Anda di halaman 1dari 35

REFERAT

Kepada Yth :
dr. Jon Hadi,Sp.B

INVAGINASI
OLEH
Atika Febri Yanti 10-085
PRESEPTOR
dr. Jon Hadi Sp.B

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BAITURRAHMAH
BAGIAN ILMU PENYAKIT BEDAH RSUD SOLOK

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kepada Allah SWT, referat tentang INVAGINASI ni
telah dapat diselesaikan dengan baik dan telah dievaluasi oleh pembimbing sebagai tugas akhir
stase bedah
Pada referat tentang

invaginasi ini,penyusun membahas beberapa hal mencakup

pengertian,etiologi,anamnesa,pemeriksaan

fisik,patogenesa,patofisiologi,pemeriksaan

laboratorium,dan pemeriksaan penunjang.


Tim penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada Pembimbing yaitu dr.Jon Hadi
Sp.B yang telah membimbing tim penyusun hingga dapat menyusun Referat ini dengan baik.
Tim penyusun menyadari bahwa penyusun dan penulis referat ini masih belum sempurna
dan banyak terdapat kekurangan karena keterbatasan ilmu pengetahuan dan pengalaman
peneliti,oleh karena itu kami sebagai tim penyusun referat ini sangat mengharapkan kritik dan
saran yang berguna, untuk menambah ilmu pengetahuan dan lebih menyempurnakan referat ini.
Tim penyusun mengharapkan semoga Referat tentang invaginasi ini memberikan
sumbangan ilmiah dan ilmu pengetahuan khususnya kepada mahasiswacoas,dan para pembaca
pada umumnya.

Solok, Januari 2015

Tim Penyusun

DAFTAR ISI

KataPengantar
Daftar Isi
BAB I.

Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
1.2. Batasan Masalah
1.3. Tujuan Penulis
1.4. Manfaat Penulis
1.5. Metode Penulisan

BAB II.

TinjauanKepustakaan
2.1. Definisi
2.2. Epidemiologi
2.3. Etiologi
2.4. Klasifikasi
2.5. Patofisiologi
2.6. Manifestasi Klinis
2.7. Diagnosa dan Pemeriksaan
2.10. Diagnosa Banding
2.11. Penatalaksanaan
2.12. Perawatan Pasca Operasi
2.13. Kompliksai

BAB III.

Kesimpulan

Daftar Pustaka

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Intususepsi dikenal juga dengan nama Invaginasi. Intususepsi merupakan penyebab


tersering dari obsruksi usus akut pada bayi, ketika satu bagian atas dari usus invaginasi ke
bagian bawah dari usus tersebut. Jika proses dari intususepsi ini tidak di tatalaksana segera,
dapat berakibat fatal. Kematian yang disebabkan waktu diagnosis yang cepat dan terapi
operatif. Di Negara berkembang, pasien mungkin ditemukan telah dalam keadaan kondisi
seriusndan anagka kematian yang tinggi karena terbatasnya akses kesehatan 1 65% kasus
intususepsi timbul pada bayi berusia kurang dari 1 tahun dengan insiden puncak antara bulan
kelima dan kesembilan kehidupan. Walaupun keadaan ini bisa timbul pasca bedah yang
hanya melibatkan usus halus dalam 86% demikian atau bisa timbul pada anak yang lebih
besar dengan lesi seperti polip atau divertikulum meckel sebagai titik pembawanya. Biasanya
intususepsi yang terjadi pada bayi, tidak diketahui sebab pastinya. Pada anak dibawah usia 4
tahu, 95% invaginasi dimulai pada atau dekat katup iliosekalis.
Laki-laki berbanding perempuan 3:1invaginasi pada anak biasanya idiopatik karena tidak
diketahui penyebabnya sedangkan pada dewasa penyebabnya terbanyak adalah keadaan
patologik intralumen oleh suatu neoplasma baik jinak maupun ganas sehingga pada saat
operasi lesinya dapat ditemukan. Gejala klinis tersering pada invaginasi adalah muntah
(89,5%), bloody stool (26,3%), massa abdomen (15,8%), hematemesis (10,5%). Serangan
atau infeksi saluran nafas sering kali mendahui terjadinya invaginasi.
Invaginasi dapat mengakibatkan nekrosis iskemik pada usus yang masuk dengan komplikasi
perforasi dan peritonitis

1.2 Batasan Masalah


Referat ini membahas mengenai Periodik Paralisis.
1.3

Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan referat ini adalah untuk mengetahui Periodik Paralisis sebagai salah
satu syarat dalam menjalani kepaniteraan klinik di Bagian Neurologi RSUD Solok.
1.4

Manfaat Penulisan
Referat ini diharapkan bermanfaat dalam memberikan informasi dan pengetahuan
tentang Periodik Paralisis.

1.5

Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam penulisan referat ini adalah melalui studi kepustakaan,
jurnal dan berbagai penelitian.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ANATOMI
a.Usus halus
Usus halus merupakan suatu tabung yang kompleks, berlipat-lipat dan membentang dari
pilorus hingga katub iliosekal. Panjang usus halus pada manusia sekiar 2-8 meter. Usus ini
mengisi bagian tengah dan bawah rongga abdomen. Ujung proksimalnya berdiameter sekitar

3,8cm, tetapi makin kebawah garis tengahnya semakin berkurang sampai menjadi sekitar
2,5cm.
Usus halus terdiri dari duodenum, jejunum dan ileum yang merupakan tempat digesti dan
penyerapan sari-sari makanan. Duodenum berbentuk tabung menyerupai huruf C dengan
panjang sekitar 25 cm (10 inci ) dari spinkter pilorus sampai fleksura duodenojejenum.
Pemisahan duodenum dan jejunum ditandai oleh adanya ligamentum treitz, yaitu suatu pita
muskulofibrosa yang berorigo pada krus dekstra diafragma dekat hiatus esophagus dan
berinsersio pada perbatasan antara duodenum dan jejunum. Panjang jejunum sekiar 1 m,
memiliki lumen yang besar dan lipaan yang lebih banyak dari ileum tetapi struktur
histologinya hampir sama dengan ileum. Ileum memiliki panjang sekitar 2m. Pada usus halus
juga terdapat sebuah saluran buntu yang menyerupai tabung berukuran sebesar jari
kelingking terletak pada daerah iliosekal yaitu pada apeks sekum yang disebut appendiks
vermiformis.
Dinding usus halus terdiri dari 4 lapisan yaitu mukosa, submukosa, tunika muskularis dan
serosa, seadangkan otot yang menyusunnya terdiri 2 lapisan yaitu lapisan luar terdirin atas
serabur-serabut longitudinal yang lebih tipis dan lapisan dalam terdiri dari serabut sirkular.
Struktur ini membantu dalam gerakan peristaltic usus halus. Lapisan mukosa bagian dalam
cukup tebal dan banyak mengandung pembuluh darah dan kelenjar

Gambar 1 Struktur usus halus


Innervasi dan nervii
Arteri mesenterika superior dicabangkan dari aorta tepat dibawah arteri seliaka.
Arteri ini memperdarahi seluruh usus halus kecuali duodenum yang diperdarahi oleh
arteri gastroduodenalis dan cabangnya, arteri pankreatikoduodenalis superior. Darah
dikembalikan lewat vena mesenterika superior yang menyatu dengan vena lienalis
membentuk vena porta.
Usus halus dipersarafi oleh cabang-cabang sistem saraf otonom. Rangsangan
parasimpatis merangsang aktivitas sekresi dan motilitas, dan rangsangan simpatis
menghantarkan nyeri, sedangkan serabut parasimpatis mengatur refleks usus. Suplai saraf
intrinsik yang menimbulkan fungsi motorik, berjalan melalui pleksus Auerbach yang
terletak dalam lapisan muskularis dan pleksus Meissner di lapisan submukosa

Gambar 2 Vaskularisasi darah yang menyuplai jejunoileum dan bagian


duodenum yang berasal dari arteri mesenterika superior.

distal

b. Usus Besar
Usus besar atau kolon berbentuk tabung muskular berongga dengan
panjang sekitar 1,5 m (5 kaki) yang terbentang dari sekum hingga kanalis ani.
Diameter usus besar sekitar 6,5 cm (2,5 inci) tetapi makin dekat anus
diameternya semakin kecil.

Gambar 3. Anatomi Colon

Usus besar dibagi menjadi 3 bagian, yaitu sekum, kolon dan rektum. Pada sekum
terdapat katup ileosaekal dan apendiks yang melekat pada ujung sekum. Sekum
menempati sekitar dua atau tiga inci pertama dari usus besar. Katup ileosaekal
mengendalikan aliran kimus dari ileum ke dalam sekum dan mencegah terjadinya aliran
balik bahan fekal dari usus besar ke dalam usus halus. Kolon dibagi menjadi kolon
asenden, transversum, desenden dan sigmoid. Tempat kolon membentuk kelokan tajam
pada abdomen kanan dan kiri atas berturut-turut disebut sebagai fleksura hepatika dan
fleksura lienalis. Kolon sigmoid mulai setinggi krista iliaka dan membentuk lekukan
berbentuk S. Lekukan bagian bawah membelok ke kiri sewaktu kolon sigmoid bersatu
dengan rektum. Bagian terakhir usus besar adalah rektum dan membentang dari kolon
sigmoid hingga anus. Satu inchi terakhir dari dari rektum disebut sebagai kanalis ani dan
dilindungi oleh otot sfingter ani eksternus dan internus.
Innervasi dan persarafan
Usus besar secara klinis terbagi atas belahan kiri dan kanan berdasarkan pada
suplai darah yang diterima. Arteri mesenterika superior memperdarahi belahan kanan
(sekum, kolon asenden dan 2/3 proksimal kolon tranversum) dan arteri mesenterika
inferior memperdarahi belahan kiri (1/3 distal kolon tranversum, kolon desenden, kolon
sigmoid dan bagian proksimal rektum). Suplai darah tambahan ke rektum berasal dari
arteri hemoroidalis media dan inferior yang dicabangkan dari arteri iliaka interna dan
aorta abdominalis.
Aliran balik vena dari kolon dan rektum superior adalah melalui vena mesenterika
superior, vena mesenterika inferior dan vena hemoroidalis superior (bagian sistem portal
yang mengalirkan darah ke hati).

Persarafan usus besar dilakukan oleh sistem saraf otonom dengan


perkecualian sfingter eksterna yang berada dalam pengendalian voluntar.
Serabut parasimpatis berjalan melalui saraf vagus ke bagian tengah kolon
tranversum dan saraf pelvikus yang berasal dari daerah sakral menyuplai
bagian distal. Serabut simpatis meninggalkan medulla spinalis melalui saraf
splangnikus
c. Fisiologi

Terdapat 4 fungsi dari usus halus yaitu :


1. Penyerapan

Penyerapan karbohidrat dimulai dengan aktivitas salivary amilase, tetapi


penyerapan yang sempurna terjadi ketika monosacarida telah terbentuk di usus
halus dengan bantuan pakreatik amilase dan enzim lainnya.

Penyerapan lemak. Diet trigliserida terdiri dari sejumlah besar oleate dan
palmitat sebagai asam lemak. Setiap hari, 2-8 phospolipid dicerna. Yang paling
banyak adalah lecitin dan predominan asam lemak adalah linoleat dan
arachidonat. Sebagian besar lemak diabsorbsi pada setengah awal dari jejunum.
Karena lemak tidak larut dalam air, langkah awal yang paling penting dari
pencernaan ini adalah emulsifikasi.

Penyerapan Protein. Yang dicerna dan diserap bukan hanya protein dari
makanan, tetapi protein dari endogen yang masuk ke lumen saluran pencernaan.
Asam amino yang diserap dari makanan dan protein endogen digunakan untuk
mensintesis protein baru di tubuh. Protein yang disajikan ke usus halus untuk
diserap terutama dalam bentuk asam amino dan beberapa fragmen peptida kecil.

Asam amino diserap menembus sel usus melalui transpor aktif sekunder

(transport Na+), serupa dengan penyerapan glukosa dan galaktosa.


Penyerapan garam dan air
Penyerapan vitamin. Vitamin larut dalam air diserap secara pasif bersama,
sedangkan vitamin larut-lemak diangkut dalam sel dan diserap secara pasif
bersama dengan produk akhir pencernaan lemak. Penyerapan sebagian vitamin
juga dapat dilakukan oleh pembawa, bila diperlukan. Vitamin B12 bersifat unik,
vitamin ini harus berikatan dengan faktor intrinsik lambung agar dapat diserap di

ileum terminal oleh mekanisme transportasi khusus.


Penyerapan besi dan kalsium. Penyerapan besi ke dalam darah melalui 2 tahap
yaitu penyerapan besi dari lumen ke dalam sel epitel usus dan dari sel epitel ke
dalam darah. Sedangkan sejumlah kalsium yang diserap juga diatur yang
sebagian besar dilaksanakan melalui proses transportasi aktif dan sebagian lagi

melalui difusi aktif.


2. Absorbsi
Meliputi absorbsi cairan, elektrolit dan nutrien, yang dimana sekitar 9 liter cairan
diabsobsi setiap harinya, selain yang masuk melalui pilorus atau spinkter Oddi.
Elektrolit meliputi absorbsi potasium, klorida dan kalsium. Sedangkan nutrien
meliputi 4 trasport yaitu transpor aktif, difusi pasif, facilitated diffusion, dan
endositosis.
3. Sekresi
Usus mensekresi air dan elektrolit melalui mekanisme kontrol neural dan humoral
bersama dengan mekanisme absorbsi. Beberapa mekanisme sekretori aktif ketika
mekanisme lainnya pasif. Channel, pembawa dan pompa berlokasi di membran
epitel yang berpartisipasi dalam proses absorbsi.
4. Motilitas

Motilitas usus halus beregulasi dengan mekanisme neuroluminal. Peristaltik


merupakan gerakan koordinasi yang menggerakkan usus. Refleks peristaltik diawali
dengan relaksasi descenden pada bagian atas usus dan kontraksi proksimal yang
dipicu oleh substansi asetilkolin dan

Pada usus halus juga terdapat kontraksi

segmental yang merupakan kontraksi lokal dari lapisan otot sirkuler. Gerakan ini
merupakan metode motilitas utama usus halus, mencampur dan mendorong kimus
secara perlahan. Gerakan ini terjadi rata-rata 12-16 kali per menit di daerah yang
berisi kimus. Gerakan ini akan mencampur kimus bersama jus percernaan dan akan
bersentuhan dengan mukosa. Setiap 90 menit gelombang kontraksi ini bermulai di
duodenum dan berjalan ke usus halus sampai kolon. Refleks ini disebut
housekeeper potential. Kontraksi usus halus distimulasi oleh sejumlah peptida
termasuk substansi P, motilin, CCK, gastrin dan gastrin-releasing peptide.
Sedangkan pada usus besar juga terdapat 4 fungsi yaitu :
1. Motilitas
Tiga tipe aktivitas motor pada usus besar terdiri dari gerakan segmentasi, gerakan

massa dan peristaltik retrograd. Segmentasi merupakan gerakan yang paling sering
muncul pada aktivitas motor dan terdiri dari kontraksi annular segmental yang
menggerakkan usus dalam 2 arah. Gerakan massa merupakanm aktivitas konraktil
yang kuat yang menyapu sepanjang kolon tranversum dan descenden tiap beberapa
jam sehari. Sedangkan peristaltik retrograd dimulai pada kolon tranversum dan
bergerak secara proksimal ke kolon kanan.
2. Absorbsi
Sekital 800 ml air masuk ke dalam kolon setiap harinya, dimana 600 ml diabsorbsi
oleh kolon.absobsi sodium dilakukan oleh transpor elektrogenik. Sekitar 200 -400
mEq sodium yang diabsorbsi setiap hari. Kolon juga mengabsorbsi asam lemak

rantai pendek, yang dibentuk dari fermentasi bakteri oleh karbohidrat dan selulosa
dan diabsorbsi melalui transpor pasif.
3. Sekresi. Kolon menyekresi bikarbonat dan potasium.
4. Fungsi endokrin
2.2 Definisi
Invaginasi atau Intususepsi adalah suatu keadaan dimana segmen usus proksimal
( intususeptum ) berinvaginasi kedalam segmen distal ( intususipien ) serta kemudian di
dorong ke distal oleh peristaltik usus.

Gambar 4. Invaginasi
2.3 Epidemiologi
Invaginasi dapat terjadi pada setiap umur, bahkan dapat terjadi intrauterine. 70% atau lebih
(emergency) terjadi pada penderita berumur dibawah 2 tahun. Umur penderita tersering sekitar 67 bulan pria lebih sering daripada wanita.
2.4 Etiologi
Ada perbedaan yang mencolok pada etiologi invaginasi, antara anak anak dan dewasa.
Pada anak anak penyebab atau etiologi terbanyak adalah idiopatik yang mana lead
pointnya tidak ditemukan sedangkan pada dewasa penyebab terbanyak adalah keadaan
patologik intra lumen oleh suatu neoplasma baik jinak maupun ganas sehingga pada saat

operasi lead pointnya dapat ditemukan. Keadaan patologik ini terjadi pada lumen usus,
yaitu suatu neoplasma baik yang bersifat jinak dan ganas, seperti apa yang pernah
dilaporkan ada perbedaan kausa antara usus halus dan kolon. Ataupun akibat hyperplasia
kelenjar limfe usus halus ( Peyers patches / Kelenjar limfe mesenterika ). Di Eropa ,
pembengkakan kelenjar limfe mesenterika ditemukan 1950% pada pasien yang di operasi
atau di investigasi dengan USG. Invaginasi yang terbanyak pada usus halus adalah
neoplasma yang bersifat jinak ( diverticle meckels, polip ). Etiologi lainnya yang
frekuensinya lebih rendah seperti tumor extra lumen seperti lymphoma, diaarhea, riwayat
pembedahan abdomen sebelumya, inflamasi pada appendiks, dan trauma tumpul abdomen.
Terbagi atas 2 etiologi :
a. Idiophatic
b. Kausal

a. Idiophatic
Menurut kepustakaan 90 95 % invaginasi pada anak dibawah umur satu tahun
tidak dijumpai penyebab yang spesifik sehingga digolongkan sebagai infatile
idiophatic intussusceptions. Pada waktu operasi hanya ditemukan penebalan dari
dinding ileum terminal berupa hyperplasia jaringan follikel submukosa yang diduga
sebagai akibat infeksi virus. Penebalan ini merupakan titik awal (lead point) terjadinya
invaginasi.
b.

Kausal
Pada penderita invaginasi yang lebih besar (lebih dua tahun) adanya kelainan usus
sebagai penyebab invaginasi seperti : inverted Meckels diverticulum, polip usus,
leiomioma, leiosarkoma, hemangioma, blue rubber blep nevi, lymphoma, duplikasi
usus.

Gross mendapatkan titik awal invaginasi berupa : divertikulum Meckel,


polip,duplikasi usus dalam feses penderita berupa invaginasi dan lymphoma pada 42
kasus dari 702 kasus.
Eins dan Raffensperger, pada pengamatannya mendapatkan Specific leading
points berupa eosinophilik, granuloma dari ileum, papillary lymphoid hyperplasia dari
ileum hemangioma dan perdarahan submukosa karena hemophilia atau Henochs
purpura. Lymphosarcoma sering dijumpai sebagai penyebab invaginasi pada anak yang
berusia diatas enam tahun. Invaginasi dapat juga terjadi setelah laparotomi, yang
biasanya timbul setelah dua minggu pasca bedah, hal ini terjadi akibat gangguan
peristaltik usus, disebabkan manipulasi usus yang kasar dan lama, diseksi
retroperitoneal yang luas dan hipoksia lokal.

Gambar 5. Etiologi umum sebagai penyebab terjadinya invaginasi dan


prevalensinya

2.4 Klasifikasi
Invaginasi dibedakan dalam 4 tipe :
1. Enterik
2. Ileosekal

: usus halus ke usus halus


: valvula ileosekalis mengalami invaginasi prolaps ke sekum dan menarik

ileum di belakangnya. Valvula tersebut merupakan apex dari intususepsi.

3. Kolokolika : kolon ke kolon.


4. Ileokoloika : ileum prolaps melalui valvula ileosekalis ke kolon.
Umumnya para penulis menyetujui bahwa paling sering intususepsi mengenai valvula
ileosekalis. Namun masih belum jelas perbandingan insidensi untuk masing-masing jenis
intususepsi. Perrin dan Linsay memberikkan gambaran : 39% ileosekal, 31,5 % ileokolika, 6,7%
enterik, 4,7 % kolokolika, dan sisanya adalah bentuk-bentuk yang jarang dan tidak khas

2.5 Patofisiologi
Invaginasi akan menimbulkan gangguan pasase usus ( obstruksi ) baik partial maupun total
dan stranggulasi ( Boyd, 1956 ). Proses terjadinya invaginasi dimulai dengan hiperperistaltik
usus bagian proksimal yang lebih mobile menyebabakan usus masuk ke dalam lumen usus distal
kemudian berkontraksi tterjadi edema mengakibatkan terjadinya perlekatan yang tidak dapat
kembali normal sehingga terjadi invaginasi. Sedangkan pada orang dewasa biasanya di awali
adanya gangguan motilitas usus lainnya yang terfiksir/ atau kurang bebas dibandingkan bagian
lainnya, karena arah peristaltik adalah dari oral ke anal sehingga bagian yang masuk ke lumen
usus adalah yang arah oral atau proksimal, keadaan lainnya karena suatu disritmik peristaltik
usus. Akibat adanya segmen usus yang masuk ke segmen usus lainnya akan menyebabkan
dinding usus yang terjepit sehingga akan mengakibatkan aliran darah menurun dan keadaan akhir
adalah akan menyebabkan nekrosis dinding usus. . Mesenterium usus proksimal tertarik ke
dalam usus distal, terjepit, dan menyebabkan obstruksi aliran vena dan edema dinding usus yang
akan menyebabkan keluarnya feses berwarna kemerahan akibat darah bercampur mucus ( red
currant stool / strawberry jam ). Jika reposisi intususepsi tidak dilakukan, terjadi insufisiensi
arteri yang akan menyebabkan iskemik dan nekrosis dinding usus yang akan menyebabkan
pendarahan, perforasi, dan peritonitis. Perjalanan penyakit yang terus berlanjut dapat semakin
memburuk hingga menyebabkan sepsis

Gambar 6. Patofisiologi Invaginasi


2.7 Manifestasi klinis
Manifestasi penyakit mulai tampak dalam waktu 324 jam setelah terjadi invaginasi. Gejalagejala sebagai tanda-tanda obstruksi usus yaitu nyeri perut, muntah dan perdarahan. Nyeri perut
bersifat serangan setiap 15-30 menit, lamanya 1--2 menit.. Di antara 2 serangan, bayi kelihatan
sehat. Perut berbentuk Scaphoid

Serangan nyeri sudah dapat ditemukan pada anak kurang 1 tahun (60,7%), 81,8% pada
umur 1--2 tahun dan 91% pada umur lebih 2 tahun. Pada anak besar lebih 2 tahun, nyeri perut
merupakan gejala yang menyolok. biasanya nyeri disusul oleh muntah. Pada bayi kecil muntah
malahan dapat sebagai gejala pertama.
Muntah mula-mula terdiri atas sisa-sisa makanan yang ada dalam lambung, kemudian berisi
empedu. Sebanyak 95,5% gejala muntah terjadi pada anak berumur kurang dari 2 tahun.
Timbulnya muntah dapat tejadi 3 jam pertama setelah berlangsungnya penyakit, masing-masing
73% pada umur kurang 2 tahun dan 52% pada umur lebih 2 tahun. Gejala muntah lebih sering
pada invaginasi usus halus bagian atas jejunum dan ileum daripada ileo-colica.
Setelah serangan kolik yang petama, tinja masih normal, kemudian disusul oleh defekasi
darah bercampur lendir (currant jelly stool). Yang berasal dari intususeptum yang terbendung,
tertekan atau seudah mengalami strangulasi. Bila invaginasi disertai strangulasi harus di ingat
kemungkinan terjadinya peritonitis setelah perforasi. Pada 59% penderita, perdarahan terjadi
dalam waktu 12 jam
Darah lendir berwarna segar pada awal penyakit, kemudian berangsur-angsur bercampur jaringan
nekrosis, disebut terry stool oleh karena terjadi kerusakan jaringan dan pembuluh darah
Trias Invaginasi
1. Sakit perut tiba-tiba, menangis, pucar kemudian tenang seperti bayi sehat. Sakit lagi
makin sering. Kalau lagi sakit
2. Muntah ( biasnaya reflektoris )

femur diflexi ( kram perut

karena proteksi spingter pylorus

cairan lambung
3. Buang air besar darah dan lendir

kolik)

masih ada massa feces

jadi yang keluar

Mula-mula masih ada massa feces ( kalau enteritis

ada darah, lendir, massa feces

tetap ada ). Lama-lama: obstruksi, dehidrasi, syok, sepsis, perforasi

invaginasi

2.8 Diagnosis dan pemeriksaan


Untuk menegakkan diagnosis invaginasi dapat dilakukan anamnese, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan rontgen, dan reposisi enema barium (Jong, 2004) dan (Pickering, 2000) :
A. ANAMNESA
Anamnese dengan keluarga dapat diketahui gejala-gejala yang timbul dari riwayat pasien
sebelum timbulnya gejala, misalnya sebelum sakit, anak ada riwayat dipijat, diberi makanan
padat padahal umur anak dibawah 4 bulan.
B. PEMERIKSAAN FISIK
- inspeksi sukar sekali membedakan prolapsus rektum dari invaginasi. Invaginasi didapatkan
invaginatum bebas dari dinding anus, sedangkan prolapsus berhubungan secara sirkuler dengan
dinding anus.
- palpasi teraba sausage shape, suatu massa yang posisinya mengikuti garis usus colon ascendens
sampai ke sigmoid dan rektum.Massa tumor sukar diraba bila berada di belakang hepar atau pada
dinding yang tegang.
- perkusi
pada tempat invaginasi terkesan suatu rongga kosong. Pada auskultasi bising usus terdengar
meninggi selama serangan kolik menjadi normal kembali di luar serangan.
Bila invaginasi panjang hingga ke daerah rektum pada pemeriksaan colok dubur mungkin teraba
ujung invaginasi seperti porsio uterus disebut pseudoporsio. Pada sarung tangan terdapat lendir
dan darah. Harus dibedakan dengan prolapsus
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Foto polos abdomen

Pemeriksaan foto polos abdomen, dijumpai tanda obstruksi dan massa di kuadran
tertentu dari abdomen menunjukkan dugaan kuat suatu invaginasi. Selain itu, pada foto
polos abdomen didapatkan distribusi udara didalam usus tidak merata, usus terdesak ke kiri
atas, bila telah lanjut terlihat tanda tanda obstruksi usus dengan gambaran air fluid
level. Dapat terlihat free air bilah terjadi perforasi.

Gambar 7. Tanda obstruksi (+) :Distensi, Air fluid level,Hering bone(gambaran plika circularis
usus )

Gambar 8. Rontgen abdomen supine

Barium Enema

Foto dengan pemberian barium enema dilakukan jika pasien ditemukan dalam kondisi stabil,
digunakan sebagai diagnostik ataupun terapeutik. Sumbatan oleh invaginatum biasanya tampak
jelas pada foto.

Gambar 9. Coiled-spring appearance (arrow) in jejuno-jejunal intussusception.

Gambar 10. (A)Foto X-Ray menggunakan barium enema menunjukkan filling defect pada
caecum sebagai invaginasi ileocolica (B) pemeriksaan barium pada invaginasi jejunojejunal.

Ultrasonografi
USG membantu menegakkan diagnosis invaginasi dengan gambaran target sign pada
potongan melintang invaginasi dan pseudo kidney sign pada potongan longitudinal
invaginasi.

Gambar 11. Gambaran ultrasonographic pada invaginasi; intussusceptum (panah putih) and
intussuscipiens (panah hitam).

Gambar 12. USG Abdomen : Pada bidang sagital menunjukkan tanda pseudokidney (arrows)
intususepsi anterior dan sumbu longitudinal dari ginjal kanan (arrowheads) posterior.

Gambar 13. USG Abdomen : Doughnut appearance (long arrow) intususepsi anterior.
Kriteria diagnosis invaginasi akut:
1. Invaginasi definitif (pasti invaginasi)
a. Kriteria bedah: ditemukannya invaginasi pada pembedahan
b. Kriteria radiologi: adanya baik gas maupun cairan kontras pada enema pada usus
halus yang berinvaginasi, adanya massa intraabdominal yang dideteksi dengan USG
c. Kriteria autopsi: ditemukan invaginasi pada otopsi.
2.

Mungkin invaginasi (probable)


Memenuhi 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor dan 3 kriteria minor 3. Possible
invaginasi Memenuhi paling sedikit 4 kriteria minor
a. Kriteria mayor pada invaginasi yakni:
-

Bukti adanya obstruksi saluran cerna :


a) Riwayat muntah kehijauan
b) Distensi abdomen dan tidak adanya bising usus atau bising usus abnormal
c) Foto polos abdomen menunjukkan adanya level cairan dan dilatasi usus halus

Inspeksi:
a) Massa di abdomen
b) Massa di rectal
c) Prolapsus intestinal
d) Foto polos abdomen, USG, CT menunjukkan invaginasi atau massa dari
jaringan lunak

Gangguan vaskuler intestinal dan kongesti vena


a) Keluarnya darah per rectal
b) Keluarnya feses yang berwarna red currant jelly
c) Adanya darah ketika pemeriksaan rectum

3. Adapun kriteria minor untuk invaginasi adalah usia < 1 tahun, laki-laki, nyeri perut,
muntah, letargi, hangat, syok hipovolemik, foto polos abdomen menunjukkan pola gas
usus yang abnormal. Pada pemeriksaan darah rutin ditemukan peningkatan jumlah
leukosit (leukositosis > 10.000/mm3).
Bila penderita terlambat memeriksakan diri, maka sukar untuk meraba adanya tumor, oleh
karena itu untuk kepentingan diagnosis harus berpegang kepada gejala trias invaginasi.
Mengingat invaginasi sering terjadi pada anak berumur di bawah satu tahun, sedangkan
penyakit disentri umumnya terjadi pada anak anak yang mulai berjalan dan mulai bermain
sendiri maka apabila ada pasien datang berumur di bawah satu tahun, sakit perut yang
bersifat kolik sehingga anak menjadi rewel sepanjang hari / malam, ada muntah, buang air
besar campur darah dan lendir maka pikirkanlah kemungkinan invaginasi.

2.9 Diagnosa banding


a. Gastro enteritis, bila diikuti dengan invaginasi dapat ditandai jika dijumpai perubahan
rasa sakit, muntah dan perdarahan.

b. Divertikulum Meckel, dengan perdarahan, biasanya tidak ada rasa nyeri.


c. Disentri amoeba, disini diare mengandung lendir dan darah, serta adanya obstipasi, bila
disentri berat disertai adanya nyeri di perut, tenesmus dan demam.
d. Enterokolitis, tidak dijumpai adanya nyeri di perut yang hebat.
e. Prolapsus recti atau Rectal prolaps, dimana biasanya terjadi berulang kali dan pada colok
dubur didapati hubungan antara mukosa dengan kulit perianal, sedangkan pada
invaginasi didapati adanya celah.
2.10 Penatalaksanaan
Keberhasilan penatalaksanaan invaginasi ditentukan oleh cepatnya pertolongan diberikan,
jika pertolongan sudah diberikan kurang dari 24 jam dari serangan pertama maka akan
memberikan prognosis yang lebih baik. Setelah diagnosa intususepsi ditegakkan, anak
harus sudah terdapat ;
1.
2.
3.
4.
5.

Intravena line untuk rehidrasi


Nasogastric tube untuk dekompresi
Antibiotik intravena
Puasa
Kateter

Penatalaksanaan penanganan suatu kasus invaginasi pada bayi dan anak sejak dahulu
mencakup dua tindakan penanganan yang dinilai berhasil dengan baik.
a. Reduksi Dengan Barium Enema
b. Reduksi manual (milking) dan reseksi usus,
a. Reduksi Dengan Barium Enema

Barium enema berfungsi dalam diagnostik dan terapi. Barium enema dapat
diberikan bila tidak dijumpai kontra indikasi seperti :
- Adanya tanda obstruksi usus yang jelas baik secara klinis maupun pada foto abdomen
- Dijumpai tanda tanda peritonitis
- Gejala invaginasi sudah lewat dari 24 jam
- Dijumpai tanda tanda dehidrasi berat
- Usia penderita diatas 2 tahun
Hasil reduksi ini akan memuaskan jika dalam keadaan tenang tidak menangis atau
gelisah karena kesakitan oleh karena itu pemberian sedatif sangat membantu. Kateter
yang telah diolesi pelicin dimasukkan ke rektum dan difiksasi dengan plester, melalui
kateter bubur barium dialirkan dari kontainer yang terletak 3 kaki di atas meja penderita
dan aliran bubur barium dideteksi dengan alat floroskopi sampai meniskus intussusepsi
dapat diidentifikasi dan dibuat foto. Meniskus sering dijumpai pada kolon transversum
dan bagian proksimal kolon descendens. Bila kolom bubur barium bergerak maju
menandai proses reduksi sedang berlanjut, tetapi bila kolom bubur barium berhenti dapat
diulangi 2 3 kali dengan jarak waktu 3 5 menit. Reduksi dinyatakan gagal bila
tekanan barium dipertahankan selama 10 15 menit tetapi tidak dijumpai kemajuan.
Antara percobaan reduksi pertama, kedua dan ketiga, bubur barium dievakuasi terlebih
dahulu.
Reduksi barium enema dinyatakan berhasil apabila:

- Rectal tube ditarik dari anus maka bubur barium keluar dengan disertai massa feses
dan udara.
- Pada floroskopi terlihat bubur barium mengisi seluruh kolon dan sebagian usus halus,
jadi adanya refluks ke dalam ileum.
- Hilangnya massa tumor di abdomen.
- Perbaikan secara klinis pada anak dan terlihat anak menjadi tertidur serta norit test
positif.
Penderita perlu dirawat inap selama 2 3 hari karena sering dijumpai kekambuhan
selama 36 jam pertama. Keberhasilan tindakan ini tergantung kepada beberapa hal antara
lain, waktu sejak timbulnya gejala pertama, penyebab invaginasi, jenis invaginasi dan
teknis pelaksanaannya.

Gambar 14. Reduksi Dengan Barium Enema

b. Reduksi Dengan Tindakan Operasi

1. Memperbaiki keadaan umum


Tindakan ini sangat menentukan prognosis, janganlah melakukan tindakan operasi
sebelum terlebih dahulu keadaan umum pasien diperbaiki. Pasien baru boleh
dioperasi apabila sudah yakin bahwa perfusi jaringan telah baik, hal ini ditandai
apabila produksi urine sekitar 0,5 1 cc/kg BB/jam. Nadi kurang dari 120 x/menit,
pernafasan tidak melebihi 40 x/menit, akral yang tadinya dingin dan lembab telah
berubah menjadi hangat dan kering, turgor kulit mulai membaik dan temperature
badan tidak lebih dari 38o C. Biasanya perfusi jaringan akan baik apabila setengah
dari perhitungan dehidrasi telah masuk, sisanya dapat diberikan sambil operasi
berjalan dan pasca bedah.
Yang dilakukan dalam usaha memperbaiki keadaan umum adalah :
a. Pemberian cairan dan elektrolit untuk rehidrasi (resusitasi).
b. Tindakan dekompresi abdomen dengan pemasangan sonde lambung.
c. Pemberian antibiotika dan sedatif.
Suatu kesalahan besar apabila buru buru melakukan operasi karena takut usus menjadi
nekrosis padahal perfusi jaringan masih buruk. Harus diingat bahwa obat anestesi dan
stress operasi akan memperberat keadaan umum penderita serta perfusi jaringan yang
belum baik akan menyebabkan bertumpuknya hasil metabolik di jaringan yang
seharusnya dibuang lewat ginjal dan pernafasan, begitu pula perfusi jaringan yang belum
baik akan mengakibatkan oksigenasi jaringan akan buruk pula. Bila dipaksakan kelainan
kelainan itu akan irreversible.

Gambar 15. Algoritma Tatalaksana Invaginasi

2. Tindakan untuk mereposisi usus


Tindakan selama operaasi tergantung kepada penemuan keadaan usus, reposisi
manual dengan cara milking dilakukan dengan halus dan sabar, juga bergantung
pada keterampilan dan pengalaman operator. Insisi operasi untuk tindakan ini
dilakukan secara transversal (melintang), pada anak anak dibawah umur 2 tahun
dianjurkan insisi transversal supraumbilikal oleh karena letaknya relatif lebih tinggi.
Ada juga yang menganjurkan insisi transversal infraumbilikal dengan alasan lebih
mudah untuk eksplorasi malrotasi usus, mereduksi invaginasi dan tindakan
apendektomi bila dibutuhkan. Tidak ada batasan yang tegas kapan kita harus
berhenti mencoba reposisi manual itu. Reseksi usus dilakukan apabila : pada kasus
yang tidak berhasil direduksi dengan cara manual, bila viabilitas usus diragukan atau

ditemukan kelainan patologis sebagai penyebab invaginasi. Setelah usus direseksi


dilakukan anastomosis end to end, apabila hal ini memungkinkan, bila tidak
mungkin maka dilakukan exteriorisasi atau enterostomi.
Apabila akan melakukan reseksi usus halus pada invaginasi dewasa hendaknya
dipertimbangkan juga sisa usus halus yang ditinggalkan, ini untuk menghindari /
memperkecil timbulnya short bowel syndrom.

Gejala short bowel syndrom menurut Schrock, 1989 adalah:


1. Adanya reseksi usus yang etensif
2. Diaarhea
3. Steatorhe
4. Malnutrisi

Gambar 13.
Penanganan
operasi
intususepsi di
ileocolis.

2.11 Perawatan Pasca Operasi


Pada kasus tanpa reseksi Nasogastric tube berguna sebagai dekompresi pada saluran cerna
selama 1 2 hari dan penderita tetap dengan infus. Setelah oedem dari intestine
menghilang, pasase dan peristaltik akan segera terdengar. Kembalinya fungsi intestine
ditandai dengan menghilangnya cairan kehijauan dari nasogastric tube. Abdomen menjadi
lunak, tidak distensi. Dapat juga didapati peningkatan suhu tubuh pasca operasi yang akan
turun secara perlahan. Antibiotika dapat diberikan satu kali pemberian pada kasus dengan
reduksi. Pada kasus dengan reseksi perawatan menjadi lebih lama.

2.12 Komplikasi

Perdarahan Gastrointestinal, baik dari ulserasi ileum atau dari trauma mekanik yang
menyebabkan invaginasi

Obstruksi yang bisa menyebabkan perforasi

Septikemia

Syok

2.13 PROGNOSIS
Jika invaginasi terlambat atau tidak diterapi, bisa timbul beberapa komplikasi berat.
Angka kematian pada invaginasi adalah sekitar 1% walaupun dengan kemajuan pengobatan
dan meningkatnya kewaspadaan terhadap penyakit ini dapat menurunkan angka kematian.

BAB III
KESIMPULAN
Invaginasi atau intususepsi adalah suatu keadaan dimana segmen usus proksimal
(intususeptum) berinvaginasi kedalam segmen distal (intususipien) serta kemudian di
dorong ke distal oleh peristaltik usus. Etiologi invaginasi meliputi idiopatik terbanyak
pada anak anak dan kausal terbanyak pada dewasa. Klasifikasi invaginasi itu sendiri
terdiri dari Enterik, Ileosekal, Kolokolika, Ileokoloika Diagnosis Invaginasi meliputi gejala
klinis trias invaginasi yaitu nyeri perut yang datangnya secara tiba tiba, teraba massa

tumor di perut bentuk bujur pada bagian kanan atas, kanan bawah, atas tengah, kiri
bawah atau kiri atas, buang air besar campur darah dan lender, pemeriksaan fisik
ditemukannya tanda tanda obstruksi, pada palpasi adanya Sousage Like Sign , dance
sign, pada pemeriksaan RT adanya pseudoportio(+), lender darah (+) . Pada pemeriksaan
penunjang Foto polos abdomen gambaran obstruksi, Barium enema dapat sebagai diagnostic
dan terapi adanya gambaran sumbatan invaginatum dan pada UsG adanya gambaran target sign
dan pseudokidney. Penatalaksanaan Invaginasi meliputi Reduksi Dengan Barium Enema ,
Reduksi manual (milking) dan reseksi usus,

DAFTAR PUSTAKA
1. Sjamsuhidayat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-2. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran. 2005. p627-629

Anda mungkin juga menyukai