Anda di halaman 1dari 13

APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG)

UNTUK PEMETAAN POTENSI MINERALISASI EMAS EPITERMAL


DI PULAU FLORES, NUSA TENGGARA TIMUR, INDONESIA
Pendahuluan
Pemanfaatan Sistem Informasi Geografis (SIG) dalam kegiatan eksplorasi mineral terutama
mineral logam telah dikenal sejak awal tahun 1980-an oleh industri pertambangan dan
lembaga-lembaga pemerintah di Indonesia. Dalam hal ini SIG pada umumnya hanya
diaplikasikan sebagai alat bantu dalam pembuatan peta dan sebagai sistem penyimpanan data
(basis data) hasil eksplorasi. Sementara itu perkembangan pemanfaatan SIG dalam kegiatan
eksplorasi saat ini telah berkembang dengan pesat terutama di negara-negara maju seperti
Australia, Kanada, dan Amerika Serikat. Di negara-negara tersebut SIG tidak saja hanya
dimanfaatkan sebagai alat bantu pengganti manusia dalam menghasilkan peta, tetapi juga
sudah dimanfaatkan sebagai suatu sistem informasi terpadu yang ditujukan untuk
pengambilan

keputusan

terutama

dalam

analisis

kuantitatif

dan

integrasi

data

spasial.Mengingat belum banyaknya kajian mengenai aplikasi SIG seperti tersebut di atas di
Indonesia maka studi ini dilakukan dengan tujuan utama adalah untuk mempelajari metoda
dan teknik dalam SIG yang umum diterapkan dalam analisis kuantitatif dan integrasi data
spasial, terutama data spasial yang berhubungan dengan kegiatan eksplorasi mineral logam
seperti data geologi, geokimia, geofisika dan penginderaan jauh (remote sensing). Pulau
Flores dipilih sebagai daerah studi karena pulau ini berada pada busur magmatik SundaBanda yang telah dikenal sebagai wilayah penghasil mineral logam di Indonesia. Hampir
20% dari logam emas di Indonesia dihasilkan dari busur magmatik ini (Gambar 1). Selain itu,
beberapa penyelidikan pendahuluan yang dilakukan di pulau ini menunjukkan bahwa pulau
ini sangat prospektif bagi keterdapatan mineral logam terutama mineral logam mulia (emas
dan perak) dalam bentuk endapan epitermal.
Metoda dan teknik analisis data spasial menggunakan SIG
Secara umum terdapat dua metoda yang dapat digunakan untuk analisa data spasial secara
kuantitatif menggunakan SIG yaitu metoda empirikal dan konseptual. Metoda empirikal
merupakan metoda yang mendasarkan kajiannya pada hubungan antara lokasi bahan galian
atau mineralisasi yang telah diketahui dari hasil eksplorasi sebelumnya dengan kondisi
geologi di sekitarnya, salahsatu syarat agar metoda ini dapat digunakan dengan efektif yaitu
tersedianya data lokasi mineralisasi yang jumlahnya ditentukan oleh perhitungan statistik

tertentu.Sedangkan metoda konseptual mendasarkan kajiannya pada konsep pembentukan


suatu endapan mineral dengan menggunakan sistem mineral (mineral system) (Gambar 2)
sebagai acuan dasar. Mineral system didefinisikan sebagai: semua faktor geologi yang
berpengaruh pada terbentuknya endapan mineral. Pemahaman yang baik mengenai proses
yang terlibat dalam transportasi bijih dari sumbernya sehingga terakumulasi menjadi suatu
endapan mineral yang konsentrasinya lebih tinggi dibanding konsentrasi di sumbernya
diperlukan untuk dapat mengaplikasikan mineral system pada tipe endapan mineral tertentu.
Keuntungan dari penggunaan metoda konseptual dalam analisis kuantitatif dan integrasi data
spasial menggunakan SIG adalah tidak dibutuhkannya lokasi bahan galian atau mineralisasi
sebagai salahsatu faktor dalam pemetaan potensi mineral sehingga metoda ini dapat
diterapkan untuk daerah yang belum dieksplorasi atau tingkat eksplorasinya masih dalam
tahap

pendahuluan.Dalam

metoda

konseptual

terdapat

beberapa

teknik

untuk

mengintegrasikan data spasial menjadi peta potensi mineralisasi, salahsatunya adalah dengan
menggunakan metoda fuzzy logic. Dalam metodafuzzy logic terdapat beberapa operator dan
fungsi diantaranya adalah operator fuzzy AND danfuzzy OR, dan fungsi fuzzy gamma. Studi
ini menggunakan mineral system untuk mineralisasi emas epitermal dalam analisis data dan
mengaplikasikan metoda fuzzy logic dalam integrasi data.
Data spasial yang tersedia
Studi ini memanfaatkan data spasial yang berskala regional (lebih kecil dari 1 : 100.000), hal
ini dilakukan mengingat bahwa luas daerah studi yang mencapai lebih dari 10.000 km persegi
dan juga sangat terbatasnya data yang bersifat lokal. Data yang tersedia adalah:
1) Peta geologi digital (Gambar 3) hasil konversi dari peta hardcopy hasil pemetaan geologi
bersistem yang dilakukan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi (PPPG) terdiri
dari: Lembar Ende dan Lembar Ruteng yang masing-masing berskala 1 : 250.000.
2) Digital Elevation Model (DEM) (Gambar 4) adalah data ketinggian topografi digital yang
diambil dari misi Space Shuttle Endeavour atau lebih dikenal sebagai Shuttle Radar
Topography Mission (SRTM) data. Data ini digunakan untuk menentukan cakupan daerah
aliran sungai (DAS) dalam penentuan daerah anomali untuk geokimia conto endapan sungai.
3) Data geokimia untuk 326 conto endapan sungai dengan unsur yang dianalisis kadarnya
sebanyak 12 unsur (Cu, Pb, Zn, Co, Ni, Cr, Mn, Fe, Au, Ag, Li, dan K). Data ini dihasilkan
oleh Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral (DIM) melalui proyek pemetaan
geokimia sistematis di P.Flores pada tahun 2001 dan 2002.

4) Data citra Landsat 7 ETM+ untuk daerah Flores dan sekitarnya yang tercakup dalam 2
citra yaitu daerah bagian barat direkam pada tahun 1999 dan bagian timur direkam pada
tahun 2001.
Analisis data spasial
Analisis data spasial dapat dibagi menjadi 4 bagian yang terdiri dari:
1. Analisis data geologi
Data geologi terdiri dari data formasi batuan dan data struktur. Analisis data formasi batuan
dengan menggunakan konsep mineral system berhasil mengidentifikasikan formasi batuan
yang dapat menjadi batuan induk untuk mineralisasi emas epitermal di daerah studi adalah
Formasi Kiro dan Formasi Tanahau, dan batuan beku berkomposisi granodiorit dan diorit
kuarsa dinilai sebagai sumber panas bagi sistem epitermal di daerah ini (Gambar 5).Selain
itu, analisis data struktur geologi dengan menggunakan konsep yang sama dengan yang
digunakan dalam analisis data formasi batuan berhasil mengidentifikasikan struktur geologi
berupa sesar yang berumur Miosen Tengah Pliosen sebagai media utama penyalur fluida
pembawa komponen bijih hasil proses hidrotermal dari sumber bijih ke tempat akumulasinya
(Gambar 6).
2. Analisis data geokimia endapan sungai menggunakan pendekatan analisis daerah aliran
sungai (catchment-basin approach) sebagai dasar untuk menentukan daerah pengaruh dari
lokasi conto endapan sungai. Anomali geokimia endapan sungai ditentukan dengan melalui
beberapa tahap:
a. Penentuan daerah aliran sungai (DAS) menggunakan data DEM.
b. Penggambaran frekuensi histogram data mentah (raw data) untuk menentukan apakah
transformasi logaritmik dibutuhkan untuk menormalkan data.
c. Analisis regresi untuk menentukan nilai unsur yang berada di bawah nilai deteksi.
d. Analisis regresi untuk menentukan nilai background untuk setiap DAS dengan
memperhitungkan luas fomasi batuan dan efek pengayaan akibat adanya unsur Fe dan
Mn.
e. Perhitungan nilai residual untuk menentukan daerah anomali.
f. Koreksi nilai anomali akibat pengaruh tercampurnya material dari daerah yang
termineralisasi dan tidak termineralisasi pada conto endapan sungai.
g. Analisis principal component dari anomali residual untuk mengklasifikasikan anomali
yang berhubungan dengan mineralisasi emas epitermal (Gambar 7).
3. Analisis data Landsat 7 ETM+ menggunakan metoda Crsta. Metoda Crsta adalah
metoda yang umum digunakan dalam analisis citra Landsat untuk menentukan zona ubahan

limonitik dan lempung. Dasar metoda ini adalah analisis nilai eigenvector loading dari hasil
analisis principal componentuntuk kombinasi band 1, 3, 4, dan 5 (ubahan limonitik) dan
kombinasi band 1, 4, 5, dan 7 (ubahan lempung). Hasil analisis adalah citra greyscale dengan
zona ubahan limonitik dan lempung berupa daerah dengan tingkat kecerahan yang tinggi
(Gambar 8 dan 9).
Integrasi data spasial
Integrasi data dilakukan dengan menggunakan utiliti Arc-SDM yaitu utiliti tambahan untuk
program SIG ArcView. Hal pertama yang perlu dilakukan adalah memberikan nilai fuzzy
membership untuk

tiap attribute yang

terdapat

pada

tiap dataset berdasarkan

pada

konsepmineral system untuk mineralisasi emas epitermal. Setelah itu, beberapa model fuzzy
logic dicoba untuk diterapkan pada proses integrasi yaitu:
1. Model pertama menggunakan operatorfuzzy AND untuk menggabungkan data ubahan
(ubahan limonitik dan ubahan lempung). Selanjutnya integrasi data lainnya dilakukan
dengan menggunakan fungsi fuzzy gamma dengan nilai gamma berkisar mulai dari 0.9
sampai 0.975 (Gambar 10).
2. Model kedua menggunakan operator fuzzy OR untuk menggabungkan data ubahan.
Selanjutnya integrasi data lainnya dilakukan dengan menggunakan fungsi fuzzy
gamma dengan nilai gamma berkisar mulai dari 0.9 sampai 0.975 (Gambar 11).
3. Model ketiga menggunakan fungsi fuzzy gamma untuk menggabungkan seluruh data.
Hasil integrasi
Proses integrasi menghasilkan 48 peta potensi mineralisasi emas epitermal. Peta potensi
mineralisasi yang baik didefinisikan memiliki luas daerah prospek paling kecil akan tetapi
memuat paling banyak lokasi keterdapatan mineral, atau dengan kata lain memiliki rasio
terbesar antara jumlah lokasi keterdapatan mineral dengan luas daerah prospek. Berdasarkan
kriteria ini, satu peta hasil dari integrasi data dengan menggunakan model pertama (Gambar
10) dipilih sebagai peta potensi mineralisasi emas epitermal terbaik (Gambar 13). Studi ini
berhasil menunjukkan daerah prospek untuk mineralisasi emas epitermal di bagian barat dan
timur P. Flores selain dari daerah prospek di bagian tengah yang telah diketahui dari
penyelidikan terdahulu.

Referensi:

1. AN, P., MOON, W. M. & RENCZ, A. (1991) Application of fuzzy set theory to
integrated mineral exploration. Canadian Journal of Exploration Geophysics, 27(1),
1-11.
2. AN, P., MOON, W. M. & BONHAM-CARTER, G. F. (1992) On knowledge-based
approach of integrating remote sensing, geophysical and geological information.
In: International Geoscience and Remote Sensing Symposium (IGARSS), pp. 34-38.
3. BONHAM-CARTER, G. F. (1994) Geographic information systems for geoscientists,
modelling with GIS. Pergamon, Ontario, 398 pp.
4. BONHAM-CARTER, G. F., ROGERS, P. J. & ELLWOOD, D. J. (1987) Catchment
basin analysis applied to surficial geochemical data, Cobequid Highlands, Nova
Scotia. Journal of Geochemical Exploration, 29, 259-278.
5. CARLILE, J. C. & MITCHELL, A. H. G. (1994) Magmatic arcs and associated gold
and copper mineralization in Indonesia. Journal of Geochemical Exploration, 50, 91142.
6. CARRANZA, E. J. M. & HALE, M. (1997) A catchment basin approach to the
analysis of reconaissance geochemical-geological data from Albay Province,
Philippines. Journal of Geochemical Exploration, 60, 157-171.
7. CRSTA, A. P. & RABELO, A. (1993) Assessing Landsat TM for hydrothermal
alteration mapping in central-western Brazil. In: Ninth Thematic Conference on
Geologic Remote Sensing, pp. 1053-1061, Pasadena, California, U.S.A.
8. D'ERCOLE, C., GROVES, D. I. & KNOX-ROBINSON, C. M. (2000) Using fuzzy
logic in a geographic information system environment to enhance conceptually based
prospectivity analysis of Mississipi Valley-type mineralisation. Australian Journal of
Earth Sciences, 47, 913-927.
9. GARWIN, S. (2000) Map of major gold and copper districts, deposits and prospects
of the Indonesian region [Online],
10. Datametallogenica, Available:http://www.datametallogenica.com/pages/minidisc/ht
ml/batu-hijau_files/BatuHijau-mapsect/BatuHijau076.gif
11. HEDENQUIST, J. W., IZAWA, E., ARRIBAS, A.

& WHITE,

N.

C.

(1996) Epithermal gold deposits: styles, characteristics, and exploration Society of


Resource. Geology, Tokyo, Japan, 16 pp.
12. KEMP, L. D., BONHAM-CARTER, G. F., RAINES, G. L. & LOONEY, C. G. (2001)
Arc-SDM: Arcview extension for spasial data modelling using weights of evidence,
logistic regression, fuzzy logic and neural network analysis. Geological Survey of
Canada.
13. KNOX-ROBINSON, C. M. & WYBORN, L. A. I. (1997) Towards a holistic
exploration strategy: using geographic information systems as a tool to enhance
exploration. Australian Journal of Earth Sciences, 44(4), 453-463.

14. LONGLEY, P. A., GOODCHILD, M. F., MAGUIRE, D. J. & RHIND, D. W.


(2001) Geographic information systems and science John Wiley. & Sons, Chichester,
454 pp.
15. RAINES, G. L. (2001) Resource materials for a GIS spasial analysis course, pp. 216.
U.S. Geological Survey, Washington.
16. TANGESTANI, M. H. & MOORE, F. (2000) Iron oxide and hydroxyl enhancement
using the Crsta method: a case study from the Zagros Belt, Fars Province,
Iran. International Journal of Applied Earth Observation and Geoinformation, 2(2),
140-146.
17. WHITE, N. C. & HEDENQUIST, J. W. (1990) Epithermal environments and styles of
mineralization: variations and their causes, and guidelines for exploration. Journal of
Geochemical Exploration, 36, 445-474.
18. WYBORN, L. A. I., GALLAGHER, R. & MERNAGH, T. (1995) Using GIS for
mineral potential evaluation in areas with few known mineral occurrences. In: Second
National Forum on GIS in the Geosciences Forum, pp. 199-211. Australian
Geological Survey Organisation, Canberra.

Gambar 1
Peta lokasi Busur Magmatik Sunda-Banda dan lokasi keterdapatan mineral Logam
mulia dalam berbagai tipe

Gambar 2
Skema Mineral System untuk endapan emas epitermal

Gambar 3
Peta geologi

Gambar 4
Peta relief shaded dari DEM (Digital Elevation Model) dan pola aliran sungai

Gambar 5
Peta batuan induk dan batuan intrusi yang berhubungan dengan
mineralisasi emas epitermal

Gambar 6
Peta Struktur Geologi yang berhubungan dengan mineralisasi emas epitermal

Gambar 7
Peta anomali geokimia yang diinterpretasikan mewakili mineralisasi emas epitermal
dari hasil analisis principal component

Gambar 8
Peta zona ubahan limonitik (pixel dengan warna cerah)

Gambar 9
Peta zona ubahan lempung (pixel dengan warna cerah)

Gambar 10
Skema integrasi data dengan operator Fuzzy AND untuk menggabungkan zona ubahan
dan fungsi Fuzzy Gamma untuk menggabungkan tema lainnya

Gambar 11
Skema integrasi data dengan operator Fuzzy OR untuk menggabungkan zona ubahan
dan fungsi Fuzzy Gamma untuk menggabungkan tema lainnya

Gambar 12
Skema integrasi data dengan fungsi Fuzzy Gamma
untuk menggabungkan seluruh tema

Gambar 13
Peta potensi mineralisasi emas epitermal terbaik yang dihasilkan
dengan menggunakan skema pada Gambar 10

Anda mungkin juga menyukai