BAB I
PENDAHULUAN
Pada neonatus, infeksi konjungtiva terjadi pada saat berada pada jalan
kelahiran, sedang pada bayi penyakit ini ditularkan oleh ibu yang sedang
menderita penyakit tersebut.
Keluhannya berupa fotofobia, palpebra edem, konjungtiva hiperemis dan
keluar eksudat mukopurulen. Bila tidak di obati dapat berakibat terjadinya ulkus
kornea, panoftalmitis sampai timbul kebutaan.
Diagnosis penyakit ini adalah pemeriksaan segmen anterior dimana dilakukan
inspeksi ke seluruh penampang mata dan dapat dilakukan biakan bakteri untuk
mengetahui bakteri penyebab infeksi.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui dan memahami tentang definisi, etiologi, epidemiologi,
patofisiologi, gambaran klinis, pemeriksaan, diagnosis dan diagnosis banding,
penatalaksanaan serta prognosis dari Konjungtivitis Neonatorum.
1.2.2
Tujuan Khusus
Untuk memenuhi salah satu tugas di Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata
di RSUD Dr. Drajat Prawiranegara Serang dan sebagai salah satu persyaratan
dalam mengikuti ujian di Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata di RSUD Dr.
Drajat Prawiranegara Serang.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Konjungtiva
1.1.
Anantomi Konjungtiva
Anatomi Secara anatomis konjungtiva adalah membran mukosa yang
Stroma konjungtiva dibagi menjadi satu lapisan adenoid (superfisialis) dan satu
lapisan fibrosa (profundus). Lapisan adenoid mengandung jaringan limfoid dan
tidak berkembang sampai setelah bayi berumur 2 atau 3 bulan. Lapisan fibrosa
tersusun
2.2
. Konjungtivitis Neonatorum
2.2.1.
2.2.2.1.
2.2.2.2.
2.2.2.3.
Patofisiologi Konjungtivitis Neonatorum
Perjalanan penyakit dari konjungtivitis Neonatorum sangat mengutamakan
masa inkubasi untuk memudahkan dalam mendiagnosa penyebab infeksi. Pada
infeksi gonokokal memiliki masa inkubasi 2 3 hari sementara pada infeksi
klamidya memiliki masa inkubasi 12 hari pada penyebab lain seperti pada Herpes
simplex virus memiliki masa inkubasi 2- 3 hari.1
Mekanisme pertahanan primer terhadap infeksi tipe aseptik adalah lapisan
epitel yang meliputi konjungtiva sedangkan mekanisme pertahanan sekundernya
adalah sistem imun yang berasal dari perdarahan konjungtiva, lisozim dan
imunoglobulin yang terdapat pada lapisan air mata, mekanisme pembersihan oleh
lakrimasi dan berkedip. Adanya gangguan atau kerusakan pada mekanisme
pertahanan ini dapat menyebabkan infeksi pada konjungtiva.2
Sementara pada mekanisme infeksi tipe septik sangat dipengaruhi oleh
kebersihan jalan lahir serta penyakit menular seksual yang dimiliki sang ibu
dimana infeksi dapat terjadi akibat berpindahnya bakteri yang ada dari vagina dan
cerviks ibu ke mata bayi pada saat proses kelahiran.1
10
11
BAB III
SIMPULAN
12
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas Sidarta, Yulianti Sri R. Ilmu penyakit mata. Edisi ke-5. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia: Jakarta; 2014. hal 222.
2. Vaughan, Daniel G. Asbury, Taylor. 2000. Oftalmologi umum (General
ophthalmology) edisi 17. EGC: Jakarta. p. 29-34
3. Kansky JJ, Bowling B. Clinical Opthalmology A systematic Approach. Edisi ke-7,
Edinburgh: Elsevier Butterworth-Heinemann; 2011. h.391-397.
4. American Academy of Opthalmology (AAO) Galucoma Panel, Hoskin Center for
Quality Eye Care. Primary angle closure. San francisco, 2010.
5. Junqueira LC, Jose C. Histologi Dasar Teks & Atlas. Edisi 10. Jakarta: EGC;
2007.
6. Gul, S Syeda and Jamal, Mahmood et al.Opthalmia Neonatorum.2011.P : 595
597
7. Ghahramani M, Ghahramani AA. Epidemiological study of ophthalmia
neonatorum and impact of prophylaxis on itsincidence. Acta Medica Iranica 2007;
45:361-4.
8. Prentice MJ, Hutchinson GR, Taylor-Robinson D. A microbiologicalstudy of
neonatal conjunctivitae andconjunctivitis. Br J Ophthalmol 1977; 61:601-7.
9. Amini E, Ghasemi M, Daneshjou K. A five-year study in Iran ofophthalmia
neonatorum: prevalence and etiology. Med Sci Monit 2008; 14:CR90-6.