Anda di halaman 1dari 4

RESUME JURNAL

JUDUL JURNAL:
DRY EYE SYNDROME DUE TO INCISION DIFFERENCE ON CATARACT SURGERY
SUMBER:
Ophtalmologica Indonesiana, Volume 39, No.1, Jan-Juni 2012
LATAR BELAKANG:
Sindroma mata kering (SMK) atau sindroma Dry Eye merupakan kumpulan gangguan
pada lapisan air mata (LAM) yang disebabkan oleh penurunan produksi air mata atau
peningkatan penguapan air mata. Apabila terjadi gangguan pada salah satu komponen seperti
timbulnya disrupsi lengkung neuronal yang disebabkan oleh insisi pada operasi katarak maka
mengakibatkan ketidakstabilan LAM sehingga mencetuskan SMK. Teknik-teknik operasi
katarak seiring berkembangnya waktu yang dimulakan dengan Extra Capsular Cataract
Extraction (ECCE), teknik Smal Incision Cataract Surgery (SICS), sehingga
fakoemulsifikasi. Beberapa penelitian mengatakan adanya kecenderungan terjadinya insidens
SMK pada pasca operasi katarak terutama jenis fakoemulsifikasi.
TUJUAN:
Mengetahui adanya pengaruh jenis insisi pada operasi katarak terhadap timbulnya
SMK serta mengetahui adanya perbedaan jenis insisi pada operasi katarak terhadap
timbulnya SMK.
METODOLOGI:

Analitik observasional pada penderita katarak usia 40 tahun yang datang ke


poliklinik mata RS Dr. Saiful Anwar Malang dan Klinik Mata Malang (KMM).
Keluhan subyektif berdasarkan kuesioner Occular Surface Disease Index (OSDI), tes
Schirmer, tes Ferning, tes MGD dan tes TBUT yang dicatat sebelum dan selepas
operasi.
Analisa statistic yang digunakan adalah spearman correlation dan kruskall walis.

KRITERIA INKLUSI DAN EKSKLUSI:

Kriteria inklusi adalah pasien yang menjalani operasi katarak dengan metode ECCE,
SICS dan fakoemulsifikasi di kamar bedah mata RSCM..
Kriteria eksklusi adalah sampel yang mengalami infeksi paska operasi dan komplikasi
saat operasi.

HASIL:
Pada penilitian inni, sampel yang didapatkan adalah sampel dengan diagnosis katarak
dan tidak didapatkan adanya SMK. Berdasarkan tabel 1, didapatkan sampel wanita adalah
yang terbanyak yaitu sebanyak 23 sampel dari 36 sampel. Hal ini kurang sesuai dengan
literatur yang mengatakan prevalensi SMK meningkat seiring bertambahnya usia pada kedua
jenis kelamin. Namun insiden pada wanita 2-4 kali tinggi disbanding pria terutama setelah
menopause.

Berdasarkan tabel 1 didapatkan distribusi usia adalah dari 52 tahun hingga 84 tahun,
di mana rentang usia terbanyak dalah 60-69 tahun yaitu sebanyak 21 sampel. Berdasarkan
tabel 2 didapatkan hasil pemeriksaan diagnostic Tes Ferning sebelum operasi didapatkan
kelas I daan II, yang berarti bahwa kualitas lapisan air matanya baik. Pemeriksaan diagnostic
dengan kuesioner OSDI didapatkan skor < 12 (normal) pada seluruh kelompok. Hal ini
menunjukkan bahwa pada semua sampel yang akan dilakukan operasi tidak didapatkan SMK.
Berdasarkan tabel 3, menunjukkan bahwa untuk 31 (86.1%) sampel mengalami SMK,
yang terdiri dari: 12 (38.7%) sampel dari kelompok ECCE, sebanyak 11 (35.5%) sampel dari
kelompok PHACO dan sebanyak 8 (25.8%) sampel dari kelompok SICS. Dari tabel tersebut
dapat diketahu abhwa terdapat 5 sampel yang tidak mengalami SMK di mana 4 sampel (80%)
dari kelompok SICS dan 1 sampel (20%) dari kelompok PHACO. Artinya, seluruh sampel
dari kelompok ECCE mengalami SMK. Dari kelompok PHACO, terdapat 11 sampel (91.7%)

dari 12 sampel mengalami SMK. Manakala pada kelompok SICS ternyata jumlah sampel
yang mengalami SMK lebih sedikit yaitu sebanyak 8 orang (66,7%) daripada 12 sampel.
Pada penelitian ini, didapatkan nilai koefisien korelasi kontigensi sebesar -0.393
dengan nilai signifikansi (p) sebesar 0018 yang berarti terdapat keeratan hunubgan antara
jenis insisi pada operasi katarak dengan terjadinya SMK. Arah korelasi yang negative berarti,
kelompok ECCE lebih banyak menimbulkan SMK berbanding kelompok PHACO, namun
PHACO lebih banyak menimbulkan SMK dibandingkan dengan kelompok SICS.
Berdasarkan hasil pengujian komparasi, nilai signifikansi (p) sebesar 0.053 yang

menunjukkan bahwa terjadinya SMK pada tiap kelompok tidak berbeda bermakna secara
statistic (p>0.05). Akan tetapi selisih antara p sebesar 0.053 dengan p sebesar 0.050 adalah
cukup kecil, maka hal tersebut boleh meberikan pertimbangan secara klinis bahwa kelompok
SICS lebih baik dari kelompok ECCE dan PHACO terhadap terjadinya SMK.
KESIMPULAN:
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa dari ketiga jenis insisi pada katarak
(ECCE, SICS, PHACO) berpengaruh terhadap terjadinya Sindroma Mata Kering, SICS
memiliki keccenderungan menyebabkan SMK lebih keccil daripada ECCE dan PHACO (p =
0.053)

RANGKUMAN DAN HASIL PEMBELAJARAN:


Katarak merupakan penyebab utama terjadinya kebutaan dan gangguan penglihatan di
dunia. Sampai saat ini, penanganan utama pada penderita katarak adalah dengan teknik
operasi. Terdapat 3 teknik operasi yaitu Extra Capsular Cataract Extraction (ECCE) dengan
insisi korneosklera, teknik Smal Incision Cataract Surgery (SICS) yang melibatkan
pemotongan pada konjugtiva dan sklera dan fakoemulsifikasi dengan insisi transkornea
3

dengan variasi lokasi insis di superior dan temporal. Inisisi pada operasi katarak tentunya
akan mengakibatkan kerusakan di bagian mata antara lain di kornea, konjungtiva dan Lapisan
Air Mata (LAM) sehingga memicu terjadinya Sindroma Mata Kering. Penderita yang
mengalami SMK biasanya mengalami keluhan adanya foreign body sensation (mengganjal)
pada mata. Pada operasi katarak, akan terjadinya SMK karena terdapat disrupsi lengkung
neuronal sehingga LAM tidak stabil. Pencetus SMK adalah multifaktorial, salah satunya
adalah dari operasi yang melibatkan kornea. Usia juga berpengaruh dalam terjadinya SMK.
Pemotongan konjungtiva bulbi pada saat operasi katarak menyebabkan
ketidakstabilan LAM, dimana pada pemotongan konjungtiva pada operasi katarak
menyebabkan hilangnya sel stem dan sel goblet yang ada pada konjungtiva, sehingga sekresi
musin pada LAM menjadi menurun. Insisi kornea dalam operasi katarak menyebabkan
terjadinya penurunan sensasi kornea. Akibat pemotongan ujung saraf trigeminal cabang
oftalmik sehingga sekresi air mata menurun. Insisi pada saraf tepi juga menyebabkan terjadi
penurunan refleks berkedip sehingga mempengaruhi tingginya evaporasi pada permukaan
mata serta mengganggu pembentukan LAM. Gangguan pada integritas pleksus saraf kornea
mempunya andil yang cukup besar dalam proses terjadinya SMK.
Insisi yang dilakukan pada konjungtiva serta koagulasi yang dilakukan pada
pembuluh darah episklera, pembuatan tunnel sklera dan diseksi korneosklera menyebabkan
terjadinya disrupsi pada jaringan saraf pada kornea sehingga terjadi gangguan sensitivitas
kornea. Kemungkinan yang boleh terjadi adalah pada operasi katarak dengan teknik SICS
adalah tidak memotong saraf kornea basal (diseksi kornea pada setengah ketebalan kornea).

Anda mungkin juga menyukai