TREATISES OF GOVERNMENT
Maret 17, 2009ilham76Tinggalkan komentarGo to comments
B.
Perjanjian
Masyarakat
Ajaran Locke tentang negara mempunyai pengaruh yang sangat besar di berbagai
belahan dunia. Konsep government by consent of the people (pemerintahan
berdasarkan persetujuan rakyat) dan paham kepercayaan (trust) rakyat kepada
pemerintah sebagai dasar legitimasinya termasuk paham-paham dasar ilmu politik
modern. Kekuasaan tidak lagi dapat menghindari pertanggungjawaban dengan
menggunakan argumen bahwa ia hanya bertanggung jawab kepada Tuhan. Dengan
demikian, Locke mengaitkan kembali wewenang pemerintahan pada delegation,
pada penyerahan pemerintahan itu oleh mereka yang diperintah. Locke
membongkar dasar dari klaim raja bahwa kekuasaan mutlak dan tidak terbatas.
Kekuasaan politik, menurut Locke, adalah suatu keadaan alamiah (state of nature)
yang di dalamnya terdapat hukum alam yang tidak lain adalah hukum Tuhan yang
mengatur keadaan alamiah.[10] Keadaan alamiah ini mendahului eksistensi negara.
Dalam keadaan alamiah, manusia itu sama dalam pengertian bahwa semua
memiliki hak yang sama untuk mempergunakan kemampuan mereka.[11] Manusia
secara alamiah sebenarnya baik. Oleh karena itu, keadaan alamiah tampak sebagai
a state of peace, good will, mutual assistance, and preservation.[12] Hak dasar
terpenting manusia adalah hak atas hidup dan hak untuk mempertahankan diri.
Dengan demikian, manusia dalam keadaan alamiah sebenarnya sudah mengenal
hubungan-hubungan sosial. Pandangan Locke yang sangat positif dalam
memandang state of nature manusia ini sangat berbeda dengan pendahulunya,
yakni Thomas Hobbes yang penuh curiga terhadap state of nature manusia.[13]
Gagasan state of nature yang ditawarkan Locke tersebut sebenarnya tidak lebih
orisinil dibanding gagasan state of nature yang ditawarkan Hobbes yang
menggambarkan keadaan mula manusia sebagai homo homini lupus dan bellum
omnium contra omnes. State of nature dalam konsep Locke diambil dari pemikir
sebelumnya yang penuh nuansa teologis. Oleh karena itu, menurut Bertrand
Russell, state of nature dalam konsep Locke ini tidak lebih dari sekedar
pengulangan doktrin skolastik abad pertengahan.[14] Pelukisannya tentang
keadaan alamiah yang bahagia, masih menurut Russel, tidak lain merupakan suatu
pengulangan mitos klasik Alkitab mengenai kejayaan masa lampau. Dari
pandangan Locke tentang state of nature ini yang kemudian melahirkan konsep
perjanjian negara.
Sebagaimana disebut di atas, menurut Locke, negara itu didirikan untuk melindungi
hak milik pribadi.[15] Negara didirikan bukan untuk menciptakan kesamaan atau
untuk mengotrol pertumbuhan milik pribadi yang tidak seimbang, tetapi justru
untuk tetap menjamin keutuhan milik pribadi yang semakin berbeda-beda
besarnya. Hak milik (property) yang dimaksud di sini tidak hanya berupa tanah
milik (estates), tetapi juga kehidupan (lives) dan kebebasan (liberties). Locke
menyebut hak-hak ini dengan istilah inalienable rights (hak-hak yang tidak asing)
dan negara justru didirikan justru untuk melindungi hak-hak asasi tersebut.[16]
Motivasi manusia untuk mendirikan negara, yaitu menjamin hak-hak asasinya,
terutama hak miliknya, menjadi tujuan negara.[17] Oleh karena itu, kewajibankewajiban utama negara adalah untuk melindungi kehidupan dan hak milik para
warga negara. Hanya demi tujuan itulah para warga negara meninggalkan
kebebasan mereka dalam keadaan alamiah yang penuh ketakutan itu.[18] Oleh
karena itu, negara mempergunankan kekuasaannya untuk memelihara lahir batin
kepentingan masyarakat.[19]
Dari penjelasan di atas, Locke tampak sekali telah melakukan desakralisasi
terhadap kekuasaan politik. Ia menjadikan kekuasaan politik sepenuhnya bersifat
sekuler. Artinya, kekuasaan bersifat duniawi dan sama sekali tidak berkaitan
dengan transendensi ketuhanan atau gereja. Ini merupakan perbedaan penting
gagasan kekuasaan politik Locke dengan Santo Aquinas, Thomas Aquinas, dan lainlain.
Pada tingkat ini, gagasan kekuasaan politik Locke memiliki kemiripan dengan
gagasan kekuasaan politik Hobbes. Akan tetapi, gagasan Locke banyak dinilai lebih
rasional dalam memandang hubungan kekuasaan antara rakyat dan penguasa.[20]
Menurut Locke, konstruksi membentuk negara (body Politic), sebagaimana Hobbes,
melalui perjanjian masyarakat. Perbedaannya dengan Hobbes adalah kalau dalam
perjanjian masyarakat Hobbes lebih menonjolkan satu macam perjanjian, yaitu
pactum subjectionis (perjanjian penyerahan), maka dalam perjanjian masyarakat
Locke terdapat dua perjanjian, yaitu pactum unionis (perjanjian membentuk
negara) dan pactum subjectionis (perjanjian penyerahan).[21]
Pada tahap pertama diadakan pactum unionis (perjanjian membentuk negara),
yaitu perjanjian antarindividu untuk membentuk body politic, yaitu negara.
Kemudian pada tahap kedua, para individu yang telah membentuk body politic
tersebut bersama-sama menyerahkan hak untuk mempertahankan kehidupan dan
hak untuk menghukum yang bersumber dari hukum alam. Perjanjian penyerahan
ini disebut pactum subjectionis (perjanjian membentuk kesatuan, organisme, atau
negara).
Selanjutnya Locke menegaskan bahwa bahwa tujuan dasar dibentuknya suatu
kekuasaan politik adalah untuk melindungi dan menjaga kebebasan sipil. Demi
melindungi kebebasan sipil itu, cara apa pun boleh dilakukan oleh negara. Negara
diperbolehkan menggunakan kekerasan sejauh demi tujuan itu dan bukan tujuan
lain seperti kejayaan bangsa, kebajikan bersama, dll.[22] Hal ini boleh jadi juga
menjadi salah satu pendapat Locke yang sulit untuk dijelaskan dalam dunia
modern.
C.
Konstitusi
Untuk mencegah timbulnya negara absolut dan terjaminnya kehidupan civil society,
Locke berbicara mengenai peran strategis konstitusi dalam membatasi kekuasaan
negara yang dibayangkannya. Konstitusi ini mempunyai fungsi yang sangat penting
sebagai pembatasan prinsipil terhadap kekuasaan negara.[23]
Dalam
membahas
konstitusionalisme,
yang
terpenting
adalah
usaha
mempertahankan hak-hak individu untuk terus-menerus menumpuk kekayaan
pribadi sejauh tidak merampas hak-hak serupa orang lain. Jadi, konstitusionalisme
Locke tidak selalu diartikan sebagai usaha perlindungan terhadap hak-hak individu
berhadapan dengan kekuasaan (penindasan) negara.[24]
Terlepas dari perbedaan penafsiran paham konstitusionalisme, gagasan Locke ini
telah menempatkan dirinya sebagai pelopor gagasan negara konstitusional dalam
sejarah politik Barat. Pada dasarnya, gagasan konstitusionalisme ini didasarkan
pada keperluan untuk membatasi kesewenang-wenangan negara.[25]
Konstitusi bagi Locke merupakan elemen yang sangat penting dalam suatu negara,
karena di dalamnya termuat aturan-aturan dasar pembatasan kekuasaan dan hakhak asasi warga negara. Aturan-aturan konstitusional ini tidak boleh dilanggar oleh
penguasa negara.
D.
Pemisahan
Kekuasaan
Menurut Locke, kemungkinan munculnya negara totaliter[26] juga bisa dihindari
dengan adanya pembatasan kekuasaan negara. Kekuasaan negara harus dibatasi
dengan cara mencegah sentralisasi kekuasaan ke dalam satu tangan atau lembaga.
Hal ini, menurut Locke, dilakukan dengan cara memisahkan kekuasaan politik ke
dalam tiga bentuk: kekuasaan legislatif (legislative power), kekuasaan eksekutif
(executive power), dan kekuasaan federatif (federative power).[27]
Kekuasaan legislatif adalah lembaga yang membuat undang-undang dan peraturanperaturan hukum fundamental lainnya. Kekuasaan eksekutif adalah kekuasaan yang
melaksanakan undang-undang dan peraturan-peraturan hukum yang dibuat oleh
kekuasaan legislatif. Sedangkan kekuasaan federatif adalah kekuasaan yang
berkaitan dengan masalah hubungan luar negeri, kekuasaan menentukan perang,
perdamaian, liga dan aliansi antarnegara, dan transaksi-transaksi dengan negara
asing. Ketiga cabang kekuasaan tersebut harus terpisah satu sama lain baik
mengenai tugas atau fungsinya dan mengenai alat perlengkapan yang
menyelenggarakannya.[28] Dengan demikian, tiga kekuasaan tersebut tidak boleh
diserahkan kepada orang atau badan yang sama untuk mencegah konsentrasi dan
penyalahgunaan kekuasaan oleh pihak yang berkuasa. Hal ini dimaksudkan agar
hak-hak asasi warga negara akan lebih terjamin.[29]
Kekuasaan legislatif, menurut Locke, tidak boleh dialihkan kepada siapa pun atau
lembaga manapun, karena pada hakikatnya kekuasaan legislatif adalah menifestasi
bukanlah patner dalam perjanjian itu, tetapi hasil buahnya. Hobbes menarik
kesimpulan bahwa negara karena tidak ikut mengadakan perjanjian itu- tidak
terikat olehnya dan tidak dapat juga melanggarnya.[44]
Artinya, dalam perjanjian itu individu-individu menyerahkan semua hak mereka
kepada negara, tetapi negara tidak mempunyai kewajiban apa-apa terhadap
mereka. Begitu mereka selesai menciptakan negara, negara akan berdiri tegak
dengan segala hak, tetapi tanpa kewajiban apa pun.[45]
Sebagaimana disebutkan di atas, perbedaan pandangan Locke dan Hobbes dalam
perjanjian masyarakat adalah kalau Hobbes lebih menonjolkan satu macam
perjanjian, yaitu pactum subjectionis (perjanjian penyerahan), maka dalam
perjanjian masyarakat Locke terdapat dua perjanjian, yaitu pactum unionis dan
pactum subjectionis.[46]
Menurut R.S. Downie, teori perjanjian negara ini didasarkan pada gagasan bahwa
suatu tatanan politis hanya sah sejauh semua yang hidup di dalamnya sebagai
orang yang bebas dan sama, dapat menyetujuinya dalam sebuah perjanjian. Ada
yang menganggap teori itu sebagai penjelasan tentang asal usul negara secara
historis. Artinya, semua negara pernah berdasarkan suatu perjanjian seperti itu
(suatu gagasan yang secara historis tidak dapat dipertahankan), dan ada yang
menganggapnya sebagai gagasan hipotesis yang mau menjelaskan legitimitas
negara. Hobbes termasuk orang yang mempunyai pandangan hipotesis ini.[47]
Sementara itu, Jean-Jacques Rosseau bertolak dari adanya kehendak individual
masing-masing orang (volont particulire). Dari sini, muncullah kehendak semua
(volont de tous). Kemudian, muncullah kehendak umum (volont gnrale), yaitu
kehendak bersama semua individu yang mengarah kepada kepentingan bersama,
kepentingan umum.[48] Kehendak umum itu dapat disaring dari kehendak semua
melalui pemungutan suara. Dalam pemungutan suara kepentingan-kepentingan
khusus yang bertentangan satu sama lain- saling meniadakan, sehingga akhirnya
tinggal kepentingan umum yang dikehendaki oleh semua.[49]
Dengan demikian, Hobbes dan Locke bertolak dari pengandaian yang sama, yakni
mendirikan negara berarti melepaskan beberapa hak kepada negara. Keduanya
berbeda pendapat tentang banyaknya hak yang harus dilepaskan oleh individu dan
hak yang mana yang tetap dimilikinya berhadapan dengan negara. Keduanya juga
membatasi kekuasaan negara walaupun pembatasan Hobbes tidak efektif.[50]
Sebaliknya, Locke mengembangkan konstitusi negara untuk menjamin kekuasaan
negara tidak melampaui batas yang wajar.[51] Sedangakan Rosseau bertolak dari
identitas antara negara dan rakyat. Oleh karena itu, individu melepaskan diri
seluruhnya ke dalam negara. Tidak ada apa pun yang tinggal di luar wewenang
negara itu. Negara itu total karena identik total dengan rakyat. Di lain pihak,
individu tidak melepaskan hak apa pun, karena dengan melepaskan diri ke dalam
negara, individu tidak melepaskan diri. Negara bukanlah lembaga yang berhadapan
dengan individu-individu sehingga dapat merampas hak-haknya dan perlu dibatasi
wewenangnya.
Oleh karena itu, masalah penjaminan hak-hak asasi dan pembatasan kekuasaan
hilang bagi Rosseau.[52] Sarana-saran yang dalam pandangan Locke merupakan
jaminan itu tidak mempunyai fungsi dalam negara yang dibayangkan Rosseau.
Dengan demikian, secara de facto Rosseau sama sekali tidak membatasi kekuasaan
negara.[53] Hal ini berbeda dengan Locke yang sangat tegas mengatakan bahwa
kekuasaan
harus
dibatasi.
_______________
[1] Tulisan ini merupakan pemikiran A. Ahsin Tohari untuk tugas Mata Kuliah Teori
Hukum dan Demokrasi, yang kemudiah diringkas menjadi sebuah lutisan pendek
tanpa
merubah
ensesi
tulisan
aslinya.
[2]G.E. Aylmer, Rebellion or Revolution: England from Civil War to Restoration,
(Oxford:
Oxfor
Universiry
Press,
1986),
hal.
34.
[3]John Locke, Two Treatises of Government, New Edition, (London: Everyman,
1993),
hal.
9.
[4]John Plamenatz, Man and Society, Vol. II, (London: Longmans, 1965), hal. 172.
[5]Robert A. Dahl berpendapat, Locke memberikan kepada manusia sejenis
persamaan intrinsik, yang meskipun jelas tidak ada relevansinya bagi banyak
keadaan, namun pasti sangat menentukan untuk tujuan-tujuan tertentu, terutama
sekali untuk tujuan pemerintahan. Robert A. Dahl, Demokrasi dan Para Pengritiknya
[Democracy and its Critics], diterjemahkan A. Rahman Zainuddin, Edisi I, Cet. I,
(Jakarta:
Yayasan
Obor
Indonesia,
1992),
hal.
122.
[6]Patriarcha adalah peran-peran utama dalam Injil yang dianggap merupakan
nenek moyang umat manusia, yaitu mulai dari Adam sampai Nuh. Patriarcha
diartikan juga sebagai kepala keluarga atau suku. Deliar Noer, Pemikiran Politik di
Negeri Barat, (Bandung: Mizan, 2001), hal. 118. Wilson H. Coates dan Hayden V.
White berkomentar lebih jauh tentang Filmer bahwa, Filmer no only presented The
Theory of Divine Right of Kings in a version which combined a biblical with
naturalistic, patriarchal polemic, but he seems also to have finally won The Long
English Argument of battling with historical precedents. Wilson H. Coates dan
Hayden V. White, The Emergence of Liberal Humanism, (New Graw Hill), hal. 110
sebagaimana
dikutip
Ahmad
Suhelmi,
op.
cit.,
hal.
186.
[7]Franz Magnis-Suseno, Etika Politik: Prinsip-prinsip Moral Dasar Kenegaraan
Modern,
Cet.
IV,
(Jakarta:
Gramedia,
1994)hal.
219.
[8]Dari pernyataan tersebut sangat jelas bahwa pandangan Locke ini terutama
ditujukan
untuk
menyerang
Filmer,
bukan
Thomas
Hobbes.
[9]Menurut G.H. Sabine, Locke gagal dalam usahanya untuk membawahkan
kebodohan Filmer dengan argumen-argumen kuat yang sebagian besar diambil dari
Hobbes.
G.H.
Sabine,
Teori-teori
Politik:
Sejarah
Pertumbuhan
dan
Perkembangannya,
Cet
IV,
(Bandung:
Binacipta,
1992)
hal.
174.
[10]Locke,
op.
cit.,
hal.
116-117.
[11]Men being,by nature, all free, equal and independent, no one can be put out
of this estate, and subjected to the political power of another, without his own
consent,
demikian
tulis
Locke.
Ibid.,
hal.
163.
[12]Menurut Locke, keadaan alamiah (state of nature) adalah keadaan di mana
manusia hidup bersama sesuai dengan kehendak akal tanpa ada seorang yang
memimpin masyarakat di dunia dengan kewenangan memutus suatu perkara di
antara
manusia.
Ibid.,
hal.
124.
[13] Thomas Hobbes, Leviathan, (Middleessex England: Penguin Books, 1985), Bab
13.
[14]Bertrand Russell, History of Western Philosophy, (London: Macmillan, 1992),
hal. 601. Secara historis, Skolastik digunakan untuk merujuk pada (1) seluruh
gerakan Kristiani abad pertengahan dalam filsafat Barat yang dimulai sejak abad
ke-5 dan berakhir hingga pertengahan abad ke-17; atau (2) filasat Kristen abad
pertengahan antara 1000 M dan sekitar 1300 M. Tim Penulis Rosda, Kamus Filsafat,
Cet.
I,
(Bandung:
Remaja
Rosda
Karya,
1995),
hal.
294.
[15]Locke, op. cit., hal. 178. Hak milik pribadi ini harus dilindungi. Perlindungan ini
diperlukan karena problem utama dari masyarakat manusia dimanapun juga adalah
pertikaian antara kepentingan perseorangan dengan kepentingan kelompok.
MacIver, The Web of Government, (Chicago: Free Press, 1965), hal.69.
[16]Ibid.,
hal.
163
dan
183.
[17]Segala kekuasaan yang dimiliki negara adalah karena alasan adanya
pendelegasian oleh para warga negara. Wewenang negara adalah seluas hak-hak
yang telah diserahkan kepadanya oleh para warga negara. Franz Maginis-Suseno,
Etika Politik, op. cit., hal. 222. Fukuyama menjelaskan bahwa Lockean
mengartikan negara sebagai suatu sistem perlindungan seperangkat hak-hak
individu. Francis Fukuyama, The End of History and the Las Man, (New York: Avon
Books,
1992),
hal.
203.
[18]Locke,
op.
cit.,
hal.
178.
[19]Azhary, Sejarah Type Pokok Negara, (Jakarta: Permata Publishing Company,
1979),
hal.
5.
[20]Apabila dibandingkan dengan Hobbes, Locke dinilai lebih rasional karena
pendapat Hobbes masih mengandung pendapat yang tidak rasional, misalnya
negara bisa berbuat apa saja sesuai dengan apa yang dikehendakinya tanpa perlu
mempertimbangkan apakah tindakan dan logika kekuasaannya sesuai atau tidak
dengan kehendak dan aspirasi rakyat. Suhelmi, op. cit., hal. 197.
[49] Rosseau berpandangan bahwa negara yang diidealkan adalah negara yang
betul-betul menjadi res publica, republik, urusan umum. Negara tidak lagi
menjadi sesuatu yang asing, karena tidak lagi merupakan milik raja atau milik
sekelompok
orang,
tetapi
milik
semua.
Ibid.
[50]Suseno, op. cit., hal. 243; Samidjo, op. cit., hal. 92-93; Suhelmi, op. cit., hal.
212.
[51]Menurut Suseno, Baik Hobbes maupun Locke pada dasarnya mempunyai
pandangan yang sama tentang negara, yakni negara merupakan lembaga yang
berhadapan dengan para warga negara yang pernah mendirikannya. Oleh karena
itu, negara perlu dikontrol dan batas wewenangnya perlu ditetapkan. Suseno, op.
cit.,
hal.
243.
[52]Ibid.,
hal.
243.
[53]Negara yang dibayangkan Rosseau sama kekuasaannya dengan negara yang
dibayangkan Hobbes. Padahal mereka bertolak dari pengandaian-pengandaian yang
sama sekali berlainan. Hobbes mengartikan negara sebagai Leviathan yang
menakutkan. Sedangkan bagi Rosseau, negara adalah kehendak rakyat sendiri
yang pantas dicintai. Teori dasar keduanya bertolak belakang, tetapi keduanya
merancang konsep negara yang sama dengan kekuasaan yang tidak terbatas dan
tanpa jaminan nyata apa pun bagi hak-hak rakyat. Ibid., hal. 224.