PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Diare merupakan salah satu penyebab mortalitas dan morbiditas terbesar pada anak
dibawah lima tahun (balita). Diare sering dianggap sebagai penyakit sepele oleh
masyarakat, padahal diare menempati posisi keempat dunia dengan angka mortalitas
balita dan neonatus sebesar 11% (Liu et al, 2012). Menurut CDC, sekitar 801.000 anak
balita dan neonatus meninggal setiap tahunnya di seluruh dunia.
Di Indonesia sendiri, insidens diare cenderung meningkat dari tahun ke tahun dari
2000 sampai 2010. Pada tahun 2000 penyakit diare terjadi pada 301 orang per 1000
penduduk, tahun 2003 naik menjadi 374 orang per 1000 penduduk, tahun 2006 meningkat
menjadi 423 orang per 1000 penduduk dan tahun 2010 menjadi 411 orang per 1000
penduduk (Depkes RI, 2011). Diare bahkan menyebabkan Kejadian Luar Biasa (KLB) di
berbagai daerah. Terjadi KLB di 69 Kecamatan pada tahun 2008 dengan jumlah kasus
8133 orang dan menyebabkan kematian 239 orang . Tahun 2009 terjadi KLB di 24
Kecamatan dengan jumlah kasus 5.756 orang, dengan kematian 100 orang , sedangkan
tahun 2010 terjadi KLB diare di 33 kecamatan dengan jumlah penderita 4204 dan
menyebabkan kematian 73 orang (Depkes RI, 2011).
Salah satu penyebab diare di Indonesia adalah Escherichia coli. Bakteri Gram-negatif
ini merupakan flora normal usus yang berperan penting dalam sintesis vitamin K, koversi
pigmen empedu dan asam empedu serta penyerapan makanan. Bakteri ini juga berfungsi
sebagai pengurai dan penyedia nutrisi bagi tumbuhan (Ganiswara, 1995). Escherichia
coli dapat menjadi patogen terhadap manusia bila jumlahnya meningkat di dalam tubuh.
Escherichia coli penyebab diare ada beberapa jenis ; Enteropathogenic E.coli (EPEC),
Enterotoxigenic E.coli (ETEC), Enterohemorrhagic E.coli (EHEC), Enteroinvasive E.coli
(EIEC), dan Enteroaggregative E.coli (EAEC). (Jawetz et al, 2004)
Salah satu faktor virulensi utama Escherichia coli adalah enterotoxin. Enterotoxin
merupakan suatu enzim yang berfungsi merusak sel epitel brush border dan mengaktifkan
siklik AMP sehingga terjadi hipersekresi air di lumen usus. Hipersekresi ini akan
mengakibatkan feses encer dan mengganggu penyerapam nutrisi. Enzim ini baru bisa
bekerja pada sel usus setelah diselipkan ke dalam sel hospes dengan menggunakan sistem
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1.
Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah eksperimental murni dengan pengembangan bakteri secara
in vitro pada media kultur, lalu dilakukan uji aktivitas protease terhadap sari
kentang
(Solanum tuberosum).
3.2.
berasal dari perkebunan di Wonosobo. Sampel kentang kemudian diproses dengan juicer
sehingga didapatkan sarinya. Sampel akan diberikan ke subjek penelitian, yakni bakteri
Escherichia coli dari isolat murni yang didapatkan dari laboratorium Mikrobiologi Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
3.4.
yaitu pengambilan bahan yang didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu yang dibuat oleh
peneliti. Kentang yang dipergunakan adalah kentang kuning yang berasal dari perkebunan di
Wonosobo. Hal ini dikarenakan kentang kuning lebih empuk dan berair sehingga lebih mudah
untuk dibuat sari, selain itu, daerah Wonosobo dipilih karena merupakan tempat yang ideal
untuk pertumbuhan tanaman kentang sehingga kentang tumbuh dengan subur dan baik.
3.5.
Besar Sampel
Dalam penelitian ini ukuran sampel ditentukan dengan menggunakan rumus Federer
(Sopiyudin, 2009), perhitungan sebagai berikut:
(n-1) (t-1) 15
t
= jumlah kelompok (25%, 50%, 75%, 100%, dan kelompok kontrol negatif)
n
= jumlah ulangan.
3.4.2.1.
Jenis Variabel
(i)
Variabel Terikat (Dependen)
Diameter zona bening Escherichia coli
(ii)
Variabel Bebas (Independen)
Sari kentang 5 mL konsentrasi 25%
Sari kentang 5 mL konsentrasi 50%
Sari kentang 5 mL konsentrasi 75%
Sari kentang 5 mL konsentrasi 100%
3.4.2.2. Definisi Operasional Variabel
No
.
1.
Variabel
Definisi
Alat Ukur
Hasil Ukur
Skala Ukur
Rasio
Indeks
Operasional
Nilai indeks
Jangka
Diameter
Proteolitik
yang
Sorong
zona bening
Bakteri
didapatkan
bakteri
(variabel
(mm) dibagi
dependen)
diameter zona
zona koloni
bening bakteri
(mm)
terhadap
diameter
koloni.
(Baehaki,
2.
Sari Kentang
2011)
Solanum
(variabel
tuberosum
sari kentang
independen)
yang diproses
(%)
25%, 50%,
dengan juicer
3.
Kontrol
Rasio
75% dan
dan diambil
sarinya.
Aquades
Konsentrasi
100%.
Spuit
10 mL
Rasio
Sari kentang kemudian dilarutkan dalam aquades sampai mencapai volume 5 mL. Sari
kentang dilarutkan sehingga mencapai empat jenis konsentrasi berbeda (25%, 50%, 75% dan
100%). Masing-masing larutan ditambahkan ke cawan petri masing-masing, kemudian
dicampur dengan 10 mL Skim Milk Agar 2%. Sebagai kontrol negatif, digunakan pelarutnya,
yakni aquades sebanyak 5 mL dicampur dengan 10 mL Skim Milk Agar 2%.
Pada media Skim Milk Agar yang sudah mengeras, dibuat lubang ditengahnya dengan
diameter 3 mm, kemudian sebanyak satu ose bakteri Escherichia coli yang telah diremajakan
dimasukkan ke dalam lubang tersebut lalu diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37 o C. Setelah
24 jam, reagen Bromocresolgreen (BCG) kemudian dituang keatas media agar sampai
seluruh permukaan media tertutup oleh reagen, setelah itu media diinkubasi selama 20-30
menit di suhu ruang (25-30o C) (Vijayaraghavan, 2013).
Aktivitas proteolitik Escherichia coli yang ditumbuhkan pada media Skim Milk Agar
ditunjukkan dengan terlihatnya zona bening yang muncul disekitar koloni yang terbentuk
(Putri, 2012). Indeks proteolitik dihitung dengan cara mengukur luas areal bening dan luas
koloni bakteri. Perhitungan indeks proteolitik adalah perbandingan luas areal bening dengan
luas koloni bakteri (Baehaki, 2011).
(Gambar 3.1. Area Perhitungan Indeks Proteolitik)
a
Rumus Indeks Proteolitik b
Keterangan:
a
= Diameter koloni.
Uji Normalitas
Pada data numerik (potensi daya hambat) dilakukan uji normalitas untuk
mengetahui apakah data berdistribusi normal atau tidak. Jenis uji yang dipakai
adalah Saphiro Wilk Test karena jumlah sampel kurang dari 50. Data
(ii)
Data hasil pengamatan subjek penelitian yang diperoleh kemudian akan dianalisis dengan
komputerisasi.