Journal Reading
November 2015
OLEH:
Syaza Naqibah Binti Mohamed Noor Rahim
C11111876
PEMBIMBING :
dr. Halim
SUPERVISOR :
dr. Muh. Faisal Muchtar, Sp.An-KIC
HALAMAN PENGESAHAN
:
:
:
:
:
Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada Bagian Anestesi, terapi
intensif, dan manajemen nyeri Fakultas kedokteran Universitas Hasanuddin
Supervisor,
Pembimbing,
(dr. Halim)
Sepsis merupakan kontinum penyakit karena peradangan sistemik yang disebabkan oleh infeksi yang
membutuhkan pengenalan dan pengobatan yang tepat. Sementara sepsis adalah salah satu penyebab
kematian yang signifikan di seluruh dunia, angka kematian yang di negara-negara berpenghasilan
rendah dan menengah (LMICs) dipercayai sangat tinggi. Sejak tahun 1992, definisi sepsis menjadi
standar, dan mulai tahun 2002, sebuah kolaborasi peringkat internasional telah menghasilkan
seperangkat pedoman konsensus mengenai pengelolaan yang optimal dari pasien sepsis. Berdasarkan
bukti baru, banyak pembaharuan telah dibuat sejak saat itu. Hal ini diketahui bahwa penerapan
gabungan beberapa pendekatan untuk perawatan pasien dengan penggunaan resusitasi tertentu dan
terapi panduan menunjukkan pengurangan yang signifikan dalam angka kematian disebabkan oleh
sepsis. Namun, ia juga mengakui bahwa pelaksanaan intervensi di LMICs sangat menantang. Oleh
karena itu, suatu literatur tentang pedoman yang praktis untuk sepsis di negara-negara berkembang
telah muncul. Artikel ini memberikan tinjauan bukti untuk praktek terbaik manajemen sepsis, dengan
rekomendasi untuk keadaan dengan sumber daya yang terbatas.
Relevansi Afrika
diangkat sebagai perawatan yang standar.7 Penerimaan pasien sebanyak 50% dari unit gawat
darurat memberikan peluang yang signifikan untuk memperbaiki prognosis pasien. 9 Ulasan
ini akan membahas epidemiologi, patofisiologi, dan diagnostik serta pendekatan terapeutik
untuk pasien dengan sepsis, sepsis berat, dan syok sepsis di unit gawat darurat dan di
perawatan akut lainnya. Pedoman peringkat internasional difokus pada evaluasi dan
manajemen pasien dengan sepsis berat dan syok sepsis (SS / SS) sebagai perbandingan
kepada sepsis tanpa bukti SS /SS, artikel ini terutama akan membahas SS / SS. Review ini
akan fokus pada memberikan perawatan dengan rekomendasi yang disesuaikan pada tempat
yang terbatas sumber dayanya. Dari catatan, ulasan ini berkaitan khusus untuk orang dewasa
dan bukan anak-anak. Lihat Tabel 1 dan 2 definisi.
Tabel 1
kriteria SIRS1
>38oC (100.4oF) or
<36oC (96.8oF)
>90/menit
>20/min atau
PaCO2 <32 mmHg
>12,000/L or
<4000/L
Tabel 2 Kriteria diagnostik untuk sepsis.1 WBC, darah putih sel; SBP, tekanan darah sistolik;
MAP, berarti tekanan arteri.
Tabel diadaptasi dari Levy et al. (2003)1
Infeksi (didokumentasikan atau dicurigai) dan beberapa hal berikut.
Klasifikasi
Umum
Inflamasi
Variabel
Demam (>38.3OC)
Hipothermia (core temperature <36OC)
Nadi >90/min atau lebih dari 2 standar deviasi
diatas nilai normal menurut umur
Takipnea
Perubahan status mental
Edema signifikan atau balance cairan positif
Hiperglikemia
Leukositosis
Leukopenia
Bilangan sel darah putih yang normal dengan
melebihi band 10%
Plasma C-reactive protein>2 SD diatas nilai
normal
Hemodinamik
Disfungsi organ
Perfusi jaringan
EPIDEMIOLOGI
Meskipun dampak sepsis didokumentasikan di negara-negara maju, literatur tentang insiden,
prevalensi, dan kematian di negara-negara berkembang tersebar dimana-mana. 10 Insidens kejadian
sepsis yang tertinggi masih pada negara-negara yang berpendapatan rendah dimana menjadi suatu
beban secara global. Sebagai pengganti penanda untuk sepsis, lebih dari 90% dari kematian di seluruh
dunia karena pneumonia, meningitis, dan infeksi lain terjadi di negara-negara yang kurang
berkembang.6,11 Dari sisi global, diperkirakan 70% dari 9 juta kematian neonatal dan bayi setiap tahun
disebabkan oleh sepsis, dan lebih dari setengahnya terjadi di Asia dan Sub Sahara Africa. 11,12
PATOFISIOLOGI
Pada suatu infeksi, mikroba yang menyerang masuk dan berinteraksi dengan system imun host dan
memicu terjadinya suatu proses inflamasi yang melibatkan sitokin dan mediator inflamasi lainnya,
dimana akhirnya terjadi suatu respon sistemik. Respon sistemik yang terjadi adalah vasodilatasi,
peningkatan permeabilitas pembuluh darah, depresi miokardial, dan proses koagulasi terganggu
mengakibatkan permintaan dan suplai oksigen di sistemik tidak seimbang dan berada pada kondisi
prokoagulasi. Selama tahap akhir sepsis, imunosupresi mendominasi, menyebabkan disfungsi
multiorgan dan kondisi klinis yang memburuk.13
PENILAIAN KLINIS
Anamnesis yang dilakukan harus fokus pada mendeteksi factor resiko infeksi (seperti imunosupresi),
infeksi yang sedang terjadi, dan jika dicurigai terjadi infeksi, cari sumber infeksi yang paling
mungkin. Perhatian yang lebih diberikan pada pasien geriatri karena mereka tidak bisa memberitahu
mengenai gejala-gejala biasa seperti dysuria pada infeksi saluran kemih. Pemeriksaan fisik harus
dilakukan untuk mengidentifikasi kemungkinan focus infeksi. Tindakan yang paling penting pada saat
ini adalah pengukuran, dokumentasi, dan evaluasi tanda-tanda vital, termasuk suhu, tekanan darah
(BP), denyut jantung (HR), laju pernapasan (RR) dan saturasi oksigen (jika di bawah 90% maka
tambahan oksigen harus segera diberikan). Rekaman setiap parameter ini akan digunakan untuk
mengukur perbaikan klinis atau jika terjadi perburukan bisa dilakukan intervensi (lihat di
bawah).Tanda-tanda vital harus dianalisa secara konsisten supaya jika sudah mulai ada kriteria dari
SIRS pada pasien sepsis, ini akan membantu dalam pengenalan untuk perawatan penyakit kritikal.
Harus diingat bahwa tanda vital memburuk mungkin tidak ada dari awal dan juga pada pasien
geriatric.14,15 Pada pemeriksaan fisik yang spesifik jika ada suatu alat yang dimasukkan kedalam tubuh
pasien, itu juga bisa menjadi sumber infeksi. Selain itu, terdengar ronki pada paru-paru pasien, sakit
pada abdomen dan bukti adanya infeksi susunan saraf pusat. 16,17 pada peringkat ini, penilaian pada
system kardiovaskular dan status volume termasuk auskultasi, membrane mukosa, warna dan turgor
kulit, nadi perifer, pengisian kapiler dan edema harus diperhatikan.
Dengan tidak adanya perangkat otomatis untuk melacak tanda-tanda vital, penting untuk menyimpan
log tertulis dan pengenalan dini untuk SIRS. Peralatan canggih dan invasif yang digunakan tidak ada
di negara-negara berpendapatan rendah untuk mengukur respon terhadap terapi (lihat di bawah),
perubahan BP, HR, RR dan saturasi oksigen harus digunakan sebagai indikator status klinis.
STUDI DIAGNOSTIK
Laboratorium awal dan pemeriksaan radiografi dilakukan untuk menemukan sumber infeksi dan
mengidentifikasi disfungsi organ. Pada kebijaksanaan pemeriksa, tes laboratory termasuk hitung
darah lengkap (bilangan sel darah putih termasuk subtype yang berbeda dan ukuran band, hemoglobin
dan hematokrit, trombosit), kimia (elektrolit, bikarbonat, kreatinin, glukosa), waktu protrombin (PT) /
internasional rasio normalisasi (INR), transaminase hati, bilirubin, dan analisa gas darah baik arteri
atau vena dengan diambil kira tingkat serum laktat. Hasil dari urinalisis lebih tinggi, terutama pada
pasien yang lebih tua dari 65.18 Foto roentgen thorax dilakukan untuk mengidentifikasi sumber infeksi
pulmo dan penyebab distress nafas. Yang penting, semua pasien dengan kemungkinan sepsis
seharusnya dilakukan kultur darah karena dapat membuat pilihan antibiotic yang lebih tepat dan
mengungkap alasan untuk pengobatan yang gagal.8 Volume darah yang lebih penting untuk hasil
kultur dari jumlah kultur darah, idealnya, 20 mL darah harus diambil. 19 Secara umum, kultur harus
diperoleh dari setiap kemungkinan sumber infeksi (misalnya, darah, urin, sputum, luka, kateter,
cerebrospinal cairan) yang bisa dianggap sebagai suatu kemungkinan dalam skenario klinis.
Jika tes laboratorium yang tersedia terbatas, preferensi harus diberikan kepada yang mungkin
menunjukkan sumber infeksi, seterusnya mengidentifikasi target untuk terapi. Kultur darah dilakukan
bila memungkinkan.
Resusitasi awal
Evaluasi awal pasien dengan sepsis termasuk memasang lebih banyak akses ke intravena dengan
antisipasi untuk kebutuhan resusitasi cairan, antimikroba, dan obat-obatan seperti vasoaktif
(vasopressor). Pasien sering hipovolemik, sering menderita defisit cairan yang besar, pemberian
langsung dari 30 mL / kg (biasanya 2 L) kristaloid adalah baik. 8,24 Tujuannya adalah untuk
memulihkan perfusi jaringan, dan volume resusitasi menyebabkan kenaikan curah jantung (CO)dan
penghantaran oksigen sistemik.24 Pasien dengan hipotensi (MAP <65 mmHg) setelah bolus cairan,
hiperlaktatemia (> 4 mmol / L), tanda-tanda hipoperfusi atau gagal organ dianggap SS / SS. Dalam
hal demikian, transisi dari pendekatan goal-directed ke terapi yang direkomendasikan oleh consensus
pedoman dengan titik akhir terukur pada 3 dan 6-h marks. 8 Penting untuk dicatat bahwa pasien
memenuhi kriteria untuk sepsis tetapi tidak SS / SS dapat mengambil manfaat dari pendekatan yang
sama untuk terapi. Namun, pedoman konsensus menyokong tentang perawatan bundel khusus untuk
pasien SS / SS.8
Dalam keadaan yang terbatas sumber daya, diberikan cairan setidaknya 30 mL / kg (biasanya 2 L)
kristaloid pada diagnose sepsis, karena banyak pasien hipovolemik.
Ukuran volume intravascular
Langkah protocol pertama dalam perawatan pasien dengan SS / SS adalah resusitasi cairan dengan
tujuan memulihkan volume intravascular (dan dengan anggapan, preload). 8 Ada beberapa metode
untuk memperkirakan status volume, seperti penilaian menggunakan USG-guided untuk menilai dari
variasi respirophasic dari vena cava inferior (IVC), dan variasi tekanan nadi(PPV). 25 Namun,
keberhasilan dari tehnik monitoring tersebut dalam memperbaiki prognosis pasien masih harus
dilakukan penelitian lebih lanjut.8 Dengan demikian, pedoman konsensus terus merekomendasikan
pengukuran CVP sebagai pengganti untuk preload meskipun suatu review sistemik ada mengatakan
CVP dan respon terhadap cairan mempunyai hubungan yang kurang. 8,26 Akibatnya, endpoint pertama
pada resusitasi di SS / SS menurut peddoman Surviving Sepsis Campaign adalah target CVP 8-12
cmH2O. Nilai signifikan di bawah target ini mungkin hipovolemia dan berpotensi untuk resusitasi
cairan tambahan. Perlu ditekankan bahwa memanfaatkan CVP membutuhkan penempatan kateter
vena sentral di atas diafragma.
Dalam kondisi sumber daya yang terbatas, loading cairan pada pasien secara empiris harus agresif
cairan karena mereka mungkin membutuhkan kristaloid lebih dari 4-6 L dalam 6 jam pertama
perawatan.21 Intervensi ini telah terbukti mengurangi mortalitas. 27 Seperti ditunjukkan dalam
percobaan ProCESS, resusitasi cairan secara agresif (dengan rata-rata 4.4 L cairan dalam 6 jam
pertama di penelitian ini) harus menjadi suatu kebiasaan. 23 Dalam ketidakhadiran modalitas canggih
untuk memperkirakan respon cairan, cek distensi vena jugularis dan mendengarkan crackles sebagai
bukti overload cairan.28
Pemberian cairan terus-menerus
Sementara sangat bervariasi per kasus, pasien dalam percobaan ProCESS dalam perawatan biasa
menerima rata-rata 4,3 3,9 L cairan intravena dari 6-72 jam (setelah resusitasi awal). 23 Dalam
kondisi yang terbatas sumber dayanya, menggunakan petunjuk dari hipoperfusi seperti hipotensi,
clearance laktat, dan produksi urin (lihat bawah) untuk memandukadar kemasukan cairan setelah
resusitasi awal. Sebagai Variable ini mungkin berlebihan 8 L selama 72 jam berikut.
Pemilihan cairan
Hasil berbagai uji coba mendukung penggunaan kristaloid, menghindari pati hidroksietil (HES), dan
penggunaan albumin hanya setelah administrasi jumlah besar kristaloid. Kristaloid telah berulang kali
terbukti lebih murah, dan memiliki tidak ada perbedaan angka kematian atau mortalitas yang lebih
rendah dibandingkan HES, bersama dengan penurunan kebutuhan untuk terapi penggantian ginjal
(RRT) dan sangat dianjurkan. 8,29,30 Selain itu, penting untuk dicatat bahwa ada muncul data tentang
potensi manfaat menggunakan larutan kristaloid seimbang (misalnya Ringer Laktat) sebagai lawan
untuk cairan kaya klorida (misalnya, salin normal), pertimbangan utama di LMICs harus memastikan
volume resusitasi yang adekuat tanpa mengambil kira cairan jenis apapun itu. 31,32 harus ditekankan
bahwa ulasan ini berfokus pada pasien dewasa, sebagai studi lebih dari 3000 anak-anak mengalami
syok dengan penyakit demam yang diacak untuk bolus cairan vs tidak ada bolus menunjukkan
mortalitas meningkat dalam kelompok bolus cairan. 33 Penerapan hasil uji coba ini untuk pasien
dewasa belum dipastikan.
Dalam kondisi terbatas sumber daya, gunakan kristaloid bebas. Jenis cairan kristaloid tidak sepenting
volume diberikan.
Vasopressor
Endpoint resusitasi kedua di SS / SS adalah pembentukan dari MAP minimal 65 mmHg. Di SS / SS,
ada ketidakseimbangan antara vasodilatasi dan vasokonstriksi. Demikian, obat vasoaktif sering
diperlukan dalam pasien sepsis dengan hipotensi (MAP <65 mmHg). Tujuannya adalah untuk
mengembalikan tekanan arteri yang mencukupi dan aliran darah ke organ penting. MAPS dibawah
dari 60 mmHg,autoregulasi koroner, ginjal dan SSP hilang dan aliran darah organ memiliki hubungan
garis lurus dengan tekanan.34 Namun, perfusi jaringan dapat dipertahankan pada MAPS serendah 65
mmHg.35
Dengan demikian, ketika menggunakan vasopressor, menargetkan Mapp 65 mmHg adalah diterima
sebagai titik akhir klinis untuk sebagian pasien.8 Pengecualian jika MAPS lebih tinggi mungkin
diperlukan pada pasien dengan hipertensi kronis dan MAPS rendah dapat ditoleransi pada pasien
muda.8 Idealnya, resusitasi cairan (CVP P8 cmH2O) harus terjadi sebelum penggunaan vasopresor,
bagaimanapun, pasien syok mungkin memerlukan vasopressor lebih cepat. 8
Ada beberapa pilihan untuk pilihan agen vasopressor. Dalam studi Rivers, dopamine dan
norepinephrine yang digunakan.21 Baru-baru ini, percobaan multicenter membandingkan norepinefrin
dan dopamin, keduanya dianggap sama-sama memberi manfaat membalikkan hipotensi dan tidak ada
perbedaan yang signifikan dalam angka kematian, meskipun ada lebih aritmia di kelompok
dopamine.36 Para penulis menyimpulkan bahwa norepinefrin adalah lebih berkesan dalam pengaturan
sepsis.36
Pada pasien dengan hipotensi refrakter meskipun resusitasi cairan dan administrasi norepinefrin,
vasopressin mungkin ditambahkan pada dosis rendah 0,03 unit per menit dan telah terbukti memiliki
hemodinamik lebih baik dan efek fungsi ginjal.37 Epinefrin dan fenilefrin adalah tambahan alternatif
untuk norepinephrine.8
Pedoman konsensus terbaru merekomendasikan norepinefrin sebagai vasopressor lini pertama,
sedangkan epinefrin dan vasopressin yang mungkin tambahan. Dopamin dianjurkan melawan
digunakan kecuali dalam keadaan yang sangat pilih, seperti sebagai bradycardia relatif. 8
Dalam kondisi yang terbatas sumber daya, vasopressor harus dimulai sekali pasien diyakini memadai
cairan resusitasi. Jika tersedia, norepinefrin lebih disukai, diikuti oleh epinefrin dan / atau vasopresin.
Dopamin dan fenilefrin dapat digunakan jika tidak ada agen lain yang tersedia.
oksigen vena sentral rendah (SCVO2 <70%) pada pasien septik yang telah mencapai memadai resusitasi
cairan dan tekanan darah yang memadai. Ini mungkin karena jaringan yang aktif secara metabolik,
hipoksemia arteri, rendah kapasitas membawa oksigen, atau penurunan curah jantung (CO). Kadar
pengiriman oksigen dapat ditingkatkan dengan transfusi dari packed red cells (PRC).21
Sel darah merah harus ditransfusi ke hemoglobin sasaran konsentrasi 7-9 g / dL.8 ini berbeda dari
Rivers Penelitian, yang menggunakan hematokrit ambang 30% .21 Namun, sedangkan konsentrasi
hemoglobin yang optimal di sepsis tidak khusus diketahui, hasil dari Persyaratan Transfusi dalam
sidang Perawatan Kritis tidak menunjukkan peningkatan mortalitas bila menggunakan jumlah
hemoglobin 7-9 g / dL dibandingkan dengan 10-12 g / dL.38 administrasi rutin fresh frozen plasma
untuk memperbaiki koagulopati harus dihindari kecuali ada perdarahan aktif atau prosedur invasif
yang direncanakan. Trombosit harus ditransfusi bawah 5000 / mm3 bahkan dalam ketiadaan
perdarahan, dan dapat dianggap antara 5000 dan 30.000 / mm 3 jika ada risiko yang signifikan
pendarahan. Jika jumlah trombosit adalah 50.000 / mm3 atau di atas maka transfusi hanya harus
dilakukan dalam pengaturan operasi atau prosedur invasive yang direncanakan. 8
Jika ScvO2 kurang dari 70% meskipun hemoglobin yang tepat tingkat (atas), agen inotropik dapat
diberikan untuk menambah curah jantung. Dobutamin (2,5 mcg / kg / menit untuk maksimum 20
mcg / kg / min) adalah pilihan utama.21 Melebihi dosis ini belum terbukti efektif.
Dalam kondisi terbatas sumber daya, transfusi darah produk harus digunakan dengan hemat, seperti
ditunjukkan di atas. Terapi inotropic dapat dimulai untuk meningkatkan cardiac output jika bukti syok
berlanjut meskipun pemberian cairan liberal, inisiasi vasopressor, dan transfusi produk darah (jika ada
indikasi). Sebagai pengukuran SCVO2 memerlukan kateter vena sentral (CVC), langkah-langkah lain
untuk mengenalpasti syok seperti laktat dan produksi urin (lihat di bawah) dapat digunakan sebagai
indikator pengganti.
Laktat
Laktat merupakan penanda penting dari sepsis berat dan peningkatan laktat (4 mmol / L) terkait
dengan kadar kematian tinggi.39 Sebuah uji coba baru-baru ini multicenter acak oleh Jones
dibandingkan laktat clearance (10%) dengan SCVO2 (70%) sebagai endpoint resusitasi secara
kuantitatif dan hasilnya tidak menunjukkan banyak perbedaan. .40 Ini menunjukkan bahwa mengukur
kadar laktat di perifer sebagai gantinya SCVO2 (yang membutuhkan CVC) dapat memicu jalur
resusitasi non-invasif secara kuantitatif. Namun, kemungkinan ini belum dimasukkan dalam pedoman
konsensus, yang saat ini menyatakan sasarannya adalah untuk nilai laktat kembali normal. 8 SCVO2 dan
laktat tidak perlu digunakan untuk mengesampingkan satu sama lain, dan bila tersedia, dapat
digunakan secara bersamaan.
Dengan tidak adanya CVCs, memeriksa tingkat laktat secara serial dapat digunakan untuk terapi (di
atas).
Urine output
Apakah SCVO2 atau tingkat laktat digunakan untuk mengobservasi terapi, resusitasi dalam 6 jam
pertama meliputi pemeliharaan urin output lebih atau sama dengan 0,5 mL / kg / jam. Ini adalah
tambahan yang endpoint untuk penanda lain dari perfusi jaringan, dan tingkat rendah menyarankan
perlunya resusitasi yang lebih agresif.8
Dalam kondisi yang terbatas sumber dayanya, produksi urine harus ditakar untuk semua pasien.
Sebuah kateter kemih bisa digunakan, atau wadah pengumpulan urin. Waktu dan jumlah setiap
episode harus dicatat, mirip dengan tanda-tanda vital.
Antimicrobial
Dalam pengaturan SS / SS, telah menunjukkan bahwa tertunda administrasi antibiotik jelas terkait
dengan peningkatan kematian. Bahkan sebelum terjadinya hipotensi persisten atau berulang, ada
peningkatan 8% dalam kematian untuk setiap jam keterlambatanpemberian antimikroba. 41 Dalam
kohort lain dari pasien yang menjalani EGDT, mereka yang menerima antibiotic yang sesuai kurang
dari satu jam setelah triase memiliki 14% lebih rendah kematian dibandingkan dengan mereka yang
tidak.42 Waktu adalah penting, pilihan antibiotik juga sama penting. Menargetkan patogen memiliki
implikasi hasil juga. Dalam prospektif studi, pasien bakteremia Gram-negatif yang empiris yang
diterima sesuai (patogen rentan) antibiotik memiliki angka kematian secara signifikan lebih rendah
dibandingkan yang secara empiris menerima pantas (patogen tidak rentan) antibiotik (18% vs 34%).
43
Tidak mengherankan, pasien yang menerima terapi yang tidak memadai memiliki peningkatan
mortalitas 10% di rumah sakit.41Dengan demikian, direkomendasikan bahwa antibiotik spektrum luas
diberikan sesegera mungkin di sepsis, tapi selalu dalam satu jam pertama setelah didiagnosa SS / SS. 8
Sementara kemungkinan ini memerlukan studi lebih lanjut, dan perawatan belum mencapai standar
internasional, pentingnya administrasi antibiotik yang benar secepat mungkin tidak dapat disangkal. 39
Pilihan terapi antibakteri empiris bervariasi secara signifikan berdasarkan karakteristik pasien.
Pertimbangan penting termasuk (namun tidak terbatas pada): sumber infeksi yang paling
memungkinkan, antibiotik yang dikonsumsi baru-baru ini (3 bulan terakhir), paparan terhadap resiko
kesehatan (misalnya, rumah sakit), penyakit kronik, patogen lokal dan resistensi obat. 8 Pasien dengan
paparan antibiotik baru-baru ini memiliki insiden yang lebih tinggi dari infeksi berisiko tinggi seperti
resisten methicillin Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa, sedangkan mereka dengan
eksposur kesehatan baru-baru ini telah meningkatkan kemungkinan menjadi terpajan dengan bakteria
yang memproduksi ESBL.44 Pathogen paling umum di SS / SS pada pasien yang dirawat di rumah
sakit dalam urutan menurun adalah bakteri Gram-positif, bakteri Gram-negatif, dan campuran
microorganism bakteri.8 Dalam semua kasus, terapi antibakteri harus dipandu oleh sumber infeksi
yang paling mungkin dengan antibiogram lokal.
Selain bakteri, jamur telah muncul sebagai penyebab infeksi terbanyak di seluruh dunia, khususnya di
rumah sakit, dan Candida adalah agen yang paling umum keempat diidentifikasi dalam kultur darah
pasien sepsis. Meskipun demikian, diperkirakan bahwa jamur bertanggung jawab untuk hanya 5%
dari semua kasus SS / SS, dan karena itu, administrasi rutin antijamur adalah tidak direkomendasikan.
Sebaliknya, mereka harus disediakan untuk pasien yang sudah diketahui kolonisasi Candida di
beberapa tempat, gangguan hambatan fisiologis (perforasi gastrointestinal berulang atau kebocoran
anastomosis, pankreatitis akut necrotizing, kemoterapi-induksi mucositis, perangkat akses vaskular)
kondisi yang immunocompromised (pasien kanker neutropenia atau penerima transplantasi), atau
kegagalan untuk memperbaiki saat menerima agen antibiotics. 45 Obat first-line adalah azoles atau
echinocandins.46
Dalam rangkaian terbatas sumber daya, administrasi yang cepat dari yang tepat antibiotik merupakan
landasan untuk perawatan sepsis dan memiliki sebuah timesensitive efek terhadap mortalitas.
Antibiotik harus dimulai sesegera mungkin (idealnya dalam satu jam pertama dari pengakuan sepsis).
Karakteristik pasien penting termasuk penggunaan baru-baru ini antibiotik dan eksposur kesehatan.
Antibiotik lokal atau regional pedoman lebih disukai dan harus digunakan untuk memilih agen yang
paling tepat (s). Mempertimbangkan penambahan agen antivirus di pilih cases.28
Malaria
Dalam Sub-Sahara Afrika, co-infeksi malaria dengan sepsis adalah umum pada anak-anak. Dalam
sebuah studi dari lebih dari 3000 anak-anak di Uganda, Kenya dan Tanzania dengan penyakit demam,
57% ditemukan memiliki infeksi malaria.33 Dalam studi lain dari anak-anak malaria, 6% yang
terinfeksi bakteria invasif terkait peningkatan mortalitas. 47 Pada orang dewasa, tingkat koinfeksi
kurang jelas, dengan baru-baru ini studi dari orang dewasa yang mengalami sepsis di Uganda, daerah
endemis malaria, menunjukkan prevalensi malaria hanya 4%. 48 Karena ada banyak bentuk tes
diagnostik cepat (RDT) untuk antigen malaria (misalnya, kaya protein histidin 2, Plasmodium laktat
dehidrogenase) sekarang digunakan di daerah endemis, konfirmasi secara parasitologi telah
meningkat dari 20% menjadi 47% dari tahun 2005 hingga 2011.49 Meskipun demikian, RDT tidak
memiliki nilai prediktif negative yang cukup tinggi untuk mendukung penghentian pengobatan jika
mempunyai penyakit yang lebih parah, dan pengobatan antimalaria bila ada demam telah lama
direkomendasikan.50-54 Dalam rangkaian terbatas sumber daya, bila tidak cukup bukti untuk
merekomendasikan pengobatan antimalaria empiris di semua pasien dewasa dengan SS / SS, jika ada
kekhawatiran klinis untuk koinfeksi malaria, pengobatan empiris harus dimulai dan dipandu oleh pola
resistensi lokal.
Control sumber
Menyingkirkan sumber infeksi adalah penting dan diistilahkan '' kontrol sumber. '' Ini termasuk
intervensi seperti cairan drainase, debridement dari jaringan lunak, penghapusan perangkat, dan
langkah-langkah definitif lain untuk mengembalikan fungsi. Penghapusan locus infeksi secara fisik
harus diidentifikasi atau dikeluarkan sesegera mungkin karena dapat mengubah perjalanan sepsis. 8,55
Intervensi harus mulai dengan metode yang paling kurang invasif (misalnya, lewat perkutaneus
sebagai ganti bedah) bila memungkinkan. Ketika kateter pembuluh darah yang tetap didalam, kultur
darah harus diambil lewat kateter. Kateter urin harus diganti dan kultur urin harus diambil dari
catheter.17 Dalam rangkaian terbatas sumber daya, menghapus sumber infeksi bila memungkinkan,
terutama jika dapat dikeringkan atau debrided.11
Kortikosteroid
SS / SS mungkin terkait dengan kekurangan adrenal.56 Dengan demikian, beberapa studi telah
berusaha untuk menentukan apakah administrasi rutin kortikosteroid dapat membantu resolusi dari
shock dan mengurangkan angka kematian secara keseluruhan. Sebagai agen anti-inflamasi,
kortikosteroid dapat mengurangi kerusakan jaringan yang disebabkan oleh sitokin dan neutrophils. 13
Awalnya, kortikosteroid tidak terbukti bermanfaat dalam SS / SS malah berpotensi memburuk
prognosis.57 Namun, kemudian penelitian oleh Annane dkk. menunjukkan bahwa pasien dengan syok
sepsis yang tidak berespon dengan vasopressor terjadi pembalikan dan pengurangan angka kematian
ketika diobati dengan dosis rendah hidrokortison dan fludrocortisone. 58 Suatu tindak lanjut, trial
multicenter besar (CORTICUS), yang berpartisipasi adalah pasien yok sepsis yang berespon dengan
vasopressor, bila menerima dosis rendah kortikosteroid tidak menunjukkan manfaat kelangsungan
hidup.59 Dengan demikian, pedoman konsensus merekomendasikan terhadap penggunaan
hidrokortison secara rutin jika cairan IV dan vasopressor dapat mengembalikan stabilitas
hemodinamik. Dalam hal syok yang tidak berespon terhadap vasopressor,disarankan hidrokortison
dengan dosis 200 mg IV harian.8 Dalam rangkaian terbatas sumber daya, steroid, bila tersedia, harus
dipersiapkan untuk syok sepsis persisten berikut yang memadai resusitasi cairan dan pemberian
vasopressor.
Glukosa
Sementara itu sebelumnya diyakini bahwa kontrol glikemik yang ketat (glukosa darah 80-110 mg /
dL) adalah menguntungkan, data dari percobaan NICE-SUGAR telah menunjukkan peningkatan
mortalitas dengan pendekatan ini dibandingkan dengan kontrol glukosa konvensional (darah glukosa
180 mg / dL).60 Sekarang dianjurkan bahwa pendekatan protocoled untuk dosis insulin dimulai
hanya setelah dua pengukuran glukosa darah > 180 mg / dL. 8 Dalam rangkaian terbatas sumber daya,
periksa kadar glukosa darah pada semua pasien. Dengan adanya hiperglikemia ringan, tanpa
pemantauan ketat, berhati-hati mengurangi kadar glukos karena hipoglikemia mungkin lebih
berbahaya.
Intubasi dan ventilasi mekanikal
Pada pasien sepsis, perkembangan kejutan di 24 jam pertama adalah prediktor terbaik dari kebutuhan
untuk ventilasi mekanik, dan setengah dari semua pasien dengan tingkat keparahan penyakit ini
memburuk menjadi sindrom gangguan pernapasan akut (ARDS). 61 Intubasi endotrakeal dan ventilasi
mekanik dapat membantu dengan mengurangi kerja pernapasan dan meningkatkan penghantaran
oksigen.8,21 Bila diperlukan, keputusan harus dengan cepat. Ada beberapa pilihan untuk agen induksi
di rapid sequence intubation(RSI) dan ada perdebatan untuk yang paling sering dipakai. Etomidate
adalah agen induksi yang biasa digunakan di Amerika. Penggunaannya dalam sepsis telah menjadi
fokus diskusi, terutama dalam beberapa tahun terakhir sebagai studi menunjukkan CORTICUS bahwa
pasien yang menerima etomidate memiliki peningkatan tingkat 17% penekanan adrenal dan
meningkatkan risiko kematian pada 28 hari (40-45% vs 30-32%). 59 Namun, sejak saat itu, beberapa
calon dan studi retrospektif belum menunjukkan statistik peningkatan yang signifikan dalam angka
kematian dengan penggunaan etomidate.62-65 Dengan demikian, tidak ada data yang pasti saat ini
mencegah penggunaan etomidate di SS / SS. Namun demikian, keuntungan agen lain seperti ketamin,
yang telah menarik perhatian karena efek simpatomimetik pada denyut jantung, tekanan darah, dan
output jantung.66,67 Saat ini, pilihan induksi agen tergantung dokter.
Respon inflamasi pada sepsis dapat menyebabkan cedera paru dan ARDS. Dalam multicenter uji coba
secara acak dari pasien paru-luka, mereka yang menjalani ventilasi mekanis dengan ventilasi
pelindung-paru (volume tidal rendah 6 mL / kg berat badan prediksi dan tekanan dataran rendah 30
cm H2O) mengalami penurunan mutlak 9% pada mortalitas. 68 Dengan demikian, ini adalah strategi
ventilasi yang lebih sering digunakan. Setelah intubasi, fraksi oksigen inspirasi (FiO2) harus
dikurangi sesegera mungkin untuk mencegah toksisitas oksigen. Mempertahankan tingkat rendah
tekanan positif akhir ekspirasi (PEEP) dapat mencegah kolaps alveolar yang luas di akhir
ekspiras.8,41,61 Selain itu, kepala di tempat tidur harus ditinggikan 30-45O untuk mengurangi resiko
pneumonia disebabkan penggunaan ventilator. 69 Dalam rangkaian terbatas sumber daya, pulse
oksimetri secara rutin digunakan dan menjaga kadar oksigen di atas 90% dengan pemberian oksigen
tambahan.
Kesimpulan
Pedoman konsensus ada dengan rekomendasi khusus untuk pendekatan bundel untuk pengobatan
pasien sepsis, dan khususnya, pasien dengan SS / SS. Konsep kuantitatif resusitasi telah mendapatkan
dukungan dalam beberapa tahun terakhir dan telah membantu standarisasi pendekatan perawatan
sepsis. Apa yang termasuk di atas adalah termasuk dalam praktik ideal. Keypoint meliputi:
Tabel 3 Intervensi sepsis pada terbatas sumber daya settings 11 Tabel diadaptasi dari Dunser dkk.
(2012)11
Intervensi terbatas sumber daya
Kategori
Sirkulasi
Oksigenasi
Terapi antimicrobial
Diagnose
Control sumber
Intervensi
Perfusi jaringan yang adekuat dijadikan target
sebagai resusitasi primer. Usahakan untuk
tekanan darah >90 mmHg
Bila ada hipoperfusi, infus cairan kristalloid
dengan banyak dan teruskan 24-48 jam
seterusnya. Pasien mungkin memerlukan lebih
dari 4 liter cairan pada 24 jam pertama
Penggunaan norepinefrin lebih baik pada pasien
dengan hipoperfusi walaupun sudah di resusitasi
cairan. Tekanan darah dan nadi harus sering
dimonitor.
Oksigen diberikan dengan target saturasi oksigen
>90%. Berikan oksigen empiric pada pasien
SS/SS jika tiada pulse oxymeter.
Berikan antimikroba pada satu jam pertama
setelah didiagnosa sepsis
Pilih antimikroba yang lebih tinggi peluang untuk
melawan patogen
Lakukan pemeriksaan radiografi bila
memungkinkan
Lakukan kultur dari setiap sumber infeksi yang
memungkinkan dan lakukan uji sensitivitas
Lakukan debridement pada sumber infeksi bila
memungkinkan
Keluarkan alat yang mungkin menjadi sumber
infeksi
Skrining cepat menggunakan kriteria SIRS dan waspada terhadap spektrum sepsis pada
penyakit lain.
Terus mengulangi tanda-tanda vital.
Oksigen tambahan untuk tingkat saturasi oksigen <90%.
Akses intravena langsung di beberapa situs.
Resusitasi cairan menggunakan 30 mL / kg kristaloid diikuti oleh penilaian volume
intravaskular.
Pemeliharaan MAP 65 mmHg dan penggunaan vasopressor (norepinefrin baris pertama)
jika diperlukan.
Penggunaan produk darah (hemoglobin 7-9 g / dL) dan / atau dobutamin untuk menjaga
khusus, pengetahuan petugas kesehatan dan program pelatihan, dan analisis biaya-manfaat dari
masing-masing komponen ini.
Referensi
17. Marshall JC et al. Source control in the management of severe sepsis and septic shock: an
evidence-based review. Crit Care Med 2004;32(11 Suppl.):S51326.
18. Martin GS et al. The epidemiology of sepsis in the United States from 1979 through 2000. N Engl
J Med 2003;348(16):154654.
19. Lamy B et al. What is the relevance of obtaining multiple blood samples for culture? A
comprehensive model to optimize the strategy for diagnosing bacteremia. Clin Infect Dis
2002;35(7):84250.
20. Shoemaker WC et al. Prospective trial of supranormal values of survivors as therapeutic goals in
high-risk surgical patients. Chest
1988;94(6):117686.
21. Rivers E et al. Early goal-directed therapy in the treatment of severe sepsis and septic shock. N
Engl J Med
2001;345(19):136877.
22. Jones AE et al. The effect of a quantitative resuscitation strategy on mortality in patients with
sepsis: a meta-analysis. Crit Care Med 2008;36(10):27349.
23. ProCESS Investigators Yealy DM, Kellum JA, Huang DT Barnato LA, Weissfeld LA, et al. A
randomized trial of protocol-based care for early septic shock. N Engl J Med 2014;370(18):168393.
24. Vincent JL, Gerlach H. Fluid resuscitation in severe sepsis and septic shock: an evidence-based
review. Crit Care Med 2004;32(11):S4514.
25. Marik PE, Monnet X, Teboul JL. Hemodynamic parameters to guide fluid therapy. Ann Intensive
Care 2011;1(1):1.
26. Marik PE, Baram M, Vahid B. Does central venous pressure predict fluid responsiveness? A
systematic review of the literature and the tale of seven mares. Chest 2008;134(1):1728.
27. Nguyen HB et al. Outcome effectiveness of the severe sepsis resuscitation bundle with addition of
lactate clearance as a bundle item: a multi-national evaluation. Crit Care 2011;15(5):R229.
28. IMAI district clinician manual: hospital care for adolescents and adults. Guidelines for the
management of illnesses with limited resources, 2011. Geneva: World Health Organization; 2011.
29. Guidet B et al. Assessment of hemodynamic efficacy and safety of6% hydroxyethyl starch 130/0.4
vs. 0.9% NaCl fluid replacement in patients with severe sepsis: the CRYSTMAS study. Crit Care
2012;16(3):R94.
30. Perner A et al. Hydroxyethyl starch 130/0.42 versus Ringers acetate in severe sepsis. N Engl J
Med 2012;367(2):12434.
31. Yunos NM et al. Association between a chloride-liberal vs chloride-restrictive intravenous fluid
administration strategy and kidney injury in critically ill adults. JAMA 2012;308(15):156672.
32. Shaw AD et al. Major complications, mortality, and resource utilization after open abdominal
surgery: 0.9% saline compared to Plasma-Lyte. Ann Surg 2012;255(5):8219.
33. Maitland K et al. Mortality after fluid bolus in African children with severe infection. N Engl J
Med 2011;364(26):248395.
34. Hollenberg SM et al. Practice parameters for hemodynamic support of sepsis in adult patients:
2004 update. Crit Care Med 2004;32(9):192848.
35. LeDoux D et al. Effects of perfusion pressure on tissue perfusion in septic shock. Crit Care Med
2000;28(8):272932.
36. De Backer D et al. Comparison of dopamine and norepinephrine in the treatment of shock. N Engl
J Med 2010;362(9):77989.
37. Tsuneyoshi I et al. Hemodynamic and metabolic effects of lowdose vasopressin infusions in
vasodilatory septic shock. Crit Care Med 2001;29(3):48793.
38. Hebert PC et al. A multicenter, randomized, controlled clinical trial of transfusion requirements in
critical care. Transfusion Requirements in Critical Care Investigators, Canadian Critical Care Trials
Group. N Engl J Med 1999;340(6):40917.
39. Levy MM et al. The surviving sepsis campaign: results of an international guideline-based
performance improvement program targeting severe sepsis. Crit Care Med 2010;38(2):36774.
40. Jones AE et al. Lactate clearance vs central venous oxygen saturation as goals of early sepsis
therapy: a randomized clinical trial. JAMA 2010;303(8):73946.
41. Kumar A et al. Duration of hypotension before initiation of effective antimicrobial therapy is the
critical determinant of survival in human septic shock. Crit Care Med
2006;34(6):158996.
42. Gaieski DF et al. Impact of time to antibiotics on survival in patients with severe sepsis or septic
shock in whom early goaldirected therapy was initiated in the emergency department. Crit
Care Med 2010;38(4):104553.
43. Leibovici L et al. Monotherapy versus beta-lactam-aminoglycoside combination treatment for
gram-negative bacteremia: a prospective, observational study. Antimicrob Agents Chemother
1997;41(5):112733.