KEAGAMAAN
Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Studi Islam II
Oleh :
KELOMPOK 11
SITI MARYAM (11151020000069)
DIMAZ ARYO P. (111510200000)
AYU GUSTIDA FAJRIN (11151020000080)
NURJANNATUN THAJRI
(11151020000103)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT berkat rahmat dan karuniaNya kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Islam dan Organisasi
organisai Sosial Keagamaan. Dalam makalah ini kami membahas sedikit tentang sejarah
lahirnya organisasi-organisasi islam tersebut dan bagaimana pengaruh ajaran islam bagi
pembangunan NKRI. Selain itu kami juga menyertakan lahirnya partai politik islam sejalan
dengan strategi pemerintahan.
Kami sudah berusaha sebaik mungkin dalam mengerjakan makalah ini, namun
mustahil apabila makalah yang kami buat tidak ada kekurangan maupun kesalahan, maka dari
itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami butuhkan guna perbaikan karya
selanjutnya di kesempatan mendatang.
Terima kasih
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
3
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tulisan ini berangkat dari kenyataan bahwa agama, dengan
segala ajaran dan organisasi-organisasinya, mempengaruhi kehidupan
manusia. Sejak dahulu kala, bahkan sejak manusia pertama kali
memulai kehidupan di muka bumi hingga hari ini, ketika manusia telah
sampai pada suatu fase kehidupan yang kita sebut sebagai zaman
post-moderen.
Dari penelaan singkat terhadap bahan-bahan tercetak yang kami
peroleh untuk mengkaji organisasi-organisasi sosial dalam Islam,
terlihat betapa tidak memuaskannya bahan-bahan tersebut. Memang
tidak dapat dibuat gambaran yang jelas mengenai perkembangan
demikian, sangat sedikit pembahasan yang mendalam tentang peran
positif agama dan agamawan dalam proses maju atau berkembangnya
suatu bangsa.
Tidak mudah memang untuk bisa menyajikan bacaan-bacaan
yang bermutu bagi para pembaca,namun itulah yang menjadi titik
tolak keberangkatan penulisan kami. Kami sadar bahwa sudah bukan
saatnya kita hanya menjadi konsumen dari hasil pemikiran-pemikiran
luar. Saatnya kita berfikir kritis dengan apa tujuan sebenar kita
menganut agama, dan apakah organisasi agama yang kita telah berda
di lingkarannya itu sudah benar dan sesuai. Yang terpenting juga
adalah mengenali dan memahami sebaik mungkin permasalahan yang
bermunculan dalam sekitar kita.
B. Rumusan Masalah
1. Apa sebenarnya islam itu?
2. Apa sajakah organisasi-organisasi islam yang berkembang di
Indonesia?
C. Tujuan Penulisan
1. Memaparkan dan menjelaskan arti Islam sebenarnya
juga
BAB II
PEMBAHASAN
ISLAM DAN ORGANISASI-ORGANISASI SOSIAL KEAGAMAAN
A. Pengertian Islam
Kata Islam menurut bahasa berasal dari kosa kata bahasa Arab
Aslama-Yuslimu-Islama yang artinya selamat atau damai. Kata islam
dapat pula berarti tunduk, patuh, dan berserah diri kepada Allah swt.
Sedangkan menurut istilah islam adalah salah satu agama terbesar di
muka bumi ini yang pertama kali disebar oleh Nabi Muhammad saw.
Adapun
inti
dari
ajaran
agama
ini
adalah
semata-mata
demi
dan
ketakwaan
hanya
kepada
Allah
swt
semata,
memang
sangat
tergantung
dari
ajaran
dan
dimuka
bumi
ini.Dalam
penelitian
ilmiah
juga
sering
1. MUHAMADIYAH
Muhammadiyah ialah suatu organisasi yang berdasarkan agama
Islam, sosial, dan kebangsaan, merupakan sebuah organisasi sosial
Islam yang terpenting di Indonesia sebelum Perang Dunia II dan juga
sampai sekarang ini. Organisasi ini didirikan di Yogyakarta pada
tanggal 18 November 1912 bertepatan dengan tanggal 18 Zulhijjah
1330 H, oleh Kiyai Haji Ahmad Dahlan atas saran yang diajukan oleh
murid-muridnya dan beberapa orang anggota Budi Utomo untuk
mendirikan suatu lembaga pendidikan yang bersifat permanen.
Organisasi
ini
mempunyai
maksud
menyebarkan
pengajaran
hal
Muhammadiyah
agama
juga
islam
merupakan
kepada
gerakan
anggota-anggotanya.
reformasi
Islam
di
untuk
meninggikan
kecerdasan
rakyat.
Itulah
sebabnya
meningkatkan
kepanduan
yang
pendidikan
disebut
Hizbul
pemuda,
Wathon.
dibentuk
Untuk
organisasi
meningkatkan
dengan
lahirnya
Jamiyah
Nahdlatul
Ulama
yang
suatu
pengarahan
atau
gerakan
bersama-sama
yang
terorganisir.
Setelah peresmian wadah baru itu maka tahap berikunya ialah
pembentukan pengurus, dan setelah kepengurusan lengkap terbentuk
8
Motivasi Berdirinya NU
9
a) . Motif Agama
Penyebaran islam diindonesia (khususnya di Jawa) oleh para
muballig islam, terutama wali sanga berhasil gemilang. Penyebaran
islam pada abad ke-7 dan terutama setelah abad ke-11 dan 12 dapat
dikatakan
total
menggantikan
hinduisme
dan
budhisme
yang
dimana-mana.
Diawal
XX
para
pemuka
islam
mulai
dari
nama
madrasah
yang
terpilih
NW
yang
berarti
3. MIAI
Organisasi ini merupakan gabungan dari organisasi politik dan
beberapa organisasi massa yang bersifat moderat terhadap Belanda.
10
ini
mendapat
kelonggaran
menjalankan
aktivitasnya,
4. PERMI
Persatuan Muslimin Indonesia (Permi) adalah nama organisasi hasil
peleburan Sumatera Thawalib, yaitu suatu organisasi Islam yang
bercorak nasionalisme radikal. Setelah kongresnya di Bukittinggi,
pada tahun 22 Mei 1930, Sumatera Thawalib menjelma menjadi
Persatuan Muslimin Indonesia (Permi) yang diketuai oleh Mukhtar
Luthfi.
Pada mulanya Permi bergerak di bidang sosial, tetapi sejak tahun
1932
berubah
nonkooperatif.
menjadi
Persatuan
partai
politik
Muslimin
yang
radikal
berhaluan
Indonesia
(Permi)
bertujuan
5. AL-WASHILIYAH
Berdirinya
Al-Washiliyah
dilatar
belakangi
oleh
kesadaran
secara
tradisional,
klasikal
namun
dengan
pengajaran
menggunakan
sudah
media-media
persoalan-persoalan
sosial
keagamaan
yang
sedang
organisasi
yang
ingin
menghubungkan
dan
hubungan
antara
manusia
dengan
Tuhan,
hubungan
sesama
A. Aziz Effendy
7. Penasihat: Sjech H. Muhammad Junus.
Berdasarkan Keputusan Kongres (Muktamar) Al-Washliyah ke X
Tanggal 10 Maret s/d 14 Maret 1956 di Jakarta, disepakati bahwa
kedudukan Pengurus Besar Al-Washliyah dipindahkan ke pusat
pemerintahan. Hal ini dimaksudkan aggar lebih dekat dengan
kekuasaan
pemerintah
dan
memudahkan
koordinasi
dengan
berperan
penting
dalam
pendirian
dan
perkembangan
6. PERSIS
Persatuan Islam didirikan di Bandung pada tanggal 12 September
1923 oleh sekelompok orang islam yang berminat dalam studi dan
aktivitas keagaman yang dipimpin oleh Zamzam dan Muhammad
Yunus.
Persis
mengembangkan
pertemuan
umum,
tabligh,
cita-cita
dan
pemikirinnya
khotbah-khotbah,
kelompok
melalui
studi,
Muhammadiyah
Persis
o
1
Muhammadiyah
giat
dalam
banyak cabang.
2
kemudian
orang
tersebut
dianggap
sudah
pantas
organisasi
3
melalui
sekolah, lisan
dan
tulisan,
menerbitkan
seperti
tabligh,
buku,
15
di
bumi
tetapi
sesungguhnya
masih
dalam
tahap
mengecap
hasil
perjuangan
mereka
sendiri
selama
16
yang
menjadi
mayoritas
di
Indonesia.
Selain kasus-kasus yang telah dicatat oleh Komnas HAM, kasuskasus yang telah akut seperti kasus GKI Yasmin, kasus pengungsi
Ahmadiyah di Transito NTB dan kasus pengusiran dan tindak
kekerasan
terhadap
Muslim
Syiah
Sampang
juga
merupakan
memiliki
kewajiban
moral
untuk
membantu
Islam
ini
dianggap
diakibatkan
identik
oleh
dengan
sejumlah
agama
kelompok
teror.
umat
yang
yang
kekhalifahan
berusaha
ini
untuk
menempuh
membentuk
jalan
negara
peperangan
Islam
dan
dan
bahkan
Islam
yang
menggunakan
jalan
peperangan
untuk
mungkin apa yang saat ini terjadi di Timur Tengah juga akan terjadi
di Indonesia dan tentu kita semua tidak mengharapkan hal itu.
Dengan ditutupnya dua Muktamar ormas Islam terbesar itu,
ibarat dua sayap Islam Indonesia kita semua tentu berharap NU dan
Muhammadiyah ke depan akan mampu membawa umat Islam
Indonesia terbang lebih tinggi lagi dan mampu menyelesaikan dua
tantangan
berat
umat
baik
dari
luar
maupun
dari
dalam
2. Sumbangan
Agama
dan
Umat
Islam
demi
perkembangan NKRI
Di samping dua tantangan itu para muslim pun juga banyak
memberikan sumbangan demi berkembangnya Negara
Kesatuan
a. Peran
Historis
Umat
yang
Bersemangat
Keislaman
untuk
memperoleh
kemerdekaan itu
juga
sangat
Masjid
Istiqlal.
Dengan
jelas
kedua
monumen
itu
yang
bersemangat
keislaman
itu
sekarang
sedang
18
yang
menyangkut
kelompok
orang-orang
oleh
kehadiran
kaum
terpelajar
ini
karena
pada
kemerdekaan.
Etos keilmuan ini sejajar dengan etos ijtihad, karena ijtihad itu
sendiri selaras dengan ide tentang mengikuti suatu jalan pikiran
yang tidak hanya pada batas qaul-an tetapi juga mencakup bahkan
terfokus pada metodologinya. Perlu diketahui bahawa kebangkitan
islam kembali
agam
Islam,
bagian
dari
sikap
keagamaan
yang
dan
saling
mengawasi,
serta
untuk
secara
Relevansi ini juga berlaku bagi negeri dan bangsa kita di masa
depan. Islam tidak akan terkalahkan oleh ilmu pengetahuan, tetapi
justru akan menjadi wahana bagi kreatifitas dan inovasi yang
menjadi pijakan bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
Sudut pandang umat islam yang beranggapan bahwa demokrasi
adalah suatu cara bukan tujuan. Demokrasi harus kita pandang
sebagai suatu cara demi mendapatkan tujuan itu sendiri. Hal ini
akan menentukan kualitas tujuan yang dicapai oleh suatu bangsa.
Suatu tujuan yang dicapai secara secara demokratis akan memiliki
keabsahan yang lebih tinggi daripada jika dicapai sebaliknya.
Maksudnya jika tujuan membenarkan cara yang ditempuh, maka
cara yang ditempuh itu sendiri akan ikut membenarkan tujuan yang
dicapai, Contohnya pada tantangan perbedaan pendapat dalam
masyarakat. Ada yang beranggapan bahwa perbedaan pendapat itu
akan memberi nilai positif bagi perkembangan masyrakat, tidak bisa
dibenarkan kecuali jika disertai dengan cara penyelesaian yang
ramah. Usaha penyelesaian yang dikehendaki oleh masyarakat yang
demokratis ialah diperlukan adanya kompromi antara berbagai
pihak yang bertikai, diperlukan adanya kesadaran tentang etika dan
aturan main bermusyawarah yakni hak semangat mengutarakan
pendapat secara bebas dan kewajiban mendengar pendapat orang
lain dengan penuh pengertian dan rasa hormat. Inilah salah satu
sumbangan islam Indonesia terhadap bangsanya yang berpijak
pada bentuk pemerintahan demokrasi.
berhak memegang jabatan imamah haruslah orang terbaik dan paling cakap meskipun
dia budak dan bukan dari keturunan Quraisy (Pengantar Teologi Islam, 2003).
Setelah Utsman meninggal (Tahun 655 M), pembaiatan umat Islam terhadap Ali
sebagai Khalifah terakhir ternyata tidak disetujui oleh seluruh kaum Muslimin pada
saat itu. Pada saat yang bersamaan, umat Islam terpecah belah menjadi dua kubu.
Pertama, kubu yang mendukung pembaiatan Ali. Kedua, kubu yang mendukung
Muawiyah sebagi khalifah yang tepat setelah Utsman bin Affan. Di satu sisi, Ali
menyatakan bahwa pembaiatannya telah resmi dan sah. Bagi mereka yang terlambat
membaiat, diminta untuk mengikuti keputusan yang sudah ditetapkan oleh kaum
Muslimin di Madinah, tempat tinggal Nabi Muhammad SAW dan kampung halaman
para sahabat. Di sisi yang lain, kelompok penentang Ali menyatakan bahwa
pembaiatannya tidak sah karena Ahlu Hill wal Aqd (lembaga yang berhak memilih
pemimpin Islam) berselisih pendapat. Di antara para anggota lembaga ini ada yang
mengatakan, bahwa yang cocok menjadi khalifah adalah Muawiyah, Amr bin Ash,
Ummul Mumini Aisyah, dan lain sebagainya (Teori Politik Islam, 2001).
Di samping kedua kelompok ini, ada kelompok ketiga yang minoritas. Kelompok
ini tidak menemukan bentuk kebenaran sehingga mereka tidak hadir dalam
pembaiatan, menjauhi massa, dan tidak ikut serta dalam peperangan. Kelompok ini
juga berpandangan, bahwa umat Islam sedang dalam fitnah sehingga harus
ditenangkan dulu sebelum memulai memikirkan soal khalifah. Mereka yang
tergabung dalam kelompok ini antara lain Saad bin Abi Waqqas, Abdullah bin Umar,
Usamah bin Zaid, Muhammad bin Maslamah, Abu Said Al-Khudlri, Hassan bin
Tsabit, Maslamah bin Mukhallad, Abdullah bin Salam, dan An-Numan bi Basyir.
Dalam perkembangan selanjutnya, para pendukung Ali mengalami konflik internal
dan terbelah menjadi dua. Kelompok pertama disebut Syiah, yaitu orang-orang yang
tetap setia dan loyal dengan kekhalifahan Ali hingga wafatnya. Kesetian kelompok
pertama ini hingga anak cucu keturunan berikutnya. Kelompok kedua disebut dengan
kaum Khawarij, yaitu kelompok yang pada awalnya begitu amat sangat setia pada Ali
tetapi karena sebuah peristiwa At-Tahkim, akhirnya mereka keluar dari barisan
pendukung Ali, bahkan menjadi pembangkang dan mengecam Ali dan pendukungnya
(Teori Politik Islam, 2001). Selain itu, hal yang menjadi perdebatan antara kelompok
Syiah dah Khawarij adalah apa yang dimaksud dengan dosa besar. Dari perdebatan ini
menimbulkan perselisihan mengenai perdebatan iman. Perdebatan tentang dosa besar
ini bermula dari pembunuhan terhadap Utsman. Dari sinilah awal munculnya partai
22
politik Islam yang kemudian melahirkan sekte-sekte politik pada periode selanjutnya,
seperti Murjiah, Asyariyah, Mutazilah serta sekte-sekte selanjutnya.
Dalam sejarah politik Indonesia, di kalangan pemikir Islam mengalami perdebatan
tentang suatu hal yang sangat fundamental: Mengenai perlukah umat Islam
melahirkan dan memiliki partai Islam? Di satu sisi, ada kelompok yang menolak
dibentuknya partai Islam yang diwakili oleh pemikiran Nurcholis Madjid atau biasa
dikenal dengan Cak Nur. Di sisi lain, ada kelompok yang sangat keras
memperjuangkan perlunya kelahiran parta Islam sebagai alat perjuangan dan aspirasi
politik kaum Muslim untuk mengimplementasikan nilai-nilai Islam yang menurut
mereka sesuai dengan kehidupan umat di dalam sebuah negara.
Untuk gagasan yang pertama, yaitu tidak perlunya dibentuk partai Islam
merupakan hasil renungan Cak Nur, menurut beliau harus ada pemisah antara urusan
agama dan politik. Agama tidak boleh dibawa-bawa pada urusan praktis yang ujungujungnya hanya akan membawa konflik antara umat Islam. Dengan adanya
pemisahan tersebut, umat Islam bisa lebih konsentrasi pada urusan-urusan dakwah
dan keummatan serta urusan lain semisal pendidikan dan sosial. Sedangkan urusan
politik diserahkan pada partai politik yang cenderung menggunakan simbol nasionalis
atau moderat tanpa harus mencantumkan asas dan simbol-simbol Islam.Sedangkan
gagasan yang kedua, yaitu perlunya partai islam sebagai alat perjuangan politik Islam
muncul dari kalangan praktisi politik. Menurut mereka, mayoritas penduduk
Indonesia adalah Muslim. Ini merupakan modal besar bagi mereka untuk mendirikan
partai politik agar aspirasi kelompok Islam dapat terwakilkan dalam kebijakankebijakan di pemerintahan. Pemikiran kedua ini hingga kini diyakini oleh sebagian
besar kelompok Islam dan pada kenyataannya animo kaum Muslim untuk berpolitik
praktis tetap besar, sehingga pemikiran Cak Nur pasca meninggalnya seolah
terpinggirkan dan tak lagi diunculkan ke permukaan.
Namun demikian, partai politik Islam telah ada dan berkembang hingga saat ini.
Dari sini dapat diketahui, bahwa lahirnya partai politik Islam di Indonesia
menunjukkan kenyataan di mana dinamika politik di negeri ini salah satunya
berorientasi aliran. Menurut Th. Sumartana, sebagaimana dikemukakan oleh Romli (
Islam Yes Partai Islam yes, 2006) ada beberapa hal yang menyebabkan munculnya
partai politik berbasis agama. Pertama, karena agama itu sendiri memiliki dukungan
teologis untuk mencapai cita-cita berdasarkan gagasan-gagasan keagamaan yang
dipercayai. Kedua, karena ikatan politik dari para warganya menyebabkan agama
23
sebagai faktor pengikat untuk mendukung pemimpin dari kelompok agama tersebut.
Ketiga, karena umat agama tersebut merasa lebih nyaman dengan pemimpin politik
yang lahir dari komunitasnya sendiri tidak percaya manakala politik dikuasai oleh
kelompok agama yang lain
sebagai
negara
Islam.
Sedangkan
kelompok
nasionalis
sekuler
anak
kalimat:
Berdasarkan
kepada
Ketuhanan,
dengan
kewajiban
24
demi kemerdekaan Indonesia, akhirnya perubahan tersebut disetujui dan syariat islam
sebagai ideologi negara mengalami kegagalan.
Sepuluh tahun kemudian, perdebatan negara Islam kembali muncuk kepermukaan
dalam sidang Majelis Konstituante setelah Pemilu 1955. Menurut Syafii Maarif
(Islam dan Masalah Kenegaraan, 1985), Majelis Konstituante diharapkan mampu
membuat UUD yang permanen untuk menggantikan UUD Sementara yang pernah
dimiliki. Namun, usaha itu belum dapat terselesaikan hingga sidang berakhir pada 2
Juni 1959. Situasi yang tengah macet ini diatasi oleh Soekarno dengan mengeluarkan
Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juni 1959 dengan membubarkan Majelis Konstituante
dan menetapkan kembali berlakunya UUD 1945 sebagai dasar ideologi negara,
dengan mempertimbangkan Piagam Jakarta tertanggal 22 Juni 1945 yang menjiwai
UUD 1945. Ini artinya, perjuangan syariat Islam kembali menemukan kegagalan
untuk yang kedua kalinya.
Pada era Orde Baru, kekuatan-kekuatan politik Islam dibendung agar tidak
muncul ke permukaan. Hal ini mengakibatkan perjuangan politik Islam tidak dapat
bergerak bebas. Di rezim Soeharto, gagasan negara Islam dibungkam rapat-rapat.
Meskipun demikian gerakan bawah tanah dari kelompok Islam militan tetap
dilakukan oleh kelompok-kelompok kecil. Di beberapa daerah muncul organisasi
Islam garis keras yang melakukan perlawanan terhadap rezim Orde Baru, seperti
KPPSI di Makassar (Sulawesi Selatan) dan KPPSI di sumatera Barat.
Meskipun dibungkam, teriakan dari bawah tanah umtuk mendirikan gagasan
negara Islam selalu muncul dalam berbagai bentuk perjungan. Pasca tumbangnya
rezim Soeharto, perjungan untuk mengembalikan Piagam Jakarta dalam UUD 1945
muncul ke pelataran publik terutama dalam Sidang Tahunan MPR yang berlangsung
sejak 2000-2002. Dalam sidang tersebut, muncul dua arus sikap. Pertama, sikap
mendukung terhadap gagasan negara Islam yang diwakili kelompok nasionalis Islam.
Kedua, sikap penolakkan terhadap gagasan tersebut. Menurut laporan riset yang
dilakukan oleh Sumarjan (Tinjauan Kritis Respon Parlemen Terhadap Masalah
Piagam Jakarta: Debat Penerapan Syariat Islam, 2002) dari Inside Jakarta, setujunya
kelompok Islam terhadap pemberlakuan Piagam Jakarta didasarkan pada alasan,
bahwa mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam, syariat Islam dapat menjadi
alternatif di tengah kegagalan penegakan hukum sekuler, dan secara historis
perdebatan tetang Piagam Jakarta belum selesa. Sedangkan ketidaksetujuan kelompok
25
26
politik di kalangan elite Islam masih belum ada titik temu. (Majalah Suara
Muhammadiyah, 16-30/09/2002)
Menurut Cipto (Majalah Suara Muhammadiyah, 16-30/09/2002), kegagalan
pengembalian Piagam Jakarta pada pasal 29 setidaknya didasarkan oleh empat hal.
Pertama, usulan tersebut tidak mendapat dukungan partai-partai besar yang
mendomisili legislati dan eksekutif. Kedua, kedua ormas Islam terbesar berpikiran
usulan
teresbut
tidak
bijak
untuk
dikembangkan
lebih
lanjut.
Terbukti,
27
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah menelaah kembali asal-usul dan perkembangan dari setiap organisasi
pembaharu dalam berbagai bidang, dapat diambil kesimpulan bahwa setiap organisasi
mempunyai visi misi yang sama dalam membaharui Indonesia baik dari segi agama,
pendidikan dan politik kearah yang lebih maju, untuk mengejar berbagai ketinggalanketinggalan Negara sekutu. Tidak dapat dipungkiri system pembaharu dalam berbagai
bidang ini memunculkan pro dan kontra di kalangan masyarakat Indonesia sendiri.
Organisasi-organisasi baru ini memiliki basis ideologi, pemikiran,
dan strategi gerakan yang berbeda dengan ormas-ormas yang pada
umumnya. Mereka memiliki karakter yang lebih militant, radikal,
skripturalis, konservatif, dan eksklusif. Berbagai ormas baru tersebut
memang memiliki platform yang beragam, tetapi pada umumnya
memiliki kesamaan visi, yakni pembentukan Negara islam (daulah
islamiyah) dan mewujudkan penerapan syariat islam, baik dalam
wilayah masyarakat, maupun negara.
B. Saran
Sebaiknya kita memandang islam tidak hanya pada satu sudut
pandang, agama Islam dan pemeluk-pemeluknya bagaikan suatu
bangunan yang satu, suatu bangunan yang sama. Masing-masing
saling memberi bentuk dan reaksi selama masih hidup dan memiliki
kesadaran beragama.
28
DAFTAR PUSTAKA
1. Madjid, Nurcholis. Tradisi Islam, Peran dan Fungsinya dalam Pembangunan di
Indonesia, Jakarta: Paramadina.1997
2. Al-Hafni, Abdul Munim, Golongan, Kelompok Aliran, Mazhab, Partai
dan Gerakan Islam, Jakarta : Grafindo Khazanah Ilmu 2006
3. Hasan, Muhammad Thalhah, Ahlussunnah Wal Jamaah Dalam
Persepsi dan Tradisi NU, Jakarta : Lantaroba Press, 2005
4. Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942, Jakarta:
PT Pustaka LP3ES Indonesia, 1982
5. Majalah Suara Muhammadiah, November 2002
6. Mansur, Rekontruksi Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta :
Departemen Agama RI, 2005
7. H.A.R.Gibb, Aliran-aliran Modern dalam Islam, Jakarta : PT. Raja
Grafindo,1995
8.
29