Anda di halaman 1dari 15

BAB I

KASUS
A. Anamnesis:
Identitas:

Nama : Ny. Isriyani


Umur: 33 tahun
Alamat: Ledok, Salatiga
Pekerjaan: security

RPS: Pasien datang dengan kepala cekot-cekot sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Kadang
terasa sangat kecang pada leher belakang, sampai tidak bisa melakukan pekerjaan. Pasien
mengkonsumsi captopril, namun keluhan tidak berkurang. Nyeri dada(-), sesak(-), BAK(+)
frekuensi 5-6x sehari.
RPD: Riwayat Hipertensi (+) yang diketahui 1 tahun yang lalu, konsumsi obat hipertensi
Nifedipin dan Captopril hanya jika terasa pusing, Riwayat hiperkolesterol (+), riwayat ulkus
peptikum (+), riwayat DM disangkal.
Personal social: pasien sering telat makan, dan makan makanan warung dengan diet garam dan
kolesterol tidak teratur.
B. Pemeriksaan fisik
Vital sign:
Tanggal
Tekanan Darah
28/10
170/113
29/10
130/110
30/10
140/100
31/10
130/90
Kepala: conjungtiva anemis -/Sclera ikterik -/Leher : Struma
JVP normal
Limfanodi tidak teraba
Thorax : SDV+/+
Ronki-/S1/S2 reguler, BJ -, Gallop -

Nadi
80x/mnt
68x/mnt
89x/mnt
76x/mnt

Abdomen: supel, nyeri tekan(-)


Extremitas:
Edem: superior -/Inferior -/C. Pemeriksaan laboratorium
Darah rutin:
AL
AE
Hb
Ht
AT
GDS
Fungsi ginjal:
Ureum
Creatinin
Fungsi liver:
SGOT
SGPT
Profil Lipid
Kolesterol total
Trigliserid
HDL
LDL
Asam urat
D.

Hasil

Nilai rujukan

8,3 x103 /L
4,19 x106 / L
12,4 g/dL
36,8 %
358 x103/ L

4,5-11,0
4-5
12-16
38-47
150-450

109 mg/dl

<144

23 mg/dl
0,8 mg/dl

10-50
0,6-1,1

22 u/e
25 u/e

<31
<32

179 mg/dl
112 mg/dl
34 mg/dl
110 mg/dl
3,1 mg/dl

<200
<150
>45
<100
2,4-5,7

Terapi yang diberikan:


Inf. RL 20 tpm
Inj. Ranitidin 2x1 ampul
PO: Amlodipin 5 mg 1x1 tab
Captopril 25 mg 3x1 tab
Ericaf 2x1 tab
Alprazolam 0,5 mg 1x1 tab

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI dan KLASIFIKASI TEKANAN DARAH


Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg atau diastolic
lebih dari 90 mmHg. Menurut JNC 7, tekanan darah dibagi menjadi tiga klasifikasi yakni
normal, pre-hipertensi, hipertensi stage 1, dan hipertensi stage 2.
BP Classification
Normal
Prehypertension
Stage 1 hypertension
Stage 2 hypertension

SBP mmHG
<120
120-139
140-159
160

and
or

DBP mmHg
<80
80-89
90-99
100

Klasifikasi berdasarkan penyebabnya


1. Hipertensi primer
90% hipertensi yang ditemui adalah hipertensi primer. Dikatakan hipertensi primer jika
tidak ditemukan penyakit lain yang menyebabkan hipertensi. Hipertensi primer itu bisa
dikarenakan karena memang genetik, lingkungan dan mediator neurohormonal (angiotensinogen,
endhotelin).
Faktor-faktor yang berperan pada hipertensi primer diantaranya adalah :
1) Peningkatan aktivitas dari sistem saraf simpatik (SNS) yang merupakan hasil dari
perubahan genetik reseptor dan meningkatkan kadar serum katekolamin, sehingga
meningkatkan kontraktilitas jantung, heart rate dan menginduksi vasokonstriksi arteriol.
2) Peningkatan aktivitas sistem renin-angitensi-aldosteron (RAA), peningkatan sistem ini
akan meningkatkan efek vasokonstriksi secara langsung. Selain itu juga akan
meningkatkan aktivitas SNS dan menurunkan kadar prostaglandin dan nitrit oxide yang
berperan sebagai vasodilator.
3) Kerusakan di fungsi hormon natriuretik, disfungsi pada hormon ini akan meningkatkan
vaskuler dan mengubah tekanan natriuresis yang sangat erat berhubungan dengan retensi
air dan garam dan dapat meningkatkan volume darah.
4) Inflamasi, mediator inflamasi seperti tromboxan akan mengubah fungsi neurohormonal
yang nantinya akan berdampak pada disfungsi endhotel dan iskemik jaringan,sehingga
akan memicu remodelling vaskuler dan retensi natrium-air.
5) Obesitas, obaesitas berkontribusi menjadi penyebab hipertensi melalui perubahan
hemodinamik sistemik dan ada hubungannya dengan peningkatan akivitas SNS serta
sistem RAA.

6) Disfungsi endhothelial, merupakan penyebab berkurangnya produksi vasodilator seperti


nitrit oxide dan meningkatkan produksi vasokonstriktor seperti endhothelin.
7) Resistensi insulin, resistensi insulin dapat meningkatkan aktivitas SNS dan RAA.
2. HIpertensi sekunder
Hipertensi sekunder adalah hipertensi akibat penyakit lain yang mendasari. Penyebab
utama hipertensi sekunder diantaranya :

Kelainan ginjal
Kelainan ginjal dapat disebabkan penyakit parenkim ginjal (glomerulonefritis, polycystic
kidney disease), maupun penyakit ginjal vascular (stenosis arteri renalis dan displasia fi
bromuskuler) yang dapat ditandai ditemukan bising abdominal di daerah periumbilikal,
hipertensi yang cepat memberat, ukuran ginjal yang mengecil unilateral, hipertensi berat
pada anak-anak atau di atas usia 50 tahun, hipertensi akut, hipertensi dengan gangguan
ginjal yang tidak dapat dijelaskan, perburukan fungsi ginjal akut, hipertensi refrakter
terhadap 3 golongan antihipertensi.

Sistim endokrin. Penyebab endokrin di antaranya adalah penyakit tiroid, penyakit adrenal
(sindrom Cushing, aldosteronisme primer dan feokromositoma).
Coarctatio aorta
Hipertensi karena kehamilan
Sindrom obstructive sleep apnea
Hipertensi akibat obat-obatan (NSAID, kontrasepsi oral, amfetamin) alkohol, kokain

B. Patofisiologi
Mekanisme yang diduga terlibat pada terjadinya hipertensi adalah sistem saraf simpatis,
sistem RAAS (Renin-Angiotensin-Aldosterone System), dan keseimbangan natrium-cairan tubuh
(ADH/aldosteron). Selain itu, resistensi insulin, yang terjadi pada diabetes mellitus tiep II, juga
ikut berperan. Peningkatan tekanan darah karena resistensi insulin dapat karena beberapa
penyebab, di antaranya adalah peningkatan: a) produksi angiotensinogen oleh jaringan adiposa
jaringan viseral yang resisten terhadap insulin; b) penurunan kadar NO karena resistensi insulin
yang dapat menyebabkan disfungsi endotel; c) peningkatan reseptor AT1 dan ekspresi endotelin1; d) peningkatan reabsorpsi natrium di tubulus proksimal serta, e) peningkatan aktifitas
simpatik. Pasien-pasien ini pada umumnya lebih resisten dan membutuhkan terapi kombinasi
untuk kontrol hipertensinya.
C. Target organ damage
- Jantung
hipertrophi ventrikel kiri, angina atau infakr miokard, revaskularisasi koroner, gagal
jantung

Otak : stroke atau transient ischemic attack (TIA)


Chronic kidney disease
Penyakit arteri perifer
Retinopathy

D. Evaluasi & Tata Laksana


Evaluasi
Penilaian pasien dengan hipertensi bertujuan:
(1) untuk mengidentifikasi faktor resiko penyakit kardiovaskuler atau penyakit lainnya;
Faktor resiko kardiovaskuler: usia lanjut, kelebihan berat badan atau obesitas,
dislipidemia yang ditandai dengan peningkatan kadar LDL 130 mg/ dL, kadar
kolesterol HDL < 40 mg/dL untuk pria dan < 50 mg/ dL untuk wanita, kadar
trigliserida 150 mg/ dL, peningkatan kadar gula darah puasa, dan resistensi insulin
serta diabetes melitus, merokok, riwayat kejadian kardiovaskular dini dalam
keluarga (pria 50 tahun, wanita > 60 tahun), gaya hidup tidak sehat (kurang
berolah raga, sedentary).
(2) untuk mengidentifikasi penyebab hipertensi;
(3) untuk mengetahui kerusakan organ target dan penyakit kardiovakuler.
Petanda awal/subklinis hipertensi yang harus dideteksi sebelum terjadi kerusakan
end-organ. Petanda awal ini umumnya terjadi pada beberapa organ seperti jantung,
vaskular, ginjal dan retina. Pada pemeriksaan dapat ditemukan tanda-tanda
peningkatan pulse wave velocity, small artery stiff ness, penebalan intima media
(IMT) karotis, kalsifikasi koroner dan disfungsi endotel. Pada ginjal dapat ditemukan
tanda-tanda mikroalbuminuri, (albumin urin 30-300 mg sehari), peningkatan kadar
kreatinin serum serta penurunan eGFR (estimated glomerular fi ltration rate) antara
60- 90 mL/ menit. Pada funduskopi dapat dilihat perubahan pada fundus akibat
hipertensi.
Pasien seringkali sudah mengalami kerusakan target organ saat datang berobat,
karena petanda awal hipertensi berlangsung asimptomatik. Kerusakan organ target
yang perlu mendapatkan perhatian di antaranya pada jantung, vaskular, ginjal dan
otak. Kerusakan jantung seperti penebalan dinding ventrikel kiri (LVH, left
ventricular hypertrophy), disfungsi jantung sistolik dan diastolik, gagal jantung
simptomatik, infark miokard, angina pektoris, serta penyakit jantung iskemik.
Gangguan vascular yang dapat terjadi adalah penyakit arteri perifer, stenosis arteri
karotis, serta aneurisma aorta. Gangguan pada ginjal di antaranya adalah albuminuria
(> 300 mg sehari) dan CKD. Gangguan pada otak seperti riwayat stroke atau TIA
(Transient Ischemic Attack).

Data yang dibutuhkan berupa anamnesis, pemeriksaan fisis, pemeriksaan laboratorium,


dan prosedur diagnostik lainnya. Pemeriksaan fisis termasuk pengukuran tekanan darah yang
sesuai, dengan verifikasi pada kontralateral lengan; pemeriksaan pada fundus optik, kalkulasi
indeks massa tubuh (IMT: dengan pemeriksaan lingkar pinggang juga cukup berguna); auskultasi
bruit arteri karotid, abdominal, dan femoral; palpasi kelenjar tiroid; pemeriksaan teliti pada
jantung dan paru-paru; pemeriksaan pada abdomen untuk pembesaran ginjal, massa dan pulsasi
aorta abnormal; palpasi pada ekstremitas bawah untuk edema dan pulsasi, dan pemeriksaan
neurologi.
Pemeriksaan laboratorium harus dilakukan sebelum pengobatan awal termasuk
pemeriksaan EKG, urinalisis, glukosa darah dan hematokrit, kadam natrium serum, kreatinin
(atau pemeriksaan laju filtrasi glomerulus (GFR)), kalsium, profil lipid, setelah 9-12 jam puasa,
yang termasuk kadar kolesterol lipoprotein densitas tinggi dan densitas rendah, serta
pemeriksaan trigeliserida. Pemeriksaan pilihan termasuk pengukuran ekskresi albumin urin atau
rasio albumin/creatinin. Pemeriksaan lebih luas untuk mengetahui penyebab hipertensi tidak
diindikasikan secara umum kecuali tekanan darah target tidak bisa dicapai.
Tatalaksana
Sasaran dari publikasi pengobatan antihipertensi adalah untuk mengurangi angka
morbiditas dan mortalitas penyakit kardiovakuler dan ginjal. Tekanan darah target adalah
<140/90 mmHg yang berhubungan dengan penurunan komplikasi penyakit kardiovaskuler. Pada
pasien dengan hipertensi dan diabetes atau panyakit ginjal, target tekanan darahnya adalah
<130/80 mmHg. Untuk pencapaian tekanan darah target di atas, secara umum dapat dilakukan
dengan dua cara sebagai berikut:
1.

Modifikasi Gaya Hidup

Modifikasi gaya hidup yang sehat oleh semua pasien hipertensi merupakan suatu cara
pencegahan tekanan darah tinggi dan merupakan bagian yang tidak terabaikan dalam
penanganan pasien tersebut. Modifikasi gaya hidup memperlihatkan dapat menurunkan tekanan
darah yang meliputi penurunan berat badan pada pasien dengan overweight atau obesitas.
Berdasarkan pada DASH (Dietary Approaches to Stop Hypertension), perencanaan diet yang
dilakukan berupa makanan yang tinggi kalium dan kalsium, rendah natrium, olahraga, dan
mengurangi konsumsi alkohol. Modifikasi gaya hidup dapat menurunkan tekanan darah,
mempertinggi khasiat obat antihipertensi, dan menurunkan resiko penyakit kardiovaskuler.
Berikut adalah uraian modifikasi gaya hidup dalam rangka penanganan hipertensi.
Tabel 1. Modifikasi Gaya Hidup Dalam Penanganan Hipertensi
Modifikasi

Rekomendasi

Perkiraan Penurunan Tekanan

Menurunka
n
Berat Badan
Melakukan
pola
diet
berdasarkan
DASH
Diet Rendah
Natrium
Olahraga

Membatasi
Penggunaan
Alkohol

2.

Memelihara Berat Badan Normal


(Indeks Massa Tubuh 18.524.9 kg/m2).
Mengkonsumsi makanan yang kaya dengan
buah-buahan, sayuran, produk makanan
yang rendah lemak, dengan kadar lemak
total dan saturasi yang rendah.
Menurunkan Intake Garam sebesar 2-8
mmHg tidak lebih dari 100 mmol per-hari
(2.4 gr Natrium atau 6 gr garam).
Melakukan Kegiatan Aerobik fisik secara
teratur, seperti jalan cepat (paling tidak 30
menit per-hari, setiap hari dalam seminggu).
Membatasi konsumsi alkohol tidak lebih
dari 2 gelas ( 1 oz atau 30 ml ethanol;
misalnya 24 oz bir, 10 oz anggur, atau 3 0z
80 whiski) per-hari pada sebagian besar
laki-laki dan tidak lebih dari 1 gelas per-hari
pada wanita dan laki-laki yang lebih kurus.

Darah Sistolik (Skala)


5-20 mmHg/ 10 kg penurunan
Berat Badan
8 14 mmHg

2-8 mmHg

4 9 mmHg

2 -4 mmHg

Terapi Farmakologi

Obat antihipertensi perlu dimulai berdasarkan pada 2 kriteria: 1) tingkatan tekanan darah sistolik
dan diastolik, dan 2) tingkatan risiko kardiovaskular.
Tujuan pengobatan hipertensi adalah menurunkan dan mencegah kejadian kardioserebrovaskular
dan renal, melalui penurunan tekanan darah dan juga pengendalian dan pengobatan faktor-faktor
risiko yang reversibel.
Terdapat beberapa data hasil percobaan klinik yang membuktikan bahwa semua kelas obat
antihipertensi, seperti angiotensin converting enzim inhibitor (ACEI), angiotensin reseptor
bloker (ARB), beta-bloker (BB), kalsium chanel bloker (CCB), dan diuretik jenis tiazide, dapat
menurunkan komplikasi hipertensi yang berupa kerusakan organ target.
Diuretik jenis tiazide telah menjadi dasar pengobatan antihipertensi pada hampir semua hasil
percobaan. Selain itu, diuretik meningkatkan khasiat penggunaan regimen obat antihipertensi
kombinasi, yang dapat digunakan dalam mencapai tekanan darah target, dan lebih bermanfaat
jika dibandingkan dengan agen obat antihipertensi lainnya. Meskipun demikian, sebuah
pengecualian didapatkan pada percobaan yang telah dilakukan oleh Second Australian National
Blood Pressure yang melaporkan hasil penggunaan obat awal ACEI sedikit lebih baik pada lakilaki berkulit putih dibandingkan pada pasien yang memulai pengobatannya dengan diuretik.

Obat diuretik jenis tiazide harus digunakan sebagai pengobatan awal pada semua pasien dengan
hipertensi, baik penggunaan secara tunggal maupun secara kombinasi dengan satu kelas
antihipertensi lainnya (ACEI, ARB, BB, CCB) yang memperlihatkan manfaat penggunaannya
pada hasil percobaan random terkontrol. Jika salah satu obat tidak dapat ditoleransi atau
kontraindikasi, sedangkan kelas lainnya memperlihatkan khasiat dapat menurunkan resiko
kardiovaskuler, obat yang ditoleransi tersebut harus diganti dengan jenis obat dari kelas
berkhasiat tersebut.
Sebagian besar pasien yang mengidap hipertensi akan membutuhkan dua atau lebih obat
antihipertensi untuk mendapatkan sasaran tekanan darah yang seharusnya. Penambahan obat
kedua dari kelas yang berbeda harus dilakukan ketika penggunaan obat tunggal dengan dosis
adekuat gagal mencapai tekanan darah target. Ketika tekanan darah lebih dari 20/10 mmHg di
atas tekanan darah target, harus dipertimbangkan pemberian terapi dengan dua kelas obat,
keduanya bisa dengan resep yang berbeda atau dalam dosis kombinasi yang telah disatukan
(tabel 3). Pemberian obat dengan lebih dari satu kelas obat dapat meningkatkan kemungkinan
pencapaian tekanan darah target pada beberapa waktu yang tepat, namun harus tetap
memperhatikan resiko hipotensi ortostatik utamanya pada pasien dengan diabetes, disfungsi
autonom, dan pada beberapa orang yang berumur lebih tua. Penggunaan obat-obat generik harus
dipertimbangkan untuk mengurangi biaya pengobatan.
Tabel 2. Obat-Obat Oral Antihipertensi
Kelas

Diuretik Tiazide

Obat (Nama Dagang)

Dosis
Penggunaa
n (Mg/hari)
125-500
12,5-25
(Mikrozide, 12,5-50
2-4
1,25-2,5
0,5-1,0
2,5-5

Klorotiazide (Diuril)
Klortalidone (generik)
Hidroklorotiazide
HidroDIURIL)
Polythiazide (Renese)
Indapamide (Lozol)
Metalazone (Mykrox)
Metalazone (Zaroxolyn)
Loop Diuretik
Bumetanide (Bumex)
Furosemide (Lasix)
Torsemid (Demadex)
Diuretik Hemat Amiloride (Midamor)
Kalium
Triamterene (Dyrenium)
Aldosteron
Eplerenone (Inspra)
Reseptor Bloker
Spironolakton (Aldactone)
Beta bloker
Atenolol (Tenormin)
Betaxolol (Kerione)

0,5-2
20-80
2,5-10
5-10
50-100
50-100
25-50
25-100
5-20

Frekuensi
Penggunaan/har
i
1-2
1
1
1
1
1
1
2
2
1
1-2
1-2
1
1
1
1

Bisoprolol (Zebeta)
Metaprolol (Lopressor)
Metoprolol Extended Release (Toprol
XL)
Nadolod (Corgard)
Propanolol (Inderal)
Propanolol Long acting (Inderal LA)
Timolol (Blocadren)
Beta
bloker Acebutolol (Sectral)
aktivitas
Penbutolol (Levatol)
simpatomimetik
Pindolol (Generik)
intrinsik
Kombinasi Alpha Carvedilol (Coreg)
dan Beta Bloker
Labetolol (Normodyne, Trandate)
ACEI
Benazepril (Lotensin)
Captopril (Capoten)
Enalapril (Vasotec)
Fosinopril (Monopril)
lisinopril (Prinivil, Zestril)
moexipril (Univasc)
perindopril (Aceon)
quinapril (Accupril)
ramipril (Altace)
trandolapril (Mavik)
Angiotensin
II candesartan (Atacand)
Antagonis
eprosartan (Teveten)
irbesartan (Avapro)
losartan (Cozaar)
olmesartan (Benicar)
telmisartan (Micardis)
valsartan (Diovan)
CCB Non Diltiazem extended release
Dihidropiridin
(Cardizem CD, Dilacor XR, Tiazac)
diltiazem extended release (Cardizem
LA)
verapamil immediate release (Calan,
Isoptin)
verapamil long acting (Calan SR,
Isoptin SR)
verapamilCoer, Covera HS, Verelan
PM)

2,5-10
50-100
50-100
40-120
40-160
60-180
20-40

1
1-2
1
1
2
1
2

200-800
10-40
10-40

2
1
2

12,5-50
200-800
10-40
25-100
5-40
10-40
10-40
7.5-30
4-8
10-80
2.5-20
1-4
8-32
400-800
150-300
25-100
20-40
20-80
80-320
180-420
120-540
80-320
120-480
120-360

2
2
1
2
1-2
1
1
1
1
1
1
1
1
1-2
1
1-2
1
1
1-2
1
1
2
1-2
1

CCBDihidropiridin

amlodipine (Norvasc)
felodipine (Plendil)
isradipine (Dynacirc CR)
nicardipine sustained release (Cardene
SR)
nifedipine long-acting
(Adalat CC, Procardia XL)
nisoldipine (Sular)
Alpha 1 Bloker
doxazosin (Cardura)
prazosin (Minipress)
terazosin (Hytrin)
Alpha 2 agonis clonidine (Catapres)
sentral dan obat clonidine patch (Catapres-TTS)
lainnya
yang methyldopa (Aldomet)
bekerja sentral
reserpine (generic)
guanfacine (Tenex)
Vasodilator
hydralazine (Apresoline)
Langsung
minoxidil (Loniten)

2,5-10
2,5-20
2,5-10
60-120
30-60
10-40

1
1
2
2
1
1

1-16
2-20
1-20
0,1-0,8
0,1-0,3
250-1000
0,1-0,25
0,5-2
25-100
2,5-80

1
2-3
1-2
2
1 Minggu
2
1
1
2
1-2

Saat obat antihipertensi telah diberikan, pasien diharuskan kembali untuk follow paling tidak
dalam interval sebulan sekali sampai tekanan darah target tercapai. Kunjungan yang lebih sering
dibutuhkan untuk pasien dengan kategori hipertensi stage 2 atau jika disertai dengan komplikasi
penyakit penyerta. Pemeriksaan kadar serum kalium dan kreatinin harus dilakukan paling tidak
sebanyak 1-2 kali per-tahun. Setelah tekanan darah mencapai target dan stabil, follow up dan
kunjungan harus dilakukan dalam interval 3-6 bulan sekali. Penyakit penyerta seperti gagal
jantung, dan diabetes dapat mempengaruhi frekuensi jumlah kunjungan. Faktor resiko penyakit
kardiovaskuler lainnya harus diobati untuk mendapatkan nilai tekanan darah target, dan
penghindaran penggunaan tembakau harus dilakukan. Penggunaan aspirin dosis rendah
dilakukan hanya ketika tekanan darah terkontrol, oleh karena resiko stroke hemoragik yang
meningkat pada pasien dengan hipertensi tidak terkontrol.
PENYAKIT PENYERTA PADA HIPERTENSI (COMPELLING DISEASE)
Hipertensi merupakan penyakit primer yang memerlukan penanganan yang tepat sebelum
berkomplikasi ke penyakit lainnya seperti gagal jantung, infark miokard, penyakit jantung
koroner, dan penyakit ginjal yang akhirnya dapat berakhir pada kerusakan organ. Keadaan
hipertensi yang disertai dengan penyakit penyerta ini membutuhkan obat antihipertensi yang
tepat yang berdasarkan pada beragam hasil percobaan klinis. Penanganan dengan kombinasi obat
kemungkinan dibutuhkan. Penentuannya disesuaikan dengan penilaian pengobatan sebelumnya,
tolerabilitas obat serta tekanan darah target yang harus dicapai.

Rangkuman penggunaan obat-obat hipertensi pada beberapa penyakit penyerta dapat dilihat pada
tabel berikut:
Tabel 3. Pedoman Penggunaan Beragam Obat Antihipertensi Pada Pasien Dengan
Resiko (Penyakit Yang Menyertai)

Faktor

FAKTOR RESIKO INDIKASI (PENYAKIT YANG MENYERTAI)*

Gagal Jantung
Infark Post-miokard
Resiko Tinggi PJK
Diabetes
Gagal Ginjal Kronik
Pencegahan Stroke Berulang
* Faktor resiko yang menjadi indikasi penggunaan obat antihipertensi berdasarkan pada
keuntungan yang didapatkan dari penelitian atau pedoman klinik yang ada; faktor resiko ini
dikelola sejalan dengan tekanan darah.
Kepanjangan Obat : ACEI, angiotensin konverting enzim inhibitor; ARB, angiotensin reseptor
bloker; Aldo ANT, aldosterone antagonis; BB, beta-bloker; CCB, calcium channel blocker.
Keadaan dari setiap percobaan klinik memperlihatkan keutungan spesifik dari setiap kelas
obat-obat antihipertensi.

BAB III
PEMBAHASAN
Pada kasus ini, pasien datang dengan hipertensi stage II. Anamnesis, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang dapat dilakukan untuk mencari penyakit yang mendasari atau pun
penyakit penyerta. Setelah pemeriksaan dilakukan tidak nampak adanya kelaianan pada organ
yang lain sehingga disebut hipertensi esensial. Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan adanya
peningkatan kolesterol LDL dan penurunan HDL. Selain menjadi salah satu penyebab hipertensi,
peningkatan kolesterol dapat juga menjadi factor resiko timbul nya penyakit penyerta, seperti
aterosklerosis dan diabetes mellitus.
Berdasarkan JNC VII, target penurunan tekanan darah adalah <140/90 mmHg dan
<130/80 mmHg, untuk yang rentan dengan diabetes, dan penyakit ginjal. Yang dapat dilakukan
adalah melakukan modifikasi gaya hidup dan dipertimbangkan pemberian terapi farmakologi.
Ketentuannya adalah untuk pasien dengan kategori hipertensi stage 1 (140-159/90-99 mmHg)
yang tanpa penyakit penyerta, diberikan obat tunggal diuretik jenis tiazide dengan dosis awal
yang paling rendah Namun, jika sampai pada dosis maksimal tidak terdapat perubahan, maka
harus dipertimbangkan pemberian kombinasi obat antihipertensi dari kelas lainnya (ACEI, BB,
ARB, CCB, dan Aldo Ant). untuk pasien dengan hipertensi stage 2 (>160/100 mmHg) tanpa
penyakit penyerta, harus diberikan dua obat kombinasi sebagai obat awal, dimana diuretik jenis
tiazide tetap sebagai obat dasar yang ditambahkan dengan obat antihipertensi dari kelas lainnya.
Ketentuan berbeda juga berlaku pada pasien hipertensi dengan penyakit penyerta.
Pengobatan hipertensi dilakukan dengan tujuan untuk mencapai tekanan darah target.
Sekali obat antihipertensi digunakan, selanjutnya sangat diperlukan pemeriksaan rutin untuk
menilai perkembangan pengobatan yang dilakukan. Pemeriksaan rutin dilakukan paling tidak
sebulan sekali, dan kunjungan akan lebih sering pada pasien dengan hipertensi stage 2 atau
pasien dengan penyakit penyerta. Jika pasien telah mencapai tekanan darah target, follow up
dapat dilakukan dalam interval 3-6 bulan sekali.
BAB IV
Daftar Pustaka

U.S Department of Health and Human Services. 2004. The Seventh Report of the Joint
National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood
Pressure. USA: National Institute of Health Complete Report
Tedjasukmana,P. Cermin Dunia Kedokteran: Tatalaksana Hipertensi.CDK-192/vol.39. no.
4 th 2012
Yogiantoro, M. Hipertensi esensial dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. 2009.
Jakarta: Interna Publishing.

Anda mungkin juga menyukai