Moda Transportasi Masal Pemecah Masalah Kemacetan Di Jakarta
Jakarta, kota metropolitan yang tingginya mobilitas penduduknya ini sering
dikenal sebagai kota padat kendaraan karena selalu terjadi kemacetan disetiap sudut kota, terutama dalam masyarakat perkotaan yang menyebabkan sistem transportasi menjadi sebuah infrastruktur yang vital. Kemacetan bukan lagi menjadi hal yang asing di Jakarta yang merupakan Ibukota Negara dan kota megapolitan. Jakarta yang memiliki jumlah penduduk sekitar sepuluh juta jiwa dan lahan kosong yang semakin sempit tiap tahunnya, nampaknya sudah menjadi kota yang jenuh terhadap permasalahan kemacetan. Setiap tahun tercatat bahwa pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor di Jakarta mencapai 10%, sedangkan angka pertumbuhan jalan hanya 0,1% (Jakarta.go.id.) Kita sering terjebak dengan pola pikir yang salah dengan melihat permasalahan transportasi dari sudut pandang mobilitas kendaraan, sehingga kita selalu membandingkan antara pertumbuhan kendaraan dengan pertumbuhan jalan, antara volume kendaraan dengan kapasitas jalan atau sering disebut dengan V/C ratio. Apabila V/C rationya tinggi maka langsung diartikan bahwa kita kekurangan kapasitas jalan, sehingga dilakukan pelebaran jalan, dibangun jalan baru termasuk pembangunan jalan tol yang melingkar-lingkar dan melayanglayang di Jakarta. Padahal tanpa kita sadari apa yang kita lakukan selama ini adalah ibarat menyiram api dengan bensin, akibatnya api bukan padam malah makin membesar. Seperti kita lihat saat ini pembangunan jalan tol disetiap sudut kota Jakarta malah merangsang pertumbuhan kendaraan pribadi secara lebih cepat sehingga kemacetan juga akan semakin parah. Sangat menyedihkan melihat kondisi sebagian orang yang harus menempuh perjalanan sekitar 1,5 jam untuk menuju kantornya dengan menggunakan kendaraan motor. Dengan waktu tempuh yang begitu panjang dan tingkat polusi udara di atas ambang batas, bukan tidak mungkin cepat atau lambat kondisi fisik sebagian orang tersebut terus dan terus menurun. Kondisi fisik yang buruk tentu saja akan mengganggu produktivitas mereka. Hal itu secara langsung ataupun tidak langsung juga berpengaruh terhadap produktivitas tempat mereka bekerja. Mengatasi kemacetan Jakarta tak sekadar mengurangi kepadatan lalu lintas dengan menambah ruas jalan dan membatasi penggunaan kendaraan pribadi saja. Namun yang lebih penting adalah penyediaan angkutan massal memadai yang bisa menarik orang untuk meninggalkan kendaraan pribadi dan beralih pada angkutan publik. Jakarta sebagai kota yang menyumbang pendapatan nasional berkisar 70% dan merupakan pusat pemerintahan negara seharusnya menjadi fakta yang mendesak adanya pembaruan di sektor transportasi masal. Moda Transportasi massal ini berperan penting untuk bisa memindahkan orang dalam jumlah besar secara bersamaan. Angkutan yang beroperasi pada jalur khusus, mempunyai rute, jadwal tertentu dan tempat pemberhentian khusus tersebut bisa menggantikan peran kendaraan pribadi yang berpotensi meningkatkan volume lalu lintas. Bayangkan sebelum ada bus Transjakarta, 51 mobil yang mengangkut 85 penumpang akan bergerak di jalan. Setelah ada bus Transjakarta, 85 penumpang bisa diangkut hanya dengan satu buah bus. Juga dengan kereta komuter yang bisa mengangkut lebih dari 1.000 penumpang dalam satu rangkaian. Tanpa ada kereta, mobilitas dari wilayah pinggiran akan dipenuhi oleh 250 mobil atau 500 sepeda motor yang tentu saja semakin
menambah kemacetan. Dengan adanya transportasi masal permasalahan lalu
lintah di Jakarta seharusnya sudah bisa teratasi namun moda transportasi masal inipun juga tidak bisa berjalan sendiri harus ada integrasi dengan yang lainnya.