PENDAHULUAN
Hingga saat ini di indonesia masih terdapat 4 masalah gizi utama yaitu KKP
(Kurang Kalori Protein), Kurang vitamin A, Gangguan Akibat Kurang Iodium (GAKI)
dan kurang zat besi yang disebut Anemia Gizi. Sampai saat ini salah satu masalah yang
belum nampak menunjukkan titik terang keberhasilan penanggulangannya adalah
masalah kekurangan zat besi atau dikenal dengan sebutan anemia gizi merupakan
masalah kesehatan masyarakat yang paling umum dijumpai terutama di negaranegara
sedang berkembang.anemia gizi pada umumnya dijumpai pada golongan rawan gizi yaitu
ibu hamil, ibu menyusui, anak balita, anak sekolah, anak pekerja atau yang
berpenghasilan rendah. Prevalensi anemia gizi yang tinggi pada anak sekolah membawa
akibat negatif yaitu rendahnya kekebalan tubuh sehingga menyebabkan tingginya angka
kesakitan. Khusus pada anak balita, keadaan anemia gizi secara perlahan lahan akan
menghambat pertumbuhan dan perkambangan kecerdasan, anak anak akan lebih mudah
terserang penyakit karena penurunan daya tahan tubuh, dan hal ini tentu akan
melemahkan keadaan anak sebagai generasi penerus.
Anemia defisiensi besi (ADB) adalah anemia yang timbul akibat kosongnya
cadangan besi tubuh (depleted iron store) sehingga penyediaan besi untuk eritropoesis
berkurang, yang pada akhirnya pembentukan hemoglobin (Hb)
Berkurang.
Gambaran diagnosis etiologis dapat ditegakkan dari gejala klinis dan pemeriksaan
laboratorium, diagnosis banding. Beberapa zat gizi diperlukan dalam pembentukan sel
darah merah. Yang paling penting adalah zat besi, vitamin B12 dan asam folat, tetapi
tubuh juga memerlukan sejumlah kecil vitamin C,riboflavin dan tembaga serta
keseimbangan hormon, terutama eritroprotein. Tanpa zat gizi dan hormon tersebut,
pembentukan sel darah merah akan berjalan lambat dan tidak mencukupi, dan selnya bisa
memiliki kelainan bentuk dan tidak mampu mengangkut oksigen.
Tujuan Umum
Mengetahui dan memahami tentang Anemia mikrositik hipokrom ec defisiensi
Fe.
1.2.2
Tujuan Khusus
Mengetahui dan memahami tentang definisi, etiologi, klasifikasi, patogenesa,
Sebagai laporan kasus yang menyajikan analisis kasus tentang anemia mikrositik
hipokrom ec defisiensi fe.
2.
Untuk memenuhi tugas case report session kepaniteraan klinik senior di Bagian Ilmu
Penyakit Dalam RSUD Solok 2016.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Defenisi
Anemia adalah suatu kondisi dimana jumlah sel darah merah berkurang sehingga
kapasitas oksigen yang ditransfer idak memenuhi kebutuhan fisiologis tubuh.
Anemia merusak kemampuan tubuh untuk pertukaran gas, dan mengurangi jumlah sel
darah merah mengangkut O2 dan CO2.
Anemia terjadi karena :
12
1111.9 810.9
<8
above)
Pregnant women
11
1010.9 79.9
<7
Men
13
1112.9 810.9
<8
Source: Haemoglobin concentration for the diagnosis of anaemia and assessment of
severity. WHO
Table 2.2: Prevalence of anaemia among different age groups
Age groups
Children (635 months)
Children (659 months)
All women (1549 years)
Ever married women (1549
years)
Pregnant women (1549 years)
Lactating women (1549
years)
Adolescent Girls
1214 years
1517 years
1519 years
56
58.7
63.2
68.6*
69.7*
55.8
KLASIFIKASI ANEMIA
1.
Dimana ukuran dan bentuk sel-sel darah merah normal serta mengandung
hemoglobin dalam jumlah normal.
Perdarahan akut
Penyakit kronik
Anemia hemolitik
Anemia aplastik
Talasemia
Salah satu tanda yang paling sering dikaitkan dengan anemia adalah pucat. Ini
umumnya diakibatkan oleh berkurangnya volume darah, berkurangnya hemoglobin dan
vasokonstriksi untuk memperbesar pengiriman O2 ke organ-organ vital. Karena faktorfaktor seperti pigmentasi kulit, suhu dan distribusi kapiler mempengaruhi warna kulit,
maka warna kulit bukan merupakan indeks pucat yang dapat diandalkan. Warna kuku,
telapak tangan dan membran mukosa mulut serta konjungtiva dapat digunakan lebih baik
guna menilai kepucatan.
Pada umumnya anemia yang terjadi diakibatkan defisiensi nutrisi seperti defisiensi
Fe, asam folat dan vitamin B12. Dalam referat ini dibahas lebih lanjut mengenai anemia
defisiensi Fe.
Besi diperlukan untuk sintesis haemoglobin, kekurangan zat besi dianggap penyebab
paling sering terjadi dan kemudian kekurangan nutrisi lainnya (folat, B12 dan Vit A ),
peradangan akut dan kronis, infeksi parasit dan genetik.
Kurangnya zat besi dalam tubuh dapat menyebabkan anemia, zat besi yang
berlebihan dalam tubuh dapat menyebabkan kerusakan organ.
2.3 Epidemiologi
Anemia defisiensi besi (ADB) merupakan jenis anemia yang paling banyak
diderita oleh penduduk di negara berkembang, termasuk di indonesia. Sebanyak 16-50 %
laki-laki dewasa di Indonesia menderita ADB dengan penyebab terbanyak yaitu infeksi
cacing tambang (54%) dan hemoroid (27%). 25-48 % perempuan dewasa di Indonesia
menderita ADB dengan penyebab terbanyak menorraghia (33%) , hemoroid (17%) dan
infeksi cacing tambang (17%). 46-92 % wanita hamil di Indonesia menderita ADB.
2.4 Etiologi
Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh rendahnya masukan besi, gangguan
absorbsi, serta kehilangan besi akibat perdarahan kronik :
1. Faktor nutrisi
kurangnya jumlah besi atau bioavailabilitas ( kualitas ) besi dalam asupan
makanan misalnya ; makanan banyak serta, rendah daging, rendah vitamin C.
2. Kebutuhan besi meningkat
prematuritas, anak dalam masa petumbuhan dan kehamilan
3. Gangguan absorbsi besi
gastrektomi, colitis kronik
4. Perdarahan kronik
saluran cerna ; tukak peptic, konsumsi NSAID, salisilat, kanker kolon, kanker
lambung, divertikulosis, infeksi cacing tambang, hemoroid
saluran genitalia wanita ; menoraghia, mtroraghia
saluran kemih ; hematuria
saluran nafas ; hemoptoe
Kekurangan besi dapat disebabkan :
1. Kebutuhan yang meningkat secara fisiologis
Pertumbuhan
Pada periode pertumbuhan cepat yaitu pada umur 1 tahun pertama dan masa remaja
kebutuhan besi akan meningkat sehingga pada periode ini insiden anemia defisiensi besi
meningkat.Pada bayi umur 1 tahun, berat adanya meningkat 3 kali dan masa hemoglobin
dalam sirkulasi mencapai 2 kali lipat dibandingkan lahir. Bayi premature dengan
pertumbuhan sangat cepat, pada umur 1 tahun berat adanya dapat mencapai 6 kali dan
masa hemoglobin dalam sirkulasi mencapai 3 kali dibanding saat lahir.
Oleh karena konsentrasi hemoglobin yang tinggi pada bayi baru lahir adalah selama 2-3
bulan pertama kehidupan bayi,zat besi yang cukup besar direklamasi dan disimpan. Zat
besi itu biasanya cukup untuk pembentukan darah pada 6-9 bulan pertama kehidupan
pada bayi cukup bulan. Pada bayi berat badan lahir rendah atau bayi dengan hemoragi
perinatal abnormal, zat besi yang disimpan bisa habis dan sumber makanan yang menjadi
sangat penting. Pada bayi cukup bulan, anemia yang disebabkan semata-mata oleh
defisiensi zat besi sangat jarang ditemukan sebelum usia 6 bulan dan biasanya terjadi
pada usia 9-24 bulan. Tetapi, relatif jarang terjadi. Pola diet yang biasa diamati pada bayi
dengan anemia defisiensi besi adalah konsumsi susu sapi dalam jumlah besar dan
makanan yang tidak kaya dengan zat besi. Selain itu anemia defisiensi besi ini juga dapat
disebabkan karena kekurangan pasokan zat besi dari lahir, misalnya dari premature, bayi
kembar, bayi yang dilahirkan oleh ibu yang anemia.
Menstruasi
Penyebab kekurangan zat besi y ang terjadi pada anak perempuan adalah kehilangan
darah lewat menstruasi.
2.
3.
Tranfusi fetomaternal
Kebocoran darah yang kronis ke dalam sirkulasi ibu akan menyebabkan anemia
defisiensi besi pada akhir masa fetus dan pada masa awal neonatus.
4.
Hemoglobinuria
Keadaan ini biasanya dijumpai pada anak yang memakai katup jantung buatan. Pada
paroximal nocturnal Hemoglobinuria (PNH) kehilangan besi melalui urin rata-rata 1,87,8mg/hari.
5.
dan berulang serta adanya infiltrat pada paru yang hilang timbul. Keadaan ini dapat
menyebabkan kadar Hb menurun drastis hingga 1,5-3gr/dl selama 24 jam.
7.
perempuan dan 17% remaja laki-laki kadar feritin serumnya <10ug/dl. Pendarahan
saluran cerna yang tidak tampak sebagai akibat iskemia yang hilang timbul pada usus
selama latihan berat terjadi 50% pelari.
10
Laki-laki
1 mg
Remaja
2-3 mg
2-3 mg
Hamil
3-4 mg
Bayi
1 mg
4 mg
usus halus. Zat besi berupa ferro diabsorbsi terutama didalam duedunum makin ke distal
absorbsinya makin berkurang.
Besi diserap oleh epitel usus dengan bantuan protein transpor yang dikenal dengan DMT
1 ( Divalen Metal Transporter ). DMT 1 juga memfasilitasi absorbsi logam lain seperti
Mg, Co, Zn dan Cd. Besi akan dibawa dari luminal ke bagian mukosa epitel usus.
Proses absorbsi ini diatur dengan tiga mekanisme ( The Internet Laboratory Phatology,
2003 ):
11
1. Diatery regulator
Sumber besi dari makanan yang tinggi tidak akan diserap selama besi masih terakumulasi
dan akan menghambat absorbsi.
2. Stores Regulator
Jika deposit besi dalam tubuh berkurang, mukosa akan mendapat sinyal agar absorbsi
besi ditingkatkan.
3. Erythropoietic regulator
Sebagai respon terhadap anemia sel erytroid akan memberikan sinyal ke mukosa agar
meningkatkan absorbsi besi.
Prosesabsorbsibesijugadipengaruhiolehbeberapafaktorantaralain:
12
Hemeironakanlebihmudahdiserapdibandingkannonhemeiron
Ferrolebihmudahdiserapdaripadaferri
Asamlambungakanmembantupenyerapanbesiabsorbsibesidihambatkompleks
phytatedanfosfat
Bayidananakanakmengabsorbsibesilebihtinggidariorangdewasakarenaproses
pertumbuhan
Absorbsiakandiperbesarolehprotein
Asamaskorbatdanasamorganiktertentu
Jumlahtotalbesidalamtubuhsebagianbesardiaturdengancaramengubah
kecepatanabsorbsinya.Bilatubuhjenuhdenganbesisehinggaseluruhapoferitindalam
tempatcadanganbesisudahterikatdenganbesi,makakecepatanabsorbsibesidari
traktusintestinalakanmenjadisangatmenurun.Sebaliknyabilatempatpenyimpananbesi
itukehabisanbesi,makakecepatanabsorbsinyaakandipercepat.
Serumbesinormaldalamplasmasekitar1130mol/L,terdapatritmediurnal
sehinggameninggipadapagihari.Besiyangdilepaskandariselmukosaakanmasukke
dalamsistemdarahportadalambentukferro.SetelahdiabsorbsiFedalamdarahakan
diikatolehtransferin(globulin)yangdisintesisolehhepar.Tiapmolekultransferin
akanmengikatduaatombesi.Pengeluaranbesidariselmukosaakandipermudaholeh
derajatkejenuhantransferindenganbesiyangmasihrendah Besiyangterikatoleh
transferinsegeradiambilolehsumsumtulanguntukproseseritropoesis.Hanyaretikulosit
dannormoblastyangmampumenggunakanferriyangterikatpadatransferin.
Transferinkemudianakanberikatandenganreseptorreseptoryangadadidalam
membranseleritroblasyangterdapatdidalamsumsumtulang.Selanjutnyadalam
keadaanmasihterikatbesi,transferinakandicernaoleheritroblasdengancaraendositosis
zatbesididalamtubuhpentinguntukpembentukanhemoglobin.Hemoglobinadalah
suatuproteinkonjugasidenganberatmolekul64.500dalton.Molekulhemoglobinterdiri
dari4subunithemdansatuproteinyangdinamakanglobin.Satuhemmampu
13
mengangkutempatmolekuloksigen(delapanatomoksigen).Pembentukanhemterjadi
secarabertahapdimulaidaripembentukankerangkaporfirinyangberasaldariikatan
suksinilkoAdenganglisinmembentukmolekulpirol.Empatpirolbergabung
membentukprotoporfirinIX,yangkemudianakanberikatandenganbesiuntuk
membentukmolekulhem.Akhirnyasetiapmolekulhemakanbergabungdenganrantai
polipeptidayangpanjangyangdisebutglobin,yangdisintesisribosommembentuk
hemoglobin.8,9,10
14
Kelebihan besi di dalam darah disimpan dalam seluruh sel tubuh, terutama di
hepatosit hati dan sedikit di sel-sel retikuloendotelial sumsum tulang. Dalam sitoplasma
15
sel, sebagian besar besi bergabung dengan suatu protein, yakni apoferitin, untuk
membentuk feritin. Besi yang disimpan sebagai feritin disebut besi cadangan.
Feritin tersimpan terutama didalam sel-sel retikuloendotelial seperti hati, limpa dan
sumsum tulang. Cadangan ini tersedia untuk digunakan oleh sumsum tulang dalam
proses eritropoesis.
Selain disimpan dalam bentuk feritin, ada sedikit besi yang disimpan dalam bentuk
yang sama sekali tidak larut disebut hemosiderin. Hal ini terjadi bila jumlah total besi
dalam tubuh melebihi yang ditampung oleh tempat penyimpanan apoferiti. Hemosiderin
membentuk kelompok besar dalam sel. Akibatnya dapat diwarnai dan dilihat secara
mikroskopis sebagai partikel besar dalam irisan jaringan dengan teknik histologis.
Jumlah besi yang dieksresikan setiap hari adalah minimal, karena itu absorbsi besi harus
diatur sedemikian rupa untuk menghindari penumpukan besi yang berlebihan dalam
tubuh. Jumlah ekskresi besi dalam sehari adalah sebesar 0,5-1 mg/hari. Ekskresi
berlangsung melalui epitel kulit dan saluran cerna yang terkelupas. Selain itu eksresi juga
melalui keringat, urin, feses, serta rambut yang dipotong. Bila sampai terjadi perdarahan
jumlah besi yang hilang lebih banyak lagi.
Gambar absorpsi zat besi di intestinal
2.5
Patofisiologi
dan
Patogenesis
2.5.1
Patofisiologi
Anemia
defisiensi
16
besi merupakan hasil akhir keseimbangan negatif besi yang berlangsung lama bila
kemudian keseimbangan besi yang negatif ini menetap akan menyebabkan cadangan besi
terus berkembang.
Ada 3 tahap defesiensi besi :
1.
Tahap pertama
Tahap ini disebut iron depletion atau storage iron depciency, ditandai dengan
berkurangnya cadangan besi atau tidak adanya cadangan besi. Hemoglobin dan fungsi
protein besi lainnya masih normal. Pada keadaan ini terjadi, peningkatan absorpsi besi
non heme. Feritin serum menurun sedagkan pemeriksaan lain untuk mengetahui adanya
kekuranganbesi masih normal.
2.
Tahap kedua
Pada tingkat ini yang dikenal dengan istilah iron deficient erythropoietin atau iron
limited erythropoiesis didapatkan suplai besi yang tidak cukup untuk menunjang
eritropoisis. Dari basil pemeriksaan laboratorium diperoleh nilai besi serum menurun dan
saturasi transferin menurun sedangkan total iron binding capacity (TIBC) meningkat dan
free erythrocyte porphyrin (FEP) meningkat.
3.
Tahap ketiga
Tahap inilah yang disebut sebagai iron deficiency anemia. Keadaan ini terjadi bila besi
yang menuju eritroid sumsum tulang tidak cukup sehingga menyebabkan penurunan
kadar Hb. Dari gambaran darah tepi dihaparkan mikrositosis dan hipokromik yang
progresif. Pada tahap ini telah terjadi perubahan epitel terutama pacla ADB yang lebih
lanjut.
Tahapan Defisiensi Fe
Hemoglobin
Tahap III
Tahap I
Tahap II
(Normal)
<100
Normal
0
<60
0
<40
17
TIBC (ug/dl)
Saturasi transferin
360-390
20-30
>390
<15
>410
<10
<20
<12
<12
40-60
>30
Normal
<10
>100
Normal
<10
>200
Menurun
(%)
Feritin serum
(ug/dl)
Sideroblas (%)
FEP (ug/dl eritrosit)
MCV
Patogenesis
Anemia merupakan manifestasi lanjut dari defisiensi besi dalam jangka waktu yang
sangat lama. Dr. Victor Herbert mengemukakan tahapan dari defisiensi zat besi. Berikut
tingkatannya:
a. Stage I dan II: keseimbangan negatif Fe (negative iron balance); ditandai dengan
penurunan (deplesi) dari Fe.
18
Stage I merupakan awal dari gangguan keseimbangan negatif Fe, terjadi penurunan
absorpsi dan juga berkurangnya cadangan zat besi tapi masih dalam tahap yang sedang.
Stage I :
Stage II :
Stage II :
Tapi jika seseorang baru berada pada stage I dan II ini, jika diobati dengan pemberian zat
besi mereka bisa disembuhkan dan anemianya tidak akan berlanjut pada tahap yang lebih
serius.
b. Stage III dan IV: keseimbangan negatif Fe (negative iron balance); ditandai dengan
kekurangan zat besi (Fe). Tahap ini ditandai dengan kadar besi yang tidak cukup di dalam
tubuh dan dapat mendatangkan penyakit.
Stage III, terjadi kekurangan zat besi tanpa disertai anemia.
Stage III :
19
Stage IV :
tahun. Suplementasi besi dan/ atau vitamin C akan menyebabkan progresifitas penyakit
dan disfungsi sedangkan pengeluaran zat besi akan mencegah progresifitas penyakit.
Penyakit kelebihan zat besi berkembang pada stadium II keseimbangan besi positif,
setelah beberapa tahun kelebihan asupan besi menyebabkan terjadinya kerusakan jaringan
dan organ. Dan pengeluaran zat besi akan menghentikan progresifitas penyakit.
2.6 Diagnosis
2.6.1 Anamnesis dan pemeriksaan fisik
20
Gejala klinis ADB sering terjadi perubahan dan tidak begitu diperhatikan oleh penderita
dan keluarganya. Pada yang ringan diagnosis ditegakkan hanya dari temuan laboratorium
saja. Gejala yang umum terjadi adalah pucat. Pada ADB dengan kadar Hb 6-1O g/dl
terjadi mekanisme kompensasi yang efektif sehingga gejala anemia hanya ringan saja.
Bila kadar Hb turun < 5 g/dl gejala iritabel dan anoreksia akan mulai tampak lebih jelas.
Bila anemia terus berlanjut dapat terjadi takikardi, dilatasi jantung dan murmur sistolik.
Narnun kadang-kaclang pada kadar Hb < 3-4 g/dl pasien tidak mengeluh karena tubh
sudah mengadakan kompensasi, sehingga beratnya gejala ADB sering ridak sesuai
dengan kadar Hb.
Gejala umum anemia
o Gejala ini baru akan timbul apabila terjadi penurunan kadar hemoglobin
hingga 7-8 gr/dl
o Lemah, lesu, lelah, mata berkunang-kunang dan telinga berdenging,
Pada anemia defisiensi besi karena penurunan kadar hemoglobin yang terjadi
secara perlahan sering kali sindroma anemia tidak terlalu mencolok
dibandingkan dengan anemia lain yang penurunan kadar hemoglobinny terjadi
lebih cepat, oleh karena mekanisme kompensasi tubuh dapat berjalan denga
baik. Anemia bersifat simtomatik jika hemoglobin telah turn dibawah 7g/dl.
Pada pemeriksaan fisik dijumpai pasien yang pucat, terutama pada
konyungtiva dan jaringan dibawah kuku.
Gejala khas defisiensi besi
o Koilonichya (spoon nail) yaitu kuku yang cekung seperti sendok, memiliki
garis-garis vertikal dan rapuh
o Atrofi papil lidah sehingga permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap
o Stomatitis angularis (cheilosis) yaitu adanya radang pada sudut mulut
berupa bercak keputihan
21
o Disfagia
o Atrofi mukosa gaster
o Pica ; keinginan makan makanan yang tidak lazim seperti tanah liat, lem
dll
Sindrom Plimmer Vinson atau disebut juga sindrom Paterson Kelly adalah
kumpulan gejala yang terdiri dari anemia hipokromik mikrositer, atrofi papil
lidah dan disfagia.
Gejala penyakit dasar
o Gejala tergantung penyebab dasar yang menimbulkan anemia
o Pada infeksi cacing tambang terdapat gejala dispepsia, parotis yang
membengkak dan kulit telapak tangan berwarna kuning seperti jerami
o Anemia akibat kanker kolon dapat disertai oleh gangguan BAB.
2.6.2
1.
Pemeriksaan Penunjang
b.
c.
3.
4.
22
5.
a.
b.
c.
b.
6.
7.
8.
Lumbal pungsi
a.
b.
Cara lain menentukan adanya ADB adalah dengan trial pepmberiat preparat besi.
Penentuan ini penting untuk mngetahui adanya ADB subklinis dengan melihat respon Hb
terhadap emberian preparat fe. Prosedur ini sangant mudah , praktis, sensitive, dan
ekonomis terutama pada anak yang beresiko tinggi menderita ADB. Bila dengan
pembeian preparat bsi dosis 6 mg/Kg/BB/hari selama 3-4 minggu terjadi peningkatan
kadar Hb1-2 g/dl maka dapat dipastikan bahwa yang bersangkutan mendeita ADB.
23
yang meningkat meski sudah anemia ringan dan mikrositosis, sebaliknya pada ADB jumlah sel
darah merah menurun sejajar dengan penurunan kadar Hb dan MCV. Pada talasemia
minordidapatkan basophilic stippling, peningkatan kadar bilirubin plasma dan peningkatan
kadarHbA2.
Gambaran morfologi darah tepi anemia karena penyakit kronis biasanya normokrom
mikrositik, tetapi bisa juga ditemukan hipokrom mikrositik.Terjadinya anemia pada penyakit kronis
disebabkan terganggunya mobilisasi besi dan makrofag oleh transferin. Kadar Fe serum dan
TIBC menurun meskipun cadangan besi normal atau meningkat sehingga nilai saturasi
transferin nomal atau sedikit menurun, kadar FEP meningkat. Pemeriksaan kadar reseptor
transferin receptor (TfR) sangat berguna dalam membedakan ADB dengan anemia karena penyakit
kronis. Pada anemia karena penyakit kronis kadar TfR normal karena pada inflamasi kadarnya
tidak terpengaruh, sedangkan pada ADB kadarnya menurun. Peningkatan rasio TfR/feritin
sensitif dalam mendeteksi ADB.
Table 2: Pemeriksaan laboratorium untuk membedakan ADB
Pemeriksaan
Anemia
Thalasemia
Anemia
Laboratorium
MCV
Fe serum
TIBC
Saturasi transferin
FEP
Feritin serum
defisiensiBesi
Menurun
Menurun
Naik
Menurun
Naik
Menurun
Minor
Menurun
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
PenyakitKronis
N/Menurun
Menurun
Menurun
Menurun
Naik
Menurun
Lead poisoning memberikan gambaran darah tepi yang serupa dengan ADB
tetapididapatkan basophilic stippling kasar yang sangat jelas. Pada keduanya kadar FEP
meningkat. Diagnosis ditegakkan dengan memeriksa kadar lead dalam darah. Anemia
sideroblastik merupakan kelainan yang disebabkan oleh gangguan sintesis heme, bisa didapat
atau herediter. Pada keadaan ini didapatkan gambaran hipokrom mikrositik dengan
peningkatan kadar RDW yang disebabkan populasi sel darah merah yang dimorfik. Kadar
Fe serum dan ST biasanya meningkat, pada pemeriksaan apus sumsum tulang
didapatkan sel darah merah berinti yang mengandung granula besi (agregat besi
24
dalam mitokondria) yang disebut ringed sideroblast. Anemia ini umumnya terjadi pada
dewasa.
2.8 Penatalaksaan
Prinsip penatalaksnaan ADB (Anemia defisiensi Besi) adalah mengetahui faktor
penyebab dan mengatasinya serta memberikan terapi penggantian dengan preparat
besi.Sekitar 80-85% penyebab ADB dapat diketahui sehingga penanganannya dapat
dilakukan
dengan
tepat.Pemberian
preparat
Fe dapat
secara
peroral
atau
parenteral. Pemberian peroral lebih aman, murah dan samaefektifnya dengan pemberian
secara parenteral. Pemberian secara parenteral dilakuka padapenderita yang tidak dapat
memakan obat peroral atau kebutuhan besinya tidak dapatterpenuhi secara peroral karena
ada gangguan pencernaan.
Pemberian preparat besi
Pemberian preparat besi peroral
Garam ferous diabsorpsi sekitar 3 kali lebih baik dibandingkan garam feri.Preparat
yang tersedia berupa ferous glukonat, fumarat dan suksinat.Yang sering dipakai adalah
ferrous sulfat karena harganya yang lebih murah. Ferous glukonat, ferous fumarat dan
ferous suksinatdiabsorpsi sama baiknya. Untuk bayi tersedia preparat besi berupa tetes
(drop).
Untuk
mendapatkan
respons
pengobatan
dosis
besi
yang
dipakai
4-6
mg
25
samping pada saluran cerna. Untuk mengatasi hal tersebut pemberian besi dapat
dilakukan pada saat makan atau segera setelah makan meskipun akan mengurangi
absorpsi obat sekitar 40-50%. Obat diberikan dalam 2-3 dosis sehari. Tindakan tersebut
lebih penting karena dapat diterima tubuh dan akan meningkatkan kepatuhan penderita.
Preparat besi ini harus terus diberikan selama 2 bulan setelah anemia pada penderita
teratasi. Respons terapi dari pemberian preparat besi dapat dilihat secara klinis dan
dari pemeriksaan laboratorium, seperti tampak pada tabel di bawah ini.1,8,9
Preparat terapi besi per oral : 3
- Fe sulfat (20 % Fe)
- Fe fumarat (33 % Fe)
- Fe succinate (12 % Fe)
- Fe gluconate (12 % Fe)
Respons terhadap pemberian besi pada ADB
Efek samping pemberian preparat besi peroral lebih sering terjadi pada orang dewasa
dibandingkan bayi dan anak. Pewarnaan gigi yang bersifat sementara. 1,8
Tabel 3: Respons pemberian besi
Waktu setelah Pemberian besi
Respons
12-24 jam
36-48 jam
48-72 jam
26
Transfusi darah
Transfusi darah jarang diperlukan. Transfusi darah hanya diberikan pada keadaan
anemia yang sangat berat atau yang disertai infeksi yang dapat mempengaruhi respons terapi.
Koreksianemia berat dengan transfusi tidak perlu secepatnya, malah akan membahayakan
karena dapat menyebabkan hipervolemia dan dilatasi jantung. Pemberian PRC dilakukan
secaraperlahan dalam jumlah yang cukup untuk menaikkan kadar Hb sampai tingkat aman
sambilmenunggu respon terapi besi.
2.9 Prognosis
Prognosis baik bila penyebab anemianya hanya karena kekurangan besi saja dan
diketahui penyebabnya serta kemudian dilakukan penanganan yang adekuat. Gejala
anemia dan manifestasi klinis lainnya akan membaik dengan pemberian preparat besi.
Jika terjadi kegagalan dalam pengobatan, perlu dipertimbangkan beberapa kemuingkinan
sebagai berikut:
Diagnosis salah
Dosis obat tidak adekuat
Preparat Fe yang tidalk tepat dan kadaluwarsa
Perdarahan yang tidak teratasi atau perdarahan yang tidak tampak berlangsung menetap
27
Disertai penyakit yang mempengaruhi absorpsi dan pemakaian besi (seperti: infeksi,
keganasan, penyakit hati, penyakit ginjal, penyakit tiroid, penyakit karena defisiensi
vitamin B12, asam folat)
Gangguan absorpsi saluran cerna (seperti pemberian antasid yang berlebihan pada ulkus
peptikum dapat menyebabkan pengikatan terhadap besi)
3.0 Komplikasi
Anemia defisiensi besi mengurangi kinerja dengan memaksa otot untuk bekerja pada
tingkat yang lebih tinggi dari pada orang sehat, selama metabolisme aneorobik. Hal ini
diyakini karena kekurangan enzim pernafasan yang mengandung besi daripada anemia.
Anemia berat karen penyebab apapun dapat menyebabkan hipoksemia dan dapat
meningkatkan terjadinya insufisiensi koroner dan iskemia miokard. Demikian pula,dapat
memperburuk status paru pasien dengan penyakit paru kronis.
Intoleransi udara dingin berkembang di sperlima dari pasien dengan anemia
kekurangan zat besi kronis dan terjadi oleh karena gangguan vasomotor, nyeri
neurologik, atau mati rasa dan kesemutan
Anemia defisiensi besi berat dapat dikaitkan dengan papiledema, peningkatan
tekananan intrakranial, dan gambaran klinis cerebri pseudomotor. Manifestasi ini
diperbaiki dengan terapi besi.
Pada anemia ini juga menyebabkan Gagal Jantung,Gagal Ginjal,Hipoksia
28
BAB III
LAPORAN KASUS
: Tn H.Z
Umur
: 39 Tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Pedagang
Alamat
: Sandiang Baka
Pasien datang ke IGD RSUD solok diantar keluarga dengan keluhan badan
terasa lemas sejak 2 bulan sebelum masuk rumah sakit. Pasien mengaku
29
mudah merasa lelah,badan lesu dan cepat lelah saat melakukan aktivitas
seperti biasa. Pasien juga tampak pucat sudah 2 bulan ini. Pasien mengaku
nafsu makan berkurang sejak 2 bulan ini,dan berat badan pasien turun
drastis dari biasanya namun pasien tidak tahu pasti berapa turunnya. Pasien
juga mengaku cepat kenyang dan merasa begah.
-
Pasien mengeluh sering demam sejak 2 bulan ini dan keringat terutama pada
sore hari. Pasien juga mengeluh sering menggigil dan berkeringat dingin.
30
Status Generalisata
Keadaan Umum :
Sakit sedang
Kesadaran
Tekan Darah
110/60
Frekuensi Nadi
79 x/menit reguler
Frekuensi Nafas
36,5 C
Status Antropometri :
Berat badan
: 58 kg
Tinggi badan
: 150 cm
Pemeriksaan Fisik
Kepala
Mata
31
Telinga
Hidung
Mulut
Leher
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Batas kanan :
Batas kiri
Batas atas
Auskultasi :
Paru-paru
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi :
Abdomen
32
Inspeksi
Asites(-)
Palapasi
Perkusi
Auskultasi :
Timpani
Bising usus (+) normal
Ekstremitas
Superior
Inspeksi
Palpasi
perabaan hangat
Tes sensibilitas :
Refleks fisiologis
Kanan
kiri
Refleks biseps
Refleks triseps
Refleks brachioradialis
Kanan
Kiri
Refleks Patologis
Refleks Hoffman-Tremor
33
Inferior
Inspeksi
Palpasi
Tes sensibilitas :
Refleks fisiologis
Kanan
Kiri
Refleks Patella
Refleks Cremaster
Reflkes Achilles
Kanan
Kiri
Refleks bebinski
Refleks gordon
Refleks oppeinheim
Refleks chaddoks
Refleks Patologis
Hemoglobin
: 7,2 g/dl
MCV
: 65,7 fL
34
MCH
: 19,9 pg
MCHC
: 30,3 g/dl
Hematokrit
: 23,8 %
Leukosit
Trombosit
: 274.000/mm3
b.
EKG
2.
: 34.700/mm3
Mikro :
Kimia :
Leukosit : 1-2
Warna : Kuning
protein : (-)
Eritrosit : 0-1
glukosa : (-)
Nitrit : (-)
Silinder : (-)
bilirubin : (-)
pH : 7,0
Kristal :(-)
urobilinogen (-)
Bj : 1,015
Epitel : 1-3
keton : (-)
3.5
Diagnosis Kerja
1.Anemia sedang mikrositik hipokrom ec Defeisiensi Fe
3.5.1
Diagnosis Banding
1. Thalassemia
2. Anemia akibat penyakit kronik
3. Anemia sideroblastik
3.6
Pemeriksaan Anjuran
35
1.
2.
3.7
Penatalaksaan
1.
Nonfarmakologi
a. Istirahat
b. Diet Makanan Lunak TKTP
c.
2.
Farmakologi
a. Rencana transfusi PRC 3 kantong : 1 kantong /hari
b. Ceftriaxone 1x2 gr
c. Paracetamol 3x1000
d. Ciproflocaxin infus 2x1
3.8 Prognosis
Quo ad vitam
: dubia ad bonam
Quo ad sanantionam
: dubia ad bonam
Quo ad fungsionam
: dubio ad bonam
Follow Up
Hari /
Subject
Object
36
Tanggal
Senin
09/05/2016
- Demam (+)
KU : sakit sedang
- Sakit kepala
- Nafsu
makan TTV :
kurang
Kesadaran:
composmentis
cooperatif
Tek.darah :120/80
mmHg
Nadi : 80 x/menit
reguler
- Anjuran
Nafas : 16 x/menit
Suhu : 36 C
Pemeriksaan
Hb : 10.6 g/dl
Hct : 32,9 %
Leukosit: 40900/
mm3
Trombosit:
257000/mm3
Kesan: Hb masih
dibawah normal,Ht
turun
Selasa
- Demam (+)
KU : sakit sedang
10/05/2016
TTV :
Nafsu makan
Kesadaran :
1. Sepsis ec kekurangan
darah
2. Anemia sedang mikrositik
37
menurun
Terasa letih
BAB (+)
BAK (+)
composmentis
cooperatif
Tek.darah : 110/50
mmHg
hipokromik ec Defisiensi Fe
Terapi :
IVFD RL 8jam/kolf
Mual (-)
Nadi : 80 x/menit
reguler
Muntah (-)
Nafas : 20x/menit
Suhu : 40C
Paracetamol 3x1000mg
38
Rabu
- Demam (+)
KU : sakit sedang
11/05/2016
Hilang timbul
TTV :
- Badan terasa
letih
Kesadaran :
composmentis
cooperatif
Terapi:
Tek.darah : 110/70
mmHg
- Keringat
dingin
IVFD RL 8jam/kolf
Nadi : 72 x/menit
reguler
Nafas : 20x/menit
Paracetamol 3x1000mg
Suhu : 38C
Kamis
12/05/2016
Demam (+)
Keringat dingin
(+)
Mual (-)
Muntah (-)
BAB (+) normal
BAK (+) normal
KU : sakit sedang
TTV :
Kesadaran :
composmentis
cooperatif
Tek.darah : 110/70
mmHg
Terapi :
Terapi dilanjutkan
Nadi : 80 x/menit
reguler
Nafas : 16x/menit
Suhu : 38C
39
KESIMPULAN
Telah dilaporkan seorang pasien laki-laki umur 39 tahun masuk bangsal penyakit dalam
dirawat di bangsal penyakit dalam pria Rumah Sakit Umum Daerah Solok sejak tanggal
04 Mei 2016 dengan diagnosis Anemia mikrositik hipokrom ec defisiensi Fe . Diagnosis
ditegakkan berdasakan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Dari anamnesis didapatkan keluhan Badan terasa lemah sejak 2 bulan sebelum
masuk RS,pasien juga tampak pucat sudah 2 bulan SMRS. Pasien datang ke IGD RSUD
solok diantar keluarga dengan keluhan badan terasa lemas sejak 2 bulan sebelum masuk
rumah sakit. Pasien mengaku mudah merasa lelah,badan lesu dan cepat lelah saat
melakukan aktivitas seperti biasa. Pasien juga tampak pucat sudah 2 bulan ini. Pasien
mengaku nafsu makan berkurang sejak 2 bulan ini,dan berat badan pasien turun drastis
dari biasanya namun pasien tidak tahu pasti berapa turunnya. Pasien juga mengaku cepat
kenyang dan merasa begah. Pasien mengeluh sering demam sejak 2 bulan ini dan
keringat terutama pada sore hari. Pasien juga mengeluh sering menggigil dan berkeringat
dingin. Pucat disadari pasien sejak 2 bulan ini. Pasien mengatakan pernah BAB berdarah
dengan ampasnya sekitar 1 bulan yang lalu dengan frekuensi lebih dari 10x,dan itu
dialami apabila pasien makan yang pedas-pedas. BAK seperti biasa,berwarna kuning.
40
Pasien sering mengeluhkan pusing sejak 5 bulan ini,pusing sering dirasakan ketika
beraktivitas dan bangkit dari duduk. Pasien mengeluhkan bibir kering dan ada Stomatitis
angularis. Pasien juga mengeluhkan susah menelan. Mual tidak ada, muntah tidak ada.
Pasien ditransfusi karena penyakitnya. Tidak ada anggota keluarga yang menderita
keluhan yang sama atau pun riwayat perdarahan lainnya.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum sedang, kesadaran kompos mentis
kooperatif, tekanan darah 100/60 mmHg, frekuensi nadi 78 x /menit, frekuansi nafas 20 x
/ menit, suhu 38C. Dari inspeksi mata ditemukan konjungtiva yang anemis. Hal ini
menunjukkan pasien menderita anemia.
Dari pemeriksaan laboratorium darah waktu awal masuk didapatkan hemoglobin 7,2
gr/dl. , MCV : 657 fL, MCH : 19.9 pg , MCHC : 30, 3 g/dl Ht : 23,8%,
besi serum : 33,6mg/dl dan TIBC : 243,1mg/dl. Hasil pemeriksaan ini memenuhi kriteria
diagnosa anemia hipokrom mikrositik , atau MCV < 80 fl, dan MCHC < 31 % dengan
besi serum < 50 mg/dl dan TIBC <250-450 mg/dl.
Pasien direncanakan untuk transfusi PRC hingga Hemoglobin > 10 gr/dl, dipasang infus
RL 8 jam/kolv kemudian diberikan Ceftriaxone 1x2,Paracetamo 3x1000 mg,
Ciproflocaxin infus 2x1,Vit B complex 2x1.Pasien disitirhatkan Pasien diberikan diet ML
TKTP, dan banyak-banyak minum air putih.
41
DAFTAR PUSTAKA
Adi, Pangestu. Pengelolaan Saluran Cerna Bagian Atas. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Aru W Sudoyo (Editor). Balai Penerbit UI. Jakarta, 2010
Bakta, I Made dkk. Anemia Defisiensi Besi. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Aru W Sudoyo (Editor). Balai Penerbit UI. Jakarta, 2010
Supandiman, Iman. Anemia pada Penyakit Kronis. dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Aru W Sudoyo (Editor). Balai Penerbit UI. Jakarta, 2010
Davey , Patrick. Medicine at a Glance. Blackwell Science. 2002
Tjokroprawiro, Asnandar, dkk. Buku Ajar Penyakit Dalam . Fakultas Kedokteran
Universitas Airlangga RS Pendidikan Dr. Soetomo Surabaya. Airlangga University Press.
2007.
42
43
44