Anda di halaman 1dari 24

Lontara 2 Bawah belakang (Bedah Ortopedi)

LAPORAN PENDAHULUAN
LOW BACK PAIN (LBP)

OLEH :
NURSAKTIANI
C121 12 026

CI INSTITUSI

CI LAHAN

(...............................)

(.................................)

PROGRAM PROFESI NERS


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
F A K U L T A S K E D O K T E R AN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR 2016
BAB I
KONSEP MEDIS
A. DEFINISI
Low back pain (LBP) adalah nyeri di daerah punggung antara sudut bawah kosta
(tulang rusuk) sampai lumbosakral (sekitar tulang ekor). Nyeri juga bisa menjalar ke
daerah lain seperti punggung bagian atas dan pangkal paha (Rakel, 2002). LBP atau nyeri
punggung bawah merupakan salah satu gangguan muskuloskeletal yang disebabkan oleh
aktivitas tubuh yang kurang baik (Maher, Salmond & Pellino, 2002).

Adapun klasifikasi Low Back Pain (LBP) menurut Bimariotejo (2009), berdasarkan
perjalanan kliniknya LBP terbagi menjadi dua jenis, yaitu:
1. Acute Low Back Pain
Acute low back pain ditandai dengan rasa nyeri yang menyerang secara tiba-tiba
dan rentang waktunya hanya sebentar, antara beberapa hari sampai beberapa minggu.
Rasa nyeri ini dapat hilang atau sembuh. Acute low back pain dapat disebabkan karena
luka traumatik seperti kecelakaan mobil atau terjatuh, rasa nyeri dapat hilang sesaat
kemudian. Kejadian tersebut selain dapat merusak jaringan, juga dapat melukai otot,
ligamen dan tendon. Pada kecelakaan yang lebih serius, fraktur tulang pada daerah
lumbal dan spinal dapat masih sembuh sendiri. Sampai saat ini penatalaksanan awal
nyeri pinggang akut terfokus pada istirahat dan pemakaian analgesik.
2. Low Back Pain
Rasa nyeri pada chronic low back pain bisa menyerang lebih dari 3 bulan. Rasa
nyeri ini dapat berulang-ulang atau kambuh kembali. Fase ini biasanya memiliki onset
yang berbahaya dan sembuh pada waktu yang lama. Chronic low back pain dapat
terjadi

karena

osteoarthritis,

intervertebralis dan tumor

B. ETIOLOGI

rheumatoidarthritis,

proses

degenerasi

discus

Beberapa faktor yang menyebabakan terjadinya LBP, antara lain:


1. Kelainan Tulang Punggung (Spine)
Sejak Lahir Keadaan ini lebih dikenal dengan istilah Hemi Vertebrae. Kelainankelainan kondisi tulang vertebra tersebut dapat berupa tulang vertebra hanya setengah bagian
karena tidak lengkap pada saat lahir. Hal ini dapat menyebabkan timbulnya low back pain
yang disertai dengan scoliosis ringan. Selain itu ditandai pula adanya dua buah vertebra yang
melekat menjadi satu, namun keadaan ini tidak menimbulkan nyeri. Terdapat lubang di tulang
vertebra dibagian bawah karena tidak melekatnya lamina dan keadaan inidikenal dengan
Spina Bifida. Penyakit spina bifida dapat menyebabkan gejala-gejala berat seperti club foot,
rudimentair foof, kelayuan pada kaki, dan sebagainya. Namun jika lubang tersebut kecil,
tidak akan menimbulkan keluhan.
Beberapa jenis kelainan tulang punggung (spine) sejak lahir adalah:
a. Penyakit Spondylisthesis
Pada spondylisthesis merupakan kelainan pembentukan korpus vertebrae,
dimana arkus vertebrae tidak bertemu dengan korpus vertebrae Walaupun kejadian
ini terjadi sewaktu bayi, namun ketika berumur 35 tahun baru menimbulkan nyeri
akibat kelinan-kelainan degeneratif. Nyeri pinggang ini berkurang atau hilang bila
penderita duduk atau tidur dan akan bertambah, bila penderita itu berdiri atau
berjalan. Gejala klinis dari penyakit ini adalah:
1) Penderita memiliki rongga badan lebih pendek dari semestinya. Antara dada
dan panggul terlihat pendek.
2) Pada punggung terdapat penonjolan processus spinosus vertebra yang
menimbulkan skoliosis ringan.
3) Nyeri pada bagian punggung dan meluas hingga ke ekstremitas bawah.
4) Pemeriksaan X-ray menunjukan adanya dislokasi, ukuran antara ujung spina
dan garis depan corpus pada vertebra yang mengalami kelainan lebih panjang
dari garis spina corpus vertebrae yang terletak diatasnya.

b. Penyakit Kissing Spine


Penyakit ini disebabkan karena dua tau lebih processus spinosus bersentuhan.
Keadan ini bisa menimbulkan gejala dan tidak. Gejala yang ditimbulkan adalah
low back pain. Penyakit ini hanya bisa diketahui dengan pemeriksaan X-ray
dengan posisi lateral.
c. Sacralisasi Vertebrae Lumbal Ke V
Penyakit ini disebabkan karena processus transversus dari vertebra lumbal ke
V melekat atau menyentuh os sacrum dan/atau os ileum.
2. Low Back Pain karena Trauma
Trauma dan gangguan mekanis merupakan penyebab utama LBP. Pada orang-orang
yang tidak biasa melakukan pekerjaan otot atau melakukan aktivitas dengan beban yang berat
dapat menderita nyeri pinggang bawah yang akut. Gerakan bagian punggung belakang yang
kurang baik dapat menyebabkan kekakuan dan spasme yang tiba-tiba pada otot punggung,
mengakibatkan terjadinya trauma punggung sehingga menimbulkan nyeri. Kekakuan otot
cenderung dapat sembuh dengan sendirinya dalam jangka waktu tertentu. Namun pada kasuskasus yang berat memerlukan pertolongan medis agar tidak mengakibatkan gangguan yang
lebih lanjut. Secara patologis anatomis, pada low back pain yang disebabkan karena trauma,
dapat ditemukan beberapa keadaan, seperti:
a. Perubahan pada sendi Sacro-Iliaca Gejala yang timbul akibat perubahan sendi
sacro-iliaca adalah rasa nyeri pada os sacrum akibat adanya penekanan. Nyeri
dapat bertambah saat batuk dan saat posisi supine. Pada pemerikasaan, lassague
symptom positif dan pergerakan kaki pada hip joint terbatas.
b. Perubahan pada sendi Lumba Sacral Trauma dapat menyebabkan perubahan
antara vertebra lumbal V dan sacrum, dan dapat menyebabkan robekan ligamen

atau fascia. Keadaan ini dapat menimbulkan nyeri yang hebat di atas vertebra
lumbal V atau sacral I dan dapat menyebabkan keterbatasan gerak.
3. Low Back Pain karena Perubahan Jaringan
Kelompok penyakit ini disebabkan karena terdapat perubahan jaringan pada tempat
yang mengalami sakit. Perubahan jaringan tersebut tidak hanya pada daerah punggung bagian
bawah, tetapi terdapat juga disepanjang punggung dan anggota bagian tubuh lain. Beberapa
jenis penyakit dengan keluhan LBP yang disebabakan oleh perubahan jaringan antara lain:

a. Osteoartritis (Spondylosis Deformans)


Dengan bertambahnya usia seseorang maka kelenturan ototototnya juga
menjadi berkurang sehingga sangat memudahkan terjadinya kekakuan pada otot
atau sendi. Selain itu juga terjadi penyempitan dari ruang antar tulang vetebra
yang menyebabkan tulang belakang menjadi tidak fleksibel seperti saat usia
muda. Hal ini dapat menyebabkan nyeri pada tulang belakang hingga ke
pinggang.
b. Penyakit Fibrositis
Penyakit ini juga dikenal dengan Reumatism Muskuler. Penyakit ini ditandai
dengan nyeri dan pegal di otot, khususnya di leher dan bahu. Rasa nyeri
memberat saat beraktivitas, sikap tidur yang buruk dan kelelahan.
c. Penyakit Infeksi
Infeksi pada sendi terbagi atas dua jenis, yaitu infeksi akut yang disebabkan
oleh bakteri dan infeksi kronis, disebabkan oleh bakteri tuberkulosis. Infeksi
kronis ditandai dengan pembengkakan sendi, nyeri berat dan akut, demam serta
kelemahan.
4. Low Back Pain karena Pengaruh Gaya Berat

Gaya berat tubuh, terutama dalam posisi berdiri, duduk dan berjalan dapat
mengakibatkan rasa nyeri pada punggung dan dapat menimbulkan komplikasi pada
bagian tubuh yang lain, misalnya genu valgum, genu varum, coxa valgum dan
sebagainya . Beberapa pekerjaan yang mengaharuskan berdiri dan duduk dalam
waktu yang lama juga dapat mengakibatkan terjadinya LBP. Kehamilan dan obesitas
merupakan salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya LBP akibat pengaruh
gaya berat. Hal ini disebabkan terjadinya penekanan pada tulang belakang akibat
penumpukan lemak, kelainan postur tubuh dan kelemahan otot.
Penyebab lainnya meliputi obesitas, gangguan ginjal, masalah pelvis, tumor
retroperitoneal, aneurisma abdominal dan masalah psikosomatik. Kebanyakan nyeri
punggung akibat gangguan muskuloskeletal akan diperberat oleh aktifitas, sedangkan
nyeri akibat keadaan lainnya tidak dipengaruhi oleh aktifitas .

C. MANIFESTASI KLINIK
Beberapa tanda dan gejala terjadinya LBP, antara lain:
1. Perubahan dalam gaya berjalan
a. Berjalan terasa kaku.
b. Tidak bisa memutar punggung.
c. Pincang.
2. Persyarapan

Ketika dites dengan cahaya dan sentuhan dengan peniti,pasien merasakan sensasi
pada kedua anggota badan,tetapi mengalami sensasi yang lebih kuat pada daerah
yang tidak dirangsang.
3. Nyeri.
a. Nyeri punggung akut maupun kronis lebih dari dua bulan.
b. Nyeri saat berjalan dengan menggunakan tumit.
c. Nyeri otot dalam.
d. Nyeri menyebar kebagian bawah belakang kaki.
e. Nyeri panas pada paha bagian belakang atau betis.
f. Nyeri pada pertengahan bokong.
g. Nyeri berat pada kaki semakin meningkat.

D. PATOFISIOLOGI
Struktur spesifik dalam system saraf terlibat dalam mengubah stimulus menjadi
sensasi nyeri. Sistem yang terlibat dalam transmisi dan persepsi nyeri disebut sebagai
system nosiseptif. Sensitifitas dari komponen system nosiseptif dapat dipengaruhi oleh
sejumlah factor dan berbeda diantara individu. Tidak semua orang yang terpajan terhadap
stimulus yang sama mengalami intensitas nyeri yang sama. Sensasi sangat nyeri bagi
seseorang mungkin hampir tidak terasa bagi orang lain.
Reseptor nyeri (nosiseptor) adalah ujung saraf bebas dalam kulit yang berespons
hanya pada stimulus yang kuat, yang secara potensial merusak, dimana stimuli tersebut
sifatnya bisa kimia, mekanik, termal. Reseptor nyeri merupakan jaras multi arah yang
kompleks. Serabut saraf ini bercabang sangat dekat dengan asalnya pada kulit dan
mengirimkan cabangnya ke pembuluh darah local. Sel-sel mast, folikel rambut dan
kelenjar keringat. Stimuli serabut ini mengakibatkan pelepasan histamin dari sel-sel mast

dan mengakibatkan vasodilatasi. Serabut kutaneus terletak lebih kearah sentral dari
cabang yang lebih jauh dan berhubungan dengan rantai simpatis paravertebra system
saraf dan dengan organ internal yang lebih besar. Sejumlah substansi yang dapat
meningkatkan transmisi atau persepsi nyeri meliputi histamin, bradikinin, asetilkolin dan
substansi P. Prostaglandin dimana zat tersebut yang dapat meningkatkan efek yang
menimbulkan nyeri dari bradikinin. Substansi lain dalam tubuh yang berfungsi sebagai
inhibitor terhadap transmisi nyeri adalah endorfin dan enkefalin yang ditemukan dalam
konsentrasi yang kuat dalam system saraf pusat.
Kornu dorsalis dari medulla spinalis merupakan tempat memproses sensori, dimana
agar nyeri dapat diserap secara sadar, neuron pada system assenden harus diaktifkan.
Aktivasi terjadi sebagai akibat input dari reseptor nyeri yang terletak dalam kulit dan
organ internal. Proses nyeri terjadi karena adanya interaksi antara stimulus nyeri dan
sensasi nyeri.
Patofisiologi Pada sensasi nyeri punggung bawah dalam hal ini kolumna vertebralis
dapat dianggap sebagai sebuah batang yang elastik yang tersusun atas banyak unit
vertebrae dan unit diskus intervertebrae yang diikat satu sama lain oleh kompleks sendi
faset, berbagai ligamen dan otot paravertebralis. Konstruksi punggung yang unik tersebut
memungkinkan fleksibilitas sementara disisi lain tetap dapat memberikan perlindungan
yang maksimal terhadap sum-sum tulang belakang. Lengkungan tulang belakang akan
menyerap goncangan vertical pada saat berlari atau melompat. Batang tubuh membantu
menstabilkan tulang belakang. Otot-otot abdominal dan toraks sangat penting ada
aktifitas mengangkat beban. Bila tidak pernah dipakai akan melemahkan struktur
pendukung ini. Obesitas, masalah postur, masalah struktur dan peregangan berlebihan
pendukung tulang belakang dapat berakibat nyeri punggung.
Diskus intervertebralis akan mengalami perubahan sifat ketika usia bertambah tua.
Pada orang muda, diskus terutama tersusun atas fibrokartilago dengan matriks gelatinus.
Pada lansia akan menjadi fibrokartilago yang padat dan tak teratur. Degenerasi diskus
intervertebra merupakan penyebab nyeri punggung biasa. Diskus lumbal bawah, L4-L5
dan L5-S6, menderita stress paling berat dan perubahan degenerasi terberat. Penonjolan
diskus atau kerusakan sendi dapat mengakibatkan penekanan pada akar saraf ketika
keluar dari kanalis spinalis, yang mengakibatkan nyeri yang menyebar sepanjang saraf
tersebut.

E. KOMPLIKASI
Skoliosis merupakan komplikasi yang paling sering ditemukan pada penderita nyeri
punggung bawah karena Spondilosis. Hal ini terjadi karena pasien selalu memposisikan
tubuhnya kearah yang lebih nyaman tanpa mempedulikan sikap tubuh normal. Hal ini
didukung oleh ketegangan otot pada sisi vertebra yang sakit.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan X-ray
X-ray adalah gambaran radiologi yang mengevaluasi tulang,sendi, dan luka
degeneratif pada spinal.Gambaran X-ray sekarang sudah jarang dilakukan, sebab
sudah banyak peralatan lain yang dapat meminimalisir waktu penyinaran sehingga
efek radiasi dapat dikurangi.X-ray merupakan tes yang sederhana, dan sangat
membantu untuk menunjukan keabnormalan pada tulang. Seringkali X-ray
merupakan penunjang diagnosis pertama untuk mengevaluasi nyeri punggung, dan
biasanya dilakukan sebelum melakukan tes penunjang lain seperti MRI atau CT
scan. Foto X-ray dilakukan pada posisi anteroposterior (AP ), lateral, dan bila perlu
oblique kanan dan kiri.
2. Myelografi
Myelografi adalah pemeriksan X-ray pada spinal cord dan canalis spinal.
Myelografi merupakan tindakan infasif, yaitu cairan yang berwarna medium
disuntikan ke kanalis spinalis, sehingga struktur bagian dalamnya dapat terlihat pada
layar fluoroskopi dan gambar X-ray. Myelogram digunakan untuk diagnosa pada

penyakit yang berhubungan dengan diskus intervertebralis, tumor spinalis, atau


untuk abses spinal.

3. Computed Tornografi Scan ( CT- scan ) dan Magnetic Resonance Imaging (MRI)
CT-scan merupakan tes yang tidak berbahaya dan dapat digunakan untuk
pemeriksaan pada otak, bahu, abdomen, pelvis, spinal, dan ekstemitas. Gambar
CT-scan seperti gambaran X-ray 3 dimensi. MRI dapat menunjukkan gambaran
tulang belakang yang lebih jelas daripada CT-scan. Selain itu MRI menjadi pilihan
karena tidak mempunyai efek radiasi. MRI dapat menunjukkan gambaran tulang
secara sebagian sesuai dengan yang dikehendaki. MRI dapat memperlihatkan
diskus intervertebralis, nerves, dan jaringan lainnya pada punggung.
4. Electro Miography ( EMG ) / Nreve Conduction Study ( NCS )
EMG / NCS merupakan tes yang aman dan non invasif yang digunakan untuk
pemeriksaansaraf pada lengan dan kaki. EMG / NCS dapat memberikan informasi
tentang :
a. Adanya kerusakan pada saraf
b. Lama terjadinya kerusakan saraf ( akut atau kronik )
c. Lokasi terjadinya kerusakan saraf ( bagian proksimalis atau distal )
d. Tingkat keparahan dari kerusakan saraf
e. Memantau proses penyembyhan dari kerusakan saraf

G. PENATALAKSANAAN
1. Informasi dan edukasi.
Pada NPB akut: Imobilisasi (lamanya tergantung kasus), pengaturan berat badan,
posisi tubuh dan aktivitas, modalitas termal (terapi panas dan dingin) masase, traksi
(untuk distraksi tulang belakang), latihan : jalan, naik sepeda, berenang (tergantung
kasus), alat Bantu (antara lain korset, tongkat) psikologik, modulasi nyeri (TENS,
akupuntur, modalitas termal), latihan kondisi otot, rehabilitasi vokasional, pengaturan
berat badan posisi tubuh dan aktivitas.

2. Medis
Formakoterapi
a. LPB akut: Asetamenopen, NSAID, muscle relaxant, opioid (nyeri berat), injeksi
epidural (steroid, lidokain, opioid) untuk nyeri radikuler
b. LPB kronik : antidepresan trisiklik (amitriptilin) antikonvulsan (gabapentin,
karbamesepin, okskarbasepin, fenitoin), alpha blocker (klonidin, prazosin),
opioid (kalau sangat diperlukan)
4. Invasif non bedah
a. Blok saraf dengan anestetik lokal (radikulopati)
b. Neurolitik (alcohol 100%, fenol 30 % (nyeri neuropatik punggung bawah yang
intractable)
5. Bedah
Indikasi operasi :
a. Skiatika dengan terapi konservatif selama lebih dari empat minggu: nyeri
b.
c.
d.
e.

berat/intractable / menetap / progresif.


Defisit neurologik memburuk.
Sindroma kauda.
Stenosis kanal : setelah terjadi konservatif tidak berhasil
Terbukti adanya kompresi radiks berdasarkan pemeriksaan neurofisiologik dan
radiologik.

BAB II
KONSEP KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Data dasar pengkajian klien :
1. Aktivitas/istirahat
Gejala : Riwayat pekerjaan yang perlu mengangkat beban berat, duduk, mengemudi
dalam waktu lama, membutuhkan papan/matras waktu tidur,penurunan
rentang gerak dari ekstremiter pada salah satu bagian tubuh, tidak mampu
melakukan aktivitas yang biasanya dilakukan.

Tanda : Atropi otot pada bagian tubuh yang terkena, gangguan dalam berjalan.
2. Eliminasi
Gejala :Kostribusi, mengalami kesulitan dalam defekasi, adanya inkontinensia/retensi
urin.
3. Integritas ego
Gejala : ketakutan akan timbulnya paralysis, ansietas masalah pekerjaan, financial
keluarga.
Tanda : tampak cemas, depresi, menghindar dari keluarga/orang terdekat.
4. Neurosensori
Gejala : Kesemutan,kekakuan, kelemahan dari tangan atau kaki.
Tanda : Penurunan reflex tendon dalam, kelemahan otot, hipotania, nyeri
tekan/spasme paravertebralis, penurunan persepsi nyeri (sensori).
5. Nyeri/kenyamanan
Gejala : Nyeri seperti tertusuk pisau yang akan semakain memburuk dengan adanya
batuk, bersin, membengkokkan badan, defekasi, mengangkat kaki, atau fleksi
pada leher, nyeri yang tidak ada hentinya atau adanya episode nyeri yang
lebih berat secara intermiten, nyeri menjalar ke kaki, bokong (lumbal) atau
bahu/lengan, kaku pada leher (servikal). Terdengar adanya suara kruk saat
nyeri baru timbul/saat trauma atau merasa punggung patah, keterbatasan
untuk mobilisasi/membungkuk kedepan.
Tanda : Sikap, dengan cara bersandar dari bagian tubuh yang terkena, perubahan cara
jalan yaitu berjalan dengan pincang-pincang, pinggang terangkat pada bagian
tubuh yang terkena, nyeri pada palpasi.
6. Keamanan
Gejala : Adanya riwayat masalah punggung yang baru saja terjadi
Tanda : Demam (sepsis, dehidrasi)
Pretekie, area kulit ekimosis
Pruritus, kulit kering
7. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : Gaya hidup, monoton atau hiperaktif

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut/kronik bd agens cedera fisik
2. Hambatan mobilitas fisik bd gangguan muskuloskeletal
3. Ansietas bd ancaman pada status terkini, perubahan besar

C. RENCANA/INTERVENSI
Diagnosa

Tujuan dan Kriteria


hasil (NOC)
Nyeri akut/kronik
Pain Level,
bd agens cedera
pain control,
fisik
comfort level
Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan selama
. Pasien tidak
mengalami nyeri,
dengan
kriteria
hasil:

Ma
mpu mengontrol
nyeri
(tahu
penyebab nyeri,
mampu
menggunakan
tehnik
nonfarmakologi
untuk
mengurangi
nyeri, mencari
bantuan)

Me
laporkan bahwa
nyeri berkurang
dengan
menggunakan
manajemen nyeri

Ma
mpu mengenali
nyeri
(skala,
intensitas,
frekuensi
dan
tanda nyeri)

Me
nyatakan
rasa
nyaman setelah
nyeri berkurang

Tan
da vital dalam
rentang normal

Tid
ak
mengalami

Intervensi (NIC)

Kaji adanya keluhan


nyeri, catat lokasi,
lamanya
serangan,
faktor pencetus/ yang
memperberat. Minta
klien
untuk
menetapkan
pada
skala 0-10.
Pertahankan
tirah
baring selama fase
akut. Letakkan klien
pada posisi semi
fowler dengan tulang
spinal, pinggang dan
lutut dalam keadaan
fleksi,
posisi
terlentang
dengan
atau
tanpa
meninggikan kepala
10-30 derajat atau
pada posisi lateral.
Batasi
aktivitas
selama fase akut
sesuai kebutuhan.

Instruksikan
klien
untuk
melakukan
teknik
relaksasi/visualisasi.

Anjurkan
untuk
melakukan mekanika
tubuh/gerakan yang
tepat.

Rasional
merelaksasikan
otot dan menurunkan
nyeri.

menghilangkan
atau
mengurangi
stress pada otot dan
mencegah
trauma
lebih lanjut.

memfokuskan
perhatian
klien,
membantu
menurunkan
tegangan otot dan
meningkatkan proses
penyembuhan.
menurunkan
gaya gravitasi dan
gerak yang dapat
menghilangkan
spasme otot dan
menurunkan edema
dan tekanan pada
struktur sekitar diskus
intervertebralis yang
terkena.
tirah
baring
dalam posisi yang
nyaman
memungkinkan klien
untuk
menurunkan

gangguan tidur

Hambatan
mobilitas fisik bd
gangguan
muskuloskeletal

Setelah dilakukan
asuhan selama
klien
memperlihatkan
mobilitas, yang
dibuktikan dengan:
keseimnbangan
koordinasi
perform posisi
tubuh
pergerakan sendi
dan otot
berjalan
bergerak dengan
mudah

Kolaborasi relaksan
otot seperti diazepam
(valium), karisoprodol
(soma), metkarbamol
(robaxin).

Berikan
tindakan
pengaman
sesuai
indikasi
dengan
situasi yang spesifik.

Catat respon-respon
emosi atau perilaku
pada
imobilisasi.
Berikan aktivitas yang
sesuai dengan klien.

Ikuti
aktivitas
/
prosedur
dengan
periode
istirahat.
Anjurkan klien untuk
tetap ikut berperan
serta dalam aktivitas
sehari-hari
dalam
keterbatasan individu.

Berikan/bantu klien
untuk
melakukan
latihan rentang gerak
pasif dan aktif.

Anjurkan klien untuk


melatih kaki bagian

spasme
otot,
menurunkan
penekanan
pada
bagian tubuh tertentu
dan
memfasilitasi
terjadinya
reduksi
dari tonjolan diskus.

Membantu
menentukan pilihan
intervensi
dan
memberikan
dasar
untuk perbandingan
dan evaluasi terhadap
terapi.
Tergantung pada bagian
tubuh
yang
terkena/jenis prosedur,
aktivitas yang kurang
berhati-hati
akan
meningkatkan
kerusakan spinal.
Imobilisasi
yang
dipaksakan
dapat
memperbesar
kegelisahan,
peka
rangsang.
Aktivitas
pengalihan membantu
dalam memfokuskan
kembali
perhatian
klien
dan
meningkatkan koping
dengan keterbatasan
tersebut.
Meningkatkan
penyembuhan
dan
membentuk kekuatan
otot serta kesabaran.
Partisipasi klien akan
meningkatkan
kemandirian klien dan
perasaan
control
terhadap diri sendiri.
Memperkuat
otot
abdomen dan fleksor
tulang
belakang,
memperbaiki
mekanika tubuh.
Stimulasi
sirkulasi
vena/arus balik vena

Ansietas bd
ancaman pada
status terkini,
perubahan besar

bawah/lutut.
Nilai
menurunkan keadaan
adanya
edema,
vena yang statis dan
eritema
pada
kemungkinan
ekstremitas
bawah,
terbentuknya
adanya tanda human
thrombus.
Bantu klien dalam Keterbatasan
aktivitas
melakukan aktivitas
bergantung
pada
ambulasi progresif.
kondisi yang khusus
tetapi
biasanya
berkembang dengan
lambat
sesuai
toleransi.
Kolaborasi pemberian Antisipasi terhadap nyeri
obat
untuk
dapat meningkatkan
menghilangkan nyeri
ketegangan otot. Obat
kira-kira 30 menit
dapat merelaksasikan
sebelum
klien, meningkatkan
memindahkan/melaku
rasa
nyaman
dan
kan ambulasi klien.
kerjasama
klien
selama
melakukan
aktivitas.
Kontrol

Kaji

memban
kecemasan
tingkat ansietas klien.
tu
dalam
tentukan
bagaimana
mengidentifikasi
Koping
klien
menangani
kekuatan
dan
Setelah dilakukan
masalahnya
dimasa
keterampilan
yang
asuhan
selama
yang
lalu
dan
mungkin membantu
klien
bagaimana
klien
klien
mengatasi
kecemasan teratasi
melakukan
koping
keadaannya sekarang
dgn kriteria hasil:
dengan
masalah
yang
dan kemungkinan lain

Kli
dihadapi
sekarang.
untuk
memberikan
en
mampu
bantuan yang sesuai.
Berikan
mengidentifikasi
memun
informasi yang akurat
dan
dan
jawab
dengan
gkinkan
klien
untuk
mengungkapkan
jujur.
membuat keputusan
gejala cemas
yang didasarkan atas

Me
pengetahuanya.
ngidentifikasi,

Berikan

kebanya
mengungkapkan
kesempatan
klien
kan klien mengalami
dan
untuk
mengungkapkan
masalah yang perlu
menunjukkan
masalah
yang
untuk
diungkapkan
tehnik
untuk
dihadapinya,
seperti
dan
diberi
respon
mengontol cemas
kemungkinan
dengan
informasi

Vit
paralisis,
pengaruh
yang
akurat
untuk
al sign dalam
terhadap
fungsi
meningkatkan koping
batas normal
seksual,
perubahan
terhadap situasi yang

Pos
dalam
pekerjaan
sedang dihadapinya.
tur
tubuh,
/financial,
perubahan
ekspresi wajah,
peran dan tanggung
bahasa tubuh dan

tingkat aktivitas
menunjukkan

berkurangnya
kecemasan

jawab.
Kaji

adanya
masalah
sekunder
yang
mungkin menghalangi
proses
penyembuhannya.

klien
mungkin secara tidak
sadar
memperoleh
keuntungan
seperti
terlepas dari tanggung
jawab, perhatian dan
control dari yang lain.
Ini
perlu
untuk
dikerjakan
secara
positif
untuk
meningkatkan
penyembuhan.

BAB III
WEB OF CAUTION (WOC)
A. PKDM

kelainan tulang
punggung (spine)

trauma

perubahan
jaringan

pengaruh
gaya berat

Low Back Paint

persyarapan

perubahan gaya
berjalan

berjalan
terasa kaku

tidak adapt
memutar
punggung

Pincang

gangguan
neurologis

system
nosiseptif
Hambatan

koping tidak efektif

interaksi
stimulus
nyeri dan

stressor bagi
keluarga dan pasien
nyeri
punggung
belakang

kurang pengetahuan
tentang prognosis
dan kondisi

ketidaknyamanan

B. RUMUSAN DIAGNOSA, NOC, DAN NIC

Rumusan Diagnosa
Nyeri akut/kronik bd agens
cedera fisik

NOC
NOC
NOC :
NIC :
Pain Level,
Lakukan pengkajian nyeri
pain control,
secara
komprehensif
termasuk
lokasi,
comfort level
karakteristik,
durasi,
Setelah dilakukan tindakan

nyeri

Hambatan mobilitas fisik bd


gangguan muskuloskeletal

keperawatan selama .
Pasien tidak mengalami
nyeri, dengan kriteria hasil:
Mampu mengontrol nyeri
(tahu
penyebab
nyeri,
mampu
menggunakan
tehnik
nonfarmakologi
untuk mengurangi nyeri,
mencari bantuan)
Melaporkan bahwa nyeri
berkurang
dengan
menggunakan manajemen
nyeri
Mampu mengenali nyeri
(skala, intensitas, frekuensi
dan tanda nyeri)
Menyatakan rasa nyaman
setelah nyeri berkurang
Tanda vital dalam rentang
normal
Tidak mengalami gangguan
tidur

frekuensi, kualitas dan


faktor presipitasi
Observasi reaksi nonverbal
dari ketidaknyamanan
Bantu pasien dan keluarga
untuk
mencari
dan
menemukan dukungan
Kontrol lingkungan yang
dapat mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan,
pencahayaan
dan
kebisingan
Kurangi faktor presipitasi
nyeri
Kaji tipe dan sumber nyeri
untuk
menentukan
intervensi
Ajarkan tentang teknik non
farmakologi: napas dala,
relaksasi,
distraksi,
kompres hangat/ dingin
Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri: ...
Tingkatkan istirahat
Berikan informasi tentang
nyeri seperti penyebab
nyeri, berapa lama nyeri
akan
berkurang
dan
antisipasi
ketidaknyamanan
dari
prosedur
Monitor vital sign sebelum
dan sesudah pemberian
analgesik pertama kali
NOC :
NIC :

Self Care : Observasi adanya


ADLs
pembatasan klien dalam

Toleransi
melakukan aktivitas
aktivitas
Kaji adanya faktor yang

Konservasi
menyebabkan kelelahan
eneergi
Monitor nutrisi dan sumber
Setelah dilakukan tindakan
energi yang adekuat
keperawatan selama .
Monitor pasien akan adanya
Pasien bertoleransi terhadap
kelelahan fisik dan emosi
aktivitas dengan Kriteria
secara berlebihan
Hasil :
Monitor respon kardivaskuler
Berpartisipasi
dalam
terhadap aktivitas
aktivitas fisik tanpa
(takikardi, disritmia, sesak

Ansietas bd ancaman pada


status terkini, perubahan
besar

disertai
peningkatan
nafas, diaporesis, pucat,
tekanan darah, nadi dan
perubahan hemodinamik)
RR
Monitor pola tidur dan
Mampu
melakukan
lamanya tidur/istirahat
aktivitas sehari hari
pasien
(ADLs) secara mandiri Kolaborasikan dengan
Keseimbangan aktivitas
Tenaga Rehabilitasi Medik
dan istirahat
dalam merencanakan
progran terapi yang tepat.
Bantu klien untuk
mengidentifikasi aktivitas
yang mampu dilakukan
Bantu untuk memilih
aktivitas konsisten yang
sesuai dengan kemampuan
fisik, psikologi dan sosial
Bantu untuk mengidentifikasi
dan mendapatkan sumber
yang diperlukan untuk
aktivitas yang diinginkan
Bantu untuk mendpatkan alat
bantuan aktivitas seperti
kursi roda, krek
Bantu untuk
mengidentifikasi aktivitas
yang disukai
Bantu klien untuk membuat
jadwal latihan diwaktu
luang
Bantu pasien/keluarga untuk
mengidentifikasi
kekurangan dalam
beraktivitas
Sediakan penguatan positif
bagi yang aktif
beraktivitas
Bantu pasien untuk
mengembangkan motivasi
diri dan penguatan
Monitor respon fisik,
emosi, sosial dan spiritual

NOC :
NIC :
- Kontrol kecemasan
Anxiety Reduction
- Koping
(penurunan kecemasan)
Setelah dilakukan asuhan Gunakan
pendekatan
selama
klien
yang menenangkan
kecemasan
teratasi
dgn Nyatakan dengan jelas

kriteria hasil:
Klien
mampu
mengidentifikasi
dan
mengungkapkan
gejala
cemas
Mengidentifikasi,
mengungkapkan
dan
menunjukkan
tehnik
untuk mengontol cemas
Vital sign dalam batas
normal
Postur tubuh, ekspresi
wajah, bahasa tubuh dan
tingkat
aktivitas
menunjukkan
berkurangnya kecemasan

DAFTAR PUSTAKA

harapan terhadap pelaku


pasien
Jelaskan semua prosedur
dan apa yang dirasakan
selama prosedur
Temani pasien untuk
memberikan keamanan
dan mengurangi takut
Berikan
informasi
faktual
mengenai
diagnosis,
tindakan
prognosis
Libatkan keluarga untuk
mendampingi klien
Instruksikan pada pasien
untuk
menggunakan
tehnik relaksasi
Dengarkan
dengan
penuh perhatian
Identifikasi
tingkat
kecemasan
Bantu pasien mengenal
situasi
yang
menimbulkan
kecemasan
Dorong pasien untuk
mengungkapkan
perasaan,
ketakutan,
persepsi
Kelola pemberian obat
anti cemas:........

Bulechek, G., Butcher, H., & Dochterman, J. (2013). Nursing Intervention


Classification (NIC), Sixth Edition. Mosby: Elsevier.
Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasian. Jakarta: EGC
Doenges, moorhouse, geissler. 2010. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasian.
Mansjoer, Arif, dkk. 2002. Kapita selekta Kedokteran Jilid I. Jakarta: Media
Aesulapius
Moorhead, S., Johnson, M., L. Maas, M., & Swanson, E. (2013). Nursing outcomes
clasification (NOC) Measurement of Health Outcomes. Mosby: Elsevier.
Nanda International. (2015). Nanda International Inc. Nursing Diagnoses:
Definitions & Clasifications 2015-2017. Jakarta: EGC.
Nurarif A. H. & Kusuma H. 2015. Buku Aplikasi Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis dan Nanda Nic-Noc.Jogjakarta: Mediaction.
Purnomo, B. B. 2012. Dasar-dasar urologi edisi ketiga. Jakarta. Sagung seto
Smeltzer, Suzanne C. & Brenda G. B. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarh Vol 2. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai