Anda di halaman 1dari 21

FALSAFAH METAFISIKA;Kajian Pemikiran Islam dan Pemikiran Barat

FALSAFAH METAFISIKA;
KAJIAN PEMIKIRAN ISLAM
DAN PEMIKIRAN BARAT

Bahan diskusi dan presentasi kelas


Mata Kuliah ; SEJARAH PEMIKIRAN ISLAM
Pengampu Mata Kuliah :

Prof .Syafiq A. Mughni,MA,Ph.D

Oleh

MUHLISIN
(Nim F0.3.4.10.84)

Konsentrasi Pendidikan Islam


Program Pascasarjana IAIN Sunan Ampel
Surabaya
2010
Muhlisin

FALSAFAH METAFISIKA;Kajian Pemikiran Islam dan Pemikiran Barat

FALSAFAH METAFISIKA; KAJIAN PEMIKIRAN ISLAM


DAN PEMIKIRAN BARAT
Muhlisin (Nim F0.3.4.10.84)
A. Pengantar dan Definisi
Filsafat,atau dalam bahasa arab falsafah adalah berpikir radikal, sistematis, dan universal
tentang segala sesuatu. Objek pemikiran filsafat adalah segala sesuatu yang ada. Segala yang ada
merupakan bahan pemikiran filsafat. Filsafat merupakan usaha berpikir manusia yang sistematis
sehingga membentuk ilmu pengetahuan.

Kata falsafah (Melayu), philosophie (Belanda),

philosophie (Jerman), philosophy (Inggeris), philosophie (Perancis) berasal daripada kata bahasa
Yunani, yaitu : Philien: mencintai, Sophia: kearifan, kebijaksanaan, hikmat, kebenaran1. Falsafah
ialah perihal mencintai kearifan, kebijaksanaan, hikmat, kebenaran melalui pemikiran yang
mendalam. Berfalsafah merupakan puncak ketuntasan berfikir, yaitu dengan belajar dan menyelidiki
segala hal mencari kebenaran hakiki. Kebenaran ialah perkara cita-cita tertinggi yang dapat dicapai
melalui akal atau kaedah berfikir. Dalam Islam, secara normatif berfikir amat penting dan dianjurkan
untuk mencapai hakikat sesuatu. Diskusi kajian filsafat mengandung aspek ontologi, epistemologi
dan aksiologi.
Metafisika merupakan bagian dari aspek ontologi dalam kajian filsafat. Konsepsi metafisika
berasal dari bahasa Inggeris: metaphysics, Latin: metaphysica dari Yunani meta ta physica (sesudah
fisika); dari kata meta (setelah, melebihi) dan physikos (menyangkut alam) atau physis (alam).
Metafisika

merupakan bagian Falsafah tentang hakikat yang ada di sebalik fisika. Hakikat yang

bersifat abstrak dan di luar jangkauan pengalaman manusia. Tegasnya tentang realitas kehidupan di
alam ini: dengan mempertanyakan yang Ada (being), Alam ini wujud atau tidak? Siapakah kita?
Apakah peranan kita dalam kehidupan ini?. Metafisika secara prinsip mengandung konsep kajian
tentang sesuatu yang bersifat rohani dan yang tidak dapat diterangkan dengan kaedah penjelasan
yang ditemukan dalam ilmu yang lain
Untuk mendeskripkan secara lebih jelas posisi dan kedudukan metafisika, dapat
dikemukakan bahwa Ilmu pengetahuan dan pemikiran manusia melewati 3 jenis tahapan abstraksi
1

Amsal Bakhtiar,Filsafat Agama,(Jakarta:Logos,1997) 7.

Muhlisin

FALSAFAH METAFISIKA;Kajian Pemikiran Islam dan Pemikiran Barat

yaitu fisika, matematika dan teologi .2 Abstraksi pertama yaitu fisika, Manusia berfikir ketika
mengamati secara indrawi. Dengan berfikir, akal dan budi kita melepaskan diri dari pengamatan
inderawi segi-segi tertentu, yaitu materi yang dapat dirasakan. Dari hal-hal yang partikular dan
nyata, ditarik daripadanya hal-hal yang bersifat umum: itulah proses abstraksi dari ciri-ciri
individual. Akal budi manusia, bersama materi yang abstrak itu, menghasilkan ilmu pengetahuan
yang disebut fisika (physos = alam).
Abstraksi kedua yakni matesis. Ini terjadi ketika manusia dapat melepaskan diri dari materi
yang kelihatan. Itu terjadi kalau akal budi melepaskan dari materi hanya segi yang dapat dimengerti.
Ilmu pengetahuan yang dihasilkan oleh jenis abstraksi dari semua ciri material ini disebut matesis
(matematika mathesis = pengetahuan, ilmu).
Abstraksi ketiga - teologi atau filsafat pertama. Dengan meng-"abstrahere" dari semua
materi dan berfikir tentang seluruh kenyataan, tentang asal dan tujuannya, tentang asas
pembentukannya, bersifat teleologi, asas pertama dalam pendapatkan hakikat realitas dsb. Disini
Aras fisika dan aras matematika jelas telah ditinggalkan. Pemikiran pada aras ini menghasilkan ilmu
pengetahuan yang disebut teologi atau filsafat pertama. Akan tetapi karena ilmu pengetahuan ini
datang sesudah fisika, maka dalam tradisi selanjutnya disebut metafisika.3
Sejajar dengan konsep tersebut4 wilayah filsafat dibagi dalam tiga tingkatan.

First order criteriology meliputi: metafisika, epistemologi, aksiologi, dan logika.

Second order criteriology meliputi: etika, filsafat ilmu, filsafat bahasa, filsafat pikiran.

Third order criteriology meliputi: filsafat hukum, filsafat pendidikan, filsafat sejarah, dan
lain-lain.
Metafisika secara tradisional didefinisikan sebagai pengetahuan tentang pengada (Being).

Disini metafisika merupakan upaya untuk menjawab problem tentang realitas yang lebih umum,
komprehensif, atau lebih fundamental daripada ilmu dengan cara merumuskan fakta yang paling
umum dan luas tentang dunia termasuk penyebutan kategori yang paling dasar dan hubungan di
antara kategori tersebut

3
4

Menurut Aristoteles (384-322 sM), abstraksi (abstrahere = menjauhkan diri dari, mengambil dari). Tiap jenis abstraksi
melahirkan satu jenis ilmu pengetahuan dalam bangunan pengetahuan yang disebut filsafat
Burhanuddin Salam, Filsafat Manusia,(Jakarta:Bina Aksara, 1988) Hal. 6-8
Honderich dalam Oxford Companion to Philosophy.

Muhlisin

FALSAFAH METAFISIKA;Kajian Pemikiran Islam dan Pemikiran Barat

B. Lingkup Metafisika
Metafisika mengandung Klasifikasi

yang meliputi

(ontologi); ilmu tentang yg ada atau pengada.

Pertama,

Metaphysica Generalis

Kedua, Metaphysica Specialis terdiri atas: 1).

Antropologi; menelaah tentang hakikat manusia, terutama hubungan jiwa dan raga. 2) Kosmologi;
menelaah tentang asal-usul dan hakikat alam semesta. Dan 3). Theologi; Kajian tentang Tuhan
secara rasional dengan segala abstraksi yang memungkinkan melekat pada-Nya.
Metafisika umum membahas mengenai yang ada sebagai yang ada, artinya prinsip-prinsip
umum yang menata realitas. Sedangkan metafisika khusus membahas penerapan prinsip-prinsip
umum ke dalam bidang-bidang khusus: teologi, kosmologi dan psikologi. Pemilahan tersebut
didasarkan pada dapat tidaknya dicerap melalui perangkat inderawi suatu obyek filsafat pertama.
Metafisika umum mengkaji realitas sejauh dapat diserap melalui indera sedang metafisika khusus
(metafisika) mengkaji realitas yang tidak dapat diserap indera, apakah itu realitas ketuhanan
(teologi), semesta sebagai keseluruhan (kosmologi) maupun kejiwaan (psikologi).
Disiplin filsafat pada dasarnya tidak sepenuhnya terpisah satu sama lain karena pembahasan
metafisika tentang realitas supra inderawi, terkait dengan pembahasan ontologi tentang prinsipprinsip umum yang menata realitas inderawi.5

Istilah

metafisika dengan sifatnya yang supra

inderawi inilah memunculkan keengganan orang terhadap konsep konesp metafisika. Kedudukan
metafisika dalam dunia filsafat sangat kuat. Pertama, metafisika sudah merupakan sebuah cabang
ilmu tersendiri dalam pergulatan filosofis. Kedua, telaah filosofis terdapat unsur metafisik
merupakan hal yang siginifikan dalam kajian filsafat. 6 Ini tentu sejajar dengan siqnifikansinya yang
menyebut bahwa filsafat adalah induk dari segala ilmu.
Dengan membincangkan metafisika memberi pemahaman bahwa filsafat mencakup
segalanya. Filsafat datang sebelum dan sesudah ilmu pengetahuan; disebut sebelum karena
semua ilmu pengetahuan khusus mulai sebagai bagian dari filsafat dan disebut sesudah karena
ilmu pengetahuan khusus pasti menghadapi pertanyaan tentang batas-batas dari kekhususannya.
Maka metafisika memiliki ruang lingkup Pokok Bahasan yang mencakup, pertama tentang kajian
Inkuiri ke apa yang ada (exist), atau apa yang betul-betul ada. Kedua tentang, Ilmu pengetahuan
tentang realitas, sebagai lawan dari tampak (appearance)

5
6

Ketiga, Studi tentang dunia secara

Donny Gahral Adian, Matinya Metafisika Barat, (Jakarta: Komunitas Bambu, 2001), hlm. 6.
Anton Bakker, Ontologi Metafisika Umum: filsafat Pengada dan Dasar-Dasar Kenyataan (Yogyakarta: kanisius, 1992)
Hal.15.

Muhlisin

FALSAFAH METAFISIKA;Kajian Pemikiran Islam dan Pemikiran Barat

menyeluruh dengan segala Teori tentang asas pertama (first principle); prima causa yang wujud di
alam (kosmos).
Bagian metafisika yang membincang tentang hakikat realitas disebut Ontologi. Sedangkan
Kosmologi adalah bagian metafisika tentang proses realitas sehingga menghasilkan obyek dalam
kajian metafisika yang disebut dengan obyek partikular (materi) dan obyek universal (ide)
C. Falsafah Metafisika Agama
Ilmu filosofis tertinggi adalah metafisika karena materi subyeknya berupa wujud non fisik
mutlak yang menduduki peringkat tertinggi dalam hierarki wujud. Dalam terminology religius,
wujud non fisik mengacu kepada Tuhan dan malaikat. Dalam terminology filosofis, wujud ini
merujuk pada Sebab Pertama, sebab kedua, dan intelek aktif.7
Filsafat Metafisika tentang agama, yaitu pemikiran filsafati (kritis, analitis, rasional) tentang
gejala agama: hakekat agama sebagai wujud dari pengalaman religius manusia, hakikat hubungan
manusia dengan Yang Suci (Numen) sakral : adanya kenyataan trans-empiris, yang begitu
mempengaruhi dan menentukan, tetapi sekaligus membentuk dan menjadi dasar tingkah-laku
manusia.

Yang quddus itu dikonsepsikan sedemikian rupa sebagai Mysterium Tremendum et

Fascinosum; kepada-Nya manusia hanya beriman, yang dapat diamati (oleh seorang pengamat)
dalam perilaku hidup yang penuh dengan sikap "takut-dan-taqwa", pemikiran menuju pembentukan
infrastruktur rasional bagi ajaran agama. Dalam kajian metafisika agama dan khususnya Islam
salah satu tujuannya adalah untuk menegakkan bangunan fondasi teologis dan tauhid secara benar.
Karena tauhid merupakan dasar dari ajaran Islam.
Kekokohan konsepsi metafisika agama (Islam) dimaksudkan untuk menjawab tantangan
pendapat para pendukung materialisme -khususnya positifisme- yang mengingkari eksistensi
immateri dan supra-natural, yang kedua hal tersebut adalah saripati dan hekekat substansi nilai
keagamaan. Disinilah setiap pemikir agama harus melakukan -minimal- menjawab dua hal pokok
yang

menjadi

tantangan

kelompok

meterialistik

yang

tidak

meyakini

hal-hal

yang

supraindrawi,immateri dan; Pertama: pemikir agama harus mampu membuktikan keterbatasan


indera manusia dalam melakukan eksperimen dan menyingkap segala eksistensi materi alam
semesta. Kedua: Membuktikan keberadaan hal-hal yang bersifat non-inderawi, namun memiliki
eksistensi riil dalam kehidupan di alam kosmologi yang luas ini.
7

Osman Bakar, Hiererki Ilmu, h. 120

Muhlisin

FALSAFAH METAFISIKA;Kajian Pemikiran Islam dan Pemikiran Barat

Metafisika, berbeda dengan kajian-kajian tentang wujud partikular yang ada pada alam
semesta. biologi mempelajari wujud dari organisme bernyawa, geologi mempelajari wujud bumi,
astronomi mempelajari wujud bintang-bintang, fisika mempelajari wujud perubahan pergerakan dan
perkembangan alam. Tetapi metafisika agama mempelajari sifat-sifat yang dimiliki bersama oleh
semua wujud ini yang dipandu oleh dimensi ke -ilahiaan untuk menemukan kebenaran hakiki atas
religiusitasnya.8
Kajian tentang metafisika dapat dikatakan sebagai suatu usaha sistematis, refleksi dalam
mencari hal yang berada di belakang fisik dan partikular. Itu berarti usaha mencari prinsip dasar
yang mencakup semua hal dan bersifat universal.Yakni sebagai hal penyelidikan tentang Tuhan, 9
bisa juga dikatakan sebagai penyelidikan tentang dunia ilahi yang transenden.10 Metafisika sering
disebut sebagai disiplin filsafat yang terumit dan memerlukan daya abstraksi sangat tinggi. Ibarat
seorang untuk mempelajarinya menghabiskan waktu yang tidak pendek. Ber-metafisika
membutuhkan energi intelektual yang sangat besar sehingga membuat tidak semua orang berminat
menekuninya
Pertanyaan yang muncul adalah bagaimana dengan konsepsi falsafah Metafisika dalam
perkembangan pemikiran Islam.
konsepsi falsafat metafisika

Disinilah perlu dilakukan sebuah pemetaan berkaitan dengan

dalam wacana pemikiran Islam. Maka dapat dipetakan kedalam

sejumlah aspek penting yang mesti dideskripsikan oleh falsafah metafisika sehingga islam menjadi
agama yang memiliki bentuknya yang komprehensip. Misalnya pertanyaan-pertanyan yang
menyangkut hal - hal sebagai berikut bagaimana pemikir islam merumuskan hakekat metafisis Aqal
dan Jiwa (hakekat metafisis Manusia), Bagaimana pemikir Muslim merumuskan hakekat metafisis
Wujud (metafisika ketuhanan), dan Bagaimana Pemikir-pemikir Muslim mengkonsepsikan hekakat
Metafisis Falsafat Wahyu dan Nabi dan lain sebagainya. Pada hakekatnya segala hal yang berkaitan
dengan konsepsi Islam berpedoman kepada hal-hal yang bersifat Ghoib. Maka untuk memberi rumusan
hal-hal yang bersifat ghoib ini para pemikir muslim berjuang sekuat tenaga melalui akal pikirnya untuk
berijtihad menjawabnya sehingga melahirkan sejumlah konsep yang dapat dijadikan sumber rujukan.
Ilmu metafisika adalah ilmu yg melebihi ilmu fisika. Berbeda dari pengertian ilmu metafisika
dalam khasanah western science, Falsafah metafisika Islam adalah ilmu fisika yg dilanjutkan atau
ditingkatkan sehingga masuk ke dalam ilmu bi al-ghoibi (ghaib atau rohani). Berkaitan dengan
8
9
10

Rhomo Philipus Tule (ed.), kamus filsafat (Bandung: Rosda, 1995 ), hal.202-203.
Harold Titus (dkk.), Persoalan-persoalan Filsafat, terj. Rasyidi (Jakarta: Bulan Bintang, 1986), Hal. 362.
C.A. Van Peursen, Strategi Kebudayaan, terj. Dick Hartoko (Yogyakarta: Kanisius, 1988) Hal. 64.

Muhlisin

FALSAFAH METAFISIKA;Kajian Pemikiran Islam dan Pemikiran Barat

konsepsi keagamaan maka dengan ilmu metafisika akan terungkap apa itu agama secara lebih
komprehensif. Kebenaran-kebenaran dan rahasia-rahasia agama yg selama ini dianggap misterius,
mistik, ghaib, dan sebagainya akan menjadi sebuah konseptualisasi yang cukup nyata, relatif riel,
dan dapat dijelaskan secara falsafi. Hal ini mirip dengan peristiwa-peristiwa kimiawi yg dulunya
dianggap misterius, nujum, sulap, untuk menakut-nakuti, dsbnya, dengan ilmu kimia menjadi nyata,
dan seolah-olah riel, dan dapat dijelaskan secara filosofis misalnya unsur air (H 2O) Asam
Klorida(HCL) Besi (Fe) dan lain sebagainya .
Dengan ilmu metafisika jelas bahwa agama tak lain terdiri dari hukum-hukum yang secara
konseptual riel seperti juga alam jagad raya yag tak lain terdiri dari hukum-hukum fisika, kimia, dan
biologi. Hanya saja martabat dan dimensi hukum-hukum agama tersebut lebih tinggi dan bersifat
hakiki, absolut serta jika dilihat secara filosofis nampaklah sangat sempurnanya alam ini. Tujuan
pembahasan

metafisika adalah untuk membangun suatu sistem alam semesta yang dapat

memadukan ajaran agama dengan tuntutan akal.


Dengan penjelasan yg masuk akal yang falsafi filosofis maka ajaran-ajaran agama dapat
diterangkan secara logis sehingga keimanan semakin meningkat.11 Tanpa penjelasan yang falsafi
metafisis logis maka ajaran agama menjadi dogma. Tanpa penjelasan yang logis falsafai
metafisis,juga maka ajaran agama sekedar pil yang harus di telan sehingga tidak akan dapat dihayati
maksud dan tujuannya oleh umat beragama. Dari sebuah ritual dan perintah perintah agama yang
membentuk berbagai ritualitas agama hanya bermakna sebagai beban

yang sangat berat bagi

umatnya. Dengan metafisika ilmiah lah kita bisa menghargai betapa tanpa adanya agama maka
manusia tidak mungkin percaya adanya Tuhan.
Problematika kajian metafisika tentang kosmos atau alam semesta (makrokosmos) bukanlah
membicarakan alam semesta dalam pengertian entitas-entitas yang berbeda di alam melainkan
semesta sebagai keseluruhan. Pada dasarnya tidak ada sesuatu halpun di alam ini yang tidak dapat

11

Kesadaran manusia menuju keyakinan (ainu al yaqin, ilmu al yaqin dan haqqu al yaqin) dapat diterangkan sebagai berikut
bahwa dunia sebagaimana adanya bisa tidak sesuai dengan pandangan keseharian kita tentangnya (the way it seems to be). Inilah
kritik utama atas perkembangan empiris dan positifisme modern yang paling mendasar. Bahwa kemampuan indera sangat
terbatas dan cenderung memiliki potensi untuk menyimpang dari kebenaran. Contohnya; kita biasa bicara tentang matahari terbit
dan tenggelam, dan jelas tampak secara inderawi bahwa matahari bergerak naik turun, sementara kita dan bumi tetap pada
tempatnya. Baru setelah beberapa ribu tahun kita mengenali bahwa sesungguhnya, di balik penampakan, bumi kita yang bergerak
mengitari matahari, dan bukankah berarti matahari tidak pernah terbit? Dan bukankah matahari tidak pernah tenggelam, apakah
malam itu juga ada seperti mestinya, seperti yang kita lihat secara kasat mata? Atau bahwa sebenarnya siang dan malam itu tidak
ada? Atau ke ada-annya hanyalah bahasa kompromi kita untuk mendefinisikan hari. Disinilah problema-problema yang tidak
mungkin bisa dijawab oleh fisika dan matematika yang bersifat saintifik. Namun harus dilacak dan ditelusuri melalui konsep
metafisika.

Muhlisin

FALSAFAH METAFISIKA;Kajian Pemikiran Islam dan Pemikiran Barat

ditangkap dengan panca indra namun demikian, merupakan suatu kemustahilan untuk menangkap
secara indrawi; suatu keseluruhan sebagai keseluruhan.
D. Manfaat Falsafah Metafisika
Manfaat metafisika bagi pengembangan ilmu pengetahuan baik ilmu pengetahuan saintifik
pada

umumnya maupun ilmu-ilmu pengetahuan berbasis keagamaan. Manfaat tersebut adalah

sebagai berikut:
1. Kontribusi metafisika terletak pada awal terbentuknya paradigma ilmiah, ketika

kumpulan

kepercayaan belum lengkap pengumpulan faktanya, maka ia harus dipasok dari luar, antara lain:
metafisika, sains yang lain, kejadian personal dan histories.
2. Metafisika mengajarkan cara berpikir yang serius, terutama dalam menjawab problem yang
bersifat enigmatik (teka-teki), sehingga melahirkan sikap dan rasa ingin tahu yang mendalam.
3. Metafisika mengajarkan sikap open-ended, sehingga hasil sebuah ilmu selalu terbuka untuk
temuan dan kreativitas baru.
4. Perdebatan dalam metafisika melahirkan berbagai aliran, mainstream, seperti: monisme,
dualisme, pluralisme, sehingga memicu proses ramifikasi, berupa lahirnya percabangan ilmu.
5. Metafisika menuntut orisinalitas berpikir, karena setiap metafisikus menyodorkan cara berpikir
yang cenderung subjektif dan menciptakan terminologi filsafat yang khas. Situasi semacam ini
diperlukan untuk pengembangan ilmu dalam rangka menerapkan heuristika.
6. Metafisika mengajarkan pada peminat filsafat untuk mencari prinsip pertama (First principle)
sebagai kebenaran yang paling akhir. Kepastian ilmiah dalam metode skeptis.
7. Manusia yang bebas sebagai kunci bagi akhir Pengada,artinya manusia memiliki kebebasan
untuk merealisasikan dirinya sekaligus bertanggung jawab bagi diri, sesama, dan dunia.
Penghayatan atas kebebasan di satu pihak dan tanggung jawab di pihak lain merupakan sebuah
kontribusi penting bagi pengembangan ilmu yang sarat dengan nilai (not value-free)
8. Metafisika mengandung potensi untuk menjalin komunikasi antara pengada yang satu dengan
pengada yang lain. Aplikasi dlm ilmu berupa komunikasi antar ilmuwan mutlak dibutuhkan,
tidak hanya antar ilmuwan sejenis, tetapi juga antar disiplin ilmu, sehingga memperkaya
pemahaman atas realitas keilmuwan 12.
E. Pemikir Pemikir Metafisika Islam
12

Untuk lebih lanjut pembahasan ini Lihat Anton Bekker, Ontologi Metafsisika Umum, Filsafat Pengada dan Dasar
Dasar Kenyataan (Yogyakarta;Kanisius,1992)

Muhlisin

FALSAFAH METAFISIKA;Kajian Pemikiran Islam dan Pemikiran Barat

Untuk memperoleh

gambaran yang memadai atas falsafah metafisika dalam bingkai

pemikiran Islam maka perlu dilacak sejumlah wacana yang berkembang di kalangan pemikirpemikir muslim pada abad pertengahan. Lebih lebih ketika masa-masa periode pembentukan
(formative

Periode)

khazanah

intelektual

dapat

ditemukan

pemikiran-pemikiran

yang

memungkinkan dapat dijadikan sebuah refleksi untuk mendiskusikan falsafah metafisika dalam
pemikiran islam. Karena pemikiran metafisika merupakan ber-induk pada pemikiran filsafat yang
maka untuk menemukan narasi pemikiran metafisika dapat ditemukan diantara pemikiran-pemikiran
filsafat tokoh yang bersangkutan yang menyangkut Manusia (jiwa) Alam (kosmologi) dan Yang ada
(wujud).
1. Al-Kindi
Tentang filsafat al-Kindi13 memandang bahwa filsafat haruslah diterima sebagai bagian
dari peradaban Islam. Ia berupaya menunjukkan bahwa filsafat dan agama merupakan dua
barang yang bisa serasi, ia menegaskan pentingnya kedudukan filsfat dengan menyatakan bahwa
aktifitas filsafat yang definisi nya adalah mengetahui hakikat sesuatu sejauh batas kemampuan
manusia dan tugas filosof adalah mendapatkan kebenaran
Tentang metafisika alam al-Kindi mengatakan bahwa alam in adalah illat-Nya. Alam itu
tidak mempunyai asal, kemudian menjadi ada karena diciptakan Tuhan. Al-Kindi juga
menegaskan mengenai hakikat Tuhan, Tuhan adalah wujud yang hak (benar) yang bukan asalnya
tidak ada menjadi ada, ia selalu mustahil tidak ada, jadi Tuhan adalah wujud yang sempurna
yang tidak didahului oleh wujud yang lain.
2. Al-Farabi
Bagi al-Farabi14, filafat mencakup matematika, dan matematika bercabang pada ilmuilmu lain, sebagaimana ilmu itu berlanjut pada metafisika. Menurut al-farabi bagian metafisika

13

14

Nama lengkap Abu Yusuf, Yakub Ibnu Ishak Al-Sabbah, Ibnu Imran, Ibnu Al-Ashaath, Ibnu Kays, Al-Kindi. Belilau biasa
disebut Yakub. Lahir pada tahun 185 H (805 M) di Kufah. Al-Kindi berasal dari suku Arab y terpandang dan memainkan peran
utama dalam dunia pemikiran Islam.Al-Kindi memulai pelajarannya di Kufah, kemudian di Basrah, dan Baqhdad, Ibn Al-Nadim
seorang pustakawan yang terpercaya menyebutkan adanya 242 buah karya al-Kindi dalam bidang logika, metafisika, aritmatika,
falak, musik, astrologi, geometri, kedokteran, politik dan sebagainya.
Nama lengkapnya Abu Nashr Muhammad al-Farabi lahir di wasij, suatu desa di Farab (Transoxania), Khorasan, pada 257 H
(870 M). Ia berasal dari Turki dan orang tuannya adalah seorang jendral. Ia sendiri pernah menjadi hakim dari farab ia pernah ke
Baghdad, pusat ilmu pengetahuan waktu itu, di sana ia belajar pada abu Bishr matta bin Yunus, dan tinggal di Baghdad selama 20
tahun, kemudian ia pindah ke Alleppo dan tinggal di Istana Saif ad-Daulah guna memusatkan perhatian pda ilmu pengetahuan di
filsafat.

Muhlisin

FALSAFAH METAFISIKA;Kajian Pemikiran Islam dan Pemikiran Barat

ini secara lengkap dipaparkan oleh aristoteles dalam metaphysics yang sering juga diacu dalam
sumber-sumber Arab sebagai book of letters, karya ini terdiri atas bagian utama yaitu:
1. Menelaah yang ada jauh keberadaannya atas ontologi
2. Menelaah beberapa kaidah pembuktian yang umum dalam logika, matematika dan fisika,
atas epistimologi
3. Menelaah apa dan bagaimana substansi-substansi mujarad (immaterial) yang berjenjang ini
menanjak dari yang terendah sampai ke yang tinggi dan berpuncak pada wujud yang
sempurna. Dan tak ada yang lebih sempurna dari apa yang telah ada.15
Tuhan adalah wujud yang sempurna, ada tanpa suatu sebab, kalau ada sebab baginya,
maka adanya Tuhan tidak sempurna lagi. Berarti adanya Tuhan bergantung kepada sebab yang
lain, karena itu ia adalah substansi yang azali, yang ada dari semula dan selalu ada, substansi itu
sendiri telah cukup jadi sebab bagi keabadian wujudnya. Al-Farabi dalam metafisika nya tentang
ketuhanan hendak menunjukkan keesaan Tuhan, juga dijelaskan pula mengenai kesatuan antara
sifat dan zat (substansi) Tuhan, sifat Tuhan tidak berbeda dari zat Nya, karena Tuhan adalah
tunggal.16
Tentang penciptaan alam (kosmologi) al-farabi cenderung memahami bahwa alam
tercipta melalu proses emanasi sejak zaman azali, sehingga tergambar bahwa penciptaan alam
oleh Tuhan, dari tidak ada menjadi ada, menuut al-Farabi, hanya Tuhan saja yang ada dengan
sendirinya tanpa sebab dari luar dirinya. Karena itu ia disebut wajib al-Wujudu zatih.17
Allah menciptakan alam ini melalui emanasi, dalam arti bahwa wujud Tuhan melimpahkan
wujud alam semesta. Emanasi ini terjadi melalui tafakkur (berfikir) Tuhan tentang dzat-Nya yang
merupakan prinsip dari peraturan dan kebaikan dalam alam. Dengan kata lain, berpikirnya Allah
swt tentang dzat-Nya adalah sebab dari adanya alam ini. Dalam arti bahwa ialah yang memberi
wujud kekal dari segala yang ada. Berfikirnya Allah tentang dzatnya adalah ilmu Tuhan tentang
diri-Nya, dan ilmu itu adalah daya ( al-Qudrah) yang menciptakan segalanya, agar sesuatu tercipta,
cukup Tuhan mengetahuiNya.
Secara konseptual hierarki wujud menurut al-Farabi adalah sebagai berikut :

15
16
17

Tuhan yang merupakan sebab keberadaan segenap wujud lainnya.

Para Malaikat yang merupakan wujud yang sama sekali immaterial.

Al-farabi, Ihsa Al-Ulum, hal. 99


Sudarsono, Ilmu Filsafat Suatu Pengantar (Jakarta: Rineka Cipta, 1993) hal. 296
Abd Aziz Dahlan, Pemikiran Filsafat dalam Islam (Jakarta: Djambatan, 2003) hal. 63

Muhlisin 10

FALSAFAH METAFISIKA;Kajian Pemikiran Islam dan Pemikiran Barat

Benda-benda langit atau benda-benda angkasa (celestial).

Benda-benda bumi (teresterial).18


Dengan filsafat emanasi al-Farabi mencoba menjelaskan bagaimana yang banyak bisa timbul

dari Yang Esa. Tuhan bersifat Maha Esa, tidak berubah, jauh dari materi, Maha Sempurna dan
tidak berhajat pada apapun. Kalau demikian hakikat sifat Tuhan bagaimana terjadinya alam materi
yang banyak ini dari yang Maha Satu. Emanasi seperti yang disinggung di atas merupakan
solusinya bagi al-Farabi.
Proses emanasi itu adalah sebagai berikut. Tuhan sebagai akal, berpikir tentang diri-Nya, dan
dari pemikiran ini timbul satu maujud lain. Tuhan merupakan wujud pertama dan dengan
pemikiran itu timbul wujud kedua, dan juga mempunyai substansi. Ia disebut Akal Pertama
(First Intelligent) yang tak bersifat materi. Wujud kedua ini berpikir tentang wujud pertama dan
dari pemikiran ini timbullah wujud ketiga, disebut Akal Kedua. Wujud II atau Akal Pertama itu
juga berpikir tentang dirinya dan dari situ timbul langit pertama dan selanjutnya dengan segala
planet yang ada pada sistem tata surya.
3. Al-Razi
Persoalan metafisika yang dibahas oleh al-Razi19 seperti halnya yang ada pada filsafat
yunani kuno yaitu tentang adanya lima prinsip yang kekal yaitu: Tuhan, Jiwa Unversal, materi
pertama, ruang absolut, dan zaman absolut.
Secara prinsip tentang metafiska dikatakan bahwa Tuhan menciptakan manusia dengan
substansi ketuhanan-nya kemudian akal, akal berfungsi menyadarkan manusia bahwa dunia yang
dihadapi sekarang ini bukanlah dunia yang sebenarnya, dunia yang sebenarnya itu dapat dicapai
dengan berfilsafat. Dalam karya tulis al-Razi, al-Tibb al-Ruhani (kedokteran Jiwa) tampak jelas
bahwa ia sangat tinggi menghargai akal, dikatakannya bahwa akal adalah karya terbesar dari
Tuhan bagi manusia.

18
19

Osman Bakar, Hierarki Ilmu Membangun Rangka Pikir Islamisasi Ilmu (Bandung : Mizan,1997), hal. 118
Nama lengkapnya adalah Abu Bakar Muhammad Ibnu Zakaria al-Razi, hidup pada 250-313 H/864-925 M. ia lahir, dewasa
dan wafat di Ray, dekat Teheran Persia. Al-Razi sangat luas ilmunya, cabang-cabang ilmu pengetahuan yang pernah dipelajarinya
ialah filsafat, kedokteran, astronomi, kimia, sastra dan logika. Dengan demikian tidak mengherankan apabila ia dikenal sebagai
seorang yang ahli dalam medis, filsafat, dan kimia, di bidang kedokteran al-Razi cukup terkenal, karena karangannya di bidang
kedokteran menjadi buku pedoman atau sebagai buku teks kalangan kedokteran

Muhlisin 11

FALSAFAH METAFISIKA;Kajian Pemikiran Islam dan Pemikiran Barat

4. Ikhwan Al-Safa
Setelah wafatnya al-Farabi, muncullah kalangan kelompok muslim yang menyebutkan
diri mereka sendiri dengan nama ikhwan al-Safa yang berarti saudara-saudara (yang
mementingkan kesucian batin atau jiwa).20 Mereka berhasil menghasilkan karya ensiklopedi
tentang ilmu pengetahuan dan filsafat yang dikenal dengan judul Rasail Ikwan al-Safa, terdiri
dari 52 risalah yang dapat dibagi ke dalam empat kelompok, yaitu bidang matematika, fisika,
risalah yang berbicara tentang jiwa manusia dan kelompok risalah yang mengkaji masalahmasalah metafisika lain nya seperti tentang Tuhan, malaikat, jin dan setan.
Ikhwan al-Safa membagi pengetahuan kepada tiga kelompok yaitu: pengetahuan
adab/sastra, pengetahuan syariah, pengetahuan falsafat, dan pengetahuan filsafat mereka bagi
menjadi empat bagian yaitu: pengetahuan matematika, pengetahuan logika, pengetahuan fisika,
dan pengetahuan ilahiah, metafisika. Filsafat menurut mereka mempunyai tiga taraf, yaitu: 1)
taraf pemulaan, yakni mencintai pengetahuan, 2) taraf pertengahan yakni mengetahui hakikat
dari segala yang ada sejauh kemampuan manusia, 3) taraf akhir yakni berbicara dan meramal
sesuatu sesuai dengan pengetahuan mengenai alam ikhwan al-safa juga menganut paham
pencipataan alam dan Tuhan melalui cara emanasi.21
5. Ibnu Maskawaih
Menurut Ibnu Maskawaih22 untuk membuktikan Tuhan itu dengan pengenalan, jadi tidak
dengan melalui rasional. Sebab pengenalan selain di dapat secara rasional juga dapat dengan
melalui penghayatan yang berupa penggalan kejiwaan. Sebagai bukti adanya Tuhan ialah gerakgerak yang lain itu timbulnya dari sumber gerak, sedangkan sumber gerak itu timbul sendiri,
adapun menurut teori pembahasan lama ialah tiap-tiap bentuk berbuah pasti diganti dengan
bentuk yang lain.23
Tentang jiwa manusia dan akhlak Ibnu Maskawaih menyatakan bahwa tujuannya untuk
menulis itu adalah agar kita berhasil membangun bagi jiwa-jiwa kita suatu akhlak, dengan
20

21

22
23

Identitas para pemuka mereka tidak terang karena mereka bersama para anggota mereka memang merahasiakan diri,
menurut informasi al-sifistani para pemuka mereka adalah Abu Sulaiman al-Busti, Abu Al-Hasan al-Zanjani, Abu Ahmad alNahrajuri, pusat kegiatan mereka adalah kota basrah, sedang di Baghdad juga tedapat cabang dari kelompok rahasia itu, jamaaat
ikwan al-Safa terdiri dari empat kelompok yaitu al-Ikhwan al Abrar al-Ruhama, al-Ikhwan al-Akhyar al-Fudala, al-Ikhwan alFudala al-Kiram, kelompok elit yang hati mereka telah terbuka dan menyaksikan kebenaran dengan mata hati
Abdul Aziz Dahlan, Pemikiran Falsafai dalam Islam (Jakarta: Djambatan, 2008) hal. 84
Ibnu Maskawaih dilahirkan di Ray (sekarang tenaran) nama lengkapnya abu Ali Ahmad Ibnu Muhammad ibnu maskawaih,
ia belajar dan mematangkan pengetahuannya di Baghdad.
Sudarsono, Ilmu Filsafat Suatu Pengantar (Jakarta Rineka Cipta, 1993) hal. 304

Muhlisin 12

FALSAFAH METAFISIKA;Kajian Pemikiran Islam dan Pemikiran Barat

akhlak itu muncul dari diri kita dengan mudah tanpa dibuat-buat perbuatan yang indah. Baginya
jiwa itu berasal dari akal aktif, jiwa bersifat rohani, karena itu jiwa mampu menerima hal-hal
yang bertentangan, sedangkan panca indra hanya dapat menangkap sesuatu jika sesuatu itu sudah
menempel pada benda.24
6. Ibnu Sina
Ar-Rais al-Husain bin Abdullah bin Ali Al-Hamadani di lahirkan pada tahun 980 M
disebuah desa bernama afshanah.25 Dekat Bukhara yang saat ini terletak dipinggiran selatan
Rusia, Ibnu Sina adalah filosof dan ahli kedokteran muslim paling populer sampai saat ini di
dunia barat, Ibnu Sina dikenal dengan sebutan Avicenna.
Sebagai seorang metafisikus Islam, Ibnu Sina berpendapat bahwa antara jiwa dan badan
memiliki perbedaan. Pengenalan dan perasaan manusia terhadap jiwa bersifat langsung, karena
pemikiran tidak memerlukan perantara di dalam mengenal dirinya. Ibnu Sina seperti halnya alFarabi berpendapat bahwa jiwa adalah wujud rohani (immateri) yang berada dalam tubuh, wujud
imateri yang tidak berada atau tidak langsung mengendalikan tubuh disebut akal. Dengan
demikian, jiwa manusia adalah wujud imateri yang berada dalam tubuh manusia. Jiwa itulah
yang menjadi sebab hidup, penggerak dan pengendali tubuh, ibnu Sina juga menjelaskan tiga
macam jiwa di bumi yaitu 1) Jiwa tumbuh-tumbuhan, 2) Jiwa binatang, 3) jiwa manusia, pada
jiwa tumbuh-tumbuan terdapat potensi makan potensi menumbuhkan potensi mengembang
biakkan. Pada jiwa binatang, selain jiwa yang baru disebutkannya juga terdapat potensi
menggerakkan dan potensi menangkap, potensi khayal dan sebagainya.26
Pada jiwa manusia, selain semua potensi yang telah disebutkan di atas juga terdapat
potensi berpikir praktis dan berpikir teoritis, kemampuan teoritis ini pada taraf potensi disebut
akal material dan setelah berkembang pada taraf berikutnya disebut akal makalah. Pemikiran
terpenting yang dihasilkan Ibnu Sina ialah falsafatnya tentang jiwa. Ia juga menganut faham
pancaran. Dari Tuhan memancar akal pertama, dan dari akal pertama memancar akal kedua dan
langit pertama, demikian seterusnya sehingga tercapai akal ke sepuluh dan bumi. Dari akal ke
sepuluh memancar segala apa yang terdapat di bumi yang berada dibawah bulan. Akal pertama
adalah malaikat tertinggi dan akal kesepuluh adalah Jibril.
24
25
26

Ibid, hal. 305


Muhsin Labib, Para Filosof (Jakarta: Al-Huda, 2005) hal. 118
Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jilid II (Jakarta:UIPress, 1978) Hal. 63

Muhlisin 13

FALSAFAH METAFISIKA;Kajian Pemikiran Islam dan Pemikiran Barat

Ibnu Sina berpendapat bahwa akal pertama mempunyai dua sifat : sifat wajib wujudnya
sebagai pancaran dari Allah, dan sifat mungkin wujudnya jika ditinjau dari hakekat dirinya.
Dengan demikian ia mempunyai tiga obyek pemikiran : Tuhan, dirinya sebagai wajib wujudnya
dan dirinya sebagai mungkin wujudnya.
Dari pemkiran tentang Tuhan timbul akal - akal dari pemikiran tentang dirinya sebagai
wajib wujudnya timbul jiwa - jiwa dari pemikiran tentang dirinya sebagai mungkin wujudnya
timbul di langit. Jiwa manusia sebagaimana jiwa - jiwa lain dan segala apa yang terdapat di bawah
Bulan, memancar dari akal ke sepuluh.
Menurut Ibnu Sina jiwa manusia merupakan satu unit yang tersendiri dan mempunyai
wujud terlepas dari badan. Jiwa manusia timbul dan tercipta tiap kali ada badan, yang sesuai dan
dapat menerima jiwa, lahir didunia ini. Sungguh pun jiwa manusia tidak mempunyai fungsi -fungsi
fisik, dan dengan demikian tak berhajat pada badan untuk menjalankan tugasnya sebagai daya
yang berfikir, jiwa masih berhajat pada badan karena pada permulaan wujudnya badanlah yang
menolong jiwa manusia untuk dapat berfikir.
Dalam pembagian wujud kepada wajib dan mumkin, Ibnu Sina terpengaruh oleh
pembagian wujud para mutakallimun kepada : baharu (al-hadits) dan Qadim (al-Qadim). Karena
dalil mereka tentang wujud Allah didasarkan pada pembedaan - pembedaan baharu dan qadim
sehingga mengharuskan orang berkata, setiap orang yang ada selain Allah adalah baharu, yakni
didahului oleh zaman dimana Allah tidak berbuat apa - apa. Pendirian ini mengakibatkan
lumpuhnya kemurahan Allah pada zaman yang mendahului alam mahluk ini, sehingga Allah tidak
pemurah pada satu waktu dan Maha Pemurah pada waktu lain.Dengan kata lain perbuatan-Nya
tidak Qadim dan tidak mesti wajib.27
Untuk menghindari keadaan Tuhan yang demikian itu, Ibnu Sina menyatakan sejak mula
bahwa sebab kebutuhan kepada al-wajib (Tuhan) adalah mungkin, bukan baharu. Pernyataan ini
akan membawa kepada aktifnya iradah Allah sejak Qadim, sebelum Zaman.
Perbuatan Ilahi dalam pemikiran Ibnu Sina dapat disimpulkan dalam 4 catatan sebagai
berikut: Pertama, perbuatan yang tidak kontinu (ghairi mutajaddid) yaitu perbuatan yang telah
selesai sebelum zaman dan tidak ada lagi yang baharu. Ibnu Sina berkata : yang wajib wujud
(Tuhan) itu adalah wajib (mesti) dari segala segi, sehingga tidak terlambat wujud lain (wujud al
muntazhar) - dari wujud-Nya, malah semua yang mungkin menjadi wajib dengan-Nya. Tidak ada
27

Ahmad Hanafi, MA, Pengantar Filsafat Islam, (Jakarta : Bulan Bintang), 1996, hal.125

Muhlisin 14

FALSAFAH METAFISIKA;Kajian Pemikiran Islam dan Pemikiran Barat

bagi-Nya kehendak yang baru, tidak ada tabiat yang baru, tidak ada ilmu yang baru dan tidak ada
suatu sifat dzat-Nya yang baru. Demikianlah perbuatan Allah telah selesai dan sempurna sejak
qadim, tidak ada sesuatu yang baru dalam pemikiran Ibnu Sina, seolah - olah alam ini tidak perlu
lagi kepada Allah sesudah diciptakan.
Kedua, perbuatan Ilahi itu tidak ada tujuan apapun. Seakan - akan telah hilang dari
perbuatan sifat akal yang dipandang oleh Ibnu Sina sebagai hakekat Tuhan, dan hanya sebagai
perbuatan mekanis karena tidak ada tujuan sama sekali. Ketiga, manakala perbuatan Allah telah
selesai dan tidak mengandung sesuatu maksud, keluar dari-Nya berdasarkan hukum kemestian,
seperti pekerjaan mekanis, bukan dari sesuatu pilihan dan kehendak bebas.28
Yang dimaksudkan dalam catatan ketiga ini yaitu Ibnu Sina menisbatkan sifat yang paling
rendah kepada Allah karena sejak semula ia menggambarkan kemestian pada Allah dari segala
sudut. Akibatnya upaya menetapkan iradah Allah sesudah itu menjadi sia - sia, akrena iradah itu
tidak lagi bebas sedikitpun dan perbuatan yang keluar dari kehendak itu adalah kemestian dalam
arti yang sebenarnya. Jadi tidak ada kebebasan dan kehendak selagi kemestian telah melilit Tuhan
sampai pada perbuatan-Nya, lebih lebih lagi pada dzat-Nya.
Keempat, perbuatan itu hanyalah memberi wujud dalam bentuk tertentu. Untuk memberi
wujud ini Ibnu Sina menyebutnya dengan beberapa nama, seperti : shudur (keluar), faidh
(melimpah), luzum (mesti), wujub anhu (wajib darinya). Nama - nama ini dipakai oleh Ibnu Sina
untuk membebaskan diri dari pikiran Penciptaan Agamawi, karena ia berada di persimpangan
jalan anatara mempergunakan konsep Tuhan sebagai sebab pembuat (Illah failah) seperti ajaran
agama dengan konsep Tuhan sebagai sebab tujuan (Illah ghaiyyah) yang berperan sebagai pemberi
kepada materi sehingga bergerak ke arahnya secara gradual untuk memperoleh kesempurnaan. 29
7. Al-Ghazali

28
29

Ibid , hal.125-126
Untuk mendapat gambaran lebih dalam berkaitan dengan pemikiran Ibnu Sina tentang roh lihat tulisan Harun Nasution
dalam buku Islam ditinjau dari berbagai aspek, bab IX dan bab X tentang Falsafah dan Mistisisme Islam.

Muhlisin 15

FALSAFAH METAFISIKA;Kajian Pemikiran Islam dan Pemikiran Barat

Tiga pendapat filosof-filosof muslim yang dikufurkan al-Ghazali 30 yang tertuang dalam
bukunya tahafut al-Falasifah, yakni pendapat bahwa alam itu azali atau qadim, pendapat
bahwa Tuhan tidak mengetahui juz iyyat, lalu ia juga mengkufurkan paham yang mengingkari
adanya kebangkitan tubuh di akhirat, itu berarti bahwa siapa saja yang menganut, salah satu dari
tiga paham tersebut menurut al-Ghazali jatuh ke dalam kekafiran. Untuk paham yang pertama
tentang paham qadim- nya alam menurut nya bila alam tu diktakn qadim maka mustahil dapat
dibayangkan bahwa alam itu diciptakan oleh Tuhan. Jadi paham qadim nya alam membawa
kepada kesimpulan bahwa alam itu ada dengan sendirinya. Kedua tentang paham bahwa Tuhan
tidak mengetahui juziyyat. Paham bahwa Tuhan tidak mengetahui yang juziyyat bukanlah
paham yang dianut oleh filosof muslim tapi paham ini dianut oleh aristoteles, menurut al-Ghazali
Tuhan mengetahui hal-hal juzi itu dengan pengetahuny tidak berubah, dan ini dapat dipahami
seperti tidak berubahnya pengetahuan tetapi sebab-sebab yang bersifat umum, atau dapat di
pahami dengan pengertian bahwa tuhan telah mengetahui halhal yang juzi ketiga tentang paham
pengingkaran kebangkitan jasmani di alam kubur. Menurut al-Ghazali gambaran al-Quran dan
Hadis tentang kedua akhirat bukan megacu pada kehidupan yang bersifat rohani saja, tapi pada
jasmani juga, jasad-jasad di bangkitkan dan disatukan dengan jiwa-jiwa manusia yang pernah
hidup di dunia, untuk merasakan nikmat surgawi yang bersifat rohani-jasmani dan merasakan
azab neraka yang juga bersifat rohani jasmani.
Menurut al-Ghazali di dalam buku-buku filsafatnya dia menyatakan bahwa manusia
mempunyai identitas esensial yang tetap tidak berubah - ubah yaitu al-Nafs atau jiwanya.
Adapun yang dimaksud tentang al-Nafs adalah substansi yang berdiri sendiri yang tidak
bertempat. Serta merupakan tempat bersemayam pengetahuan - pengetahuan intelektual (almaqulat) yang berasal dari alam al-malakut atau al-amr . Hal ini menunjukkan bahwa esensi
manusia bukan fisiknya dan bukan fungsi fisiknya. Sebab fisik adalah sesuatu yang mempunyai
tempat, sedangkan fungsi fisik adalah sesuatu yang tidak berdiri sendiri, karena keberadaannya
tergantung kepada fisik. Sementara dalam penjelasannya yang lain, al-Ghazali menegaskan bahwa
manusia terdiri atas dua substansi pokok, yakni substansi yang berdimensi dan substansi yang tidak
30

Al-Ghazali hidup dari tahun 450 H / 105 M sampai degan tahun 505 H / 1111 M. ia lahir di desa Gazaleh dekat Tus. Ia
berlajar di Tus jurtan, di nisyapur, di nisyapur inilah ia dalam usai 20-28 tahun berguru dan bergaul denga imam al-Juwaini, di
Baghdad ia menjadi guru besar madrasah nizamiah Baghdad. Di Baghdad pula lah ia berupaya mempelajari filsafat dan
menunjukkan pemahamannya tentang filsafat dengan menulis buku Maqa sid al-Falaisfah, serta kemudian menunjukkan
kemampuannya mngkritis argument-argumen kaum filosofis. Untuk lebih lengkap konsepsi al ghozali berkaitan dengan
falsafahnya dapat dibaca dalam kitabnya muqaddimah tahafut al falasifah yang berjudul Maqassid al falasifah lil imam al
ghozali yang ditahqiq oleh Dr. Sulaiman D. Terbitan Darul Maarif Mesir. Cetakan Ke -2

Muhlisin 16

FALSAFAH METAFISIKA;Kajian Pemikiran Islam dan Pemikiran Barat

berdimensi, namun mempunyai kemampuan merasa dan bergerak dengan kemauan.Substansi yang
pertama dinamakan badan ( al-jism) dan substansi yang kedua disebut jiwa ( al-nafs). Jiwa ( alNafs) memiliki daya - daya sebagai derivatnya dan atas dasar tingkatan daya daya tersebut.
Demikianlah diantara pemikir-pemikir muslim yang bisa dijadikan rujukan konsepsi untuk
melacak akar pemikiran Falsafah Metasika dalam sejarah pemikiran Islam, 31 sebagai perbandingan
perlu dideskripsikan khasanah pemikiran falsafah metafisika di kawasan barat.
F. Pemikir Pemikir Metafsisika Barat
Sebagai sebuah analisa memperkuat konseptualisasi kajian falsafah metafisika dikemukakan
disini sejumlah pemikir-pemikir metafisika Barat yang dapat ditelaah secara seksama sehingga
dapat menjadi bahan komparasi dan perbandingan dengan pemikir-pemikir Muslim tersebut diatas:
1.

Thales berpendapat air sebagai arche. Filsafat alam yang berusaha mencari asal (arche) alam
semesta yakni air.

2.

Dalil Pembuktian Tuhan Ansellmus: Dalil ontologis: segala sesuatu di dunia ini tidak ada yg
sempurna, melainkan hanya memperlihatkan tingkatan-tingkatan (gradasi). Oleh karena itu,
tentu ada satu yang paling sempurna yang mengatasi semua ketidaksempurnaan itu, yakni The
Perfect Being.

3.

Dalil Kosmologis menurut Aristoteles, Keteraturan alam semesta ini ditentukan oleh gerak
(motion). Gerak merupakan penyebab terjadinya perubahan (change) di alam semesta.

31

Secara prinsip pada hakekatnya masih banyak tokoh-tokoh lain yang dapat dijadikan referensi untuk
memperkaya kajian falsafah metafisika islam. Akan tetapi cukup kiranya sebagai bahan diskusi untuk penulisan
makalah ini. Diyakini bahwa hampir semua pemikir dan tokoh-tokoh ulama islam sejak zaman sahabat, khalifah ar
rasyidin, masa khalifah muawiyah Abbasiyah bahkan ketika islam mengalami masa kegelapan dan kemunduran
sekalipun masih banyak pemikir-pemikir muslim yang terus berkarya dan berijtihad. Sampai dengan ketika islam
dikatakan mengalami era kebangkitan lagi pada abad 17 dan 18. bahkan sampai era kontemporer sekarangpun masih
banyak kita temukan sejumlah karya-karya monumental dikalangan pemikir muslim untuk merumuskan dan
merekonstruksi pemikiran falsafah metafisika islam. Untuk yang terakhir ini bisa kita sebut misalnya Fazlur
Rahman(dengan segala karya yang dihasilkannya), Sahrur, Nasr Hamid Abu Zayd, al jabiri, Hasan Hanafi, dan lainlain. Yang secara prinsip diskusi yang mereka paparkan tentang konsep Tuhan, wahyu, konsep hakekat kenabian,
hakekat ilmu dan sebagainya. Belum lagi jika kita mengkaji peta pergerakan aliran-aliran dalam berbagai madzhab,
baik itu madzhab teologi-tasawwuf, madzhab fiqh dan sebagainya yang masing-masing mereka memiliki cara
pandang yang sangat beragam untuk membuat rumusan hal-hal yang bersifat eskatologis (ghoib). Ini dapat
dimaklumi sebab konsepsi agama hakekatnya adalah mengandung konsepsi relasi metafisis antara Tuhan (dengan
segala wujudnya) Manusia (dengan segala fenomena) dan Alam (kosmos). Agama hakekatnya memiliki
kewajiban memberikan rumusan yang jelas atas relasi-relasi yang dibangun atas dasar keberadaan dari masingmasing entitas tersebut. Dan pemikiran manusia untuk menemukan relasi ideal yang bersifat falsafi metafisis tiada
pernah berhenti sampai kapanpun.

Muhlisin 17

FALSAFAH METAFISIKA;Kajian Pemikiran Islam dan Pemikiran Barat

Akhirnya akal manusia tiba pada suatu titik yang ultimate, yaitu sumber penyebab dari semua
gerak, yaitu Unmoved Mover, Penggerak yang tadak digerakkan. 32
4.

Dalil Teleologis (William Paley) Benda-benda di ruang alam semesta itu memiliki gerak yg
bertujuan (teleos), sehingga alam semesta ini merupakan karya seni terbesar yang membuktikan
adanya A Greater Intelligent Designer.

5.

Dalil Etis (I.Kant), Dalam diri setiap manusia ada dua kecenderungan yang bersifat niscaya,
yaitu keinginan untuk hidup bahagia (happiness) dan berbuat baik. Kedua kecenderungan itu
akan dapat terwujud dalam kehidupan manusia apabila dijamin oleh 3 postulat, yaitu kebebasan
kehendak (freewill), keabadian jiwa (immortality), dan Tuhan (God) sebagai penjamin hukum
moral (Law Giver)33.

6.

Plotinos: Semua pengada beremanasi dari to Hen (yang satu) melalui proses spontan dan
mutlak. To Hen beremanasi pada Nous (kesadaran), melimpah pada Psykhe (jiwa), akhirnya
melimpah pada materi sebagai bentuk yang paling rendah, yaitu Meion.

7.

Karl Jaspers mengatakan; pertama Metafisika merupakan upaya memahami Chiffer; simbol
yang mengantarai eksistensi dan transendensi. Kedua Manusia adalah chiffer paling unggul,
karen banyak dimensi kenyataan bertemu dalam diri manusia. Ketiga Manusia merupakan suatu
mikrokosmos, pusat kenyataan; alam, sejarah, kesadaran, dan kebebasan ada dlm diri manusia.
Jadi Metafisika: berarti membaca chiffer, transendensi, keilahian, sebagai kehadiran
tersembunyi. Arti dari Chiffer adalah jejak, cermin, gema atau bayangan transendensi. 34

8.

Jp. Sartre yang mempelopori aliran filsafat eksistensialisme memberikan konsep pertama Letre
en soi (Being-in-itself) yaitu keberadaan dalam diri yang bukan pasif dan bukan pula aktif,
tetapi memuakkan. Kedua Ctt: Letre en soi keberadaan dlm diri yg bukan aktif dan pasif,
sifatnya memuakkan. Letre pour soi; kesadaran mns utk diri, sifatnya aktif, kebebasan dan
berusaha mengobjekkan org lain. Dan ketiga, Letre pour autrui; keberaadaan untuk orang lain
(sosial)35.

G. Penentang Metafisika Barat


32

Joko Siswanto, Sistem-Sistem Metafisika Barat, (Yogyakarta: Pustaka pelajar ,1998) hal. 7
Ibid, hal. 57
34
Ibid , 127
35
Ibid, 138
33

Muhlisin 18

FALSAFAH METAFISIKA;Kajian Pemikiran Islam dan Pemikiran Barat

Dialektika keilmuan menjadi wacana yang sangat kental berkembang terus menerus di barat
sehingga ketika muncul pemikiran-pemikiran metafisika yang merupakan aliran filsafat idealisme,
akhirnya muncullah sejumlah tokoh dan pemikir yang menentang aliran ini yang lebih
mengedepankan paradigma filsafatnya pada aliran empirisme positivistik. Nilai pokok Aliran ini
adalah penentangan keras akan adanya konsep metafisika. Adapun penentang Metafisika Barat bisa
dikemukakan disini adalah:36
1. David Hume:

Metafisika itu

cara berpikir yang menyesatkan (sophistry) dan khayalan (illusion).

Sebaiknya karya metafisika itu dimusnahkan, karena tidak mengandung isi apa-apa.

Metafisika bukanlah sesuatu yang dapat dipersepsi oleh indera manusia, sehingga
merupakan sesuatu yang senseless.

2. Alfred Jules Ayer

Metafisika adalah parasit dalam kehidupan ilmiah yang dapat menghalangi kemajuan
ilmu pengetahuan, Oleh karena itu, metafisika harus dieliminasi dari dunia ilmiah.

Problem yang diajukan dalam bidang metafisika adalah problem semu (pseudoproblems), artinya permasalahan yang tidak memungkinkan untuk dijawab.

3. Ludwig Wittgenstein37

Metafisika itu bersifat the Mystically, hal-hal yang tak dapat diungkapkan (inexpressible)
ke dalam bahasa yang bersifat logis.

Ada 3 persoalan metafisika, yaitu: (1) Subject does not belong to the world; rather it is a
limit of the world. (2). Death is not an event in life, we do not live to experience death.
(3). God does not reveal Himself in the world.

Kesimpulan: Sesutu yang tak dapat diungkapkan secara logis sebaiknya didiamkan
saja. (What we cannot speak about, we must pass over in silence!)

H. Kesimpulan; Sebuah analisis perbandingan


36

37

Para tokoh-tokoh ini umumnya adalah pemikir empirisme positvisme materialistic yang secara prinsip berseberangan
dengan pemikir rasionals, idealisme
Anton Bekker Ibid, Hal. 254

Muhlisin 19

FALSAFAH METAFISIKA;Kajian Pemikiran Islam dan Pemikiran Barat

Setelah secara seksama memaparkan problematika falsafah metafisika islam dan Barat cukup
memberikan gambaran yang dikemukakan oleh sejumlah tokoh dapat diberikan sebuah analisa
sebagai berikut:
1.

Metafisika merupakan hal yang signifikan dan menjadi wacana diskusi falsafi baik di barat
maupun di timur (dunia Islam) sehingga hal itu merupakan tema global.

2.

Geneologi struktur dari pola pemikiran dan model konseptualisasi Metafisika

memiliki

persamaan-persamaaan yang signifikan diantara pemikir muslim dan Barat. Dengan tema
sentral tentang realitas ketuhanan (teologi), semesta sebagai keseluruhan (kosmologi) maupun
kejiwaan (psikologi).
3.

Dalam kerangka pemikiran metafisika,

pemikir pemikir barat memiliki orientasi untuk

mengembangkan saint ansich, yakni ilmu-ilmu yang berbasis pada ilmu kemanusiaan
(Humaniora Science) yakni Budaya, antropologi, sejarah dan psikologi (ilmu jiwa).
4.

Metafisika islam dikembangkan dalam rangka untuk membangun secara sistematis konseptual
tentang hakekat relasi manusia sebagai mikrokosmos (alam kecil) dalam hubungannya dengan
makrokosmos (alam luas) secara menyeluruh dan konseptualisasinya tentang yang ada (wujud)
di seluruh kosmos ini.

5.

Metafisika Muslim dipandu oleh nilai-nilai normatif ajaran Islam yang tentunya bersumber
pada nilai ketauhidan dan tidak seperti metafisika barat yang sekuleristik, materialistik dan
positivistik meskipun sebagian mereka juga terdapat sejumlah tokoh yang memiliki asumsiasumsi idealistik.
Dengan memperhatikan narasi paper ini, smoga upaya kecil dari deskripsi tersebut diatas

menjadi tambahan inspirasi bagi para intelektual muslim untuk terus menggali nilai-nilai ilmiah
khususnya berkaitan dengan falsafah metafisika pemikiran Islam. Wallahu alam bisy syawab.

Muhlisin 20

FALSAFAH METAFISIKA;Kajian Pemikiran Islam dan Pemikiran Barat

DAFTAR PUSTAKA

Bakar, Osman,Hierarki Ilmu Membangun Rangka Pikir Islamisasi Ilmu ,Bandung : Mizan,1997
Bakhtiar,Amsal, Filsafat Agama,Jakarta:Logos,1997
Bakker,Anton, Ontologi Metafisika Umum: filsafat Pengada dan Dasar-Dasar Kenyataan Yogyakarta: kanisius,
1992
Dahlan, Abdul Aziz, Pemikiran Falsafai dalam Islam,Jakarta: Djambatan, 2008
Al-farabi, Ihsa Al-Ulum
Gahral Adian, Donny, Matinya Metafisika Barat, Jakarta: Komunitas Bambu, 2001
Hanafi, Ahmad, Pengantar Filsafat Islam,Jakarta : Bulan Bintang, 1996
Honderich, Oxford Companion to Philosophy.
Labib,Muhsin, Para Filosof, Jakarta: Al-Huda, 2005
Nasution, Harun, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jilid II,Jakarta:UIPress, 1978
Peursen,C.A. Van ,Strategi Kebudayaan, terj. Dick Hartoko, Yogyakarta: Kanisius, 1988
Philipus Tule, Rhomo, (ed.), kamus filsafat , Bandung: Rosda, 1995
Salam,Burhanuddin, Filsafat Manusia,Jakarta:Bina Aksara, 1988
Siswanto,,Joko, Sistem-Sistem Metafisika Barat, Yogyakarta: Pustaka pelajar ,1998
Sudarsono, Ilmu Filsafat Suatu Pengantar,Jakarta: Rineka Cipta, 1993
Titus, Harold (dkk.), Persoalan-persoalan Filsafat, terj. Rasyidi .Jakarta: Bulan Bintang, 1986

Muhlisin 21

Anda mungkin juga menyukai