Anda di halaman 1dari 14

BAB 2.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pola Tidur Normal pada Remaja


Tidur merupakan suatu fenomena yang umum, terjadi kehilangan
kesadaran yang bersifat sementara dan merupakan suatu keadaan
fisiologik aktif yang ditandai dengan adanya fluktuasi yang dinamik pada
parameter susunan syaraf pusat, hemodinamik, ventilasi dan metabolik.10
Fase tidur terbagi menjadi dua macam yaitu rapid eye movement
(REM) dan non-rapid eye movement (NREM). Berdasarkan studi pola
gelombang otak NREM terbagi menjadi beberapa tingkat dimulai dari
keadaan mengantuk sampai tidur nyenyak. Tingkat awal (tingkat I dan II)
adalah mudah terbangun dan bahkan tidak menyadari bila sedang tertidur.
Tingkat lanjutan (tingkat III dan IV) ialah sangat sulit dibangunkan, dan
apabila dibangunkan akan disorientasi dan bingung.11
Kegunaan

tidur

belum

sepenuhnya

diketahui,

tetapi

tidur

merupakan proses penting dalam konsolidasi ingatan serta proses


penyembuhan. Lamanya kebutuhan tidur bervariasi antara tiap orang dan
sangat sulit untuk menilai berapa lama tidur yang dibutuhkan oleh
seseorang untuk dapat berfungsi optimal. 10
Pola tidur remaja perlu perhatian lebih karena berhubungan
pada performa sekolah. Pada 20 tahun terakhir ini, para peneliti
mengenai tidur menyadari perbedaan perubahan pola tidur pada
remaja. Perubahan tersebut ialah jam biologis remaja atau disebut
irama sirkadian. Pada permulaan masa pubertas, fase tidurnya menjadi

Universitas Sumatera Utara

telat. Untuk terjatuh tidur menjadi lebih malam dan bangun tidur lebih
telat pada pagi hari. Dan remaja tersebut lebih waspada pada malam
hari dan menjadi lebih susah tidur.12
Menurut penelitian remaja membutuhkan waktu 9 sampai 9.25 jam
untuk tidur dalam sehari. Namun nyatanya sekitar 8 jam sehari karena
pengaruh waktu sekolah. Waktu tidur dan bangun berdasarkan waktu
sekolah dan kehidupan sosial akan mengkontribusi pengurangan waktu
tidur pada remaja.13 Penelitian yang dilakukan oleh Iglowstein dkk13
terhadap anak di Swiss mendapatkan hasil bahwa anak usia 12 sampai
15 tahun memiliki rata-rata jumlah waktu tidur sebanyak 8,4 sampai 9,3
jam per hari. 14

2.2 Remaja
WHO mendefinisikan remaja (adolescent) sebagai individu berusia
10 sampai 19 tahun dan dewasa muda (youth) 15 sampai 24 tahun. Dua
kelompok umur yang tumpang-tindih ini digolongkan sebagai pemuda
(young people) yang mencakup usia 10 sampai 24 tahun.12 Secara garis
besar, fase remaja dibagi menjadi tiga periode penting, yaitu fase awal,
pertengahan, dan lanjut; yang masing-masing memiliki karakteristik dalam
hal biologis, psikologis, dan isu sosial.15 Berdasarkan Nelson dkk,
penggolongan fase remaja dibagi menjadi fase remaja awal, yaitu usia 10
sampai 13 tahun; fase remaja pertengahan, yaitu usia 14 sampai 16

Universitas Sumatera Utara

tahun; dan fase remaja lanjut, yaitu usia 17 samapi 20 tahun hingga
seterusnya. 15

2.3 Gangguan tidur


2.3.1 Defenisi Gangguan Tidur
Gangguan tidur merupakan suatu kumpulan kondisi yang dicirikan
dengan adanya gangguan dalam jumlah, kualitas, atau waktu tidur pada
seorang individu.5 Pada kelompok remaja, kurangnya durasi tidur juga
dapat terjadi akibat adanya perubahan gaya hidup. Kualitas tidur
inadekuat adalah fragmentasi dan terputusnya tidur akibat periode singkat
terjaga di malam hari yang sering dan berulang.16

2.3.2 Epidemiologi Gangguan Tidur


Studi yang dilaksanakan oleh Liu X dkk di SMU di provinsi
Shandong, Cina. Hasil studi menyatakan rata-rata lama tidur di malam
hari adalah 7,64 jam dan menurun dengan meningkatnya usia.17
Penelitian yang dilakukan oleh Johnson EO dkk pada remaja 13
hingga 16 tahun mengenai epidemiologi insomnia sesuai DSM-IV pada
remaja menunjukkan bahwa prevalensi insomnia adalah 10,7% dengan
usia median timbulnya insomnia adalah 11 tahun.18 Penelitian Halbower
dan Marcus yang menyatakan gangguan tidur yang paling banyak
ditemukan pada remaja adalah insomnia. 19

Universitas Sumatera Utara

2.3.3 Klasifikasi Gangguan Tidur


Menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di
Indonesia III WHO (PPDGJ III), gangguan tidur secara garis besar dibagi
dua, yaitu dissomnia dan parasomnia.20 Dissomnia merupakan suatu
kondisi psikogenik primer dengan ciri gangguan utama pada jumlah,
kualitas, atau waktu tidur yang terkait faktor emosional. Termasuk dalam
golongan ini antara lain adalah insomnia, hipersomnia, dan gangguan
jadwal tidur. Parasomnia merupakan peristiwa episodik abnormal yang
terjadi selama masa tidur. Termasuk dalam golongan ini adalah
somnabulisme, teror tidur, dan mimpi buruk. Penggolongan gangguan
tidur lain berdasarkan PPDGJ III adalah gangguan tidur organik,
gangguan nonpsikogenik termasuk narkolepsi dan katapleksi, apne waktu
tidur, gangguan pergerakan episodik termasuk mioklonus nokturnal, dan
enuresis.
Menurut

DSM

IV-TR

(American

Psychiatric

Association)20

gangguan tidur dibagi menjadi insomnia primer, hipersomnia primer,


narkolepsi, gangguan tidur yang berhubungan dengan pernapasan,
gangguan tidur irama sirkadian, gangguan mimpi buruk, gangguan teror
tidur, gangguan tidur berjalan, gangguan tidur terkait kondisi medis, dan
gangguan tidur yang diinduksi zat.21 Sedangkan, Nelson dkk membuat
klasifikasi gangguan tidur spesifik pada anak dan remaja, karena pola
gangguan tidur pada anak berbeda dengan pola gangguan tidur pada
dewasa. Pola tidur mengalami perubahan yang progresif seiring

Universitas Sumatera Utara

bertambahnya usia; dari masa bayi, anak, hingga remaja; kearah pola
tidur dewasa, yaitu durasi tidur yang berkurang, siklus tidur yang lebih
panjang, dan berkurangnya waktu tidur siang.15

2.3.4 Etiologi dan Faktor Risiko


Gangguan tidur pada remaja dipengaruhi berbagai faktor baik
medis maupun nonmedis. Penelitian di Jepang oleh Ohida T dkk pada
tahun 2004 menunjukkan beberapa faktor risiko terjadinya gangguan tidur,
yaitu jenis kelamin perempuan, siswa tingkat SMU, dan gaya hidup yang
tidak sehat (stres psikologis, merokok dan minum alkohol).4 Penelitian di
Cina oleh Liu X pada tahun 2000 juga menunjukkan hal yang serupa.17
Pubertas sebagai salah satu ciri yang dialami oleh remaja juga
memberikan pengaruh terhadap timbulnya gangguan tidur. Hipersomnia
adalah lebih sering terjadi pada remaja dan dewasa muda sedangkan
insomnia lebih umum terjadi pada orang dewasa.7 Pada analisis
eksploratif insomnia dan perkembangan pubertas oleh Johnson EO dkk18,
didapatkan hasil bahwa menstruasi meningkatkan risiko insomnia.
Anak perempuan mengalami gangguan tidur dan kelelahan di siang
hari lebih tinggi dari laki-laki. Hal ini diperkirakan karena perempuan
memiliki risiko lebih tinggi dalam mengalami kelelahan terkait pubertas,
prevalensi gangguan mental yang lebih tinggi serta lebih sensitif terhadap
masalah keluarga, dan tingginya tuntutan dalam kehidupan keluarga dan
pergaulan.22

Universitas Sumatera Utara

Patten

dkk

melakukan

penelitian

berbasis

populasi

secara

longitudinal dengan Teenage Attitudes and Practices Survey pada remaja


berusia 12 hingga 18 tahun untuk mengevaluasi faktor yang berkaitan
dengan perkembangan dan persistensi gangguan tidur pada remaja.23
Hasil penelitian menunjukkan jenis kelamin perempuan dan gejala depresi
yang jelas berhubungan dengan perkembangan, persistensi serta
frekuensi dari gangguan tidur. Merokok menunjukkan hubungan yang
bergantung dosis dalam perkembangan dan frekuensi gangguan tidur.
Kualitas tidur juga dapat dipengaruhi berbagai hal di lingkungan
sekitar. Rangsangan sensorik dari lingkungan seperti bunyi, cahaya,
pergerakan, dan bau dapat mempengaruhi inisiasi dan kualitas tidur.
Lokasi tidur juga mempengaruhi kualitas tidur seperti dikamar atau pada
transportasi umum. Hal lain yang juga perlu dipertimbangkan adalah
keadaan sosial ekonomi dan lingkungan sekitar seperti kelembaban, suhu
dingin, kumuh, kepadatan dan bising.24
Johnson dkk25 melakukan penelitian untuk mengetahui hubungan
antara menonton televisi dengan gangguan tidur pada remaja dan dewasa
muda dengan metode penelitian prostektif longitudinal dengan cara
wawancara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa remaja yang menonton
televisi lebih atau sama dengan 3 jam per hari memiliki peningkatan risiko
gangguan tidur yang bermakna pada saat dewasa, sedangkan remaja
yang membatasi menonton televisi hingga 1 jam atau kurang mengalami
penurunan risiko gangguan tidur saat dewasa yang bermakna.

Universitas Sumatera Utara

Berbagai keadaan medis juga dapat menyebabkan timbulnya


gangguan tidur. Sebanyak 35-50% individu dengan kelainan neuropsikiatri
mengalami gangguan tidur. 7

2.3.5 Dampak Gangguan Tidur pada Remaja


Tidur berhubungan dengan kualitas dan kuantitas morbiditas dan
mortalitas. Menurut data epidemiologi tidur yang kurang dari 6 jam atau
tidur yang lebih dari 9 jam perhari, erat hubungannya dengan peningkatan
mortalitas.26
Kualitas dan kuantitas tidur yang kurang pada anak dapat
mengakibatkan terjadinya rasa kantuk yang berlebihan di siang hari dan
penurunan tingkat atensi di siang hari.2 Gangguan pola tidur berupa pola
tidur yang berlebihan dapat menimbulkan efek negatif pada performa di
sekolah, fungsi kognitif, dan mood sehingga dapat menimbulkan
konsekuensi

serius

lainnya

seperti

peningkatan

angka

kejadian

kecelakaan mobil dan motor.27


Dari hasil penelitian disebutkan bahwa berkurangnya waktu tidur
dan jadwal tidur yang tidak teratur terkait erat dengan performa sekolah
yang buruk pada remaja. Selain itu, pada penelitian sebelumnya terhadap
siswa SMU didapatkan bahwa siswa yang mendapat peringkat akademik
yang baik memiliki jadwal tidur yang lebih teratur dan waktu tidur yang
lebih panjang dengan waktu tidur lebih awal dibandingkan dengan siswa
dengan peringkat akademik yang lebih rendah. 27

Universitas Sumatera Utara

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa terdapat keterkaitan antara


pola tidur atau bangun dan kemampuan persepsi mereka di sekolah dan
mempengaruhi hasil peringkat akademik dan nilai ujian mereka. 27

2.3.6 Diagnosis
Gangguan tidur secara umum terdiagnosis oleh dokter spesialis
anak atau sleep specialist. Jika orang tua menyadari akan hal tersebut
maka mereka akan berdiskusi dengan dokter. Tetapi tidak semua dokter
spesialis anak mengetahui variasi gangguan tidur pada anak dan remaja,
jika orang tua tidak puas akan hasil diskusi dengan dokter tersebut maka
biasanya orang tua akan membawa anaknya pada sleep specialist atau
sleep clinic.28
Di sekolah misalnya orang tua akan berkonsultasi dengan psikologi
untuk mendiskusikan gangguan tidur tersebut. Ternyata masalah perilaku
dan atensi anak mempengaruhi tidur anak karena akan berdampak pada
gangguan tidur atau waktu tidur berkurang termasuk sulit berkonsentrasi,
mudah marah, hiperaktifitas, dan tidak dapat mengontrol masalah.28 Untuk
mendiagnosis insomnia, dilakukan penilaian terhadap pola tidur penderita,
pemakaian obat-obatan, alkohol atau obat terlarang, tingkatan stres psikis,
riwayat medis dan aktivitas fisik.8
Salah satu metode untuk diagnosis gangguan tidur adalah dengan
SDSC (Sleep Disturbancess Scale for Children), berupa suatu kuesioner
yang ditanyakan kepada ibu dengan anak yang diduga mengalami

Universitas Sumatera Utara

gangguan tidur. Kuesioner SDSC dibuat dalam rangka standardisasi


penilaian terhadap gangguan tidur anak-anak dan remaja dengan
memberikan

kemudahan

kepada

ilmuwan

dan

peneliti

untuk

menggunakan sistem skoring tidur, membuat basis data dari populasi


besar untuk mendapatkan standar nilai normal, mendefinisikan tiap-tiap
bagian yang dapat digunakan dalam mengidentifikasikan batasan spesifik
gangguan tidur dan mengidentifikasikan anak-anak yang mengalami
gangguan tidur.8
Metode SDSC digunakan karena prinsip analisis komponennya
yang kuat, normalitas yang distandardisasi, dan usia yang dipakai sesuai
dengan yang diteliti. Metode ini dapat digunakan untuk menentukan
gangguan tidur pada anak dengan usia 6,5-15,3 tahun. Kuesioner SDSC
terdiri dari 26 pertanyaan, dinilai dalam 5 poin skala intensitas atau
frekuensi.9
Orang tua diinstruksikan untuk mengingat pola tidur anak mereka
pada waktu keadaan sehat selama enam bulan terakhir. Untuk memeriksa
anak dengan gangguan tidur, lebih baik menggunakan metode konsultasi
dibandingkan dengan kuesioner.8 Penilaian SDSC ini dilakukan dengan
menggunakan angka mulai dari 1 sampai dengan 5. Angka 1 untuk tidak
pernah, 2 untuk jarang (1 atau 2 kali per bulan atau kurang), 3 untuk
kadang-kadang (1 atau 2 kali seminggu), 4 untuk sering (3 sampai 5 kali
seminggu) dan 5 untuk selalu (setiap hari). Setelah itu nilai akan

Universitas Sumatera Utara

dijumlahkan dan didapatkan penilaian akan adanya gangguan tidur pada


anak.9
Total angka gangguan tidur didapatkan dengan menjumlahkan
seluruh angka faktor tidur. Standardisasi digunakan untuk mengkalkulasi
angka T (mean = 50, SD = 10), dengan angka T lebih besar dari 70 maka
dinyatakan terdapat gangguan tidur. Gangguan tidur anak dibagi menjadi
tiga kategori klinis berdasarkan total angka T: (1) normal (angka T<50); (2)
borderline (angka T 50-70); dan (3) signifikan secara klinis (angka T>70,
yaitu >95th sentil). Dalam penelitian ini total angka faktor gangguan tidur
dibagi menjadi dua variabel: angka T normal (T70) dan angka T dalam
batas klinis (T>70). Dua variabel ini dikategorikan sebagai variabel terikat
dan usia serta jenis kelamin dikategorikan sebagai variabel bebas.9
Sleep Disturbancess Scale for Children (SDSC) mengemukakan
enam kategori gangguan tidur yaitu (1) gangguan memulai dan
mempertahankan tidur ( mulai tidur yang lama, bangun malam hari, dan
lain-lain); (2) gangguan pernapasan waktu tidur (frekuensi mengorok,
apnea saat tidur, dan kesulitan bernapas); (3) gangguan kesadaran
(berjalan saat tidur, mimpi buruk, dan teror tidur), (4) gangguan transisi
tidur-bangun (gerakan involunter saat tidur, restless legs, gerakan
menganggukkan kepala, bicara saat tidur); (5) gangguan somnolen
berlebihan (mengantuk saat pagi dan tengah hari, dan lain-lain); (6)
hiperhidrosis saat tidur (berkeringat saat tidur).9

Universitas Sumatera Utara

2.3.7 Tata Laksana


Secara umum, langkah awal untuk mengatasi gangguan tidur
akibat kondisi medik atau psikiatrik adalah dengan mengoptimalkan terapi
terhadap

penyakit

nonfarmakologik

yang

mendasarinya.

diperlukan

untuk

terapi

Cara

farmakologik

gangguan

tidur,

dan

namun

penatalaksanaan utama umumnya mencakup aspek nonfarmakologik.


Pada beberapa gangguan tidur tertentu, dibutuhkan penangananpenanganan khusus.11,29
Tatalaksana non farmakologik gangguan tidur antara lain adalah
melalui pengaturan higiene tidur, terapi pengontrolan stimulus, sleep
restriction therapy, terapi relaksasi dan biofeedback.29
Higiene tidur bertujuan untuk memberikan lingkungan dan kondisi
yang

kondusif

untuk

tidur,

dan

merupakan

aspek

yang

mutlak

dimanipulasi pada tatalaksana gangguan tidur.29


Terapi pengontrolan stimulus bertujuan untuk memutus siklus
masalah yang sering dikaitkan dengan kesulitan memulai atau jatuh
tidur.29
Sleep Restriction Therapy merupakan pembatasan waktu di tempat
tidur yang dapat membantu mengkonsolidasikan tidur. Terapi ini
bermanfaat untuk pasien yang berbaring di tempat tidur tanpa bisa
tertidur. 29
Terapi relaksasi dan biofeedback merupakan terapi hipnosis diri,
relaksasi progresif, dan latihan nafas dalam sehingga terjadi keadaan

Universitas Sumatera Utara

relaks cukup efektif untuk memperbaiki tidur. Pasien membutuhkan latihan


yang cukup dan serius.29
Beberapa gangguan tidur memerlukan perhatian khusus dalam
penatalaksanaanya. Pada psychophysiologic insomnia, terapi atau
penanganannya antara lain adalah melakukan edukasi kepada individu
tentang prinsip higiene tidur, menginstruksikan kepada mereka untuk
menggunakan tempat tidur hanya untuk tidur dan keluar dari tempat tidur
jika belum dapat tertidur (stimulus), dan diajarkan bagaimana teknik
relaksasi untuk mengurangi ansietasnya. Medikasi hipnosis jarang
dibutuhkan.15
Terapi parasomnia meliputi edukasi kepada orang tua dan
memberikan dukungan, menghindari faktor yang dapat mempengaruhi.
Farmakoterapi dan atau psikoterapi jarang dibutuhkan.15
Restless

Legs

Syndrome/Periodic

Limb

Movement

Disorder

merupakan gangguan tidur neuromotor dengan karakteristik rasa


kesemutan dan rasa tidak enak pada ekstrimitas bawah. Pengobatan
dengan agen dopaminergik seperti carbidopa, levodopa, dan agonis
dopaminergik, pramipexole, ropinirole, dan pergolide.15
Narkolepsi merupakan gangguan primer dari rasa kantuk yang
berlebihan pada siang hari. Penanganannya yaitu dengan memberikan
kombinasi medikasi untuk siang dan malam hari.15

Universitas Sumatera Utara

2.4 Pengertian urban & suburban


Urban artinya kota, dimana pemahaman arti kota meliputi dua aspek
besar yang satu sama lain tidak dapat dipisahkan. Kedua aspek tersebut
yang pertama adalah aspek fisik sebagai wujud ruang dengan elemen elemennya

dan

kedua

adalah

aspek

manusia

sebagai

subjek

pembangunan dan pengguna ruang kota. Dalam bahasa Inggris terdapat


dua kata yang menunjukkan kedua arti tersebut yaitu City dan Citizen,
yang pertama menyangkut wujud suatu tempat yang tebentuk oleh
prasarana dan sarana dan yang kedua menyangkut penghuninya. Kedua
aspek tersebut tidak dapat lepas satu dengan lainnya. Kota adalaah
tempat bermukimnya manusia dengan segala kehidupannya. Yang
mencirikan suatu kota yaitu kehidupan yang individualisme, aktivitas
ekonomi yang non agraris dan kepadatan penduduk. Pemukiman
pedesaan yang padat tidak dapat disamakan dengan pemukiman kota,
karena masyarakatnya relatif homogen, dengan aspek sosial ekonomi,
politik dan budaya, itulah yang membedakan kota dan desa.30
Suburban merupakan suatu proses substitusi daerah pinggiran ke
pusat kota. Daerah suburban terbentuk sebagai daerah yang tergantung
kepada kota induk. Sektor pendidikan menjadi kunci pada proses
pengembangan wilayah yang didukung oleh masyarakat lokal. Sektor
pendidikan pada kenyataanya tidak pernah dibangun melaui dasar
kekuatan sumber daya lokal yang dapat dikembangkan oleh masyarakat

Universitas Sumatera Utara

lokal. Pendidikan selalu berorientasi ke jenjang sekolah yang membawa


arus migrasi ke kota.30

2.5. Kerangka Konsep


Faktor Individu
Usia
Pubertas
Stress
Posisi tidur
Aktivitas fisik
Penggunaan obatobatan
- Kondisi medis /
penyakit kronik lain
-

Lingkungan Urban
Pergerakan
& suburban
Bau
Kelembaban
Suhu dingin
Kumuh
Kepadatan

- Bising
- Cahaya
- Lokasi tidur
- Televisi di kamar tidur

- Jenis kelamin
- Kebiasaan tidur
- Gaya hidup:
1. Minuman berkafein
2. Rokok
3. Alkohol

Gangguan Tidur pada


Remaja Urban &
Suburban

Sosial Budaya
- Co-sleeping
Diteliti
Tidak diteliti

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai