan 87,33.
b. Identifikasi senyawa anu
Langkah awal yang kita lakukan pada percobaan ini adalah mendapatkan
senyawa anu yang telah asisten sediakan sebelumnya. Kemudian mengisi dua
tabung kapiler dengan senyawa anu; masing-masing untuk penetapan titik leleh
taksiran, dan untuk titik leleh sebenarnya. Kemudian menggunakan tabel untuk
menentukan identifikasi awal dari senyawa anu tersebut. Kemudian memastikan
identitasnya dengan teknik titik leleh campuran. Selanjutnya mencampurkan
sekitar 50 mg senyawa anu dengan 50 mg zat yang diperkirakan sama,
kemudian menetapkan titik lelehnya. Jika perlu, mengulangi prosedur inisampai
diperoleh identitas senyawa anu. Dari hasil pengamatan ternyata identitas
senyawa anu adalah senyawa bifenil dengan titik leleh 70,33C dari kisaran titik
leleh sebenarnya 70-71 C.
BAB V
PENUTUP
5.1. KESIMPULAN
Dari percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkansebagai berikut :
Titik leleh asam benzoat lebih tinggi bila dibandingkan dengan titik leleh @Naftol
Titik leleh asam benzoat adalah 134 0C
Titik leleh @-Naftol adalah 125 0C.
Perbandingan @-Naftol dan asam benzoat 1 : 1 menghasilkan titik leleh 90 0C
Perbandingan @-Naftol dan asam benzoat 3 : 1 menghasilkan titik leleh 91 0C
Perbandingan @-Naftol dan asam benzoat 1 : 3 menghasilkan titik leleh 88 0C
5.2. KEMUNGKINAN KESALAHAN
Kesalahan praktikan dalam memadatkan sampel pada pipa kapiler sehingga
mengakibatkan kesalahan dalam penentuan titik leleh.
Kesalahn praktikan dalam merangkai alat, sehingga mengakibatkan kesalahan
pada percobaan.
Kesalahan dalam mencampur larutan (takaran masing - masing)
Kesalahan dalam mengamati titik leleh dari senyawa (sampel) yang diberikan.
DAFTAR PUSTAKA
Team Teaching Kimia Anorganik. 2008. Modul Praktikum. Gorontalo:UNG
Farmakope Indonesia, edisi IV, hal 762
Fessenden & Fessenden, 1982. Kimia Organik Edisi ketiga jilid 1 dan 2. jakarta :
Erlangga.
1.
sampel. Apabila hal ini terjadi, maka dapat menghambat pengukuran titik didih dan hasil
pengukuran tidak berjalan dengan baik.
Larutan yang akan diamati dapat diketahui titik didihnya dengan melihat angka pada
termometer dengan memperhatikan suhu perhentian dari termometer. Bila sudah mencapai
titik didihnya, suhu larutan tidak akan bertambah meskipun panasnya ditambahkan lebih
besar. Kalaupun panas ditambah, bukan suhu yang akan naik melainkan larutannya perlahanlahan akan menguap dan habis berkurang.
Adanya zat terlarut yang tidak mudah menguap di dalam suatu pelarut akan
menurunkan tekanan uap pelarutnya, akibatnya tekanan uap larutan akan lebih kecil
dibandingkan dengan tekanan uap pelarut murninya. Dengan demikian semakin banyak
energi yang diperlukan untuk mencapai tekanan uap sebesar 1 atm, sehingga larutan akan
memiliki titik didih yang lebih tinggi. Sehingga dpat dituliskan: Pelarut + zat terlarut nonvolatil larutan tekanan uapnya rendah titik didih menjadi lebih tinggi dibandingkan
pelarut murni. Berdasarkan perbandingan titik didih air dengan larutan garam dapat diketahui
bahwakenaikan titik didih larutan juga akan semakin besar apabila konsentrasi (molal) dari
zat terlarut semakin besar.
2.
mengisi Erlenmeyer dan sumbat dengan gabus. Kemudian dipanaskan dan dicatat suhu
saat tepat meleleh hingga semua meleleh.
Setelah itu kami membandingkan titik leleh hasil percobaan dengan menggunakan alat
MPA (melting point apppatus). Alat iini khusus digunakan untuk penentuan titik leleh dengan
cara digital. Sampel yang akan ditentukan titik lelehnya ditempatkan pada pipa gelas kapiler
setebal 2mm.pipa kapiler ini akan ditempatkan pada pipa bagian atas. Terdapat 3 lubang
yang diameternya 3mm. lubang tengah untuk pipa kapiler yang berisi sampel dan dua lubang
lain diisi dengan pipa kapiler kosong (blanko). Kemudian alat dihidupkan.
Dari percobaan yang telah dilakukan, didapatlah data titik leleh beberapa zat yaitu: titik
leleh naftalen yaitu 80C, sedangkan dengan MPA yaitu 90C. titik leleh maltose dengan
perhitungan manual yaitu 140C, sedangkan dengan MPA yaitu 160C. dan titik leleh alfanaftol adalah 96C, sedangkan dengan MPA adalah sebesar 98C. dari data tersebut dapat
dilakukan perhitungan untuk menentukan persentase kesalahannya:
% naftalen
Tl naftalen = 80C
Tl naftalen (MPA) = 90C
%naftalen =
% maltose
Tl maltose = 140C
Tl maltose (MPA) = 160C
% maltose =
% alfa-naftol
Tl alfa-naftol = 96C
Tl alfa-naftol (MPA) = 98C
% alfa-naftol =
Dari persentase kesalahan yang diperoleh dari hasil perhitungan, dapat dinyatakan
bahwa hasil percobaan tidak terlalu jauh berbeda dengan teori, yaitu 11,11% untuk naftalen,
12,3% untuk maltose, dan 2,94% untuk alfa-naftol.
1.
VII. Diskusi
Penentuan titik leleh
Titik leleh senyawa organik mudah untuk diamati sebab temperatur dimana pelelehan
mulai terjadi hampir sama dengan temperatur dimana zat telah habis meleleh semuanya.
Jika zat padat yang diamati tidak murni , maka akan terjadi penyimpangan dari titik leleh
senyawa murninya yang berupa penurunan titik leleh dan perluasan range titik leleh.
Dalam menentukan titik leleh suatu zat, adapun faktor-faktor yang mempengaruhi cepat atau
lambatnya zat tersebut meleleh adalah :
1. Ukuran Kristal
Ukuran Kristal sangat berpengaruh dalam menentukan titik leleh suatu zat. Apabila
semakin besar ukuran partikel yang digunakan, maka semakin sulit terjadinya pelelehan.
2. Banyaknya Sampel.
Banyaknya sampel suatu zat juga dapat mempengaruhi cepat lambatnya proses
pelelehan. Hal ini dikarenakan, apabila semakin sedikit sampel yang digunakan maka
semakin cepat proses pelelehannya, begitu pula sebaliknya jika semakin banyak sampel yang
digunakan maka semakin lama proses pelelehannya.
3. Pengemasan Dalam Kapiler.
Pemanasan dalam suatu pemanas harus menggunakan bara api atau panas yang bertahan.
Adanya senyawa lain yang dapat mempengaruhi range titik leleh.
Pada percobaan ini kami menggunakan senyawa naftalen, maltose, dan alfa-naftol.
Adapun titik leleh naftalen dengan percobaan adalah 80C, dan dihitung dengan alat MPA
adalah 90C. titik leleh maltose dengan percobaan adalah 140C, dan dihitung dengan alat
MPa adalah 60C. dan titik leleh alfa-naftol dengan percobaan adalah 96C, dan dengan alat
MPA adalahh 98C. Dengan persentase kesalahan untuk titik leleh naftalen adalah 11,11%,
maltose yaitu 12,5%, dan alfa-naftol adalah 2,94%.
Pemanasan dengan tingkat kenaikan suhu yang tinggi dan tidak bertahap menyebabkan
penyimpangan titik leleh dan perluasan range dari titik leleh senyawa murninya.