Oleh:
Rizky Saraswati Indraputri
Rizky Masah
Muhammad Alfian
Muhammad Faizal
Sanda Puspa Rini
Daniel Satyo Nurcahyo
Hanni Wardhani
Dien Adiparadana
G99141129
G99141130
G99141131
G99142129
G99142130
G99142131
G99142132
G99142133
Pembimbing :
dr. Kurnia Rosyida, Sp.M
BAB I
PENDAHULUAN
Kelainan refraksi mata atau refraksi anomali adalah keadaan dimana
bayangan tegas tidak dibentuk pada retina tetapi di bagian depan atau belakang
bintik kuning dan tidak terletak pada satu titik yang tajam. Kelainan refraksi
dikenal dalam bentuk miopia, hipermetropia, dan astigmatisma. Kelainan refraksi
lain yang diakibatkan oleh faktor degeneratif adalah presbiop (Ilyas, 2012).
Di Indonesia prevalensi kelainan refraksi menempati urutan pertama pada
penyakit mata. Kasus kelainan refraksi dari tahun ke tahun mengalami
peningkatan. Jumlah pasien yang menderita kelainan refraksi di Indonesia hampir
25% dari populasi atau sekitar 55 juta jiwa (Handayani et al, 2011).
World Health Organization (WHO), 2009 menyatakan terdapat 45 juta
orang yang mengalami buta di seluruh dunia, dan 135 juta dengan low vision.
Setiap tahun tidak kurang dari 7 juta orang mengalami kebutaan, setiap 5 menit
sekali ada satu penduduk bumi menjadi buta dan setiap 12 menit sekali terdapat
satu anak mengalami kebutaan. Sekitar 90 % penderita kebutaan dan gangguan
penglihatan ini hidup di negara-negara miskin dan terbelakang. Prevalensi
kebutaan tersebut disebabkan salah satunya adalah kelainan refraksi yang tidak
terkoreksi, di dunia pada tahun 2007 diperkirakan bahwa sekitar 2,3 juta orang di
dunia mengalami kelainan refraksi (Ali dkk, 2007).
Presbiopia merupakan kondisi mata dimana lensa kristalin kehilangan
fleksibilitasnya sehingga membuatnya tidak dapat fokus pada benda yang dekat.
Presbiopi adalah suatu bentuk gangguan refraksi, dimana makin berkurangnya
kemampuan akomodasi mata sesuai dengan makin meningkatnya umur.
Hipermetropia atau far-sightedness adalah suatu kelainan refraksi dimana
sinar-sinar yang berjalan sejajar dengan sumbu mata tanpa akomodasi dibiaskan
di
belakang
retina.
Untuk
mengoreksinya
dipakai
lensa
positif
atau
konveks/konvergen.
Astigmatisma adalah suatu keadaan kelainan refraksi dimana sinar yang
sejajar tidak dibiaskan dengan kekuatan yang sama pada seluruh bidang
pembiasan sehingga fokus pada retina tidak pada satu titik. Ada dua jenis
astigmatisma, yaitu astigmatisma regular dan astigmatisma irregular. Berdasarkan
letak fokusnya terhadap retina, astigmatisma regular dapat di klasifikasikan
sebagai berikut : (1) Simple astigmatism, (2) Compound astigmatism, (3) Mixed
astigmatism. Astigmatisma hipermetrop simplek merupakan suatu bentuk
astigmatisme reguler dimana titik fokus dari daya bias terkuat berada tepat pada
retina, sedangkan titik fokus dari daya bias terlemah berada di belakang retina.
(Ilyas, 2012).
BAB II
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS
Nama / No. RM
: Ny.Sujiyem / 01-31-94-039
Umur
: 42 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Suku
: Jawa
Kewarganegaraan : Indonesia
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Pedagang
Alamat
Tgl pemeriksaan
: 5 November 2015
II. ANAMNESIS
A. Keluhan utama
Pandangan kabur
B. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dengan keluhan pandangan kabur saat melihat.
Pandangan kabur didapatkan pada saat melihat jauh maupun dekat. Pasien
juga sering mengeluhkan merasa sering lelah pada mata dan sakit kepala
terutama di bagian dahi. Keluhan dirasakan sejak 1 tahun yang lalu dan
dirasakan semakin memberat dan semakin sering hingga sekarang. Pasien
tidak mengeluhkan adanya mata merah, pandangan ganda, silau, keluar air
mata, gatal, cekot-cekot, blobok dan nyeri pada mata.
C. Riwayat Penyakit Dahulu
-
Riwayat hipertensi
: disangkal
Riwayat DM
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
Riwayat hipertensi
: disangkal
Riwayat DM
: disangkal
: + (ibu)
E. Kesimpulan Anamnesis
Proses
Lokalisasi
Sebab
Perjalanan
Komplikasi
OD
Pandangan kabur
Media refrakta
Kelainan refraksi
Kronis
Belum ada
OS
Pandangan kabur
Media refrakta
Kelainan refraksi
Kronis
Belum ada
OS
6/9
6/7
perbaikan
perbaikan
6/7
6/7
Dilakukan
Dilakukan
1. Konfrontasi test
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
2. Proyeksi sinar
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
3. Persepsi warna
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
A. Visus Sentralis
1. Visus sentralis jauh
a. pinhole
b. dengan kacamata
2. Visus sentralis dekat
B. Visus Perifer
C. Pemeriksaan Obyektif
1. Sekitar mata
a. tanda radang
OD
Tidak ada
OS
Tidak ada
b. luka
c. parut
d. kelainan warna
e. kelainan bentuk
2. Supercilia
a. warna
b. tumbuhnya
c. kulit
d. gerakan
3. Pasangan bola mata
a. heteroforia
b. strabismus
c. pseudostrabismus
d. exophtalmus
e. enophtalmus
4. Ukuran bola mata
a. mikroftalmus
b. makroftalmus
c. ptisis bulbi
d. atrofi bulbi
5. Gerakan bola mata
a. temporal
b. temporal superior
c. temporal inferior
d. nasal
e. nasal superior
f. nasal inferior
6. Kelopak mata
a. pasangannya
1.) edema
2.) hiperemi
3.) blefaroptosis
4.) blefarospasme
b. gerakannya
1.) membuka
2.) menutup
c. rima
1.) lebar
2.) ankiloblefaron
3.) blefarofimosis
d. kulit
1.) tanda radang
2.) warna
3.) epiblepharon
5
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Hitam
Normal
Sawo matang
Dalam batas
Hitam
Normal
Sawo matang
Dalam batas
normal
normal
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak terhambat
Tidak terhambat
Tidak terhambat
Tidak terhambat
Tidak terhambat
Tidak terhambat
Tidak terhambat
Tidak terhambat
Tidak terhambat
Tidak terhambat
Tidak terhambat
Tidak terhambat
OD
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
OS
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak tertinggal
Tidak tertinggal
Tidak tertinggal
Tidak tertinggal
10 mm
Tidak ada
Tidak ada
10 mm
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Sawo matang
Tidak ada
Tidak ada
Sawo matang
Tidak ada
4.) blepharochalasis
e. tepi kelopak mata
1.) enteropion
2.) ekteropion
3.) koloboma
4.) bulu mata
7. sekitar glandula lakrimalis
a. tanda radang
b. benjolan
c. tulang margo tarsalis
8. Sekitar saccus lacrimalis
a. tanda radang
b. benjolan
9. Tekanan intraokular
a. palpasi
b. tonometri schiotz
10. Konjungtiva
a. konjungtiva palpebra superior
1.) edema
2.) hiperemi
3.) sekret
4.) sikatrik
b. konjungtiva palpebra inferior
1.) edema
2.) hiperemi
3.) sekret
4.) sikatrik
c. konjungtiva fornix
1.) edema
2.) hiperemi
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Dalam batas
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Dalam batas
normal
normal
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada kelainan
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada kelainan
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Kesan normal
Tidak dilakukan
Kesan normal
Tidak dilakukan
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
OD
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
OS
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Putih
Putih
3.) sekret
4.) benjolan
d. konjungtiva bulbi
1.) edema
2.) hiperemis
3.) sekret
4.) injeksi konjungtiva
5.) injeksi siliar
e. caruncula dan plika semilunaris
1.) edema
2.) hiperemis
3.) sikatrik
11. Sclera
a. warna
6
b. tanda radang
Tidak ada
c. penonjolan
Tidak ada
12. Kornea
a. ukuran
12 mm
b. limbus
Jernih
c. permukaan
Licin, regular
d. sensibilitas
Tidak dilakukan
e. keratoskop ( placido )
Dilakukan
13. Kamera okuli anterior
a. kejernihan
Jernih
b. kedalaman
Dalam
14. Iris
a. warna
Hitam
b. bentuk
Tampak lempengan
c. sinekia anterior
Tidak tampak
d. sinekia posterior
Tidak tampak
15. Pupil
a. ukuran/bentuk
3 mm/bulat
b. letak
Sentral
c. reaksi cahaya langsung
Positif
d. tepi pupil
Tidak ada kelainan
16. Lensa
a. ada/tidak
Ada
b. kejernihan
Jernih
c. letak
Sentral
e. shadow test
Tidak dilakukan
17. Corpus vitreum
a.
Kejernihan
Tidak dilakukan
b.
Reflek fundus
Tidak dilakukan
IV. KESIMPULAN PEMERIKSAAN
OD
6/9
A.
B.
orbita
Ukuran bola mata
Gerakan bola mata
Kelopak mata
Sekitar saccuslacrimalis
Sekitar glandula lakrimalis
Tidak ada
Tidak ada
12 mm
Jernih
Licin, regular
Tidak dilakukan
Dilakukan
Jernih
Dalam
Hitam
Tampak lempengan
Tidak tampak
Tidak tampak
3 mm/bulat
Sentral
Positif
Tidak ada kelainan
Ada
Jernih
Sentral
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
OS
6/7
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Baik
Dalam batas normal
Dalam batas normal
Dalam batas normal
Dalam batas normal
Dalam batas normal
Dalam batas normal
Dalam batas normal
Dalam batas normal
K.
L.
M.
N.
O.
P.
Q.
R.
S.
T.
U.
sentral
Kesan normal
Tidak dilakukan
sentral
Kesan normal
Tidak dilakukan
Lensa
Corpus vitreum
V. GAMBARAN KLINIS
VIII. DIAGNOSIS
OS astigmat hipermetropicus simplek
OD hipermetropi
ODS presbiopi
IX. TERAPI
Non Medikamentosa
Koreksi lensa
KANAN
KIRI
cylind
basis
spheris
cylind
o
basis
vitror
jauh
+0,50
+0.50
59
dekat
+1,75
+1,25
57
- Edukasi :
o Kaca mata harus selalu dipakai
o Hindari membaca di ruangan yang kurang terang
o Saat membaca buku diselingi istirahat sekitar 5 menit
o Membaca dalam posisi kepala tegak jangan membungkuk
X.PROGNOSIS
Ad vitam
Ad sanam
Ad fungsionam
Ad kosmetikum
OD
Bonam
Malam
Bonam
Bonam
10
OS
Bonam
Malam
Bonam
Bonam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. Media Refraksi
Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan yang
terdiri atas kornea, aqueous humor (cairan mata), lensa, badan vitreous (badan kaca)
dan panjangnya bola mata. Pada orang normal susunan pembiasan oleh
media penglihatan dan panjang bola mata sedemikian seimbang sehingga
bayangan benda setelah melalui media penglihatan dibiaskan tepat di daerah
makula lutea. Mata yang normal disebut sebagai mata emetropia dan akan
menempatkan bayangan benda tepat di retinanya pada keadaan mata tidak
melakukan akomodasi atau istirahat melihat jauh (Ilyas, 2012).
B. Fisiologi Refraksi
Berkas-berkas cahaya mencapai mata harus dibelokkan ke arah dalam untuk difokuskan
kembali ke sebuah titik peka cahaya di retina agar dihasilkan suatu bayangan yang
akurat mengenai sumber cahaya. Pembelokan suatu berkas cahaya(refraksi) terjadi
ketika berkas berpindah dari satu medium dengankepadatan(densitas) tertentu ke
medium dengan kepadatan yang berbeda (Vaughan, 2004).
Cahaya
bergerak
lebih
cepat
melalui
udara
daripada
melalui
media
transparanlainnya misalnya : kaca dan air. Ketika suatu berkas cahaya masuk ke
11
pertemuan
udara
atau
kornea
jauh
lebih
besar
dari
pada
12
Miopia
Hipermetropia
Astigmatisma
Astigmatisma
a. Definisi Astigmatisma
Astigmatisma atau sering disebut juga mata cylindris yaitu suatu kondisi
dengan kurvatura yang berlainan sepanjang meridian yang berbeda-beda pada
satu atau lebih permukaan refraktif mata ( kornea, permukaan anterior atau
posterior dari lensa mata ), akibatnya pantulan cahaya dari suatu sumber atau
titik cahaya tidak terfokus pada satu titik di retina (Ilyas, 2012).
kornea,
astigmatismus,sedangkan
yaitu
media
mencapai
lainnya
80%
adalah
s/d
90%
lensa
dari
kristalin.
13
15
16
astigmatismus
ini
diberikan
kacamata koreksi.
c) Astigmatismus Tinggi
Astigmatismus yang ukuran powernya > 3,00 Dioptri. Astigmatismus ini
sangatmutlak diberikan kacamata koreksi (Morlet N, 2001).
d.
e.
Diagnosis
17
fisik,
terlebih
dahulu
dilakukan
pemeriksaan
dengan
18
Penatalaksanaan
Astigmatisma ringan, yang tidak mengalami gangguan ketajaman
19
retina.
Hipermetropia
adalah
keadaan
mata
yang
tidak
kacamata
positif
maksimal
yang
memberikan
tajam
Etiologi Hipermetropia
Penyebab utama hipermetropia adalah panjangnya bola mata yang lebih
pendek. Akibat bola mata yang lebih pendek, bayangan benda akan difokuskan
di belakang retina. Berdasarkan penyebabnya, hipermetropia dapat dibagi atas :
1) Hipermetropia sumbu atau aksial, merupakan kelainan refraksi akibat
bola mata pendek atau sumbu anteroposterior yang pendek.
2) Hipermetropia kurvatur, dimana kelengkungan kornea atau lensa
kurang sehingga bayangan difokuskan di belakang retina.
3) Hipermetropia indeks refraktif, dimana terdapat indeks bias yang
kurang pada sistem optik mata (Sidarta, 2009).
d. Patofisiologi
Akibat dari bola mata yang terlalu pendek, yang menyebabkan bayangan
terfokus di belakang retina.
21
e.
atau melihat ganda, mata lelah, penglihatan kabur melihat dekat (Sidarta,
2009). Sering mengantuk, mata berair, pupil agak miosis, dan bilik mata depan
lebih dangkal.
f.
Pengobatan
Mata dengan hipermetropia akan memerlukan lensa cembung untuk
kemampuan
akomodasi
mata
sesuai
dengan
makin
22
Patofisiologi
Pada mekanisme akomodasi yang normal terjadi peningkatan daya refraksi
d. Klasifikasi
1) Presbiopi
Insipientahap
awal
perkembangan
presbiopi,
dari
derajat
presbiopi
dari presbiopi
NokturnalKesulitan
untuk
membaca
jarak
dekat
e.
Gejala Klinis
1) Kesulitan membaca tulisan dengan cetakan huruf yang halus / kecil.
23
f.
Pengobatan
Pada pasien presbiopia kacamata atau adisi diperlukan untuk membaca
24
DAFTAR PUSTAKA
Abrams D. Duke (1993) Elders Practice of Refraction 10th Edition. Churchil
Livingstone. Edinburg. P.65 71.
Ali, dkk. (2007). Prevalence of Undetected Refractive Errors Among School
Children.
Biomedica
Volume
23
Juli-Dec
2007/Bio-21.,
http://www.thebiomedicapk. com/articles/118.pdf
Dorland,W.A.N.(1998)Kamus Kedokteran Dorland Edisi 31. Jakarta. EGC.
Gunawan W. (2006) Astigmatisma Miop Simplek yang Mengalami Ambliopia
pada Anak Sekolah Dasar di Yogyakarta. Yogyakarta. Berita Kedokteran
Masyarakat.
Hardten D.(2009) Lasik Astigamtsm (on line). Medscape. Diakses 11 November
2015.
Handayani-Ariestanti, T., SupradnyaAnom, I G.N, Pemayun-Dewayani, C. I.
(2012). Characteristic of patients with refractive disorder at eye clinic of
sanglah general hospital Denpasar, Bali-Indonesia Bali Medical Journal
(BMJ). 1(3) pg:101-107)
Ilyas S.(2012) Ilmu Penyakit Mata Edisi Keempat. Jakarta. FKUI.
James B, Chew C and Bron A.(2003) Lecture Notes Oftalmologi Edisi
Kesembilan. Jakarta. Erlangga.
Morlet N, et al.(2001) Astigmatism and the analysis of its surgical correction. Br J
Ophthalmol. Diakses 25 Desember 2011.
Sidarta I, dkk.(2003) Sari Ilmu Penyakit Mata Cetakan III. Jakarta. FKUI.
Snell, Richard. S.(2006) Anatomi Klinis untuk Mahasiswa Edisi 6. Jakarta. EGC.
Vaughan, et al.(2004) Kesalahan Refraksi dalam Oftalmologi Umum Edisi 14.
Jakarta. Widya Medika.
Wijana N.(1993) Ilmu Penyakit Mata : Refraksi, Astigmatisma. Jakarta.
25