Anda di halaman 1dari 37

PENGARUH PENYEDIAAN BARANG PUBLIK

TERHADAP PENGELOLAAN APBN


( Studi Kasus : Kondisi Jalan Raya Purwokerto)
MAKALAH
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas kelompok Semester Genap Tahun Ajaran
2015/2016 yang dibina oleh Ibu Firda Hidayati S.SOS, MPA, DPA , mata kuliah Kebijakan
Finansial dan Fiskal

Oleh:
Daning Eka Pratiwi
Saifuddin Amir
Novia Mandasari
Royan Aditama
Yudistira Eka P.
Rizki Adila Ramadhan
Yulia Nurul Aini

135030100111007
135030100111009
135030100111011
135030100111016
135030100111025
135030100111037
135030100111042

Kelas B
PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PUBLIK
JURUSAN ILMU ADMINISTRASI PUBLIK
FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG

KATA PENGANTAR
Penyusunan makalah ini dimaksudkan untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah
Kebijakan Finansial dan Fiskal semester genap tahun ajaran 2015/2016. Dalam makalah ini
dijelaskan mengenai Barang Publik serta hal-hal yang berhubungan dengan Kebijakan
Finansial dan Fiskal disertai contoh studi kasus yang ada di Indonesia.
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat, taufiq,
sertahidayah-Nya kepada penyusun, sehingga makalah ini dapat diselesaikan sesuai rencana
dan tepat pada waktunya. Tidak lupa juga penyusun ingin berterimakasih Ibu Firda Hidayati
S.SOS, MPA, DPA selaku dosen mata kuliah Kebijakan Finansial dan Fiskal yang telah
membimbing penyusun dalam pembuatan makalah ini, serta beberapa pihak yang telah
membantu dalam menyusun makalah ini.
Dalam penyusunan makalah ini, penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh
dari sempurna, maka dari itu penyusun mengharapkan kritik dan saran yang berguna dari
semua pihak yang telah membaca makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
seluruh pihak yang membacanya.

Malang, 21 April 2016


Penyusun

DAFTAR ISI
Halaman Sampul ..................................................................................................................
Kata Pengantar ......................................................................................................................
Daftar Isi ...............................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar
Belakang ..........................................................................................................
Rumusan

i
ii
iii
1

1.2.

Masalah ....................................................................................................
1.3.
Tujuan ............................................................................................................

...........
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1.
Kebijakan

Finansial

Fiskal .......................................................................................
Barang

Publik ...........................................................................................................
Peran

11

2.2.
2.3.

Pemerintah ......................................................................................................
BAB III PEMBAHASAN
3.1.
Kebijakan dan Peran Pemerintah dalam Penyediaan & Pengelolaan Barang 14
Publik
3.2.

Pengaruh

Penyediaan

APBD .........................
Contoh

3.3.

Barang
Studi

Publik

Terhadap
Kasus

APBN

dan 17
yang 23

Terkait .............................................................................
BAB IV PENUTUP
4.1.
Kesimpulan .................................................................................................... 29
...........
4.2.

Saran .............................................................................................................. 30

...........
Daftar Pustaka ......................................................................................................................

32

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam kehidupan sehari-hari, tentunya kita pernah mendengar tentang barangbarang publik. Berbicara tentang barang publik, maka akan terlintas dalam benak kita
tentang benda-benda atau tempat-tempat yang dengan sengaja dirancang atau dibuat oleh
pemerintah untuk rakyatnya. Barang publik (public goods) adalah barang yang apabila
dikonsumsi oleh individu tertentu tidak akan mengurangi konsumsi orang lain akan
barang tersebut. Suatu barang publik merupakan barang-barang yang tidak dapat dibatasi
siapa penggunanya dan sebisa mungkin bahkan seseorang tidak perlu mengeluarkan
biaya untuk mendapatkannya. Barang publik digunakan untuk masyarakat secara umum
(keseluruhan) sehingga dari semua kalangan dapat menikmatinya.
Penilaian terhadap sifat publik atau privat dari sebuah barang tidak bisa dinilai
berdasarkan

karakteristikyang

dimilikinya,

tetapi

juga

dinilai

dari

kebutuhan

konsumennya. Menurut Gaye Yilmaz (2005), sifat publik dari sebuah barang atau jasa
merujuk pada persoalan cara barang tersebut diberikan kepada masyarakat. Penilaian
terhadap sifat publik atau privat dari sebuah barang tidak bisa dinilai semata-mata
berdasarkan apakah ia dapat diperdagangkan atau tidak. Menurut Gaye Yilmaz (2005),
sesuatu disebut sebagai public goodsketika negara memiliki peran utama dalam proses
pengadaan maupun penyalurannya sehingga dapat dinikmati oleh seluruh warga negara.
Di sini, negara meyakini bahwa barang tersesbut merupakan kebutuhan bersama.
Pihak pemerintah mengadakan barang publik dengan meminta kontribusi dari
publik, diantaranya melalui pajak. Selain itu, pemerintah seringkali dapat bertindak
sebagai fasilitator penyedia barang publik untuk masyarakat tertentu yang bisa
menikmatinya atau untuk meningkatkan efisiensi produksinya kemudian bekerja sama
dengan sektor swasta dengan batasan-batasan tertentu. Disisi lain, pemerintah memiliki
kesulitan dalam mengatur jumlah penarikan kontribusi secara langsung kepada para
pengguna public goods, karena pembayaran tidak berhubungan langsung dengan
permintaan maupun pemanfaatannya. Untuk itu, diperlukan mekanisme pasar yang diatur
melalui suatu proses politik yang dapat menentukan seberapa banyak barang publik yang
harus disediakan dan seberapa besar kontribusi yang harus dibayar oleh para pengguna
baik melalui pajak maupun retribusi.
5

Selain itu, biasanya sektor swasta menyerahkan pada pihak lain untuk
mengadakan barang publik karena diaggap tidak terlalu efisien dalam mendapatkan profit
yang maksimal bagi mereka. Hal ini kemudian menimbulkan penafsiran bahwa
konteks public goods adalah barang yang harus disediakan oleh pemerintah. Di sisi lain,
Savas (2000 : 53) mengemukakan bahwa masyarakat dapat menyediakan sendiri
kebutuhan

akan

barang

atau

jasa

yang

bersifat

kolektif

melalui voluntary action (kesukarelaan).


Public goods di dalam komunitas yang cukup besar dan relatif kompleks
membutuhkan peralatan dan biaya yang relatif lebih banyak. Untuk itu diperlukan
kontribusi dari masyarakat untuk mengatur penyediaannya, misalnya dengan menerapkan
sistem pajak sebagai bentuk dari kontribusi dan hasil pengumpulannya digunakan untuk
membiayai kegiatan tersebut. Disinilah peran pemerintah dibutuhkan untuk memfasilitasi
kepatuhan masyarakat terhadap aturan-aturan dalam memberikan kontribusi, misalnya
memberikan sangsi kepada masyarakat yang tidak taat pajak.
Pemerintah dalam proses pengadaan barang dan jasa terutama barang publik
yang diperlukan oleh masyarakat umum sangat erat kaitannya dengan keuangan negara
terutama APBN dan APBD. Sehingga diperlukan suatu kebijakan finansial dan fiskal
yang berkaitan pengelolaan pendapatan pajak yang nantinya digunakan untuk membiayai
berbagai keperluan negara dan salah satunya adalah barang publik yang seperti kita
ketahui bersama sangat dibutuhkan oleh setiap lapisan msyarakat.
Dalam pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah kadang kala ditemukan
kendala yang disebabkan oleh beberapa hal, antara lain: perencanaan Pengadaan
Barang/Jasa yang kurang baik, pengesahan anggaran yang terlambat, tidak segera
dilaksanakannya pengumuman pelaksanaan pemilihan penyedia, hingga belum meratanya
kompetensi dari Pengelola Pengadaan. Kendala dalam pelaksanaan Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah salah satunya dapat diatasi dengan pemanfaatan teknologi
informasi dalam proses pelaksanaannya.
Salah satu contoh dari barang publik yaitu jalan raya umum yang merupakan
infrastruktur yang berfungsi sebagai sarana bagi masyarakat dalam melakuka kegiatan
sehari-hari. Selain tanpa biaya untuk dapat menikmatinya, jalan raya umum ini juga
memberikan multiplayer effect kepada penggunanya, misalnya secara sederhana saja
dengan adanya jalan dapat memudahkan masyarakat melaukan kegiatan perekonomian,
pendidikan, kesehatan dll.
6

Namun pada kenyatannya saat ini banyak sekali jalan raya umum yang
mengalami kerusakan, seperti banyaknya lubang-lubang yang mengganggu aktivitas
warga serta dapat menimbulkan bahaya kecelakaan bagi penggunanya apabila tidak
berhati-hati dalam mengemudi. Hal tersebut bisa saja dikarenakan kurangnya perhatian
dari pemerintah pusat maupun daerah ataupun anggaran yang disediakan untuk
membangun maupun perbaikan jalan masih minim.
Kondisi jalan raya di tanah air saat ini masih sangat memprihatinkan, alokasi
anggaran untuk pemeliharaan dan peningkatan sarana jalan raya sangat minim. Dana
APBN 2010 yang dialokasikan untuk Kementerian Perhubungan Rp 18 triliun sebanyak
30 persennya dialokasikan untuk penambahan dan peningkatan sarana jalan.Minimnya
anggaran untuk sektor perhubungan membuat dana alokasi pembangunan jalan baru
sedikit terhambat. Sementara jumlah kendaraan tiap tahun terus naik, pertumbuhan jalan
baru masih di bawah satu persen.
Minimnya anggaran tersebut dikarenakan adanya kebutuhan pemerintah yang
lebih penting, selain itu juga dikarenakan adanya penurunan pendapatan APBN maupun
APBD dikarenakan terdapat masyarakat yang tidak mau membayar pajak namun ingin
menikmati fasilitas yang disediakan oleh pemerintah, atau biasa disebut free rider. Dalam
kehidupannya, masyarakat diwajibkan untuk membayar pajak. Pajak tersebut akan
dikelola dalam APBN oleh pemerintah. Dari pajak yang dikelola tersebut, akan
dikeluarkan untuk pembangunan infrastruktur salah satunya adalah pembangunan jalan
raya. Dengan harapan dapat memudahkan akses masyarakat dalam melakukan kegiatan
sehari-hari.
Dari uraian latar belakang diatas, maka kelompok membuat makalah dengan
judul

PENGARUH

PENYEDIAAN

BARANG

PUBLIK

TERHADAP

PENGELOLAAN APBN. Kelompok kami merasa tertarik dengan masalah tersebut


karena barang publik seperti yang kita ketahui bersama merupakan kebutuhan yang
sangat diperlukan masyarakat. Selain itu juga erat kaitannya dengan keuangan negara
yaitu APBN, yang didalamnya terdapat suatu anggaran yag digunakan untuk penyediaan
barang publik.
1.2 Rumusan Masalah
Dengan adanya uraian latar belakang diatas, maka kelompok kami merumuskan
masalah sebagai berikut:
1.
Bagaimana kebijakan dan peran pemerintah dalam penyediaan dan pengelolaan
barang publik?
7

2.
3.

Bagaimana pengaruh penyediaan barang publik terhadap pengelolaan APBN?


Bagaimana contoh studi kasus yang terkait ?

1.3 Tujuan Penulisan


Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penulisan kelompok kami
antara lain:
1. Untuk memaparkan dan mengetahui kebijakan dan peran seperti apa yang dibuat
oleh pemerintah dalam penyediaan dan pengelolaan barang publik.
2. Untuk memaparkan dan mengetahui pengaruh penyediaan barang publik terhadap
pengelolaan APBN.
3. Untuk mengetahui contoh studi kasus yang terkait dengan masalah barang publik.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

Kebijakan Finansial Fiskal


2.1.1 Kebijakan
Menurut Lasswell (1970), kebijakan adalah sebagai suatu program pencapaian
tujuan, nilai-nilai dan praktik-praktik yang terarah (a projected program of goals values
and practices). Sedangkan menurut Budiardjo (1988), kebijakan adalah sekumpulan
keputusan yang diambil oleh seorang pelaku atau kelompok politik dalam usaha memilih
tujuan-tujuan dan cara-cara untuk mencapai tujuan tersebut.
Berdasarkan beberapa pengertian tentang kebijakan yang telah dikemukakan
oleh para ilmuwan tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa pada hakekatnya studi
tentang policy(kebijakan) mencakup pertanyaan: what, why, who, where, dan how. Semua
pertanyaan tersebut berkaitan dengan masalah yang dihadapi lembaga-lembaga yang
mengambil keputusan yang menyangkut isi, cara atau prosedur yang ditentukan, strategi,
waktu keputusan itu diambil dan dilaksanakan.
2.1.2

Kebijakan Finansial dan Fiskal


Kebijakan finansial dan fiskal merupakan salah satu kebijakan ekonomi makro

yang otoritas utamanya berada di tangan pemerintah dan diwakili oleh Kementerian
Keuangan. Hal tersebut diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara, yang menyebutkan bahwa presiden memberikan kuasa pengelolaan
keuangan dan kekayaan negara kepada Menteri Keuangan selaku pengelola fiskal dan
wakil pemerintah dalam pemilikan kekayaan negara yang dipisahkan. Kebijakan finansial
dan fiskal umumnya merepresentasikan pilihan-pilihan pemerintah dalam menentukan
besarnya jumlah pengeluaran atau belanja dan jumlah pendapatan, yang secara eksplisit
digunakan untuk mempengaruhi perekonomian. Berbagai pilihan tersebut, dalam tataran
praktisnya dimanifestasikan melalui anggaran pemerintah yang lebih dikenal dengan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
2.1.3 APBN
Dalam pasal 23 Undang-Undang Dasar 1945 APBN yaitu Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap
tahun dengan Undang-Undangdan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab
untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Dalam Pasal 1 Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara,
yang dimaksud dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya
disebut APBN, adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui
oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
APBN mempunyai dua komponen besar yaitu:
9

1
a
b
c
d
e
2
a
b

Anggaranpendapatan Negara terdiridari:


Pajak
Retribusi
Royalti
Bagian laba BUMN
Berbagai pendapatan non pajak lainnya.
Anggaran pengeluaran pemerintah pusat terdiri dari :
Pengeluaran pemerintah pusat
Pengeluaran pemerintah daerah

2.1.4 APBD
APBD adalah suatu gambaran tentang perencanaan keuangan daerah yang terdiri
atas proyeksi penerimaan dan pengeluaran suatu pemerintahan daerah dalam suatu
periode tertentu.
Landasan hukum APBD adalah Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah dalam Pasal 78 ayat 1 yang menyatakan bahwa penyelenggaraan
tugas pemerintah daerah dan DPRD dibiayai dari dan atas beban Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah (APBD).
Secara garis besar, sumber pendapatan pemerintah daerah sebagai berikut:
1 Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Sumber Pendapatan Asli Daerah, yaitu:
a Pajak daerah
b Retribusi daerah
c Bagian Pemda dari hasil keuntungan perusahaan milik daerah (BUMD)
d Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan
e Sumbangan dari pihak ketiga yang diatur dalam Undang-Undang.
2

Dana Perimbangan
Sumber dana perimbangan, yaitu:
1 Dana bagi hasil, terdiri atas:
a Bagian daerah dari penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
b Bagian daerah dari penerimaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
(BPHTB)
c Bagian daerah dari penerimaan sumber daya alam.
2 Dana Alokasi Umum (DAU), yaitu bantuan umum yang digunakan sesuai dengan
prioritas pembangunan daerah dalam batas-batas arahan pemerintah pusat yang
3

bertujuan mengurangi ketimpangan horizontal antardaerah.


Dana Alokasi Khusus (DAK), yaitu bantuan khusus yang digunakan untuk
kegiatan pembangunan yang sasarannya telah ditetapkan oleh pemerintah pusat
yang bertujuan mengurangi ketimpangan vertikal antara pusat dan daerah.

Sumber Lain Pendapatan Daerah yang Sah


Sumber lain pendapatan daerah yang sah antara lain:

a
b

Sisa lebih perhitungan anggaran daerah


Penerimaan pinjaman daerah
10

c
d

Dana cadangan daerah


Hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan
2.1.5 Pajak
Pajak menurut Pasal 1 angka 1 UU No 6 Tahun 1983 sebagaimana telah
disempurnakan terakhir dengan UU No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang
pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang Undang, dengan tidak
mendapat timbal balik secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Untuk menilai potensi pajak sebagai penerimaan daerah, menurut Davey
(1988:40) diperlukan beberapa kriteria yaitu antara lain:
1 Kecukupan dan Elastisitas
Persyaratan pertama dan yang paling jelas untuk suatu sumber pendapatan
adalah sumber tersebut harus menghasilkan pendapatan yang besar dalam kaitannya
2

dengan seluruh atau sebagian biaya pelayanan yang akan dikeluarkan.


Keadilan
Maksudnya adalah beban pengeluaran pemerintah haruslah dipikul oleh semua
golongan dalam masyarakat sesuai dengan kekayaan dan kesanggupan masing-masing

golongan.
Kemampuan Administratif
Kriteria ini dimaksudkan karena sumber pendapatan berbeda-beda dalam

jumlah, integritas dan keputusan yang diperlukan dalam administratifnya.


Kesepakatan Politis
Kemauan politis diperlukan dalam mengenakan pajak, menetapkan struktur tarif,
memutuskan siapa yang harus membayar dan bagaimana pajak tersebut ditetapkan,
memungut pajak secara fisik dan memaksakan sanksi terhadap para pelanggar.
Ciri-ciri pajak menurut Mardiasmo (2003:1) adalah sebagai berikut :
1. Iuran rakyat kepada negara
2. Berdasarkan Undang-Undang
3. Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari negara yang secara langsung dapat
ditunjukan.
4. Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni pengeluaranpengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.
Menurut Waluyo (2011:12) pajak dapat dikelompokkan ke dalam tiga kelompok,

adalah sebagai berikut:


1. Menurut golongan atau pembebanan, dibagi menjadi berikut ini.
11

a. Pajak langsung, adalah pajak yang pembebanannya tidak dapat dilimpahkan


pihak lain, tetapi harus menjadi beban langsung wajib pajak yang
bersangkutan. Contoh: pajak penghasilan.
b. Pajak tidak langsung, adalah pajak yang pembebanannya dapat dilimpahkan
kepada pihak lain. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai.
2. Menurut sifat pembagian pajak dimaksudkan pembedaan dan pembagiannya
berdasarkan ciri-ciri sebagai berikut.
a. Pajak subjektif, adalah pajak yang berdasarkan pada

subjeknya yang

selanjutnya dicari syarat objektifnya, dalam arti memperhatikan keadaan dari


wajib pajak. Contoh: Pajak Penghasilan.
b. Pajak objektif, adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada
objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri wajib pajak. Contoh: Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
3. Menurut pemungut dan pengelolanya adalah sebagai berikut :
a. Pajak pusat, adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan
digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Contoh: Pajak
Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan.
b. Pajak daerah, adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan
digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Contoh: pajak reklame,
pajak hiburan, Bea Perolehan atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), Pajak
Bumi dan Bangunan sektor perkotaan dan pedesaan.
2

Barang Publik
Surya (2013) barang publik adalah barang yang apabila dikonsumsi oleh
individu tidak akan habis untuk individu lainnya, barang publik yang disediakan
pemerintah merupakan barang milik pemerintah yang dibiayai melalui anggaran belanja
negara.
2.2.1 Pengertian Barang Publik
Barang publik (public goods) mempunyai maksud membawa sebuah pendapat
dari kemanfaatan yang disediakan kepada seluruh masyarakat atau komunitas secara
keseluruhan. Secara umum barang publik biasa dipahami sebagai sesuatu yang dapat
dinikmati atau dibutuhkan oleh semua orang. Suatu barang publik merupakan barangbarang yang tidak dapat dibatasi siapa penggunanya dan sebisa mungkin bahkan
seseorang tidak perlu mengeluarkan biaya untuk mendapatkannya.
12

2.2.2 Jenis Barang Publik


Terdapat lima jenis barang publik yang dibagi menurut karakteristik barang dan
jasa, yaitu:
1

Barang publik murni (disediakan pemerintah dan swasta yang harus melakukan dan
mengatur distribusi barang tersebut): barang yang dari aspek penggunaanya non
rivalry yaitu tidak ada persaingan dannon exclusive yaitu tidak ada pengorbanan
untuk mendapatkannya. Misalnya: pertahanan, peradilan, fasilitas berupa jalan raya

umum dan perlindungan.


Barang semi publik (disediakan oleh pemerintah maupun swasta): barang yang dari
aspek penggunaanya non rivalry tetapi biaya namun ketika konsumen mengkonsumsi
secara berlebihan maka akan timbul kebosanan, misalnya: laut, padang gembala

taman, klub olah raga.


Barang publik semi privat (disediakan oleh pemerintah maupun swasta): barang yang
penggunaannya

bersifat rivalry,

tetapi

pemanfataan

tidak

bersifat exlusive.

Misalnya: rumah sakit, pemancar radio, rumah sakit swasta, sekolah swasta, dan
4

siaran televisi khusus.


Barang privat (disediakan oleh swasta murni): bersifat rivalry yaitu adanya
persaingan penggunaan (konsumsi) dan exlusive yaitu adanya pengorbanan untuk

mendapatkannya. Misalnya: mobil, pakaian, kesehatan untuk orang miskin.


Barang merit (sebenarnya negara berkewajiban untuk memenuhinya): komoditi atau
jasa yang menjadi kebutuhan individu atau masyarakat tanpa berkaitan dengan
kemampuan untuk membayar ataupun kemauan untuk membayar. Misalnya : tempat
tinggal untuk orang miskin, pendidikan dan kesehatan.

2.2.3 Aspek Barang Publik


Barang publik memiliki dua sifat atau dua aspek yang terkait dengan
penggunaannya, yaitu :
1

Non rivalry
Berarti bahwa penggunaan satu konsumen terhadap suatu barang tidak akan
mengurangi kesempatan konsumen lain untuk dapat mengkonsumsi barang tersebut.
Setiap orang dapat mengambil manfaat dari barang tersebut tanpa mempengaruhi

menfaat yang diperoleh orang lain.


Non excludable
Berarti bahwa apabila suatu barang publik tersedia, tidak ada yang dapat
menghalangi siapapun untuk memperoleh manfaat dari barang tersebut. Dalam
13

konteks pasar, maka baik mereka yang membayar maupun tidak membayar dapat
menikmati barang tersebut.

2.2.4 Barang Publik yang Penting


Barang Publik yang Penting antara lain sebagai berikut :
1

Pertahanan Nasional
Jika suatu negara berhasil dipertahankan, tidak ada seorang pun yang bisa
dicegah untuk menikmati manfaatnya. Ketika seseorang menikmati manfaatnya,
manfaat yang dirasakan oleh orang lain tidak akan berkurang. Oleh sebab itu,

pertahanan nasional tidak bersifat ekskludabel maupun rival.


Penelitian ilimu pengetahuan.
Jika seorang matematikawan menemukan sebuah teorima baru, maka teorima
tersebut akan masuk kedalam ilmu pengetahuan yang boleh dimanfaatkan siapa saja
secara gratis. Karena pengetahuan adalah barang publik, maka perusahaanperusahaan swasta yang mencari keuntungan cenderung untuk menumpang gratis
pada pengetahuan yang ditemukan oleh pihak lain, dan hasilnya, perusahanperusahaan ini mengalokasikan sumber-sumber daya yang terlalu sedikit untuk
menciptakan pengetahuan baru. Dengan hak paten, penemuannya bisa menikmati
sendiri sebagian besar manfaatnya sampai batas waktu tertentu. Sebaliknya, seorang
matematikawan tidak dapat mematenkan teorimanya karena pengetahuan umum
seperti itu dapat digunakan oleh siapa saja dengan gratis. Dengan kata lain, berkat
adanya undang-undang hak paten, pengetahuan spesifik dan teknis sifatnya
ekskludabel, sedangkan pengetahuan umum tidak bisa dijadikan ekskludabel.

Pengentasan Kemiskinan.
Sistem kesejahteraan bersama memberikan sedikit uang kepada keluarga miskin.
Begitu juga, program makanan murah ditujukan untuk mengurangi biaya pembelian
makanan bagi keluarga miskin berbagai program tempat tinggal dari pemerintah
membuat harga tempat tinggal lebih terjangkau. Program-program anti kemiskinan
ini dibiayai oleh pajak yang dipungut permerintah dari keluarga atau individu yang
sukses secara finansial.

2.3 Pemerintah
Banyak ahli pemerintahan yang berusaha untuk memaparkan fungsi dan peran
pemerintah. Salah satunya Kaufman (dalam Thoha, 1995 : 101) menyebutkan bahwa
14

fungsi pemerintahan adalah untuk melayani dan mengatur masyarakat. Kemudian


dijelaskan

lebih

lanjut

bahwa

tugas

pelayanan

lebih

menekankan

upaya

mendahulukan kepentingan umum, mempermudah urusan publik dan memberikan


kepuasan

kepada

publik,

sedangkan

tugas

mengatur

lebih

menekankan

kekuasaanpower yang melekat pada posisi jabatan birokrasi. Selain itu, pemikiran 2
tokoh, John Lock dan Montesqiue yang membahas mengenai Trias Politica, fungsi-fungsi
kekuasaan eksekutif dipaparkan sebagai Chief of State, Head of Government, Party
Chief, Commander in Chief, Chief Diplomat, dan Chief Legislation.
Pendapat lain dikemukakan oleh Rasyid (2000 : 13) yang memaparkan enam
tugas umum pemerintah antara lain menjamin keamanan negara dari segala kemungkinan
serangan dari luar, dan menjaga agar tidak terjadi pemberontakan dari dalam yang dapat
menggulingkan pemerintahan yang sah melalui cara-cara kekerasan, memelihara
ketertiban dan menjamin agar perubahan apapun yang terjadi di dalam masyarakat dapat
berlangsung secara damai, menjamin diterapkannya perlakuan yang adil kepada setiap
warga masyarakat, melakukan upaya-upaya untuk meningkatkan kesejahteraan sosial,
menerapkan kebijakan ekonomi yang menguntungkan masyarakat luas, dan menerapkan
kebijakan untuk memelihara sumber daya alam dan lingkungan.
Berdasarkan pendapat ahli tersebut, maka fungsi dan peran pemerintah dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
1 Fungsi Regulasi
Pemerintah pusat akan memfasilitasi daerah dalam bidang regulasi melalui
komunikasi yang efektif. Fungsi pemerintah dalam bidang regulasi khususnya
bergerak dalam bidang kesehatan sebagai regulator pelayanan kesehatan. Contoh
kasusnya adalah Badan Mutu Pelayanan Kesehatan di Propinsi Yogyakarta. Badan ini
mengoptimalkan implementasi regulasi di dinas kesehatan provinsi maupun kabupaten
atau kota, sarana akuntabilitas lembaga regulator melalui strategi kemitraan dan
meningkatkan keterlibatan lintas sektoral dalam pelaksanaan program kegiatan
lembaga regulator. Selain itu, contoh lain daln menerapkan fungsi pemerintah dalam
regulasi adalah regulasi desentralisasi kesehatan. Pemerrintah melakukan regulasi
tenaga kesehatan dan lembaga kesehatan. Pada awal pelaksanaan desentralisasi,
daerah yang telah memiliki kewenangan untuk mengatur sistem kesehatan kurang
dapat menjalankan fungsinya dengan baik karena sebelum desentralisasi daerah hanya
menjalankan tugas dari kanmil pemerintah pusat atau provinsi. Oleh karena itu,
pemerintah melaksanakan fungsi regulasinya dengan mendukung dan meregulasi
15

peran pemerintah daerah serta memfasilitasi daerah dalam hal regulasi melalui
komunikasi yang efektif.
2 Fungsi Alokasi
Fungsi Alokasi adalah fungsi pajak sebagai sumber pemasukan keuangan negara
untuk kemudian dialokasikan untuk pengeluaran rutin negara. Anggaran negara harus
diarahkan untuk mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya serta
meningkatkan efesiensi dan efektivitas perekonomian.
3 Fungsi Distribusi
Menurut Musgrave pemerintah bertanggung jawab untuk mendistribusikan
pendapatan dan kesejahteraan dalam masyarakat. Hanya Negara yang bisa memaksa
golongan masyarakat kaya untuk menyisihkan penghasilannya dengan mewajibkan
mereka membayar pajak sesuai dengan kemampuannya.
4 Fungsi Stabilisasi
Fungsi stabilisasi pemerintah dilakukan dengan menggunakan kebijakan
anggaran sebagai alat untuk menjaga agar tingkat tenaga kerja tetap tinggi, tingkat
stabilitas harga yang pantas, pertubuhan ekonomi yang tepat, dan mempertimbangkan
dampaknya bagi perdagangan dan keseimbangan pembayaran. Selain itu, contoh lain
peran dan fungsi pemerintah dalam stabilisasi adalah sebagai mediator ketika terjadi
konflik antara nelayan Bangkalan dan Pasuruan. Pemerintah sebagai fasilitator dalam
proses meyelesaikan konflik tersebut. Metode yang digunakan adalah persuasif secara
institusional.

16

BAB III
PEMBAHASAN
1

Kebijakan Dan Peran Pemerintah Dalam Penyediaan Dan Pengelolaan Barang


Publik
3.1.1 Kebijakan Pemerintah Terkait Barang Publik
Melalui penyempurnaan kembali terhadap Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun
2010 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015
tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, serta inovasi dalam metode pelaksanaan Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah dimaksud, diharapkan pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah dapat mendorong peningkatan belanja Pemerintah yang berdampak positif
pada pembangunan Negara dan peningkatan peran Usaha Kecil dan Menengah serta
Koperasi. Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang dan Jasa
Pemerintah sebagai pengganti Keputusan Presiden No. 50 Tahun 2003 yang dinilai sudah
tidak memadai lagi.
UU yang terkait dengan penyediaan dan pengelolaan barang publik, dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2012 tentang Pelayanan Publik menjelaskan
tentang tanggung jawab pemerintah dalam melakukan penyediaan dan pengelolaan
barang publik. Dalam pasal 3 menjelaskan tentang ruang lingkup pelayanan publik yang
harus disediakan oleh pemerintah, yaitu:
1 Pelayanan barang publik
2 Pelayanan jasa publik
3 Pelayanan administratif
Pelayanan barang publik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a meliputi:

17

Pengadaan dan penyaluran barang publik yang dilakukan oleh instansi pemerintah
yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan

belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah;


Pengadaan dan penyaluran barang publik yang dilakukan oleh suatu badan usaha
yang modal pendiriannya sebagian atau seluruhnya bersumber dari kekayaan

negara dan/atau kekayaan daerah yang dipisahkan; dan


Pengadaan dan penyaluran barang publik yang pembiayaannya tidak bersumber
dari anggaran pendapatan dan belanja negara atau anggaran pendapatan dan
belanja daerah atau badan usaha yang modal pendiriannya sebagian atau
seluruhnya bersumber dari kekayaan negara dan/atau kekayaan daerah yang
dipisahkan, tetapi ketersediaannya menjadi Misi Negara yang ditetapkan dalam
peraturan perundang-undangan.

Penyediaan barang publik harus sesuai dengan prinsip-prinsip sistem pelayanan terpadu,
yaitu:
1
2
3
4
5
6

Keterpaduan
Ekonomis
Koordinasi
Pendelegasian atau pelimpahan wewenang
Akuntabilitas
Aksesibilitas

3.1.2 Penyediaan Barang Publik Oleh Pemerintah


Salah satu peran pemerintah yaitu alokasi yang berarti pemerintah sebagai
penyedia barang dan jasa publik, seperti pembangunan jalan raya, jembatan, penyediaan
fasilitas penerangan, dan telepon umum. Terkait dengan belanja Pemerintah Pusat, fungsi
alokasi dilakukan antara lain melalui pendanaan pada berbagai program dan investasi
produktif, seperti pendanaan pembangunan infrastruktur atau belanja barang dan jasa.
Barang publik yang disediakan oleh instansi pemerintah dengan menggunakan
anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja
daerah ditujukan untuk mendukung program dan tugas instansi tersebut, sebagai contoh:
penyediaan Tamiflu untuk flu burung yang pengadaannya menggunakan anggaran
pendapatan dan belanja negara di Departemen Kesehatan, kapal penumpang yang
dikelola oleh PT (Persero) PELNI untuk memperlancar pelayanan perhubungan antar
pulau yang pengadaannya menggunakan anggaran pendapatan dan belanja negara di
Departemen Perhubungan, penyediaan infrastruktur transportasi perkotaan yang
pengadaannya menggunakan anggaran pendapatan dan belanja daerah.
Dilihat dari sifatnya yang non-excludable, bahwa apabila suatu barang publik
tersedia, tidak ada yang dapat menghalangi siapapun untuk memperoleh manfaat dari
barang tersebut, sektor swasta tentu akan menyerahkan pada pihak lain untuk
18

mengadakan barang publik karena terlalu tidak efisien bagi mereka. Hal ini kemudian
menimbulkan penafsiran bahwa barang publik adalah barang yang harus disediakan oleh
pemerintah. Hal ini tidak selamanya benar. Karena penggunaannya yang untuk publik,
maka pada hakikatnya, publiklah yang juga harus menyediakannya. Sektor swasta
biasanya kemudian mengembangkan cara-caranya sendiri untuk mengatasi efek
eksternalitas dan free rider yang dapat menimbulkan inefisiensi tersebut. Contoh: sistem
jalan toll, sehingga hanya mereka yang membayar yang dapat menggunakan jalan
tersebut.
Dalam pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah kadang kala ditemukan
kendala yang disebabkan oleh beberapa hal, antara lain: perencanaan Pengadaan
Barang/Jasa yang kurang baik, pengesahan anggaran yang terlambat, tidak segera
dilaksanakannya pengumuman pelaksanaan pemilihan penyedia, hingga belum meratanya
kompetensi dari Pengelola Pengadaan. Kendala dalam pelaksanaan Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah salah satunya dapat diatasi dengan pemanfaatan teknologi
informasi dalam proses pelaksanaannya. Pemanfaatan teknologi informasi selain
bertujuan untuk memperingan beban Pengelola Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah juga
bertujuan untuk tetap menjaga sisi akuntabilitas dalam pelaksanaan Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah. Inovasi terhadap metode Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
diperlukan

dalam

pelaksanaan

percepatan

belanja

Pemerintah,

khususnya

terhadapBarang/Jasa yang secara luas dibutuhkan oleh Pemerintah. Oleh karena itu,
Pemerintah merasa perlu untuk mengakselerasi pertumbuhan Katalog Elektronik baik
dari segi kuantitas maupun varian Barang/Jasa.
Alternatif pilihan untuk penyediaan barang publik ada 2, antara lain :
1 Persediaan sukarela
Salah satu cara untuk menyediakan barang publik adalah dengan mengandalkan
pada persediaan sukarela dan mentoleransi kekurangan dari persediaan barang publik.
Kekurangtersediaan barang publik akan lebih dapat ditoleransi untuk pelayanan yang
tidak terlalu penting dibandingkan pada fungsi inti yang penting. Donasi juga lebih
mudah diperoleh pada barang publik yang tidak murni dibandingkan barang publik
yang murni. Penyediaan sukarela memiliki resiko terciptanya kekurantersediaan atau
2

bahkan ketidaktersediaan pada beberapa area.


Barang campuran
Usaha dalam penyediaan sukarela dapat berubah, menjadi penyediaan barang
campuran. Contoh barang campuran adalah sinyal radio yang tadinya merupakan
barang publik, perlahan dipadukan dengan barang privat berupa iklan komersial dalam
program-program radio, sehingga menjadi apa yang dinamakan barang campuran.
19

Contoh lainnya adalah, website gratis (barang publik) dimana di dalamnya terdapat
begitu banyak iklan-iklan yang merupakan barang privat, sebagai sumber
pendanaannya.
Karakteristik dari barang publik adalah ketersediaannya yang memperbolehkan
masyarakat untuk menikmatinya tanpa membayar. Hal ini memnimbulkan dorongan yang
salah untuk menciptakan fenomena yang disebut free rider. Free rider adalah seseorang
yang turut menikmati suatu barang/ fasilitas tanpa membayar. Free riders adalah
permasalahan yang muncul dalam penyediaan barang publik terkait dengan kedua
sifatnya, yaitu Non-rivalry dan Non-excludable. Free riders ini adalah mereka yang ikut
menikmati barang publik tanpa mengeluarkan kontribusi tertentu, sementara sebenarnya
ada pihak lain yang berkontribusi untuk mengadakan barang publik tersebut. Contohnya
adalah mereka yang tidak membayar pajak tadi, tapi ikut menikmati jasa-jasa atau
barang-barang yang diadakan atas biaya pajak. Contoh lain, sebuah jalan desa dibangun
dengan kerja bakti. Free rider adalah mereka yang tidak ikut kerja bakti, tetapi kemudian
ikut menggunakan jalan desa tersebut.
Dalam kelompok yang luas seperti negara konsensus untuk memberikan
kontribusi oleh warganya tidaklah mudah . Hal ini dikarenakan preferensi orang berbedabeda serta sifat pajak itu sendiri yang tidak memberikan kontra prestasi secara langsung
sehingga ada sebagian orang yang enggan berkontribusi walaupun menurut peraturan
perundang-undangan perpajakan telah memenuhi syarat subyektif dan obyektif. Hal ini
dikenal sebagai free rider yaitu pengguna barang publik yang tidak ikut berkontribusi
terhadap pengadaannya.
Tingkat free rider perpajakan dalam skala kecil tidak akan terlalu berpengaruh
terhadap postur penerimaan negara. Masalahnya jika free rider ini bertambah banyak
maka target penerimaan negara dari sektor pajak tidak akan tercapai. Apalagi penerimaan
negara ini merupakan sumber utama selain PNBP. Defisit Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara akan semakin besar. Padahal selama ini ketentuan besarnya defisit APBN
yaitu sebesar 3% dari produk domestik bruto . Hal ini diatur dalam penjelasan pasal 12
ayat 3 UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
2

Pengaruh Penyediaan Barang Publik Terhadap APBN dan APBD


Pemerintah berkewajiban untuk mewujudkan tersedianya barang publik karena
ekonomi pasar yang dulu diperkenalkan oleh Adam Smith dianggap gagal untuk
menyediakannya. Pemerintah mendapatkan sumber pembiayaan untuk mendanai
pengadaan barang publik tersebut melalui beberapa sumber seperti pajak, pendapatan
20

negara bukan pajak (PNBP), hibah serta dengan melakukan pinjaman baik dari dalam
maupun luar negeri. Jika dulu PNBP dari sektor migas menjadi andalan penerimaan
negara maka sekarang ini pajak yang menjadi andalan sumber penerimaan negara karena
prosentase dari seluruh penerimaan negara hampir 70%.
Pajak menurut pasal 1 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) adalah kontribusi wajib kepada negara yang
terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan UndangUndang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara

langsung dan digunakan untuk

keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pajak digunakan untuk


sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dapat diartikan pajak sebagai sumber pembiayaan
untuk penyediaan barang publik yang disediakan untuk rakyat.
Pengeluaran pemerintah merupakan alokasi anggaran yang disusun dalam
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) setiap tahunnya ke berbagai sektor
atau bidang dengan tujuan untuk mensejahterakan rakyat melalui bermacam macam
program. Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pengeluaran
pemerintah Indonesia secara garis besar dikelompokkan ke dalam dua golongan sebagai
berikut :
1 Pengeluaran Rutin
Pengeluaran rutin adalah pengeluaran yang secara rutin setiap tahunnya
dilakukan oleh pemerintah dalam rangka penyelenggaraan dan pemeliharaan roda
pemerintahan, yang terdiri dari belanja pegawai yaitu untuk pembayaran gaji pegawai
termasuk gaji pokok dan tunjangan, belanja barang, yaitu untuk pembelian barang barang yang digunakan untuk penyelenggaraan pemerintah sehari hari, subsidi,
pembayaran angsuran dan bunga utang negara, belanja pemeliharaan yaitu
pengeluaran untuk memelihara agar milik atau kekayaan pemerintah tetap terpelihara
secara
2

baik

dan

belanja

perjalanan

yaitu

untuk

perjalanan

kepentingan

penyelenggaraan pemerintahan.
Pengeluaran Pembangunan
Pengeluaran pembangunan merupakan pengeluaran yang dilakukan pemerintah
untuk pembangunan fisik dan non fisik dalam rangka menambah modal mayarakat.
Contoh pembangunan fisik adalah pembangunan jalan, jembatan, sekolah dan ruman
sakit. Sedangkan pembangunan non fisik seperti pelaksanaan program pengentasan
kemiskinan.

21

Berikut adalah rincian APBN, Pendapatan Negara, Belanja Pemerintah Pusat dan
Belanja menurut fungsi dari Tahun 2007-2013.

22

23

24

Dari tabel Ringkasan APBN tahun 2007-2013 penerimaan dalam negeri dalam
hal perpajakan mengalami peningkatan, kecuali pada tahun 2009, namun pada tahun 2010
meningkat menjadi 723.306,7 miliar, seperti yang kita ketahui juga pajak merupakan
sumber utama penerimaan negara. Ada kecenderungan semakin banyak pajak yang
diterima maka semakin besar pengeluaran yang dilakukan. Hal tersebut juga diimbangi
dengan peningkatan anggaran transfer ke daerah yang terus mengalami peningkatan dari
tahun ke tahun. Selain itu juga terlihat dalam tabel belanja pemerintah pusat, pemerintah
telah menganggarkan sejumlah dana pada tahun 2010 yang digunakan untuk membiayai
belanja barang sebesar 97.596,8 miliar rupiah. Pemerintah juga telah memberikan dana
ke

setiap

daerah

untuk

membiayai

kebutuhannya

dalam

menyelenggarakan

pemerintahannya, dalam tabel belanja pemerintah menurut fungsi yaitu pembangunan


daerah sebesar 1.703,6 miliar pada tahun 2010. Dana tersebut digunakan untuk berbagai
keperluan, salah satunya pembangunan infrastruktur berupa jalan raya umum yang dapat
diakses oleh setiap warga tanpa dipungut biaya, dikarenakan jalan raya umum merupakan
salah satu contoh dari barang publik.
Sebagaimana diamanatkan oleh UU 32 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, salah satu sumber
pendanaan Pemerintahan Daerah adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang bersumber
dari pemungutan Pajak dan Retribusi Daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah. Lebih lanjut, pelaksanaan pemungutan Pajak dan
25

Retribusi Daerah tersebut diatur dengan Undang-undang tersendiri, yang saat ini adalah
UU 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Berdasarkan UU 28/2009 tersebut, beberapa jenis pajak Provinsi harus dibagihasil-kan kepada Kabupaten/Kota yaitu :
Jenis Pajak

Provinsi

Kab/Kota

Pajak Kendaraan Bermotor

70%

30%

Bea Balik Nama Kendaraan

70%

30%

30%

70%

30%

70%

50%

50%

20%*

80%*

Bermotor

Pajak Bahan Bakar Kendaraan


Bermotor

Pajak Rokok

Pajak Air Permukaan

*) untuk air permukaan yang berada hanya pada 1 kabupaten/kota


Untuk tahun 2008 (sumber DJPK, data sementara diperoleh pada Desember
2010 untuk 21 Provinsi), besarnya Pajak Provinsi telah memberikan kontribusi signifikan
terhadap pendapatan daerah yaitu rata-rata sebesar 40% dari total pendapatan, dan 80%
dari total PAD, sebagaimana ditunjukkan dalam grafik dibawah:

26

Dari jumlah PAD tersebut, bagi hasil pajak provinsi yang ditransfer kepada
Kab/Kota adalah sebagai berikut :

Grafik: Prosentase besarnya bagi hasil yang ditransfer ke Kab/Kota dibagi penerimaan
Pajak Daerah.
27

Contoh Studi Kasus Yang Terkait


Pembangunan jalan merupakan kebutuhan yang sangat vital sebagai pendukung
utama dinamika dan aktivitas ekonomi, baik di pusat maupun daerah dan pengembangan
wilayah serta sebagai prasarana penunjang yang utama bagi perekonomian nasional. Jalan
juga memiliki manfaat strategis yaitu antara lain menciptakan lapangan pekerjaan
berskala besar, peningkatan penggunaan sumber daya dalam negeri serta meningkatkan
sektor riil dengan menciptakan multiplier effect bagi perekonomian nasional.
Dampak kerusakan infrastruktur jalan raya umum di Provinsi Jawa Tengan
Khususnya di daerah Banyumas, Cilacap dan Purwokerto

sangat memengaruhi

perekonomian masyarakat maupun pemerintah daerah dan pembangunan. Dampaknya


secara langsung diterima oleh masyarakat, diantaranya pertumbuhan ekonomi masyarakat
yang statis, pendapatan masyarakat menurun serta melonjaknya harga sejumlah
kebutuhan sehari-hari. Pertumbuhan ekonomi yang statis dalam masyarakat disebabkan
karena akses jalan yang buruk sehingga usaha-usaha ekonomi yang bertujuan untuk
meningkatkan ekonomi suatu keluarga tidak dapat tercapai dengan baik. Pendapatan
masyarakat yang menurun disebabkan karena dengan akses jalan yang sulit sehingga
mobilitas manusia dan barang terhambat. Dengan terhambatnya mobilitas barang akibat
kesulitan akses berdampak terhadap melonjaknya harga kebutuhan sehari-hari.
Pada kenyataanya Pemerintah Provinsi Jawa Tengah serta daerah tersebut sudah
menganggarkan dananya dalam APBD, namun tingginya alokasi dana APBD untuk
perbaikan jalan tersebut harus dibagi-bagi lagi untuk keperluan lainnya yang mungkin
dirasa lebih darurat dan membutuhkan. Akibat tingginya biaya perbaikan jalan, tentunya
hal ini mempengaruhi kondisi finansial daerah. Sebab, dengan APBD yang berjumlah tak
terlalu banyak dan harus dibagi terhadap berbagai bidang di dalamnya maka
pembangunan dan perbaikan jalan tidak dapat terlaksanakan secara optimal. Zaenal
dalam Suara Merdeka oleh Mulyawan (2005) menilai kerusakan jalan merupakan salah
satu penyebab mengapa investor enggan menanamkan modalnya. Enggannya investor
untuk menanamkan modalnya disebabkan oleh buruknya kondisi jalan raya , sehingga
dikhawatirkan akan mengganggu proses produksi dan proses distribusi barang ke daerah
lain serta menambah biaya produksi perusahaan tersebut.
Selain berdampak terhadap perekonomian suatu wilayah, dengan adanya
permasalahan kerusakan jalan raya ini juga menimbulkan dampak terhadap aspek sosial
kemasyarakatan pada suatu wilayah. Aspek ini meliputi kualitas lingkungan yang
dirasakan oleh masyarakat dan kualitas interaksi kehidupan bermasyarakat yang
berdampak pada kesejahteraan masyarakat. Dengan adanya kondisi infrastruktur jalan
28

raya yang baik sangat bermanfaat untuk meningkatkan kehidupan masyarakat daerah
tersebut. Dari segi sosial masyarakat akan sangat terbantu dalam melaksanakan interaksi
sosialnya, baik antar desa maupun wilayah lainnya sehingga setiap kegiatan yang
menyangkut aktivitas sosial lainnya dapat terlaksana dengan baik.
Dampak kerusakan infrastruktur jalan raya sangat memengaruhi kondisi
masyarakat dalam aspek sosial kemasyarakatan. Dampak tersebut antara lain
terganggunya interaksi antar masyarakat, aktivitas sosial pada masyarakat sehingga untuk
mewujudkan kesejahteraan masyarakat sulit terlaksana. Dengan sulitnya interaksi antar
masyarakat menyebabkan sulit terjadi peningkatan kehidupan masyarakat yang dinamis.
Selain itu, dampak psikis yang diderita saat masyarakat melakukan perjalanan akibat
kondisi infrastruktur yang buruk adalah pola pikir masyarakat yang mudah tersulut emosi
ketika berkendara. Hal ini disebabkan akibat mereka saling berebut mendapatkan jalan
yang rata dan baik atau karena salah satu pengendara melakukan kesalahan sehingga
dianggap mengakibatkan celaka bagi pengendara yang lain, seperti melakukan
pengereman mendadak sehingga pengendara di belakangnya hampir menabrak atau sudah
menabraknya. Dampak lain yang terjadi di jalanan akibat kondisi jalanan yang buruk
antara lain terjadinya peningkatan angka kecelakaan yang terjadi karena pengendara yang
terperosok lubang yang ada di bahu jalan atau karena licinnya jalan akibat pasir atau
lumpur.
Pembangunan jalan sebagai prasarana transportasi yang efektif dan handal dalam
bentuk sistem transportasi terpadu akan memberikan pelayanan dan

manfaat bagi

masyarakat luas, pembangunan ekonomi, kemudahan mobilitas manusia, barang, dan


jasa yang akan berujung pada meningkatnya daya saing nasional. Peran jalan di atas
adalah dengan menghubungkan pusat-pusat ekonomi

yaitu pusat produksi, pusat

distribusi, dan pusat pemasaran.


Menurut UU No. 38/2004, penyelenggaraan jalan di Indonesia harus didasarkan
pada asas kemanfaatan, keserasian, keselarasan dan keseimbangan,

keadilan,

transparansi dan akuntabilitas, keberdayaan dan keberhasilgunaan, serta kebersamaan dan


kemitraan. Penyelenggaraan jalan dimaksudkan untuk mewujudkan perkembangan antar
daerah yang seimbang dan pemerataan hasil pembangunan. Agar diperoleh suatu hasil
penanganan jalan yang memberikan pelayanan yang optimal, diperlukan penyelenggaraan
jalan secara terpadu dan bersinergi antarsektor, antardaerah dan juga antarpemerintah
daerah serta masyarakat termasuk dunia usaha.
Kondisi jalan raya di tanah air saat ini masih sangat memprihatinkan, alokasi
anggaran untuk pemeliharaan dan peningkatan sarana jalan raya sangat minim. Dana
29

APBN 2010 yang dialokasikan untuk Kementerian Perhubungan Rp 18 triliun sebanyak


30 persennya dialokasikan untuk penambahan dan peningkatan sarana jalan. Minimnya
anggaran untuk sektor perhubungan membuat dana alokasi pembangunan jalan baru
sedikit terhambat. Sementara jumlah kendaraan tiap tahun terus naik, pertumbuhan jalan
baru masih di bawah satu persen.
Anggota Komisi V DPR dari Fraksi PKS, Abdul Hakim, menyatakan anggaran
yang tersedia untuk perbaikan jalan di tanah air, memang masih sangat minim. Idealnya,
dari anggaran Rp 18 triliun sekitar 40 persennya dialokasikan untuk penambahan dan
peningkatan sarana jalan, katanya dalam acara sosialisasi UU No 22 tahun 2009 tentang
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) di Purwokerto.
Anggaran Rp 18 triliun itu digunakan untuk seluruh kegiatan, baik untuk belanja
rutin maupun untuk pembangunan sarana perhubungan darat, laut dan udara. Anggaran
yang dialokasikan untuk pemeliharaan dan peningkatan sarana jalan raya menjadi sangat
minim. Pemerintah hanya sedikit bisa melakukan penambahan ruas jalan.
APBN hanya bertanggung jawab terhadap perbaikan ruas jalan berstatus
nasional, yang lainnya menjadi tanggung jawab pemerintah provinsi dan kabupaten.
Padahal jalan raya kabupaten kondisi lebih memprihatinkan karena keterbatasan
kemampuan keuangan pemerintah daerah.
Diakui, ruas jalan yang berstatus jalan nasional, kondisi jalan yang rusak tidak
terlalu banyak dibandingkan jalan yang berstatus jalan provinsi dan kabupaten, ruas jalan
yang rusak jauh lebih banyak dan parah di banding jalan nasional. Misalnya dari kasus di
Banyumas dan Cilacap. Di dua kabupaten di Jawa Tengah APBDnya sekitar Rp 1,1
triliun dan Rp 1,2 triliun, sebagian besar habis untuk anggaran rutin belanja pegawai.
Kabupaten Cilacap hanya menyisakan sekitar Rp 150 miliar untuk anggaran
pembangunan, sedangkan Kab. Banyumas hanya menyisakan Rp 250 miliar untuk
anggaran pembangunan.
Anggaran pembangunan sebesar itu, kata Abdul Hadi, masih dibagi-bagi lagi
untuk berbagai keperluan pembangunan. Dengan kondisi keuangan seperti itu maka wajar
apabila kerusakan jalan kabupaten dan provinsi kondisinya lebih parah, dibanding
kerusakan jalan nasional.
Berdasarkan kondisi tersebut, dia berharap, memberlakukan UU No 22/2009,
bisa mengatasi persoalan tersebut. Hal ini karena dalam UU tersebut masalah
peningkatan kualitas sarana jalan raya, akan melibatkan berbagai departemen terkait.
Termasuk dalam masalah anggarannya, nantinya seluruh penerimaan negara dari pajak
kendaraan bermotor, akan dialokasikan untuk peningkatan kualitas sarana jalan raya.
30

Masalah teknik operasional upaya peningkatan sarana jalan tersebut, nantinya akan diatur
melalui Peraturan Pemerintah dan Keputusan Presiden.
Sementara Direktur LLAJ Ditjen Perhubungan Darat, Surdirman Lambali
menambahkan, terbatasnya anggaran untuk peningkatan dan penambahan sarana jalan
raya, memicu ketidakseimbangan antara penambahan panjang jalan raya dengan laju
kendaraan bermotor. Tingkat kepadatan lalu lintas menjadi sangat tinggi, dan angka
kecelakaan lalu lintas juga makin meningkat. Berdasarkan data tahun 2004, jumlah kasus
lakalantas di Tanah Air mencapai 16.000 hingga 20.000 kasus.
Dari penjelasan mengenai studi kasus diatas, pemerintah dalam penyediaan
barang publik di Purwokerto dirasa masih kurang karena beberapa pertimbangan yang
menghambat, diantaranya adalah kendala anggaran dari APBN yang sangat minim
menyebabkan modal untuk menyediakan jalan raya di Purwokerto kurang. APBN yang
tersedia harus dibagi-bagi ke beberapa daerah untuk pemerataan pembangunan jalan raya,
sehingga pembiayaan yang tersedia akan semakin sedikit yang menyebabkan minimnya
pembangunan jalan raya di Purwokerto.
Dalam penyediaan barang publik tercipta adanya free riders adalah orang yang
ikut menikmati barang publik tanpa mengeluarkan kontribusi tertentu, sementara ada
pihak lain yang berkontribusi untuk mengadakan barang publik tersebut. Hal inilah yang
perlu dilihat dan diperhatikan kembali oleh pemerintah. Dari studi kasus di atas, bisa jadi
terdapat masyarakat yang tidak mau membayar pajak, namun menggunakan jalan dengan
semaunya. Sehingga apabila hal tersebut terus dilakukan akan mengurangi pendapatan
pajak, dan mengakibatkan anggaran untuk memperbaiki atau membangun jalan menjadi
berkurang.
Ketika jumlah individu yang terlibat dalam membayar pajak tidaklah banyak,
maka kemungkinan adanya free rider akan lebih mudah dideteksi dan ditanggulangi.
Akan tetapi jika suatu proyek ataupun kegiatan telah melibatkan banyak individu, maka
kemungkinan adanya free rider akan semakin besar dan masing-masing individu akan
cenderung mencari dalih untuk menyelamatkan dirinya dari masalah dan akan
melimpahkan bebannya pada orang lain. Menjadi free rider juga konsisten dengan
gambaran ahli ekonomi dari manusia ekonomis yang rasional untuk mendapatkan
manfaat maksimal bagi dirinya. Hal ini dicerminkan pada perhatian terbesar dari seorang
individu untuk mencari kombinasi dari barang publik dan barang pribadi yang dapat
memaksimalisasi kesejahteraan dirinya.
Sebab- sebab adanya free rider dalam bidang perpajakan adalah sebagai berikut:
1

Tidak ada kontra-prestasi secara langsung.


31

Pajak memiliki karakteristik yang berbeda dengan retribusi dimana pembayar


pajak tidak mendapat kontra-prestasi secara langsung. Direktorat Jenderal Pajak hanya
berfungsi sebagai penghimpun pajak sedangkan pengalokasian hasil pemungutan
pajak tersebut dilakukan melalui proses anggaran di DPR. Hal ini mengakibatkan
sebagian masyarakat menanggap mereka tidak mendapat manfaat apa-apa dari pajak
yang mereka bayarkan.
2

Image buruk pajak akibat kasus korupsi yang bermunculan


Kasus-kasus korupsi yang melibatkan oknum pegawai pajak sedikit banyak
berpengaruh terhadap tingkat kontribusi warga terhadap pembayaran pajak apalagi
ditambah dengan adanya ajakan aksi boikot membayar pajak. Hal ini diperparah
dengan media yang berita yangnya bombastis.

Konsep pajak masih belum dimengerti oleh sebagian masyarakat


Reformasi di bidang perpajakan dapat dikatakan masih baru sehingga banyak
orang yang masih awam dengan pajak. Hal dikarenakan pajak belum diperkenalkan
sejak dini mulai dari pendidikan sekolah dasar, menengah dan atas.

Law enforcement yang belum optimal


Masih banyak masyarakat yang mempunyai utang pajak tapi belum dilakukan
tindakan penagihan pajak sehingga tidak menciptakan efek jera untuk yang lainnya.
Apalagi penagihan pajak sangat jarang diberitakan di media sehingga DJP tidak
kelihatan taringnya di masyarakat.

Adanya aturan tentang kerahasiaan nasabah bank


Peraturan tentang kerahasiaan nasabah bank mempersulit identifikasi masyarakat
yang berpotensi untuk memenuhi kriteria subyektif dan obyektif sebagai pembayar
pajak. Indonesia dapat dikatakan ketinggalan karena banyak negara telah menghapus
perlindungan kerahasiaan bank untuk tujuan perpajakan.
Tingkat

free

rider

perpajakan

dalam

skala

kecil

tidak akan terlalu

berpengaruh terhadap postur penerimaan negara. Masalahnya jika free rider ini
bertambah banyak maka target penerimaan negara dari sektor pajak tidak akan tercapai.
Apalagi penerimaan negara ini merupakan sumber utama selain PNBP. Defisit Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara akan semakin besar. Padahal selama ini ketentuan
besarnya defisit APBN yaitu sebesar 3% dari produk domestik bruto . Hal ini diatur
32

dalam penjelasan pasal 12 ayat 3 UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
Tingkat ketercapaian target penerimaan pajak dari tahun 2009 sampai dengan 2012 dapat
dilihat ditabel di bawah ini.

Untuk menekan tingkat free rider di bidang perpajakan perlu dilakukan usahausaha sebagai berikut:
1
2

Penguatan kehumasan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk memperbaiki image.


Pengenalan pajak dari level pendidikan dasar untuk membentuk masyarakat peduli

pajak.
Mengintensifkan program Sensus Pajak Nasional (SPN) untuk menjaring Wajib
Pajak potensial.
Penegakan hukum secara ketat sangat perlu untuk diaplikasikan oleh pemerintah

terhadap masyarakat yang tidak taat membayar pajak. Dengan usaha-usaha tersebut
diharapkan masyarakat berpartisipasi dalam membayar pajak sehingga penyediaan
barang publik dapat berjalan. Selain itu Pemerintah Daerah sebaiknya mengalokasikan
dana yang lebih besar kedalam pembangunan infrastruktur jalan di daerah-daerah, karena
jalan raya merupakan sarana utama untuk akses dalam kehidupan sehari-hari masyarakat
dalam perekonomian, dan kegiatan lainnya. Cara lain untuk dapat meningkatkan kualitas
pembangunan jalanraya dapat diakukan melalui peningkatan pendapatan asli daerah
(PAD) melalui potensi-potensi yang ada pada daerah tersebut.

33

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Sesungguhnya barang publik berhak dinikmati oleh setiap warga negara
Indonesia, karena memang diperuntukkan bagi publik atau bagi umum. Selain itu warga
masyarakat juga membayar pajak, sebagai dukungan bagi pemerintah untuk menyediakan
akses, kenyamanan dan ketersediaan barang publik tersebut.
Barang publik (public goods) adalah barang yang apabila dikonsumsi oleh
individu tertentu tidak akan mengurangi konsumsi orang lain akan barang tersebut. Suatu
barang publik merupakan barang-barang yang tidak dapat dibatasi siapa penggunanya
dan sebisa mungkin bahkan seseorang tidak perlu mengeluarkan biaya untuk
mendapatkannya. Barang publik memiliki dua sifat atau dua aspek yang terkait dengan
penggunaannya, yaitu : (1) Non rivalry dan (2) Non excludable.
Salah satu peran pemerintah yaitu alokasi yang berarti pemerintah sebagai
penyedia barang dan jasa publik, seperti pembangunan jalan raya, jembatan, penyediaan
fasilitas penerangan, dan telepon umum. Pemerintah dalam proses pengadaan barang dan
jasa terutama barang publik yang diperlukan oleh masyarakat umum sangat erat
kaitannya dengan keuangan negara terutama APBN dan APBD. Sehingga diperlukan
suatu kebijakan finansial dan fiskal yang berkaitan pengelolaan pendapatan pajak yang
nantinya digunakan untuk membiayai berbagai keperluan negara dan salah satunya
adalah barang publik yang seperti kita ketahui bersama sangat dibutuhkan oleh setiap
lapisan msyarakat. Pihak pemerintah mengadakan barang publik dengan meminta
kontribusi dari publik, diantaranya melalui pajak.
Pajak merupakan sumber utama pembiayaan penyediaan barang publik oleh
pemerintah. Dalam pemungutannya ada sebagian dari masyarakat yang tidak ikut
berkontribusi membayar pajak akan tetapi ikut menggunakan manfaat barang publik.
Orang yang ikut menikmati barang publik tanpa mengeluarkan kontribusi tertentu,
sementara ada pihak lain yang berkontribusi untuk mengadakan barang publik tersebut
dikenal sebagai free rider dalam keuangan publik.

34

Dalam pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah kadang kala ditemukan


kendala yang disebabkan oleh beberapa hal, antara lain: perencanaan Pengadaan
Barang/Jasa yang kurang baik, pengesahan anggaran yang terlambat, tidak segera
dilaksanakannya pengumuman pelaksanaan pemilihan penyedia, hingga belum meratanya
kompetensi dari Pengelola Pengadaan. Alternatif pilihan untuk penyediaan barang publik
ada 2, yaitu Persediaan sukarela dan Barang campuran.
Pembangunan jalan yang merupakan salah satu barang publik adalah kebutuhan
yang sangat vital sebagai pendukung utama dinamika dan aktivitas ekonomi, baik di
pusat maupun daerah dan pengembangan wilayah serta sebagai prasarana penunjang yang
utama bagi perekonomian nasional. Dan terbatasnya anggaran untuk peningkatan dan
penambahan sarana jalan raya, memicu ketidakseimbangan antara penambahan panjang
jalan raya dengan laju kendaraan bermotor.
Pemerintah dalam penyediaan barang publik di Purwokerto dirasa masih kurang
karena beberapa pertimbangan yang menghambat, diantaranya adalah kendala anggaran
dari APBN yang sangat minim menyebabkan modal untuk menyediakan jalan raya di
Purwokerto kurang. Hal tersebut salah satunya diakibatkan dari adanya free riders, yaitu
masyarakat yang tidak mau membayar pajak. Sehingga tersebut berdampak mengurangi
pendapatan pajak, dan mengakibatkan anggaran untuk memperbaiki atau membangun
jalan menjadi berkurang.

4.2 Saran
Untuk menekan tingkat free rider di bidang perpajakan perlu dilakukan usahausaha sebagai berikut:
1

Menghapus peraturan

kerahasian nasabah bank seperti negara-negara lain untuk

tujuan perpajakan.
Pengenalan pajak dari level pendidikan dasar untuk membentuk masyarakat peduli

pajak.
Mengintensifkan program Sensus Pajak Nasional (SPN) untuk menjaring Wajib Pajak
potensial.
Dengan usaha usaha tersebut diharapkan masyarakat berpartisipasi dalam

membayar pajak sehingga penyediaan barang publik dapat berjalan.Tidak selamanya


pemerintah memiliki cukup uang untuk menyediakannya terutama ketika sumber
pajaknya sangat terbatas. Pajak adalah bentuk kontribusi dalam pengadaan public good,
35

dan persoalan muncul ketika banyak yang jadi free rider dengan tidak membayar pajak
atau pajaknya dikorupsi.
Cara lain yang bisa dilakukan adalah dengan melibatkan pihak swasta dan
masyarakat. Cara pelibatannya bisa bermacam-macam, misalnya: dengan memberikan
sistem insentif-disinsentif kepada pihak yang mau menyediakannya, misal pihak swasta
akan diberi ijin untuk membangun mall kalau mau ikut membuat lampu jalan. Dengan
membuat sistem eksklusifikasi bagi barang publik tertentu dan menjadikannya tidak
sebagai barang publik lagi misalnya jalan tol.

36

DAFTAR PUSTAKA

Sumber dari Buku


Davey. K.J. 1988. Pembiayaan Pemerintahan: Praktek-praktek Internasional dan
Relevansinya Bagi Dunia Ketiga. Jakarta: UI Press.
Mardiasmo. 200. Perpajakan Edisi Revisi. Yogyakarta.
Sutedi, Adrian. 2012. Pengadaan Barang dan Jasa dan Berbagai Permasalahannya. Jakarta.
Sinar Grafik.
Waluyo, 2011. Perpajakan Indonesia Edisi 10 Buku 1. Salemba Empat: Jakarta.

Sumber dari Jurnal


https://abekaforum.wordpress.com/2010/02/12/pengertian-barang-publik-jasa-publik-dantindakan-administratif-uu-no-25-tahun-2009/ (diakses 19 April 2016 pukul 11:05).
https://avychapy.wordpress.com/about/e-publik/barang-publik/ ( diakses pada 21 April 2016
pada pukul 21:00).
http://dn3111.blogspot.co.id/2012/07/v-behaviorurldefaultvmlo.html ( Diakses pada 10 Mei
2016 pada pukul 12:10).
http://encyptc.blogspot.co.id/2012/10/barang-publik-dan-eksternalitas.html (diakses pada 18
April 2016 pada pukul 20:00).
https://jackwinsimbolon.wordpress.com/2011/01/25/73/ ( diakses pada 22 April 2016 pada
pukul 14:00).
http://laurafricilia.blogspot.co.id/2011/10/peran-dan-fungsi-pemerintah.html (Diakses pada
tanggal 9 Mei 2016 pada pukul 12:54).
http://nadhivaqudsiy.blogspot.co.id/2014/09/ekonomi-publik-teori-barang-publik-dan.html
(diakses 19 April 2016 pukul 11:06).
http://wildanadi.blogspot.co.id/2014/03/dampak-terhadap-perekonomian-dan-sosial.html
(Diakses pada tanggal 9 Mei 2016 pada pukul 12:56).
http://www.kartikamega.blogspot.co.id/2012/03/public-goods-barang-publik.html#more
37

(diakses 19 April 2016 pukul 11:03)


Rider.http://www.academia.edu/8253666/Pajak_Sebagai_Sumber_Pembiayaan_Dalam_Penye
diaan_Barang_Publik_Oleh_Pemerintah_Dan_Efek_Free_Rider. Diakses pada 21
April 2016.
Yusuf, Ahmad. November 2013. Pajak Sebagai Sumber Pembiayaan Dalam Penyediaan
Barang Publik Oleh Pemerintah Dan Efek Free Sumber dari Website

38

Anda mungkin juga menyukai