Taubat adalah kembalinya seseorang dari perilaku dosa ke perilaku yang baik yang
dianjurkan Allah. Taubat nasuha adalah taubat yang betul-betul dilakukan dengan
serius atas dosa-dosa besar yang pernah dilakukan di masa lalu. Pelaku taubat
nasuha betul-betul menyesali dosa yang telah dilakukannya, tidak lagi ada keinginan
untuk mengulangi apalagi berbuat lagi, serta menggantinya dengan amal perbuatan
yang baik dalma bentuk ibadah kepada Allah dan amal kebaikan kepada sesama
manusia. Dosa ada macam: dosa pada Allah saja dan dosa kepada Allah dan
manusia (haqqul adami). Cara tobat karena dosa pada Allah cukup meminta ampun
kepada Allah sedang menyangkut kesalahan pada sesama manusia harus meminta
maaf langsung kepada orang yang bersangkutan disamping kepada Allah.
Seorang
muslim
wajib
bertaubat
nasuha
atas
dosa
yang
dilakukannya.
DAFTAR
1. Dalil Dasar Taubat Nasuha
2. Definisi Taubat Nasuha
3. Syarat dan Tata Cara Taubat Nasuha
1.Taubat Dosa pada Allah (Haqqullah)
2.Taubat Dosa padad Sesama Manusia (haqqul Adami)
3.Hukum Memberitahu dan Meminta Maaf pada yang Dizalimi
4.Hukum Memberi Maaf: Wajib atau Sunnah?
4. Hukum Taubat Nasuha
5. Tanda Taubat yang Diterima
6. CARA KONSULTASI SYARIAH ISLAM
DALIL DASAR TAUBAT NASUHA
- QS Al-Maidah : 39
ISI
,
Artinya: Maka barangsiapa bertaubat (di antara pencuri-pencuri itu) sesudah
melakukan kejahatan itu dan memperbaiki diri, maka sesungguhnya Allah menerima
taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
- QS Al-An'am : 54
, ,
Artinya: Apabila orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami itu datang
kepadamu, maka katakanlah: "Salaamun alaikum. Tuhanmu telah menetapkan atas
diri-Nya kasih sayang, (yaitu) bahwasanya barang siapa yang berbuat kejahatan di
antara kamu lantaran kejahilan, kemudian ia bertaubat setelah mengerjakannya dan
mengadakan perbaikan, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.
- QS At-Taubah : 118
Artinya: dan terhadap tiga orang yang ditangguhkan (penerimaan taubat) mereka,
hingga apabila bumi telah menjadi sempit bagi mereka, padahal bumi itu luas dan
jiwa merekapun telah sempit (pula terasa) oleh mereka, serta mereka telah
mengetahui bahwa tidak ada tempat lari dari (siksa) Allah, melainkan kepada-Nya
saja. Kemudian Allah menerima taubat mereka agar mereka tetap dalam taubatnya.
Sesungguhnya Allah-lah Yang maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.
QS At-Tahrim :8
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan
nasuhaa (taubat yang semurni-murninya). Mudah-mudahan Rabbmu akan menutupi
kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di
bawahnya sungai-sungai
QS Al-Baqarah 2:222
Artinya: Bersegaralah kepada ampunan dari tuhanmu dan kepada surga yang
luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa
yaitu orang-orang yang menafkahkan hartanya baik di waktu lapang maupun sempit
dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan kesalahan orang dan
Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.
Dan juga orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya
diri sendiri mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampunan terhadap dosa-dosa
mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah? Dan
mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.
QS An-Nisa' 4:17
Artinya: Sesungguhnya taubat di sisi Allah hanyalah taubat bagi orang-orang yang
mengerjakan kejahatan lantaran kejahilan, yang kemudian mereka bertaubat
dengan segera, maka mereka itulah yang diterima Allah taubatnya; dan Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
QS At-Taubat 9:104
Artinya: Setiap anak Adam (cenderung) berbuat kesalahan. Dan sebaik-baik orang
yang salah adalah yang bertaubat.
Allah dan dosa atau salah kepada sesama manusia (haqqul adami). Rincian tata
tacara tobatnya sebagai berikut:
. :
. .
Ketahuilah bahwa setiap orang yang melaksanakan dosa maka wajib baginya
segera melakukan taubat (nasuha). Adapun taubat dari dosa kepada Allah
(haqqullah) ada tiga syarat:
Pertama, berhenti dari perbuatan dosa itu seketika itu juga.
Kedua, menyesali perbuatannya.
Ketiga, berniat tidak mengulangi lagi.
Apabila tidak terpenuhi ketiga syarat di atas, maka tidak sah taubatnya.
:
.
. :
.
. :
Artinya: Ada dua pendapat di kalangan ulama mazhab Syafi'i.
Pertama, disyaratkan menyebutkan jenis kesalahan yang dilakukan. Apabila yang
dizalimi memaafkan tanpa perlu, maka tidak sah sebagaimana orang membebaskan
hutang dari harta yang tidak diketahui.
Kedua, tidak disyaratkan menyebut kesalahannya karena hal ini termasuk dari
perkara yang diminta maaf, maka tidak disyaratkan tahunya yang dizalimi, beda
halnya dengan harta.
Pendapat pertama adalah lebih jelas karena manusia terkadang memaafkan dari
suatu ghibah tapi tidak dari ghibah yang lain.
Apabila orang yang digosipi itu meninggal atau tidak diketahui tempatnya, maka
tidak perlu meminta maaf darinya. Akan tetapi ulama berkata: Sebaiknya
memperbanyak memintakan maaf buat dia, mendoakannya dan memperbanyak
beruat baik.
Ibnu Muflih dalam Al-Adab Al-Syar'iyah 1/92 menyatakan:
"Menurut satu pendapat (yang wajib meminta maaf) apabila orang yang dizalimi itu
diketahui keberadaannya, apabila tidak diketahui, maka si penggosip hendaknya
mendoakannya, dan meminta pengampunan atasnya. Menurut Syaikh Taqiuddin ini
adalah pendapat kebanyakan ulama.
Apabila seseorang bertaubat dari perbuatan gosip (ghibah) atau menuduh zina,
apakah disyaratkan memberitahu orang digosipi atau yang dituduh dan meminta
maaf? Ada dua pendapat. Menurut Al-Qadhi tidak wajib memberitahu dan meminta
maaf (a) berdasarkan sebuah hadis dari riwayat Abu Muhammad Al-Khilal dengan
sanad dari Anas bin Malik; (b) dan karena memberitahu orang yang digosipi akan
menimbulkan rasa sedih padanya.
Ulama mazhab Hanbali memilih pendapat kedua yakni tidak perlu memberitahu
orang yang digosipi dan hendaknya didoakan baik sebagai ganti atas kezaliman
yang dilakukan sebagaimana diriwayatkan dalam sebuah atsar (perkataan
Sahabat)."
.
Artinya: Ketahuilah bahwa hukumnya sunnah bagi orang yang digosipi (sohibul
ghibah) untuk memaafkan kesalahan orang yang menggosipinya. Namun hal itu
tidak wajib karena hal itu adalah perbuatan baik yang merupakan hak baginya. Maka
hal itu menjadi kebaikannya. Akan tetapi disunnahkan baginya untuk memaafkan
kesalahan orang lain dengan sunnah muakkad (sangat dianjurkan) supaya dia dapat
menyucikan saudaranya sesama muslim dari perbuatan maksiat. Apabila
memaafkan, maka dia akan beruntung mendapatkan pahala besar dan cinta dari
Allah. Ini adalah pernyataan Imam Syafi'i.