3. Kredit Jangka Panjang, yaitu kredit untuk waktu 5 tahun atau lebih.
4.1.5. Prinsip-Prinsip Kredit
Melaksanakan kegiatan perkreditan secara sehat, maka dikenal adanya
5 (lima) prinsip perkreditan, yaitu :
a. Character (kepribadian, watak)
Menunjukkan adanya pelanggan untuk secara jujur berusaha untuk
memenuhi kewajiban untuk membayar kembali.
b. Capital (modal, kekayaan)
Modal yang ada pada peminjam hakekatnya akan mengurangi resiko
modal tersebut meliputi barang bergerak serta barang tidak bergerak yang
ada dalam perusahaan.
c. Condition (keadaan)
Bank harus menilai sampai dimana dan berapa jauh pengaruh dari adanya
suatu kebijaksanaan pemerintah di bidang ekonomi terhadap prospek
industri dimana perusahaan pemohon kredit termasuk di dalamnya, disini
apakah pelaksanaan usaha dilakukan dalam keadaan baik sehingga dapat
berjalan lancar serta menguntungkan .
d. Capacity (kemampuan, kesanggupan)
Kemampuan calon nasabah dalam mengembangkan dan kesanggupannya
dalam menggunakan fasilitas kredit yang diberikan serta mengendalikan
usahanya dan mengembalikan pinjamannya.
e. Collateral (jaminan)
Menunjukkan jaminan untuk mendapatkan kredit yang diberikan oleh
pihak bank.
4.1.6. Kebijaksanaan Perkreditan
Menetapkan kebijaksanaan perkreditan terdapat 3 (tiga) asas pokok yang harus
diperhatikan : (Mulyono, 1993)
a. Asas Likuiditas
Suatu asas yang mengharuskan bank untuk tetap dapat menjaga
tingkat likuiditasnya, karena suatu bank yang tidak likuid akibatnya akan
sangat parah yaitu hilangnya kepercayaan dari nasabahnya atau dari
masyarakat luas.
b. Asas Solvabilitas
Usaha pokok perbankan yaitu menerima simpanan dana dari
masyarakat dan disalurkan dalam bentuk kredit.
c. Asas Rentabilitas
Sebagaimana halnya pada setiap kegiatan usaha akan selalu
mengharapkan akan memperoleh laba, baik untuk mempertahankan
eksistensinya maupun untuk keperluan untuk mengembangkan dirinya.
4.1.7. Pertimbangan dan Penilaian Dalam Pemberian Kredit
Undang-Undang Perbankan No. 7 tahun 1992 pasal 8 menjelaskan
bahwa dalam memberikan kredit, Bank Umum wajib mempunyai keyakinan
atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi hutangnya sesuai
dangan yang diperjanjikan.
Maksud dari pasal tersebut bahwa kredit yang diberikan oleh bank mengandung
resiko, sehingga dalam pelaksanaanya bank harus memperhatikan asas-asas
perkreditan yang sehat. Untuk mengurangi resiko tersebut, jaminan pemberian kredit
dalam arti keyakinan atas
atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi hutangnya
sesuai bank. Untuk memperoleh keyakinan tersebut, sebelum memberikan
kredit, bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak,
kemampuan, modal, agunan, dan prospek usaha debitur. (Suyatno, dkk, 1995)
4.1.8. Jaminan Dan Kelayakan Kredit
merupakan fungsi dari tingkat suku bunga. Makin tinggi tingkat suku bunga,
maka keinginan untuk melakukan investasi juga makin kecil, sebab tingkat
pengembalian dan penggunaan dana juga makin besar. (Nopirin, 1995).
Berdasarkan gambar 4.1 kurva S adalah kurva penawaran dana modal
(tabungan) dan I adalah kurva permintaan dana modal (investasi).
Keseimbangan tercapai pada titik E0 dan ini menunjukkan bahwa jumlah dana
modal yang akan diinvestasikan sebesar 0I 0 dan tingkat bunga sebesar 0r0.
Kalau dimisalkan permintaan dana modal berubah menjadi 0 I 1, sedangkan
penawaran modal tetap sebesar S, keseimbangan berpindah ke E 1 yang berarti
tingkat bunga naik dari 0r0 menjadi 0r1 dan dana yang diinvestasikan
bertambah dari 0I0 menjadi 0I1 . Dan apabila permintaan dana modal tetap
sebesar I , tetapi panawarannya bertambah menjadi S 1, maka keseimbangan
berpindah ke E2. Dengan demikian perubahan tersebut menyebabkan tingkat
bunga turun dari 0r0 menjadi 0r2 dan dana yang diinvestasikan bertambah dari
0I0 menjadi 0I2 (Sukirno, 2002).
4.4. Definisi Inflasi
Cukup banyak definisi inflasi tetapi hingga kini belum diperoleh suatu
definisi yang baku yang disetujui oleh seluruh ahli ekonomi. Definisi inflasi
menurut beberapa penulis pada dasarnya sama yaitu antara lain :
1. Inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk menaikkan secara umum
dan terus-menerus. (Boediono, 2001)
2. Inflasi adalah proses kenaikan harga-harga umum barang-barang secara terusmenerus ini tidak berarti bahwa harga-harga berbagai macam barang itu naik
denga presentase yang sama. Mungkin dapat terjadi kenaikan tersebut tidaklah
bersamaan yang penting terdapat kenaikan umum barang secara terus-menerus
selam satu periode. (Nopirin, 2000)
4.4.1. Penggolongan Inflasi
Sebelum kebijaksanaan untuk mengatasi inflasi diambil perlu terlebih
dahulu diketahui penggolongan atau kategori apa inflasi yang sedang dihadapi,
dan penggolongan mana yang kita pilih tergantung pada tujuan kita.
4.4.1.1. Penggolongan Inflasi Menurut Parah Tidaknya Inflasi
Penggolongan pertama menurut parah tidaknya inflasi, beberapa
macam inflasi : (Boediono, 2001)
1. Inflasi ringan (dibawah 10% setahun)
2. Inflasi sedang (antara 10 30% setahun)
3. Inflasi berat (antara 30 100%)
4. Hiperinflasi (diatas 100%)
Penentuan parah tidaknya inflasi tentu saja sangat relatif dan
tergantung pada selera kita untuk menamakannya.
4.4.1.2.Penggolongan Inflasi Menurut Penyebabnya
Penggolongan kedua adalah atas dasar sebab musabab awal dari
inflasi. Atas dasar ini kita bedakan 2 macam inflasi : (Boediono, 2001 :
156)
1. Inflasi yang timbul karena permintaan masyarakat akan berbagai
barang tertentu kuat (Demand Inflation).
Adalah infalsi yang timbul akibat adanya banyak permintaan akan
barang-barang konsumsi oleh masyarakat, karena permintaan