Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
kebudayaan
disebut culture,
yang
berasal
dari
kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai
mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur"
dalam bahasa Indonesia
Sosial adalah segala sesuatu yang mengenai masyarakat atau kemasyarakatan atau
dapat juga berarti suka memperhatikan kepentingan umum (kata sifat).
Sosial Budaya adalah segala hal yang dicipta oleh manusia dengan pemikiran dan
budi nuraninya dalam kehidupan bermasyarakat.
Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan
Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam
masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah
untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism (Koentjaraningrat, 2002).
Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu
generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic
Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai
sosial,norma sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius,
dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri
khas suatu masyarakat (Notoatmodjo, 2007).
Menurut Edward Burnett Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks,
yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat
istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota
masyarakat.
Secara sederhana kebuadayaan dapat diartikan sebagai hasil dari cipta, karsa, dan
rasa. Sebenarnya Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu
buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai
hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan
disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan
(Prasetyawati, 2012).
Koentjaraningrat (2002) mendefinisikan kebudayaan adalah seluruh kelakuan dan
hasil kelakuan manusia yang teratur oleh tata kelakuan yang harus didapatkannya dengan
belajar dan semuanya tersusun dalam kehidupan masyarakat. Asalkan sesuatu yang
dilakukan manusia memerlukan belajar maka hal itu bisa dikategorikan sebagai
budaya (Koentjaraningrat, 2002).
Taylor dalam bukunya Primitive Culture, memberikan definisi kebudayaan sebagai
keseluruhan yang kompleks yang didalamnya terkandung ilmu pengetahuan, kepercayaan,
dan kemampuan kesenian, moral, hukum, adat-istiadat dan kemampuan lain serta
kebiasaankebiasaan yang didapat manusia sebagai anggota masyarakat.
Menurut Herskovits, Budaya sebagai hasil karya manusia sebagai bagian dari
lingkungannya (culture is the human-made part of the environment). Artinya segala
sesuatu yang merupakan hasil dari perbuatan manusia, baik hasil itu abstrak maupun
nyata, asalkan merupakan proses untuk terlibat dalam lingkungannya, baik lingkungan
fisik maupun sosial, maka bisa disebut budaya.
Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan
adalah sesuatu yang akan memengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau
gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari,
kebudayaan itu bersifat abstrak (Koentjaraningrat, 2002).
Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh
manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat
nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni,
dan
lain-lain,
yang
kesemuanya
ditujukan
untuk
membantu
manusia
dalam
meragakan
diri didasari
sifat
komersial. Budaya
modern
lebih
dan sering dilandasi sifat kekeluargaan. Contoh : Ketoprak, wayang orang, keroncong,
ludruk.
c. Budaya Campuran
Budaya campuran pada hakekatnya merupakan campuran budaya modern dengan
budaya tradisional yang berkembang dengan cara asimilasi ataupun defusi.
Kebudayaan campuran sudah memperhitungkan komersil tapi masih mengindahkan
norma dan adat setempat. Contoh : Musik dangdut, orkes gambus, campur sari
(Koentjaraningrat, 2002).
3. Aspek sosial yang mempengaruhi status dan perilaku kesehatan
Koentjaraningrat (2002), mengemukakan bahwa ada beberapa aspek sosial yang
mempengaruhi status kesehatan antara lain adalah :
a. Umur
Jika dilihat dari golongan umur maka ada perbedaan pola penyakit
berdasarkan golongan umur. Misalnya balita lebih banyak menderita penyakit
infeksi, sedangkan golongan usila lebih banyak menderita penyakit kronis seperti
hipertensi, penyakit jantung koroner, kanker, dan lain-lain.
b. Jenis Kelamin
Perbedaan jenis kelamin akan menghasilkan penyakit yang berbeda pula.
Misalnya dikalangan wanita lebih banyak menderita kanker payudara, sedangkan
laki-laki banyak menderita kanker prostat.
c. Pekerjaan
Ada hubungan antara jenis pekerjaan dengan pola penyakit. Misalnya
dikalangan petani banyak yang menderita penyakit cacing akibat kerja yang banyak
dilakukan disawah dengan lingkungan yang banyak cacing. Sebaliknya buruh yang
bekerja diindustri , misal dipabrik tekstil banyak yang menderita penyakit saluran
pernapasan karena banyak terpapar dengan debu.
d. Sosial Ekonomi
Keadaan sosial ekonomi juga berpengaruh pada pola penyakit. Misalnya
penderita obesitas lebih banyak ditemukan pada golongan masyarakat yang berstatus
ekonomi tinggi, dan sebaliknya malnutrisi lebih banyak ditemukan dikalangan
masyarakat yang status ekonominya rendah. Menurut H. Ray Elling (1970) ada 2
faktor sosial yang berpengaruh pada perilaku kesehatan :
Self concept
Self concept kita ditentukan oleh tingkatan
kepuasan
atau
ketidakpuasan yang kita rasakan terhadap diri kita sendiri, terutama bagaimana
kita ingin memperlihatkan diri kita kepada orang lain. Apabila orang lain
melihat kita positip dan menerima apa yang kita lakukan, kita akan meneruska
adalah:
Pengaruh tradisi
Ada beberapa tradisi dalam masyarakat yang dapat berpengaruh
negatif terhadap kesehatan masyarakat, misalnya di New Guinea, pernah
terjadi wabah penyakit kuru.penyakit ini menyerang susunan saraf otak dan
penyebabnya adalah virus.penderita hamya terbatas pada anak-anak dan
wanita. Setelah dilakukan penelitaian ternyata penyakit ini menyebar karena
kematian.
Sikap ethnosentris
Sikap ethnosentrime
adalah
sikap
yang
memandang
bahwa
teknologi
yang
dimilikinya,
dan
selalu
beranggapan
bahwa
dimana
mereka
bekerja
lebih
mengetahui
keadaan
di
masyarakatnya sendiri.
Pengaruh perasaan bangga pada statusnya
Contoh: dalam upaya perbaikan gizi, disuatu daerah pedesaan tertentu,
menolak untuk makan daun singkong, walaupun mereka tahu kandungan
vitaminnya tinggi. Setelah diselidiki ternyata masyarakat bernaggapan daun
singkong hanya pantas untuk makanan kambing, dan mereka menolaknya
pelayanan.
Pengaruh nilai
Nilai yang berlaku didalam masyarakat berpengaruh terhadap perilaku
kesehatan. Contoh: masyarakat memandang lebih bergengsi beras putih
daipada beras merah, padahal mereka mengetahui bahwa vitamin B1 lebih
tinggi diberas merah daripada diberas putih. Meskipun masyarakat mengetahiu
bahwa beras merah lebih banyak mengandung vitamin B1 jika dibandingkan
dengan beras putih,masyarakat ini memberikan nilai bahwa beras putih lebih
enak dan lebih bersih.
Contoh lain adalah masih banyak petugas kesehatan yang merokok
meskipun mereka mengetahui bagaimana
kesehatan.
Pengaruh unsur budaya yang dipelajari pada tingkat awal dari proses
sosialisasi terhadap perilaku kesehatan.
Kebiasaan yang ditanamkan sejak kecil akan berpengaruh terhadap
kebiasaan pada seseorang ketika ia dewasa. Misalnya saja, manusia yang biasa
makan nasi sejak kecil, akan sulit diubah kebiasaan makannya setelah dewasa
(Notoatmodjo, 2007).
Pada tingkat awal proses sosialisasi,seorang anak diajakan antara lain
bagaimana cara makan,bahan makanan apa yang dimakan,cara buang air kecil
dan besar,dan lain-lain. kebiasaan tersebut terus dilakukan sampai anak
tersebut dewasa dan bahkan menjadi tua.kebiasaan tersebut sangat
mempngaruhi
perilaku
kesehatan
yang
sangat
sulit
untuk
diubah
(Koentjaraningrat, 2002).
Pengaruh konsekuensi dari inovasi terhadap perilaku kesehatan
Apabila seorang petugas kesehatan ingin melakukan perubahan
perilaku kesehatan masyarakat, maka yang harus dipikirkan adalah
konsekuensi apa yang akan terjadi jika melakukan perubahan, menganalisis
faktor-faktor yang terlibat/berpengaruh pada perubahan, dan berusaha untuk
memprediksi
tentang
apa
yang
akan
terjadi
dengan
perubahan
kesehatan
masyarakat,maka
yang
harus
dipikirkan
adalah
sesudah melalui proses penyiapan dan penyuguhan yang juga secara budaya, agar dapat
hidup dan berada dalam kondisi kesehatan yang baik (Simatupang, 2008).
Kesukaan makan seseorang sangat dipengaruhi oleh kebiasaan makannya sejak
kanak-kanak. Keluarga dalam hal ini sangat menentukan kesukaan anak terhadap makanan
tertentu. Makanan sebagai salah satu aspek kebudayaan sering ditentukan oleh keadaan
lingkungan, misalnya wilayah yang sebagian besar memiliki pohon kelapa, maka jenis
makanan yang dimakan banyak yang menggunakan santan atau kelapa, sedangkan wilayah
yang sebagian besar terdiri dari perkebunan, jenis dan komposisi makanan banyak yang
terbuat dari sayur-sayuran atau dikenal dengan lalapan. (Prasetyawati, 2012).
Rasa makanan yang disukai oleh suatu masyarakat umumnya bervariasi. Ada
sekelompok masyarakat yang menyukai makanan yang rasanya pedas, manis, asin, dan
sebagainya. Kelompok masyarakat yang menyukai makanan yang rasanya manis dapat
ditemukan di daerah-daerah di Pulau Jawa, sedangkan makanan yang rasanya pedas dapat
ditemukan di daerah-daerah Sumatera dan Sulawesi. Sehingga sering kali masyarakat
tertentu yang datang ke suatu wilayah yang berbeda dengan jenis makanan yang biasa ia
makan, ia perlu mengadakan penyesuaian terhadap makanan tersebut. Perlu diperhatikan
bahwa tidak mudah bagi seseorang untuk mengganti makanan yang biasa ia makan dengan
jenis makanan yang baru ia kenal (Cahyani, 2012).
Distribusi makanan dalam keluarga tidaklah sama dengan keluarga lain. Ada aturanaturan tertentu yang harus dipenuhi oleh anggota keluarga. Seorang ayah yang dianggap
sebagai pencari nafkah keluarga, harus diberikan makanan yang lebih dibandingkan
dengan anggota keluarga lainnya. Kata lebih yang dimaksud meliputi kualitas, kuantitas,
dan frekuensi makan. Ibu hamil tidak bisa makan dengan sebebasnya, tapi mempunyai
keterbatasan tertentu, ada makanan-makanan tertentu yang tidak boleh dimakan oleh ibu
hamil. Tamu dianggap sebagai raja, sehingga diberikan makanan yang tidak biasanya.
Anak mempunyai makanan khusus seperti bubur nasi dan sebagainya. Sedangkan
pembantu rumah tangga bisasnya diberikan makanan yang rendah kualitasnya
(Notoatmodjo, 2007).
Masalah kekurangan gizi bukan saja disebabkan oleh faktor sosial-ekonomi
masyarakat, namun berkaitan pula dengan faktor sosial-budaya masyarakat setempat.
Seperti misalnya persepsi masyarakat terhadap pemenuhan kebutuhan masih belum sesuai.
Menurut mereka, yang disebut dengan makan adalah makan sampai kenyang, tanpa
memperhatikan jenis, komposisi, dan mutu makanan, pendistribusian makanan dalam
keluarga tidak berdasarkan debutuhan untuk pertumbuhan dan perkembangan anggota
d. Angka kematian bayi (AKB), angka kematian anak, serta angka kematian ibu
(AKA/AKI) pada penduduk miskin jauh lebih tinggi dari yang tidak miskin
(Notoatmodjo, 2007).
DAFTAR PUSTAKA