67
2. Konstituen Unik
ASI mengandung banyak senyawa yang penting untuk pertumbuhan dan perkembangan.
Susu formula tidak akan pernah bisa menyamai ASI dalam hal kandungan sel hidup, hormon,
enzim aktif, imunoglobulin, berbagai senyawa bioaktif dan berbagai komponen dengan struktur
molekul yang unik.
Beberapa komponen dalam ASI seperti dapat dilihat pada Tabel 1 memainkan peranan
nonnutrisi penting pada makanan bayi. Banyak konstituen dalam ASI aktif secara biologis.dan
sebagian besar berada dalam jumlah yang seimbang satu sama lain.
3. Kestabilan
Nutrien dalam ASI dipersiapkan untuk segera dikonsumsi sehingga tidak mengherankan
kalau beberapa komponen nutriennya tidak stabil secara kimiawi. Contohnya vitamin B6 dalam
ASI
mengandung piridoksin yaitu bentuk stabil dari vitamin B6 untuk menjamin stabilitasnya selama
masa simpan produk ( sampai 2 tahun untuk susu formula cair dan 3 tahun untuk susu formula
bubuk).
Salah satu tantangan untuk industri susu formula adalah untuk mengetahui sejauh mana
pengaruh proses panas terhadap struktur dan fungsi senyawa yang dikandungnya. Perlakuan
panas berpengaruh terhadap struktur protein dan secara signifikan berpengaruh pada aktivitas
biologis dari berbagai senyawa yang dirancang menyerupai sifat seperti ASI.
4. Asam Lemak Tak Jenuh Ganda Rantai Panjang
Berbagai susu formula, lemaknya berasal dari minyak nabati sehingga tidak mengandung
asam lemak tak jenuh rantai panjang seperti yang terdapat pada ASI. Oleh karena itu industri susu
formula lalu menambahkan 2 jenis asam lemak tak jenuh ganda rantai panjang yaitu
Docosahexaenoic Acid (DHA) dan Arachidonic Acid (AA) pada produknya. DHA ditemukan
berlimpah pada membran struktural dari sistem syaraf pusat dan retina. DHA ditransfer melalui
plasenta selama trisemester terakhir masa kehamilan.
Bayi yang diberi susu formula yang tidak disuplementasi dengan DHA dan AA memiliki
jumlah sel darah merah dan fosfolipid plasma yang lebih rendah dibandingkan bayi ASI.
68
Penelitian terhadap 134 bayi yang mengkonsumsi susu formula dan 63 bayi ASI untuk
mengevaluasi apakah penambahan DHA dan AA atau DHA saja pada susu formula akan
meningkatkan jumlah fosfolipid
atau
mempengaruhi pertumbuhan selama tahun pertama kehidupan. Hasilnya ternyata tidak ada
perbedaan dalam pertumbuhan dan kemampuan visual. Kemampuan berbahasa juga dievaluasi
pada umur 14 bulan.. Hasilnya, bayi yang diberi susu formula yang mengandung DHA secara
signifikan skornya lebih rendah untuk perbendaharaan kata dibandingkan bayi ASI. Skor untuk
produksi kata juga lebih rendah dibandingkan bayi dengan susu yang tidak disuplementasi.
Penambahan DHA dan AA belum terbukti menguntungkan karena senyawa tersebut ditambahkan
bukan sebagai ingredien murni sehingga secara struktural berbeda dengan yang dikandung ASI.
Tampaknya suplementasi DHA dan AA pada susu formula belum terbukti memberikan dampak
positif dan oleh karena itu masih membutuhkan penelitian lebih lanjut.
6.2.2. Model Breastfed Infant-Performance
Tujuan dari model ini adalah untuk menyamakan dampak fungsional antara susu formula
dengan ASI. Jumlah dan perbandingan nutrien pada susu formula bisa saja berbeda dengan yang
ada pada ASI tetapi dampak fungsionalnya pada bayi yang menerima susu formula ditargetkan
sama dengan yang diperoleh bayi ASI. Keputusan untuk mengubah komposisi susu formula
tersebut membutuhkan penelitian yang ekstensif, berulang-ulang dan terkoordinasi. Riset ini
harus mencakup evaluasi keuntungan dan resiko klinis. Model ini
menggunakan jumlah
nutrien ASI sebagai titik awal tetapi mengenal dengan baik keamanan dan kemanjuran komponen
susu formula tersebut dan telah dibuktikan dengan uji klinis yang sangat teliti dan berulangulang..
Model ini juga menghadapi masalah yang sama dengan model komposisi ASI. Secara
eksklusif bayi ASI sangat bervariasi kecepatan pertumbuhannya, kandungan biokimia darah dan
beberapa dampak klinis. Variasi ini tidak dapat dikontrol untuk uji klinis secara acak karena
tidak etis memaksa ibu yang memilih menyusui untuk beralih ke susu formula. Model ini akan
lebih baik jika jelas apa dampak yang ingin dicapai. Saat ini, dampak yang umum terkait dengan
manfaat ASI yang dapat dicapai adalah toleransi saluran pencernaan, ketersediaan biologis
berbagai
69
kecepatan emesis, konsistensi tinja dan frekwensinya, fussines, dan pola tidur. Hal tersebut
dipengaruhi oleh teknik prosesing yang berbeda dan modifikasi dari ingredien tertentu. Studi
pada bayi ASI yang kemudian beralih mengkonsumsi satu susu formula dengan merk berbeda,
menghasilkan konsistensi tinja yang sama dengan waktu mengkonsumsi ASI namun bayi yang
mengkonsumsi merk lain memiliki konsistensi tinja yang lebih padat dibandingkan sewaktu
minum ASI.
6.3.2. Protein Susu Sapi
Jenis protein utama pada susu adalah casein dan whey. Seleksi protein pada susu formula
yang meniru semirip mungkin ASI oleh beberapa produsen susu formula menetapkan
perbandingan whey : casein adalah 60 : 40. Ternyata pendekatan ini agak keliru karena pada ASI
rasio whey terhadap protein berubah-ubah sesuai periode laktasi. Pada awal laktasi perbandingan
whey : casein adalah 90 :10, pada pertengahan masa laktasi 60 : 40 dan akhir laktasi 50 : 50.
Lebih jauh protein spesifik dari fraksi whey dan casein juga sangat berbeda. Pada susu sapi
protein utama whey adalah -globulin, jenis protein ini tidak ditemukan pada ASI. Casein susu
sapi dengan casein ASI berbeda secara antigen dan secara kimiawi.
Beberapa produsen susu formula melakukan pendekatan dengan cara mencocokan pola
asam amino plasma bayi yang mengkonsumsi susu formula dengan bayi ASI.
Pendekatan ini
lebih berarti daripada pendekatan perbandingan whey : casein karena menampilkan dampak yaitu
sejauh mana susu formula bisa menghasilkan dampak yang mirip dengan yang ditimbulkan ASI
70
dalam hal menyalurkan asam amino ke plasma darah bayi. Kesimpulannya adalah, peningkatan
persentase whey dalam campuran protein tidak menghasilkan konsentrasi asam amino plasma
pada bayi susu formula yang lebih baik dari bayi ASI.
6.3.3. Sumber Lemak
Pemilihan campuran minyak akan sangat berpengaruh pada ketersediaan biologis lemak
dan kalsium dari susu formula. Dalam rangka usaha untuk meniru komposisi ASI, beberapa
perusahaan menggunakan pendekatan model komposisi dan menggunakan fraksi olein dari
minyak sawit untuk mendekati konsentrasi palmitat dan oleat ASI Telah dilakukanstudi silang
pada bayi dengan susu formula yang mengandung (1) campuran olein minyak sawit 53 % dan
minyak kedelai 47 % (formula PO/S), (2) campuran minyak kedelai 60 % dan minyak kelapa 40
% (formula S/C). Hasilnya, rata-rata absorpsi lemak adalah 91 % dari intake untuk formula PO/S
dan 95 % dari intake untuk formula S/C.
Perbedaan absorpsi kalsium malah lebih besar pada bayi yang mengkonsumsi formula
S/C yaitu mencapai 48 %, sedangkan absorpsi bayi formula PO/S hanya 39 %. Studi berikutnya
adalah membandingkan ketersediaan biologis lemak dan kalsium pada susu yang mengandung
fraksi olein minyak sawit dengan yang tidak. Hasilnya menunjukan ketersediaan biologis lemak
pada susu formula tanpa fraksi olein minyak sawit adalah 98,5 % sedangkan yang mengandung
minyak sawit hanya 90 %, ketersediaan kalsium 57,4 % pada susu yang tidak mengandung fraksi
olein minyak sawit dan 37,5 % pada yang mengandung fraksi olein minyak sawit..
Ketersediaan biologis yang lebih besar dari asam palmitat ASI dibandingkan fraksi olein
minyak sawity berhubungan dengan perbedaan struktur kimia.
ditemukan sebagian besar pada posisi 2 dari molekul trigliserida, sedangkan pada fraksi olein
minyak sawit, asam palmitat ditemukan pada posisi 1 dan 3. Ketika dipotong oleh lipase selama
pencernaan, asam palmitat bebas dari posisi 1 dan 3 membentuk sabun dengan kalsium yang
dikandung susu formula sehingga mengurangi ketersediaan biologis lemak dan kalsium dari
produk tersebut.
6.3.4. Karbohidrat
Karbohidrat merupakan sumber energi yang penting bagi bayi yang sedang tumbuh.
Jumlahnya 35 42 % dari intake energi pada bayi ASI maupun susu formula. Walaupun
71
karbohidrat dalam ASI terutama terdiri dari laktosa dan glukosa namun mengandung pula
berbagai oligosakarida. Kandungan laktosa pada ASI sangat bervariasi namun rata-ratanya 74
g/dL.
Sebagian besar susu formula yang berasal dari susu sapi menjadikan laktosa sebagai
sumber karbohidrat. Susu formula dari kedelai bebas laktosa. Susu formula bebas laktosa
menggunakan sumber karbohidrat lain seperti sukrosa , glukosa (sirup glukosa), pati alami dan
pati modifikasi, pati hidrolisat, monosakarida dan karbohidrat tak tercerna.
Laktosa memperbaiki absorpsi beberapa mineral seperti kalsium, magnesium, seng, dan
besi. Gula lain seperti glukosa, galaktosa, xylosa, fruktosa dan sukrosa juga menunjang absorpsi
kalsium dan mineral lain. Dibandingkan susu formula kedelai tanpa laktosa yang mengandung
sukrosa dan sirup glukosa, susu kedelai yang ditambahkan laktosa , absorpsi kalsiumnya lebih
tinggi.
Selama tahap awal menyusui ketika aktvitas laktase tertinggi , sebagian besar bayi tidak
menyerap seluruh laktosa. Suatu penelitian menunjukan36 % bayi ASI, 42 % bayi susu formula
dan 64 % bayi ASI yang juga mengonsumsi susu formula tidak menyerap seluruh laktosa.
Laktosa yang tidak terserap, mencapai kolon dan merupakan substrat untuk pertumbuhan bakteri
bifidus..
6.3.5. Nukleotida
Nukleotida merupakan komponen yang ditemukan pada ASI dan terlibat dalam
metabolisme kunci termasuk metabolisme energi dan reaksi enzimatis. Nukleotida juga
merupakan pembangun DNA dan RNA. Nukleotida berkontribusi terhadap 2 5 % nitrogen
non protein pada ASI yang kira-kira 25 -30 % dari total nitrogen ASI. ASI mengandung relatif
tinggi konsentrasi sitidin, uridin, adenosin, guanosin dan sedikit atau tidak ada inosin. Susu sapi
mengandung hanya sedikit uridin, inosin dan sitidin dan sejumlah kecil adenosin dan guanosin.
Karena ASI
Penelitian
menunjukkan bahwa sebagian besar nukleotida dicerna dalam bentuk nukleoprotein dan asam
nuleat. Dalam proses pencernaan, senyawa tersebut didegradasi oleh pankreas dan protease dan
nuklease usus menjadi nekleotida dan selanjutnya dipecah oleh fosfatase dan nukleotidase
menjadi nukleosida yang diserap oleh usus kecil.
72
Studi tentang efek konsumsi nukleotida terhadap respon imun pada bayi telah dilakukan
dengan membagi bayi menjadi 3 kelompok yaitu kelompok pertama adalah bayi yang
mengkonsumsi susu formula dengan nukleotida 72 mg/L, kelompok kedua yaitu bayi dengan
susu formula tanpa nukleotida (kontrol) dan kelompok ketiga adalah bayi ASI. Respon imun
dievaluasi dengan respon antibody terhadap vaksinasi standar yaitu Haemophilus influenzae tipe
b polisakarida (Hib), difteri dan tetanus toxoid serta oral virus polio (OPV) pada usia 6, 7 dan 12
bulan. Dibandingkan dengan kontrol,
imunisasi ketiga
(usia
yang diberi susu formula yang mengandung nukleotida, secara signifikan memiliki konsentrasi
antibody Hib dan difteri yang lebih tinggi. Respon antibodi Hib yang signifikan lebih tinggi pada
bayi susu formula dengan nukleotida adalah pada usia 12 bulan. Respon antibodi terhadap
tetanus dan OPV tidak meningkat dengan fortifikasi nukleotida. Pada bayi ASI, respon antibodi
terhadap virus polio secara signifikan lebih tinggi dibandingkan bayi susu formula pada usia 6
bulan.
6.4. Trend Penelitian Susu Formula pada Masa yang Akan Datang
Susu formula pada masa datang dirancang komposisinya berdasarkan gabungan senyawa
yang memiliki pengaruh positif bahkan dalam jangka panjang. Ratusan senyawa yang ditemukan
dalam ASI belum ditambahkan pada susu formula. Potensi resiko dan keuntungan dari senyawa
yang akan ditambahkan tersebut harus benar-benar diteliti sebelum diputuskan untuk membuat
perubahan komposisi. Perkembangan dalam bidang biologi molekuler tidak diragukan lagi dapat
memberikan kemungkinan untuk mengembangkan protein bioaktif, berbagai hormon daan
imunoglobulin. Pada masa datang , susu formula dirancang tidak hanya untukmeningkatkan
pertumbuhan dan perkembangan bayi tetapi juga untuk mencegah berbagai penyakit di masa
dewasa.
untuk
penyakit tertentu dan kondisi medis menjadi lebih dikenal luas pada akhir abad ke-20, berbagai
metode pemberian makanan juga telah berkembang.
73
6.5.1. Klasifikasi
Pangan untuk penggunaan khusus awalnya merujuk pada pangan yang memiliki nutrisi
yang lebih baik dari pada pangan biasa. Di USA, pembedaan makanan tersebut dengan obat
dinyatakan pada tahun 1972 ketika Food and Drug Administration (FDA) mengklasifikasikan
susu formula untuk bayi dengan penyakit fenilketonuria (suatu penyakit kesalahan metabolisme)
sebagai makanan untuk diet khusus bukan sebagai obat. Dari sini mulai muncul konsep makanan
medik (medical foods). Pada tahun berikutnya, FDA mengumumkan bahwa makanan yang
penggunaannya di bawah pengawasan medis untuk mendapatkan nutrisi yang diinginkan pada
kondisi medik tertentu harus diberi label sebagai makanan penggunaan khusus.
Pada tahun 1982, FDA mengumumkan mendefinisikan makanan medik
produk
sebagai
yang diformulasikandan diproses secara khusus untuk pengaturan diet bagi penyakit tertentu,
atau kondisi medik dimana produk tersebut dikonsumsi dibawah pengawasan dokter.
Salah satu program FDA mengklasifikasikan makanan medik menjadi 4 kategori
berdasarkan penggunaannya :
1. Formula dengan nutrisi lengkap (contoh : formula yang digunakan sebagai sumber
perawatan tunggal).
2. Formula dengan nutrisi yang tidak lengkap (contoh : produk untuk pengaturan lemak,
protein dan karbohidrat)
3. Formula untuk penyakit metabolisme pada usia 12 tahun ke atas ( contoh : formula
fenilketonuria)
4. Produk rehidrasi secara oral ( contoh : elektrolit/formula air untuk dehidrasi)
6.5.2. Syarat Proses Pengolahan
Makanan medik disamping mengikuti aturan FDA dalam Good Manufacturing Practices
(GMP) untuk makanan konvensional, namun juga harus mengikuti aturan FDA untuk
memastikan sterilitas makanan berasam rendah, proses termal jika produk tersebut mengalami
proses termal. Hampir semua produsen harus mengkuti aturaan tentang kualitas untuk produk
enteral
Izin prapemasaran dengan studi kualitatif dan kuantitatif yang ekstensif diperlukan untuk
susu formula bayi. Makanan medik tidak secara langsung membutuhkan tingkat regulasi yang
74
seperti itu untuk produk baru sehingga dapat memasarkan produk baru dengan lebih cepat.
Reputasi perusahaan dan izin FDA dapat menjadi acuan kualitas dan keamanan makanan medik
tersebut. Walaupun tidak diperlukan, etika perusahaaan melakukan uji yang ekstensif untuk
produknya sebelum dipasarkan untuk memastikan produk tersebut aman dan cocok untuk
konsumennya.
6.5.3. Dukungan Nutrisi Enteral
Makanan medik diformulasikan untuk mensuplai dukungan nutrisi pada individu yang
tidak dapat mencerna dengan baik makanan konvensional dengan
mulut.
Makanan ini
diformulasikan untuk asupan pada oral atau infus (tube feeding). Untuk suplemen maupun
sebagai nutrisi utama (tunggal). Minuman untuk nutrisi secara oral dapat diformulasikan sebagai
cairan siap minum atau sebagai bubuk yang akan direkonstitusi dengan air, susu atau jus.
Tergantung dari populasi target, minuman nutrisional dapat sebagai pengganti makanan lengkap
dengan komplemen berbagai vitamin dan mineral dan dapat dianggap sebagai nutrien tunggal
jika dikonsumsi dalam jumlah yang cukup
Walaupun seleksi suatu suplemen oral didasarkan pada fortifikasi berbagai nutrien dan
berbagai faktor lain seperti umur dan status kesehatan konsumen, minuman komersial sukses di
pasaran mencapai populasi targetnya adalah disebabkan rasa yang disukai oleh konsumen.
Pembuatan nutrien cair harus secara simultan berkreasi membuat produk dengan rasa yang enak
dan nutrien yang lengkap. Jumlah nutrien dan berbagai ingredien dapat berinteraksi yang
mempengaruhi kestabilan, warna, dan sifat organoleptik dari produk.
Degradasi oksidatif
berbagai vitamin dan mineral harus diperhitungkan sehingga jumlah komponen tersebut tetap
sesuai dengan jumlah yang tertera pada label. Nilai pH produk dan metode pengolahan yang
digunakan juga akan berpengaruh pada kestabilan dan rasa dari produk akhir. Produk formulasi
untuk tube feeding tidak menghadapi tantangan organoleptik seperti yang ditemukan pada produk
oral. Hidrolisat protein dan minyak ikan adalah contoh ingredient dengan flavor yang tajam
sehingga harus dikonsumsi melalui tube feeding untuk memberikan dampak maksimal sehingga
masalah rasa pada produk oral dapat dihindari.
6.5.4. Formula Nutrisi Khusus dan Bahan Bakunya
75
Produk dengan nutrisi standar adalah berdasarkan nutrisi dasar sementara produk dengan
nutrisi khusus dirancang secara khusus untuk pasien dengan kebutuhan khusus.. Formula nutrisi
standar mengkombinasikan dalam jumlah yang tepat karbohidrat, protein, lemak serta berbagai
vitamin dan mineral dalam jumlah yang direkomendasikan.
Formula khusus mengandung
ingredien unik dan dalam jumlah yang tepat nutrien makro dan mikro yang ditujukan untuk
pasien dengan penyakit tertentu. Kondisi pasien seperti penyakit ARDS, diebetes, HIV/AIDS,
gangguan saluran pencernaan, malabsorpsi dan gagal ginjal adalah contoh kondisi penyakit yang
membutuhkan nutrisi dengan formula khusus.
Nutrisi memegang peranan penting dalam perawatan pasien.
beresiko malnutrisi akan memiliki banyak komplikasi, tingkat kematian tinggi, tinggal di rumah
sakit lebih lama, dan meningkatkan biaya rumah sakit.
Protein
Protein adalah komponen makanan penting untuk kehidupan manusia ; asupan protein
yang optimal bervariasi pada setiap orang tergantung penyakit yang diderita. Asupan protein
yang tepat tergantung dari banyak faktor seperti asupan energi, status gizi, tingkat stress, dan
tahapan penyakit atau pemulihan. Protein yang berkualitas tinggi adalah komponen penting dari
hampir semua formula medik. Protein yang dihidrolisis dalam bentuk peptida dan asam amino
bebas digunakan dalam formula yang disebut formulasi elemental. Formula elemental ini
populer digunakan untuk kondisi malabsorpsi seperti penyakit Crohns, sindrom usus 12 jari,
stress metabolik, dan trauma akut. Asam amino bebas khususnya glutamin dan arginin juga
digunakan untuk formula enteral khusus.
Glutamin (asam amino nonesensial) dianggap esensial selama menderita penyakit dalam
keadaan kritis. Glutamin terlibat dalam banyak reaksi metabolisme dan memainkan peranan
penting dalam transfer nitrogen diantara jaringan. Glutamin digunakan sebagai bahan bakar
oksidatif untuk usus atau dikonversi menjadi senyawa lain yang akan digunakan oleh hati.
Kebutuhan glutamin terlihat meningkat dengan meningkatnya perlukaan. Arginin adalah asam
amino yang juga
76
penyembuhan luka dan mendukung fungsi kekebalan. Suplementasi dalam jumlah 1 3 % total
kalori menunjukan keuntungan dalam penyembuhan luka dan retensi nitrogen setelah luka. Studi
klinis pada suplementasi arginin menunjukan penurunan insiden infeksi dan peningkatan dalam
keseimbangan nitrogen dan indikasi stress pada pasien trauma mayor.
Karbohidrat
Karbohidrat adalah bahan bakar penting . Hampir semua orang dapat dengan efisien
mencerna dan menyerap semua sumber karbohidrat kecuali laktosa. Asupan karbohidrat yang
cukup penting untuk pasien yang membutuhkan diet protein terbatas seperti orang yang
berpenyakit ginjal atau hati. Karbohidrat termasuk dalam formula medik tetapi tidak digunakan
sebagai sumber energi yaitu kelompok serat makanan seperti selulosa, hemiselulosa, pektin, gum
dan mucilage. Serat larut air memiliki respon fisiologi yaitu menurunkan kolesterol plasma dan
modifikasi respon glisemik. Mengkonsumsi serat larut dan tak larut sering diasosiasikan dengan
kesehatan saluran pencernaan bagian bawah.
Adanya serat dalam diet mempengaruhi fungsi usus besar melalui pengurangan waktu
transit, meningkatkan berat feses dan frekwensi buang air besar, melarutkan kandungan usus
besar,, menyediakan substrat yang dapat difermentasi oleh mikroflora usus. Hasil fermentasi
tersebut adalah amonia dan asam lemak rantai pendek (SCFA) seperti asam asetat, butirat,
propionat yang dapat diabsorbsi kembali dan berkontribusi
dihasilkan pula gas karbondioksida, hidrogen, dan metana.
pada kalori.
Disamping itu,
Frukto-oligosakarida (FOS) adalah ingredien karbohidrat lain yang dapat ditemukan pada
makanan medik tertentu. FOS tidak dapat dicerna tetapi dapat difermentasi oleh mikroba usus.
Secara alami, FOS terdapat pada bawang merah, pisang, bawang putih, dan tomat. FOS juga
merupakan substrat untuk koloni bakteri yang menghasilkan SCFA.. FOS membantu menjaga
keseimbangan mikroflora usus dengan menciptakan lingkungan yang mendukung pertumbuhan
bakteri baik yaitu bifidobakteria tetapi tidak mendukung pertumbuhan bakteri patogen. FOS
memainkan peran penting dalam menjaga flora usus normal selama terapi antibiotik. FOS dalam
produk nutrisi medik adalah mekanisme efisien dengan memodifikasi mikroflora usus yang
diinginkan .
Lemak
7
7
berasal dari protein, kurang dari 10 % dari asam lemak tak jenuh ganda, kurang dari 10 % berasal
dari asam lemak jenuh dan sisanya dari karbohidrat dan lasam lemak tak jenuh tunggal.
Lemak merupakan sumber energi yang sangat berguna bagi pasien yang tidak toleran
terhadap glukosa. Absorpsi karbohidrat dan lemak berbeda ketika nutrien ini dicerna dalam
bentuk cair dibandingkan dengan bentuk makanan padat. Cairan yang mengandung karbohidrat
konsentrasi tinggi secara cepat diserap dan dengan lebih cepat meningkatkan glukosa darah
dibandingkan jika sebagian karbohidratnya diganti dengan lemak. Nutrien cair untuk enteral
feeding maupun infus tube feeding bagi penderita diabetes membutuhkan formula tinggi lemak
untuk mendapat kadar glukosa darah yang terkontrol. Lemak juga penting untuk penderita
penyakit paru.. Tujuan terapi untuk pasien dengan retensi CO 2 kronis maupun akut adalah untuk
menurunkan produksi CO2. Produksi CO2 yang tinggi dapat menyebabkan kegagalan respirasi
pada pasien penyakit kronis.
Trigliserida rantai sedang (medium chain triglycerides; MCT) memiliki kelebihan bila
digunakan sebagai sumber lemakuntuk penderita malabsorpsi atau maldigesti. MCT membantu
pengosongan lambung karena dapat diserap oleh usus halus tanpa diemulsifikasi dengan asam
empedu. Usus halus mempnyai kapasitas yang lebih besar untuk menyerap MCT dibandingkan
trigliseridarantai panjang dan asam lemak hasil hidrolisis MCT ditransportasikan oleh vena
porta. Karena mudah diserap, MCT diformulasikan untuk penyakit stress metabolik, trauma akut,
dan kondisi malabsorpsi . Penggunaan terbaru MCT dikombinasikan dengan minyak ikan
menjadi trigliserida struktural (STG). Minyak ikan merupakan sumber berlimpah asam lemak
omega 3 termasuk EPA dan DHA. Fungsi EPA adalah sebagai prekursor protaglandin dan
78
leukotriene yang memiliki sifat anti radang. STG memberikan sifat absorpsi terbaik kombinasi
minyak standar untuk mengantarkan asam lemak omega 3. Minyak ikan /lipid struktural MCT
merupakan formula khusus untuk kondisi malabsorpsi seperti penyakit Crohn,s karena
keuntungan potensial dengan peningkatan absorpsi dan efek anti radang dari EPA. Lipid
struktural adalah ingredien baru yang hebat yang banyak menjanjikan untuk formulasi produk
dutrisi medik pada masa datang.
79
membatasi makanan sumber kolesterol dan lemak jenuh. Makanan medik memiliki potensi untuk
menyediakan banyak keuntungan dengan penyediaan yang lebih baik dibandingkan terapi lain.
Penemuan fitokimia baru dan dan komponen pangan alami lain yang memiliki efek fisiologi
menguntungkan adalah tujuan tetap pada makanan medik yang baru.
Daftar Pustaka
Schmidl, M.K. dan T.P. Labuza.(eds.). Essentials of Functional Foods.
An aspen Publication,
Maryland
80