Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Oleh :
Nama
NRP
No. Meja
Kelompok
Tanggal. Percobaan
Asisten
:
:
:
:
:
:
Karima Meisi M U
133020414
1 (satu)
A
3 Januari 2016
Firmansyah
I.
Tujuan Percobaan
Tujuan dari percobaan pengayakan adalah untuk mengurangi kadar air bahan
sampai batas tertentu, sehingga bahan tersebut tahan atau bebas dari serangan
mikroorganisme, enzim, insekta yang merusak sehingga dapat memperpanjang
umur simpan.
II. Prinsip Percobaan
Prinsip dari percobaan pengayakan adalah berdasarkan adanya perbedaan
kelembaban antara udara kering dengan bahan yang dikeringkan dan juga
berdasarkan adanya perpindahan panas dari udara pengering ke dalam bahan yang
dikeringkan sehingga terjadi penguapan air dari bahan yang dikeringkan.
III. Metode Percobaan
Rumus :
1. Kadar Air
5. Luas Tray
Keterangan
Hasil
Panjang tray (p)
30,5 cm
Lebar tray (l)
30,0 cm
Luas tray (L)
915 cm2 = 0,0915 m2
Berat tray (W)
254 g
Sumber : Kelompok A, Meja 1, Dwi Tanti Apriyanti
Udara Kering
Tw
: 28,0 C
Td
: 65,7 C
Td
Td
: 30,0 C
Tw
: 39,5 C
Tw
: 59,7 C
RH
: 59,2 %
RH
: 17,5 %
RH
Sumber : Kelompok A, Meja 1, Dwi Tanti Apriyanti
: 19,3 %
Waktu
Td
Tw
RH
Berat Bahan
(h)
(C)
(C)
(%)
0
57,3
35,5
20,6
0,5
80,5
57,0
20,6
1,0
79,5
56,9
20,5
1,5
79,5
56,9
24,3
2,0
72,0
50,2
24,3
2,5
73,0
50,8
24,6
3,0
73,5
52,1
24,9
3,5
68,0
48,5
27,5
Sumber : Kelompok A, Meja 1, Dwi Tanti Apriyanti
(kg)
0,200
0,165
0,164
0,163
0,162
0,161
0,161
0,161
Keterangan
W cawan kosong konstan
W cawan+bahan
W cawan+bahan konstan
Hasil
30,68 g
32,72 g
32,20 g
V. Perhitungan
5.1. Penentuan Kadar Air Gravimetri
5.2. Penentuan Ws
kg padatan kering
5.3. Penentuan Kadar Air Bebas (Xn)
Kesimpulan :
Berdasarkan grafik di atas dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi kadar air
dalam suatu bahan maka diperlukan waktu pengeringan yang semakin lama.
Grafik 2 Hubungan Antara Kadar Air Bebas (Xn) dengan Laju Pengeringan (Rn)
Kesimpulan :
Berdasarkan grafik di atas dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi kadar air
maka semakin lama laju pengeringan.
Laporan Praktikum MPIP Pengeringan
VI. Pembahasan
Berdasarkan hasil percobaan pengeringan pada sampel beras ketan hitam,
diperoleh hasil kadar air gravimetri sebesar 25,49%, berat bahan kering sebesar
0,149 kg padatan kering, kadar air bebas yang menurun serta laju pengeringan
yang naik turun, sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi kadar air
maka semakin lama waktu pengeringan dan semakin lama laju pengeringan.
Pada hasil laju pengeringan saat praktikum tidak diperoleh laju pengeringan
konstan. Hal tersebut dapat diakibatkan beberpa faktor kesalahan, diantaranya
penimbangan tray dan sampel yang terlalu lama sehingga bahan menyerap uap air
dari lingkungan, pintu dryer dibuka terlalu lama sehingga suhu dryer udara kering
menurun, penimbangan yang tidak mahir sehingga bahan jatuh.
Gravimetri merupakan salah satu metode analisis kuantitatif suatu zat atau
komponen yang telah diketahui dengan cara mengukur berat komponen dalam
keadaan murni setelah melalui proses pemisahan. Analisis gravimetri adalah
proses isolasi dan pengukuran berat suatu unsur atau senyawa tertentu. Bagian
terbesar dari penetuan secara analisis gravimetri meliputi transformasi unsur atau
radikal kesenyawa murni stabil yang dapat segera diubah menjadi bentuk yang
dapat ditimbang dengan teliti. Metode gravimetric memakan waktu yang cukup
lama, adanya pengotor pada konstituen dapat diuji dan bila perlu factor-faktor
koreksi dapat digunakan (Khopkar,1990).
Kelebihan dan kekurangan gravimetri adalah sebagai berikut :
Kelebihan :
Kekurangan :
Sistem pengering jenis ini disebut juga tray dryer karena biasanya
menggunakan talam atau rak penampung sebagai penyangga bahan yang
Laporan Praktikum MPIP Pengeringan
2. Pengering Terowongan
10
Pengering
terowongan
atau
Tunnel
Dryer
pada
dasarnya
3. Pengering Drum
Pengering drum atau Drum dryer terdiri dari satu atau dua rol atau
drum kosong dimana medium pemanas (biasanya uap tetapi bisa juga air
atau cairan pemindah panas khusus bersuhu tinggi) disirkulasikan dalam
drum
tersebut
dan
bahan
berbentuk
bubur
dikeringkan
pada
digerakkan
motor
penggerak
dengan
berbagai
kecepatan
(Wirakartakusumah, 1992).
11
4. Pengering Vakum
Pengering vakum merupakan suatu cara pengeringan bahan dalam
ruang yang tekanannya lebih rendah dari tekanan atmosfir. Pengeringan
dapat dicapai dalam waktu yang tidak lama, walaupun pada suhu yang
lebih rendah daripada yang dilakukan pada tekanan atmosfir. Mutu
produk lebih baik karena suhu pengeringan vakum lebih rendah. System
pengering vakum terdiri dari empat elemen penting, yaitu ruang vakum,
medium pemanas, pompa dan penampung uap air (Wirakartakusumah,
1992).
5. Pengering Semprot
Pengering semprot (spray dryer) menyemprotkan bahan yang akan
dikeringkn ke dalam ruang pengering. Penyemprotan dilakukan
sedemikian rupa sampai bahan yang berkonsistensi bubur membentuk
kabut sehingga partikelnya kecil dan seragam. Hal tersebut menyebabkan
terjadinya kontak antara udara panas dengan bahan yang dikabutkan
sehingga terjadilah pengeringan (Syah, 2012).
6. Pengering Berputar
Pengering kontak langsung yang beroperasi secara kontinyu, terdiri
atas cangkang silinder yang berputarperlahan, biasanya dimiringkan
beberapa derajat dari bidang horizontal untuk membantu perpindahan
umpan basah yang dimasukkan pada atas ujung drum.Bahan kering
dikeluarkan pada ujung bawah. Waktu pengeringan cepat ( 10 s/d 60
menit). Cocok untuk bahan yang berbentuk padat dan butiran (Syah,
2012).
12
Proses pengeringan terdiri dari beberapa tahap, seperti terlihat pada grafik
berikut:
13
14
15
kadar air tertentu dengan kadar air yang diinginkan (Team, 2015). Dari grafik
dapat dilihat bahwa semakin tinggi kadar air pada bahan maka semakin lama
waktu pengeringan yang dibutuhkan.
Gambar 9 Grafik Hubungan Kadar Air dengan Waktu Pengeringan (Geankoplis, 1993)
Gambar 10 Grafik Hubungan Kadar Air dengan Laju Pengeringan (Geankoplis, 1993)
16
17
Semakin rendah nilai Aw maka semakin awet bahan pangan. Hal ini
dikarenakan tidak ada air yang optimum untuk pertumbuhan mikroba serta untuk
berlangsungnya suatu reaksi kimia dan enzimatis. Dengan kata lain kerusakan
bahan dapat dihambat.
Menurut derajat keterikatannya, air dibagi atas empat (4) tipe diantaranya
(Winarno, 1992):
1. Tipe I
Air tipe I adalah molekul air yang terikat pada meolekul-molekul lain
melalui suatu ikatan hidrogen yang berenergi besar. Molekul air
membentuk hidrat dengan molekul lain seperti protein, karbohidrat atau
garam. Air tipe ini terikat kuat disebut juga air terikat secara kimia.
2. Tipe II
Air tipe ini merupakan molekul-molekul air yang membentuk ukatan
hidrogen dengan molekul air lainnya, terdapat pada mikrokapiler.
Penghilangan air tipe II ini mengakibatkan penurunan Aw. Air ini
disebut juga air yang terikat secara fisik.
3. Tipe III
Air tipe III merupakan air yang terikat pada jaringan matriks bahan
seperti membran, kapiler, serat dan sebagainya. Air ini sering disebut
sebagai air bebas. Air tipe ini mudah diuapkan.
4. Tipe IV
18
Air tipe IV merupakan air yang tidak terikat dalam jaringan suatu bahan.
Air tipe ini disebut juga air murni. Sifat-sifat air biasa dan keaktifan
penuh.
Selain tipe-tipe yang disebutkan di atas, beberapa penulis juga membedakan
air imbibisi dan air kristal. Air imbibisi adalah air yang masuk ke dalam bahan
pangan dan akan menyebabkan pengembangan volume, tetapi air ini bukan
merupakan komponen penyusun bahan tersebut. Sedangkan air kristal adalah air
yang terikat dalam semua bahan, baik pangan maupun non pangan yang berbentuk
kristal seperti gula, garam, CuSO4 dan lain-lain (Winarno, 1992).
Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan pengeringan
Faktor Internal
a. Sifat Bahan
Sifat bahan yang dikeringkan (komposisi kimia dan struktur fisik)
merupakan faktor utama yang mempengaruhi kecepatan pengeringan. Jika
potongan wortel dan kentang dengan bentuk dan ukuran yang sama dikeringkan
pada kondisi yang sama, kedua jenis potongan tersebut akan kehilangan air
dengan kecepatan yang sama pada awal pengeringan. Jika kadar air dinyatakan
dalam gram air per gram bahan kering, maka kecepatan pengeringan wortel
sekitar dua kali kecepatan pengeringan kentang karena kadar padatan wortel
sekitar setengah kali kadar padatan kentang. Komposisi kimia struktur fisik bahan
berpengaruh terhadap tekanan uap air dalam keseimbangan dan difusitas air dalam
bahan tersebut pada suhu tertentu (Wirakartakusumah, 1992).
b. Ukuran
Kecepatan pengeringan lempengan basah yang tipis berbanding terbalik
dengan kuadrat ketebalannya, jadi jika potongan bahan pangan dengan tebal satu
pertiga dari semula dikeringkan akan mengalami pengeringan yang sama dengan
kecepatan 9 kali kecepatan asalnya. Ini terjadi pada kondisi dimana resistensi
internal terhadap pergerakan air jauh lebih besar daripada resistensi permukaan
permukaan terhadap penguapan. Oleh karena itu waktu pengeringan dapat
dipersingkat dengan pengurangan ukuran bahan yang dikeringkan. Fenomena ini
19
diterapkan dalam spray drying, dimana diameter partikel hasil atominasi atau
penyemprotan hanya beberapa mikron (Wirakartakusumah, 1992).
c. Unit Permuatan
Dalam beberapa hal penambahan bahan basah pada rak pengeringan
analog dengan meningkatkan ketebalan potongan bahan, sehingga akan
mengurangi kecepatan pengeringan.
Perbedaan rasio muatan dengan luas permukaan akan menurun selama
pengeringan berlangsung karena penyusutan volume. Struktur lapisan pada rak
akan lebih terbuka dan lebih tipis sehingga pengeringan terjadi pada seluruh
lapisan. Kapasitas pengering rak, yaitu berat bahan basah yang dapat dikeringkan
per satuan waktu meningkat dari nol pada waktu tanpa muatan sampai maksimum
pad satuan muatan intermediet (Wirakartakusumah, 1992).
Faktor Eksternal
a. Depresi Bola Basah
Depresi bola basah, yaitu perbedaan suhu udara (suhu bola kering) dengan
suhu bola basah, merupakan faktor eksternal paling penting dalam pengeringan.
Jika depresi bola basah udara yang melewati bahan nol, berarti udara jenuh dan
tidak akan terjadi pengeringan. Jika depresi bola basah besar, maka potensial
pengeringan tinggi dan kecepatan pengeringan pada tahap awal maksimum.
b. Suhu Udara
Jika depresi bola basah dijaga konstan pada berbagai suhu bola basah,
kecepatan pengeringan tahap awal hampir sama. pada tahap selanjutnya,
kecepatan akan lebih tinggi pada suhu udara yang lebih tinggi karena pada kadar
air yang rendah pengaruh penguapan terhadap pendinginan udara dapat diabaikan
dan suhu bahan mendekati suhu udara. Distribusi air dalam bahan yang
mempengaruhi kecepatan pengeringan pada tahap ini bertambah cepat dengan
meningkatnya suhu.
c. Kecepatan Aliran Udara
Laju pengeringan bahan seperti halnya pada penguapan dari permukaan air
tergantung kecepatan udara yang melewati (kontak dengan) bahan. Pengaruh
perbedaan kecepatan sangat nyata pada kecepatan udara beberapa ratus kaki per
20
menit. Peningkatan kecepatan udara pada kisaran 1000 kaki per menit kecil sekali
pengaruhnya terhadap laju pengeringan (Wirakatakusumah, 1992).
VII. Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan pengeringan pada sampel beras ketan hitam,
diperoleh hasil kadar air gravimetri sebesar 25,49%, berat bahan kering sebesar
0,149 kg padatan kering, kadar air bebas yang menurun serta laju pengeringan
yang naik turun, sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi kadar air
maka semakin lama waktu pengeringan dan semakin lama laju pengeringan.
VIII. Saran
Pada percobaan pengeringan ini praktikan disarankan agar memahami
prosedur percobaan dengan benar dan lebih teliti dalam melaksanakan praktikum
agar mendapatkan hasil yang benar dan sesuai.
21
DAFTAR PUSTAKA
Effendi, Supli. 2012. Teknologi Pengolahan dan Pengawetan Pangan. Alfabeta:
Bandung.
Geankoplis, C.J. 1993. Transport Process and Unit Operations. Prentice-Hall
International, Inc : US of America.
Khopkar, S.M. 2008. Konsep Dasar Kimia Analitik. Universitas Indonesia Press:
Jakarta.
Syah, Dahrul. 2012. Pengantar Teknologi Pangan. Institut Pertanian Bogor
Press: Bogor.
Team. 2015. Penuntun Praktikum MPIP (Mesin Peralatan Industri Pangan).
Universitas Pasundan : Bandung.
Winarno, F.G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama:
Jakarta.
Wirakartakusumah, Aman, dkk. 1992. Peralatan dan Unit Proses Industri
Pangan. Institut Pertanian Bogor : Bogor.
22