Perdarahan Post Partum
Perdarahan Post Partum
PENDAHULUAN
Perdarahan obstetri dapat terjadi setiap saat, baik selama kehamilan,
persalinan maupun masa nifas. Oleh karena itu, setiap perdarahan yang
terjadi dalam masa kehamilan, persalinan dan nifas harus dianggap
sebagai suatu keadaan akut dan serius, karena dapat membahayakan ibu
dan janin.
Perdarahan post partum merupakan penyebab kematian maternal
terbanyak. Walaupun angka kematian maternal telah menurun secara
drastis
dengan
adanya
pemeriksaan-pemeriksaan
dan
perawatan
tiga
penyebab
klasik
kematian
ibu
disamping
infeksi
dan
preeklampsia.
Perdarahan post partum adalah perdarahan lebih dari 500 cc yang
terjadi setelah bayi lahir pervaginam atau lebih dari 1000 mL setelah
persalinan abdominal. Perdarahan post partum terdiri atas primer dan
sekunder. Perdarahan post partum primer yaitu perdarahan yang terjadi
dalam waktu kurang dari 24 jam, penyebab tersering adalah atonia, sisa
plasenta, robekan jalan lahir dan inversio uteri. Sedangkan, perdarahan
post partum sekunder adalah perdarahan yang terjadi dalam waktu lebih
dari 24 jam penyebab tersering adalah sisa plasenta. Perdarahan post
partum akan dibahas lebih lanjut dalam makalah ini.
PEMBAHASAN
Definisi
Perdarahan post partum adalah perdarahan lebih dari 500 cc yang
terjadi setelah bayi lahir pervaginam atau lebih dari 1000 mL setelah
persalinan abdominal. Kondisi dalam persalinan menyebabkan kesulitan
untuk menentukan jumlah perdarahan yang terjadi, maka batasan jumlah
1
Perdarahan
Perdarahan
Perdarahan
Perdarahan
Epidemiologi
Insiden
terjadinya
perdarahan
post
partum
setelah
persalinan
kejadian
berkisar
antara
5%
sampai
15%.
Berdasarkan
anak
dan rendah,
cepat
segera
denyut
nadi
dan
kecil
ekstremitas
lahir gelisah,
dingin,
mual,
dan
(perdarahan
lain-lain)
pascapersalinan
Bekuan
darah
pada
primer)
serviks
atau
posisi
2
Peningkatan
ukuran terlentang
menghambat
uterus
Robekan jalan
lahir
akan
aliran
darah keluar.
Perdarahan segera
Pucat
Darah segar mengalir Lemah
Menggigil
segera setelah bayi
lahir
Uterus kontraksi baik
Plasenta lengkap
Retensio
Plasenta
plasenta
setelah 30 menit
Perdarahan segera
Uterus kontraksi baik
Retensi sisa
plasenta
Inversio Uteri
belum
lahir Tali
pusat
akibat
putus
traksi
berlebihan
Inversio uteri akibat
tarikan
Perdarahan lanjutan
Plasenta atau sebagian Uterus
berkontraksi
selaput tidak lengkap
tetapi
tinggi
fundus
Perdarahan segera
tidak berkurang
Uterus tidak teraba
Neurogenik syok
Lumen vagina terisi Pucat dan limbung
massa
Tampak tali pusat (bila
plasenta belum lahir)
Perdarahan segera
Nyeri
sedikit
atau
berat
Kriteria diagnosis
-
uteri.
Pemeriksaan obstetri
Palpasi uterus : menilai kontraksi uterus dan tinggi fundus uterus.
Uterus membesar bila ada atonia uteri. Bila kontraksi uterus baik,
partial
seperti
tromboplastin
time
waktu
aPTT)
perdarahan
dan
waktu
pemeriksaan
laboratorium
atau
radiologis
dapat
Etiologi
Penyebab terjadinya perdarahan post partum yang dikenal dengan 4T,
antara
lain
Atonia
uteri;
Trauma;
Tissue;
Trombin.
Berikut
pembahasannya:1,5
darah
Masukkan kateter untuk memonitor pengeluaran urin
diantara
dua
tangan.
Tangan
kanan
melakukan
atau
berhenti,
tunggu
hingga
uterus
berkontraksi
abdominalis.
Kompresi aorta abdominalis
Raba arteri femoralis dengan ujung jari tangan kiri, pertahankan
posisi tersebut,genggam tangan kanan kemudian tekankan pada
6
kolumna
vertebralis.
Penekanan
yang
tepat
akan
pada
miometrium
(transabdominal).
Bila
perlu
sesudahnya.
Laparotomi dilakukan bila uterus tetap lembek dan perdarahan yang
terjadi tetap > 200 mL/jam. Tujuan laparotomi adalah meligasi arteri
uterina atau hipogastrik (khusus untuk penderita yang belum punya
Setelah
plasenta
hanya
sedikit
normal dan saat ini telah terlepas menunjukkan akreata sebagian. Akreata
yang komplit dimana seluruh permukaan dari plasenta melekat abnormal.
Jika terdapat invasi yang lebih berat (inkreta atau perkreta) tidak akan
menyebabkan perdarahan yang hebat, tapi hal ini menyebabkan usaha
yang lebih kuat untuk memisahkan plasenta. 2,3,6
Kondisi ini harus diperhatikan mungkin terjadi dimana plasenta
implantasi melalui skar pada uterus, khususnya jika berhubungan dengan
plasenta
previa.
Semua
pasien
dengan
plasenta
previa
harus
histerektomi.
Darah
dapat
menyebabkan
distensi
uterus
dan
(plasenta adhesiva)
Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab vili korialis
menembus
desidua
sampai
miometrium
sampai
dibawah
peritoneum (plasenta-akreata-perkreata).
Plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum lahir,
disebabkan oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena
salah penanganan kala III, sehingga terjadi lingkaran kontraksi pada
bagian
bawah
uterus
yang
menghalangi
keluarnya
plasenta
(inkarseratio plasenta).
Tabel II. Gambaran dan dugaan penyebab retensio plasenta 2
Separasi /
Gejala
Konsistensi
akreta
parsial
Kenyal
Plasenta
Plasenta
inkarserata
akreta
Keras
Cukup
8
uterus
Tinggi fundus
Sepusat
Bentuk
Diskoid
pusat
Agak globuler
uterus
Perdarahan
Sedang-banyak Sedang
Sedikit/tidak
Tali pusat
Terjulur
ada
Tidak terjulur
Ostium uteri
Separasi
sebagian
Terbuka
Konstriksi
Lepas sebagian Sudah lepas
Terbuka
Melekat
Sering
seluruhnya
Jarang sekali
plasenta
Syok
jari
bawah Sepusat
Terjulur
Jarang
Diskoid
atau perforasi).
Restorasi cairan untuk mengatasi hipovolemia
Lakukan transfusi darah apabila diperlukan
Beri antibiotika profilaksis (ampisilin 2g IV/oral + metronidazol 1
supositoria/oral)
Segera atasi bila terjadi komplikasi perdarahan hebat, infeksi, dan
syok neurogenik.
Yakinkan bahwa resusitasi sudah dilakukan pada saat ini, jika belum
perdarahan,
maka
pengeluaran
plasenta
dilakukan
dengan
terjadinya inversi uteri besar bila kontraksi uterus tetap buruk. Lakukan
pelepasan plasenta secara manual bila plasenta sulit dilepaskan. 2,3,6
Lakukan pelepasan plasenta secara manual dengan pemberian
analgetik yang sesuai dengan keadaan klinis. Tangan dimasukkan
kedalam serviks mencapai ke bagian bawah uterus, usahakan untuk
memperkecil luas tangan saat dimasukkan dengan cara mendekatkan ibu
jari dan jari-jari lain sehingga membentuk kerucut dengan tujuan
mencegah timbulnya luka lebih lanjut. Jangan lupa menahan fundus uteri
dengan tangan yang satunya. Jika plasenta dapat diraba pada bagian
bawah maka itu artinya ujung plasenta telah lepas, jika belum teraba
maka ujung plasenta harus dicari. Jika telah ketemu ujung plasenta
dilepaskan secara hati-hati dengan kelingking. Setelah seluruh plasenta
berhasil
dilepaskan,
kemudian
plasenta
digenggam
dan
plasenta
secara
manual.
Ulangi
kompresi
bimanual
dan
lakukan
tetap
dengan
menandakan
hati-hati
terjadinya
untuk
ruptur
mencari
uterus.
ada
Ruptur
adanya
tanpa
ruptur uteri
defek
ada
maka
yang
sikatrik
dilakukan
laparotomi. 2,3,6
Trauma (Laserasi jalan lahir)
Kerusakan dari traktus genital dapat terjadi secara spontan atau
karena
menggunakan
manipulasi
pada
persalinan.
Seksio
sesarea
terdahulu.
Beberapa
uterus
mengalami
perlakuan
yang
10
yang
maksimal
dari
serviks.
Robekan
serviks
yang
luas
tidak terjepit antara kepala janin dengan tulang panggul, sehingga tarikan
ke atas langsung ditampung oleh vagina, jika tarikan ini melampaui
kekuatan jaringan, terjadi robekan vagina pada batas antara bagian
teratas dengan bagian yang lebih bawah dan yang terfiksasi pada
jaringan sekitarnya. Kolpoporeksis juga bisa timbul apabila pada tindakan
pervaginam dengan memasukkan tangan penolong ke dalam uterus
terjadi kesalahan, dimana fundus uteri tidak ditahan oleh tangan luar
untuk mencegah uterus naik ke atas. 1,2,7
Trauma vagina bagian bawah terjadi baik secara spontan maupun
karena episiotomi. Laserasi secara spontan biasanya meliputi fourchete
posterior. Trauma pada periuretral dan klitoris dapat terjadi dan menjadi
masalah. 1,2
Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama
dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan perineum
umumnya terjadi di garis tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala
janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil daripada biasa,
kepala janin melewati pintu panggul bawah dengan ukuran yang lebih
besar daripada sirkumferensia suboksipitobregmatica.1,2
Trauma dari saluran genital (uterus, servik, vagina, labia, clitoris)
pada kehamilan dapat menyebabkan perdarahan yang lebih signifikan
dibanding jika terjadi pada keadaan tidak hamil karena peningkatan
penyediaan darah pada jaringan ini. Trauma khususnya berhubungan
dengan persalinan baik pervaginam dengan spontan atau dengan
bantuan atau dengan seksio sesarea dapat enyebabkan kerusakan
jaringan lunak dan merobek pembuluh darah. Hal ini bisa terjadi akibat
kelahiran bayi yang besar, persalinan forceps tengah, pemutaran dengan
forceps, persalinan lewat servikal yang belum berdilatasi lengkap, setiap
tindakan menipulasi intrauterin dan mungkin persalinan pervaginam
dengan riwayat seksio sesarea atau insisi uterus lainnya. Bisa karena
episiotomi yang lebar, tindakan melebarkan laserasi perineum vagina
atau serviks dan ruptura uteri. 1,2
Penatalaksanaan ruptura perineum dan robekan dinding vagina.2
12
perdarahan.
Lakukan irigasi pada tempat luka dan bubuhi larutan antiseptik.
Jepit dengan ujung klem sumber perdarahan kemudian ikat dengan
operator.
Khusus pada ruptura perineum komplit (hingga anus dan sebagian
rektum) dilakukan penjahitan lapis demi lapis dengan bantuan busi
pada rektum, sbb:
Robekan serviks sering terjadi pada sisi lateral karena serviks yang
terjulur akan mengalami robekan pada posisi spina isiadika tertekan
dapat dijahit
Setelah tindakan, periksa tanda vital pasien, kontraksi uterus, tinggi
infeksi
Bila terdapat defisit cairan, lakukan restorasi dan bila kadar Hb < 8 g
%, berikan transfusi darah2
Trombositopenia
dapat
berhubungan
dengan
penyakit
untuk
setiap
unit
darah
setelah
unit
yang
telah
ditransfusikan.
Konsentrat trombosit yang diturunkan dari darah donor digunakan
pada pasien dengan trombositopenia kecuali bila terdapat penghancuran
trombosit dengan cepat. Satu unit trombosit biasanya menaikkan hitung
trombosit sebesar 5.000 10.000/mm3. Dosis biasa sebesar kemasan 10
unit diberikan bila gejala-gejala perdarahan telah jelas atau bila hitung
trombosit di bawah 20.000/mm3. transfusi trombosit diindkasikan bila
hitung trombosit 10.000 50.000/mm3, jika direncanakan suatu tindakan
operasi, perdarahan aktif atau diperkirakan diperlukan suatu transfusi
yang masif. Transfusi ulang mungkin dibutuhkan karena masa paruh
trombosit hanya 3 4 hari. 1,2
Plasma
segar
yang
dibekukan
adalah
sumber
faktor-faktor
15
inversio
uteri.
Berdasarkan
luasnya
dinding
uteri
yang
pemulihan
volume
intravaskuler
yang
segera
dengan
Penatalaksanaan
Pasien dengan perdarahan post partum harus ditangani dalam 2
komponen, yaitu:
1. Resusitasi dan penanganan perdarahan obstetri serta kemungkinan
syok hipovolemik.
2. Identifikasi dan penanganan penyebab terjadinya perdarahan post
partum. 2
Tabel III. Penilaian Klinik untuk Menentukan Derajat Syok2
Volume
Tekanan Darah
Tanda dan
Derajat
Kehilangan
(sistolik)
Gejala
Syok
17
Darah
500-1.000
Normal
mL
Palpitasi,
takikardia,
(10-15%)
1000-1500
Penurunan
mL (15-25%)
ringan (80-100
takikardia,
1500-2000
mm Hg)
Penurunan
berkeringat
Gelisah,
mL (25-35%)
sedang (70-80
2000-3000
mL (35-50%)
pusing
Lemah,
i
Ringan
Sedang
pucat,
mm Hg)
oliguria
Penurunan tajam Pingsan,
(50-70 mm Hg)
Terkompensas
Berat
hipoksia,
anuria
Resusitasi cairan
Pengangkatan kaki dapat meningkatkan aliran darah balik vena
sehingga dapat memberi waktu untuk menegakkan diagnosis dan
menangani penyebab perdarahan. Perlu dilakukan pemberian oksigen dan
akses intravena. Selama persalinan perlu dipasang paling tidak 1 jalur
intravena pada wanita dengan resiko perdarahan post partum, dan
dipertimbangkan jalur kedua pada pasien dengan resiko sangat tinggi.2
Pada perdarahan post partum diberikan resusitasi dengan cairan
kristaloid dalam volume yang besar, baik normal salin (NS/NaCl) atau
cairan Ringer Laktat melalui akses intravena perifer. NS merupakan cairan
yang cocok pada saat persalinan karena biaya yang ringan dan
kompatibilitasnya dengan sebagian besar obat dan transfusi darah. Resiko
terjadinya asidosis hiperkloremik sangat rendah dalam hubungan dengan
perdarahan post partum. Bila dibutuhkan cairan kristaloid dalam jumlah
banyak (>10 L), dapat dipertimbangkan pengunaan cairan Ringer Laktat. 2
Cairan yang mengandung dekstrosa, seperti hD 5% tidak memiliki
peran pada penanganan perdarahan post partum. Perlu diingat bahwa
kehilangan I L darah perlu penggantian 4-5 L kristaloid, karena sebagian
besar cairan infus tidak tertahan di ruang intravasluler, tetapi terjadi
pergeseran ke ruang interstisial. Pergeseran ini bersamaan dengan
penggunaan oksitosin, dapat menyebabkan edema perifer pada hari-hari
18
setelah
perdarahan
post
partum.
Ginjal
normal
dengan
mudah
menggantikan
pembawa
oksigen
yang
hilang
dan
untuk
dan Oksitosin
Cara
Dosis
cara
pemberian
awal
Ergometrin
atau
(lambat):
L
Misoprostol
IV Oral atau rektal
0,2 400 mg
larutan mg
garam
fisiologis
dengan tetesan
cepat
19
Dosis
IM: 10 U
IV: 20 U dalam Ulangi 0,2 mg 400
lanjutan
1L
mg
garam
menit
fisiologis
Bila
dengan
2-4
setelah
dosis awal
masih
40 diperlukan, beri
tetes/menit
Dosis
jam
Tidak lebih dari Total 1 mg (5 Total 1200 mg
maksimal
per hari
Kontraindika
fisiologis
Pemberian
larutan dosis)
IV Preeklampsia,
cepat vitium
atau bolus
atau 3 dosis
Nyeri kontraksi
kordis, Asma
hipertensi
Pencegahan
Bukti dan penelitian
dilahirkan.
Penjepitan dan pemotongan tali pusat dengan cepat dan tepat
Penarikan tali pusat yang lembut dengan traksi balik uterus ketika
uterus berkontraksi dengan baik
Komplikasi
Berapa komplikasi pada perdarahan pasca persalinan adalah penderita
dapat jatuh kedalam keadaan syok, kolaps, dan koagulasi intravaskuler
diseminata. 2
Prognosis
Prognosis pada perdarahan pasca persalinan tergantung dari: 2
-
PENUTUP
Kesimpulan
Perdarahan
post
partum
merupakan
suatu
penyebab
penting
gangguan
pembekuan
darah.
Diagnosa
dapat
ditegakkan
Penanganan
pada
perdarahan
post
partum
adalah
21
DAFTAR PUSTAKA
1. Cunningham F, leveno K, bloom S, hauth J, Gilstrap. Obstetrical
hemorrhage.
Dalam:
William
Obstetrics.
Ed.22.
Philadelphia:
McGrawHill; 2005.h.823-35
2. Smith, J. R., Brennan, B. G, Postpartum Hemorrhage. Diunduh
tanggal
30
April
2016.
http://emedicine.medscape.com/article/275038-overview#a4
3. Hanifa W. Gangguan dalam kala III persalinan. Dalam: Ilmu
kebidanan.
Ed.3.
Jakarta:
Yayasan
Bina
Pustaka
Sarwono
Prawirohardjo; 2006.h.653-62.
4. Mochtar, R., Lutan, D. (ed),1998, Sinopsis Obstetri: Obstetri Fisiologi
Obstetri Patologi, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
5. Kapita selekta
6. Saifuddin, A. B., Adriaansz, G., Wiknjosastro, G., H., Waspodo, G.
(ed), 2002, Perdarahan Setelah Bayi Lahir dalam Buku Acuan
Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Jakarta:
JNPKKR POGI bekerjasama dengan Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo
7. Rustam M. Perdarahan postpartum. Dalam: Sinopsis obstetri. Ed.2.
Jakarta: EGC;1998.h.298-312.
22