Nfajsnjkansd
Nfajsnjkansd
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
1. Hemodialisa
Defenisi
Hemodialisa adalah prosedur pembersihan darah melalui suatu ginjal
buatan dan dibantu pelaksanaannya oleh semacam mesin (Lumenta, 1992).
Hemodialisa sebagai terapi yang dapat meningkatkan kualitas hidup dan
memperpanjang usia. Hemodialisa merupakan metode pengobatan yang sudah
dipakai secara luas dan rutin dalam program penanggulangan gagal ginjal akut
maupun gagal ginjal kronik (Smeltzer, 2001). Hemodialisa merupakan suatu
proses yang digunakan pada pasien dalam keadaan sakit akut dan memerlukan
terapi dialisis jangka pendek (beberapa hari hingga beberapa minggu) atau pasien
dengan penyakit ginjal stadium terminal yang membutuhkan terapi jangka
panjang atau terapi permanen. Sehelai membran sintetik yang semipermiable
menggantikan glomerulus serta tubulus renal dan bekerja sebagai filter bagi ginjal
yang terganggu fungsinya itu bagi penderita gagal ginjal kronis, hemodialisa akan
mencegah kematian. Namun demikian, hemodialisa tidak menyembuhkan atau
memulihkan penyakit ginjal (Smeltzer, 2001).
16
mendasari kerja hemodialisa yaitu difusi, osmosis dan ultrafiltrasi. Toksin dan zat
limbah di dalam darah dikeluarkan melalui proses difusi dengan cara bergerak
dari darah, yang memiliki konsentrasi lebih tinggi ke cairan dialisat yang
konsentrasinya rendah.
Air yang berlebihan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses osmosis.
Pengeluaran air dapat dikendalikan dengan menciptakan gradien tekanan: dengan
kata lain, air bergerak dari daerah dengan tekanan yang lebih tinggi (tubuh pasien)
ke tekanan yang lebih rendah (cairan dialisat). Gradien ini dapar ditingkatkan
melalui penambahan tekanan negatif yang dikenal dengan ultrafiltrasi pada mesin
dialisis. Tekanan negatif diterapkan pada alat ini sebagai kekuatan pengisap pada
membran dan memfasilitasi pengeluaran air. Karena pasien tidak dapat
mengekskresikan air, kekuatan ini diperlukan untuk mengeluarkan cairan hingga
tercapai isovolemia (keseimbangan cairan ) (Smeltzer, 2001).
17
meskipun
biasanya
memerlukan
beberapa
penyesuaian
atau
Masalah Cairan
Pembatasan asupan cairan sampai 1 liter perhari sangat penting karena
meminimalkan resiko kelebihan cairan antar sesi hemodialisa. Jumlah cairan yang
tidak seimbang dapat menyebabkan terjadinya edema paru ataupun hipertensi
pada 2-3 orang pasien hemodialisa. Ketidakseimbangan cairan juga dapat
menyebabkan terjadinya hipertropi pada ventrikel kiri. Beberapa laporan
menyatakan bahwa pembatasan cairan pada pasien hemodialisa sangat
dipengaruhi oleh perubahan musim dan masa-masa tertentu dalam hidupnya.
Seperti penelitian Argiles (2004) menyatakan bahwa asupan cairan pasien akan
sangat tidak terkontrol pada musim panas dan pada masa liburan Natal dan Tahun
Baru karena pada musim panas merangsang rasa haus dan pada masa libuuran
natal dan tahun baru banyak mengonsumsi makanan ringan yang kering dan
mengandung garam sehingga memacu keinginan untuk minum (Welch, 2006).
Jumlah asupan cairan pasien baik cairan yang diminum langsung ataupun
yang dikandung oleh makanan dapat dikaji secara langsung dengan mengukur
18
19
urin/24jam ditambah 500-750 ml (Almatsier, 2004). Urin 24 jam ditambah 500700 ml adalah jumlah cairan yang dapat dikonsumsi pasien dan masih dapat
ditoleransi oleh ginjal pasien.
Pertimbangan medikasi
Banyak obat yang diekskresikan seluruhnya atau sebagian melalui ginjal.
Apabila seseorang pasien menjalani dialisis, semua jenis obat dan dosisnya harus
dievaluasi dengan cermat. Terapi antihipertensi yang sering merupakan bagian
dari susunan terapi dialisis, merupakan salah satu contoh dimana komunikasi,
pendidikan dan evaluasi dapat memberikan hasil yang berbeda.
Faktor usia
Pendapat Dunbar & Waszak (1990) yang menunjukkan bahwa ketaatan
20
1.4.2
baik 82,9 % sedangkan pada penderita yang tidak patuh dalam kategori sedang
58,2%. Didapat hasil uji analisis Mann Whitney U- test antara keterlibatan tenaga
kesehatan pada penderita yang patuh dengan penderita yang tidak patuh
berdasarkan kategori diatas dengan nilai ( sig) atau = 0,002 lebih kecil dari 0,05
yang berarti ada pengaruh antara keterlibatan tenaga kesehatan dengan kepatuhan
pasien dalam mengurangi asupan cairan. Keterlibatan tenaga kesehatan sangat
diperlukan oleh pasien dalam hal sebagai pemberi pelayanan kesehatan,
penerimaan informasi bagi pasien dan keluarga, serta rencana pengobatan
selanjutnya.
1.4.4 Faktor keterlibatan keluarga pasien
Pada penderita yang patuh lebih mempunyai kepercayaan pada
kemampuannya sendiri untuk mengendalikan aspek permasalahan yang sedang
dialami, ini dikarenakan individu memiliki faktor internal yang lebih dominan
21
seperti tingkat pendidikan yang tinggi, pengalaman yang pernah dialami, dan
konsep diri yang baik akan membuat individu lebih dapat mengambil keputusan
yang tepat dalam mengambil mengambil tindakan, sementara keterlibatan
keluarga dapat diartikan sebagai suatu bentuk hubungan sosial yang bersifat
menolong dengan melibatkan aspek perhatian, bantuan dan penilaian dari
keluarga. Schwarzt and Griffin (1995), mengatakan perilaku kepatuhan tergantung
pada situasi klinis spesifik, sifat alam penyakit, dan program pengobatan. Berbeda
dengan pernyataan Baekeland & Luddwall (1975) bahwa keluarga juga
merupakan faktor yang berpengaruh dalam menentukan program pengobatan pada
pasien, derajat dimana seseorang terisolasi dari pendampingan orang lain, isolasi
sosial secara negatif berhubungan dengan kepatuhan.
Komplikasi
Komplikasi terapi dialisisi sendiri dapat mencakup hal-hal berikut;
a. Hipotensi dapat terjadi selama terapi dialisis ketika cairan dikeluarkan
b. Emboli udara merupakan komplikasi yang jarang tetapi dapat saja terjadi
jika udara memasuki sistem vaskuler pasien.
c. Nyeri dada dapat terjadi karena pCO2 menurun bersamaan dengan
terjadinya sirkulasi darah diluar tubuh.
d. Pruritus dapat terjadi selama terapi dialisis ketika produk akhir
metabolisme meninggalkan kulit.
22
dan
muncul
sebagai
serangan
kejang.
Komplikasi
ini
kemungkinan terjadi lebih besar jika terdapat gejala uremia yang berat.
f. Kram otot yang nyeri terjadi ketika cairan dan elektrolit dengan cepat
meninggalkan ruang ekstrasel.
g. Mual dan muntah merupakan peristiwa yang sering terjadi.
Pendidikan Pasien
Tujuan untuk mempersiapkan pemulangan pasien dialisis dari rumah sakit
sering menjadi tantangan yang menarik. Penyakit tersebut dan terapi yang
dilakukannya akan mempengaruhi setiap aspek dalam kehidupan klien. Biasanya
pasien tidak memahami sepenuhnya dampak dialisis dan kebutuhan untuk
mempelajarinya mungkin baru disadari lama sesudah pasien dipulangkan dari
rumah sakit. Pasien hemodialisa yang akan memulai terapi memerlukan
pengajaran tentang topik-topik berikut: Rasional dan tujuan terapi dialisis,
hubungan antara obat-obat yang diresepkan dengan dialisis, efek samping obat
dan pedoman kapan diberikan, perawatan akses vaskuler; pencegahan,
pendeteksian dan penatalaksanaan komplikasi yang berkaitan dengan akses
vaskuler, dasar pemikiran untuk diet dan pembatasan cairan; konsekuensi akibat
kegagalan dalam mematuhi pembatasan ini, pedoman pencegahan dan
pendeteksian kelebihan cairan, strategi untuk pendeteksian, penatalaksanaan dan
pengurangan
gejala
pruritus,
neuropati
serta
gejala-gejala
lainnya,
penatalaksanaan komplikasi dialisis yang lain dan efek samping terapi, strategi
23
24
maka tidak hanya sekedar mengubah perilakunya saja, namun juga menyangkut
aspek kognitifnya.
Terapi perilaku-kognitif merupakan gabungan terapi perilaku dan terapi
kognitif. Dalam pelaksanaannya, modifikasi perilaku-kognitif menekankan pada
pemahaman terhadap aspek pengalaman kognisi yang berbeda-beda misalnya
kepercayaan, harapan, imaji, pemecahan masalah, disamping mempelajari
ketrampilan teknik perilaku (Kanfer dan Goldstein, 1986).
Ellis menggunakan terapi perilaku kognitif mengubah gagasan klien agar
emosi klien terobati atau tidak sekedar perubahan perilaku mereka saja (Corey,
1990). Menurut Beck (1976 dalam Corey, 1990) rute yang langsung ke
berubahnya emosi dan perilaku yang tidak berfungsi adalah dengan memodifikasi
jalan pikiran yang tidak tepat dan tidak berfungsi. Menurut Marshall & Turnbull
(1996 dalam Sagawa, 2001) Terapi perilaku kognitif adalah sebuah pendekatan
untuk membantu menanggulangi masalah dengan lebih efektif dengan
menyediakan suatu kerangka berpikir dan berperilaku, yang memungkinkan
mereka untuk memimpin diri sendiri untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.
Penelitian yang dilakukan Griffin & Humfleet (1998) menyatakan bahwa
terapi perilaku kognitif juga efektif dalam membantu pasien penyalahgunaan obatobatan. Terapi ini efektif dalam mengurangi ketergantungan terhadap obat-obat
terlarang yang salah satunya adalah kokain (NIDA, 2008). Didukung juga oleh
penelitian Brown & Matthew (1997) menemukan bahwa pasien pecandu alkohol
yang diberikan terapi perilaku kognitif lebih efektif dibanding pasien yang
diberikan latihan relaksasi. Pasien dengan terapi perilaku kognitif menunjukkan
25
26
27
8. Emosi memainkan peran yang penting dalam terapi, untuk itu klien perlu
dibawa ke dalam suasana terapi yang mengungkap pengalaman emosi.
9. Terapis perlu menjalin kerjasama dengan pihak keluarga ataupun pasangan
klien.
10. Modifikasi perilaku-kognitif dapat diperluas sebagai proses pencegahan
timbulnya perilaku maladaptif.
28
29
a) Hanya ada sedikit kontrol eksternal yang dapat menjelaskan perilaku (tidak
ada pengawasan atau pemaksaan dari luar atau orang lain)
b) Kontrol adalah suatu hal yang cukup sulit sehingga orang yang bersangkutan
harus berupaya cukup keras (melakukan suatu kegiatan yang sangat tidak
diinginkan dan merasa gembira dan bebas setelah kegiatan itu selesai)
c) Perilaku dilakukan dengan pertimbangan dan pilihan secara sadar
Individu secara aktif memutuskan untuk melakukan kontrol diri baik dengan
melakukan suatu tindakan atau dengan menahan dirinya untuk tidak melakukan
sesuatu. Orang yang bersangkutan tidak melakukan ini secara otomatis dan tidak
dipaksa oleh orang lain untuk melakukan suatu tindakan.
30
untuk mencapai berat badan yang idel untuk pasien, dan pada umumnya
merupakan intervensi yang paling sering diberikan para medis ke pasiennya
(Sagawa, 2001).
31
serta gemercik air, individu dianjurkan untuk memilih musik yang disukai dan
musik tenang seperti musik klasik, dan diminta untuk berkosentrasi pada lirik dan
irama lagu. Klien juga diperbolehkan untuk menggerakkan tubuh mengikuti irama
lagu seperti bergoyang, mengetukkan jari atau kaki (Tamsuri, 2007). Musik klasik
salah satunya adalah musik Mozart. Dari sekian banyak karya musik klasik,
sebetulnya ciptaan milik Wolfgang Amadeus Mozart (1756-1791) yang paling
dianjurkan. Beberapa penelitian sudah membuktikan, Mengurangi tingkat
ketegangan emosi atau nyeri fisik. Penelitian itu di antaranya dilakukan oleh Dr.
Alfred Tomatis dan Don Campbell. Mereka mengistilahkan sebagai Efek
Mozart. Dibanding musik klasik lainnya, melodi dan frekuensi yang tinggi pada
karya-karya Mozart mampu merangsang dan memberdayakan daerah kreatif dan
motivatif di otak. Yang tak kalah penting adalah kemurnian dan kesederhaan
musik Mozart itu sendiri. Namun, tidak berarti karya komposer klasik lainnya
tidak dapat digunakan (Andreana, 2006)
Distraksi pernafasan yaitu bernafas ritmik, anjurkan klien untuk
memandang fokus pada satu objek atau memejamkan mata dan melakukan
inhalasi perlahan melalui hidung dengan hitungan satu sampai empat dan
kemudian menghembuskan nafas melalui mulut secara perlahan dengan
menghitung satu sampai empat (dalam hati). Anjurkan klien untuk berkosentrasi
pada sensasi pernafasan dan terhadap gambar yang memberi ketenangan,
lanjutkan tehnik ini hingga terbentuk pola pernafasan ritmik. Distraksi
intelektual, antara lain dengan mengisi teka-teki silang, bermain kartu,
melakukan kegemaran (di tempat tidur) seperti mengumpulkan perangko, menulis
32