Anda di halaman 1dari 9

TUGAS SOSIOLOGI HUKUM

KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA


ANALISIS KASUS KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA YANG DI
PIDANA

OLEH :
E. RAIHAN RAMADHILLAH
E1A012155
KELAS : C

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS NEGERI JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS HUKUM
PURWOKERTO
2015

KASUS KEKERASAN RUMAH TANGGA

A. Kronologi pristiwa hukum

Maria wanita berumur 32 tahun adalah istri dari Pieter, yang sudah diselingkuhi dan
kerap dianiaya selama tiga tahun terakhir, Maria tetap bersabar atas ulah suaminya. Selama tiga
tahun terakhir pernikahannya dengan Pieter, dia kerap dianiaya dega cara di tampar, tendang,
jambak, bahkan cekikan bahkan di depan kedua anaknya sendiri.
Semua perbuatan Pieter sebenernya sudah menjadi pemakluman untuk Matia. Namun
sejak 8 bulan terakhir, Maria ditinggalkan Pieter begitu saja tanpa kabar dan tidak menafkahkan
Maria dan anak-anaknya. Padahal Maria saat itu tak bekerja dan dengan terpaksa maria mencari
kerja untuk menghidupi buah hatinya.
Setelah mendapatkan pekerjaan. Akhirnya Maria tahu jika Pieter kos di Jalan Teluk Aru,
kawasan Tanjung Perak. Kemudian pada suatu hari Maria di-SMS Pieter agar datang ke kosnya.
Maria pun mengiyakan permintaan Peter. Tetapi saat pergi menemui Pieter, Maria membawa
sebuah pisau dapur kecil untuk berjaga-jaga karena Maria tahu bahwa dia pasti akan dianiaya
oleh Pieter kembali.
Ketika maria dan Pieter bertemu, mereka bercekcok hebat. Maria pun dianiaya lagi. Ia
dicekik dan ditampar. Dan sebelum Pieter berbuat lebih jauh, Maria terpaksa mengambil pisau
yang disembunyikan untuk menjaga diri, dan ditusukkan dua kali, ke punggung dan dada Pieter.
kemudian Maria bisa lari untuk meloloskan diri dari Pieter. Namun tak lama kemudian Maria
ditangkap oleh polisi dan dijatuhi hukuman sesuai dengan pasal 351 KUHP tentang
penganiayaan. Sedangkan Pieter tidak dijerat oleh satu pasal pun.

B. Analisis Kasus
Subyek : Pasangan Suami Istri Pieter dan Maria
Obyek : Kekerasan Dalam Rumah Tangga. dimana Istri yang disiksa, dia juga yang
menerima hukuman karna membela diri.
Rumah tangga tempat kekerasan sering berlangsung adalah wadah dari suatu
kehidupan penghuninya yang terdiri dari berbagai status, seperti suami-istri, orangtua,
anak-anak, orang-orang yang mempunyai hubungan darah, orang yang bekerja membantu
kehidupan rumah tangga bersangkutan, orang lain yang menetap, dan orang yang masih
atau pernah hidup bersama di sebuah rumah tangga.1 Sementara itu, lingkup rumah
tangga sebagaimana dimaksudkan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004
Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, Bab 1 Tentang Ketentuan
Umum Pasal 2 meliputi suami, istri, anak, orang-orang yang mempunyai hubungan
dengan suami, istri, dan anak karena hubungan darah, perkawinan, persusuan,
pengasuhan, dan perwalian yang menetap dalam rumah tangga, dan atau orang yang
bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut.
KDRT dapat diartikan sebagai tindakan penggunaan kekuasaan atau wewenang
secara sewenang-wenang tanpa batasan. yang dimiliki pelaku, yaitu dalam hal ini adalah
sang suami, yang dapat mengancam keselamatan dan hak-hak individual masing-masing.
dan atau anggota lain dalam rumah tangga dalam hal ini adalah istrinya sendiri.
KDRT dapat dikelompokkan ke dalam lima bentuk, yaitu:
1. Kekerasan fisik dalam bentuk pemukulan dengan tangan maupun benda, penganiayaan,
pengurungan, pemberian beban kerja yang berlebihan, dan pemberian ancaman
kekerasan.
2. Kekerasan verbal dalam bentuk caci maki, meludahi, dan bentuk penghinaan lain secara
verbal.
3. Kekerasan psikologi atau emosional yang meliputi pembatasan hak-hak individu dan
berbagai macam bentuk tindakan teror.
4. Kekerasan ekonomi melalui tindakan pembatasn penggunaan keuangan yang berlebihan
dan pemaksaan kehendak untuk untuk kepentingan-kepentingan ekonomi, seperti
memaksa untuk bekerja dan sebagainya.
5. Kekerasan seksual dalam bentuk pelecehan seksual yang paling ringan hingga
perkosaan.2
1 Mohammad Kemal Dermawan, Teori Kriminologi, edisi kedua. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Penerbit
Universitas Terbuka, 2007

2 Mohammad Kemal Dermawan, Op. Cit., hlm. 7.32-7.33 (penjelasan lanjut, lihat
Hasil Tim Perumus Kelompok Kerja Usulan RUU-KDRT, Rancangan Undang-Undang

Dalam hal ini dapat dilihat bahwa kasus KDRT yang dialami oleh Maria adalah
seperti dikatakan dalam poin 1 (satu) yaitu Kekerasan fisik dalam bentuk pemukulan
dengan tangan maupun benda. Bila kita ingin mengkaji kasus ini dari sudut pandang
sosiologi hokum maka kita harus perfikiran bahwa hukum sebagai suatu pranata sosial
yang secara rill dikaitkan dengan variable-variabel sosial lainnya maka saya berpendapat
seperti pada pribahasa ada asap ada api. Dalam menganalisa suatu permasalahan kita
juga harus mencari tau apa penyebab Pieter melakukan kekerasan atau penganiayaan
terhadap istrinya Maria. Akar penyebab kekerasan cenderung kompleks. Dan sering kali,
hal itu tidak bisa dikaitkan dengan satu faktor saja, seperti pergaulan, hiburan, atau
lingkungan sosial. Boleh jadi, ada banyak yang terkait.
Apapun factor yang menjadi dasar Pieter melakukan kekerasan atau penganiayaan
terhadap istrinya Maria. Seharusnya Marialah disini yang menjadi korban, karena Maria
yang mendapatkan penganiayaan terlebih dulu oleh suaminya. Maria seharusnya dapat
mengadukan perlakuan yang dilakukan Pieter kepada kepolisian sesuai dengan Undangundang yang berlaku, namun karna suatu hal Maria tidak melakukannya.
Korban berhak melaporkan secara langsung kekerasan dalam rumah tangga
kepada kepolisian (ruang pelayanan khusus di kantor kepolisian), baik ditempat korban
berada maupun ditempat kejadian perkara. Korban dapat memberikan kuasa kepada
keluarga atau orang lain untuk melaporkan kekerasan dalam rumah tangga kepada pihak
kepolisian baik ditempat korban berada maupun di tempat kejadian perkara.
Dalam hal korban adalah seorang anak, laporan dapat dilakukan oleh orangtua, wali,
pengasuh, atau anak yang bersangkutan. Korban atau keluarga dapat juga meminta
bantuan dari relawan pendamping (Lembaga Swadaya Masyarakat yang bergerak dalam
bidang perempuan dan anak), advokat, pekerja sosial, untuk mendampingi korban
melaporkan ke pihak kepolisian.
Terhadap pelaporan yang dilakukan maka dalam waktu 1x24 jam, pihak
kepolisian wajib memberikan perlindungan sementara kepada korban paling lama 7
(tujuh) hari dan wajib meminta surat penetapan perintah perlindungan dari pengadilan.3
Maka jika tidak dilaporkan maka dianggap tidak terjadi apa-apa, karena kasus
KDRT adalah delik aduan. Sesuai dengan Mashab Formalistis yaitu hokum positif,
hokum sebagai system yang logis, tetap 7 tertutup dipisahkan dari keadaan & moral.
Kekersan Dalam Rumah Tangga, yang diperbanyak oleh Mitra Perempuan, Juli 1999,
hlm. 3).
3 http://blognyayuwwdi.blogspot.com.tr/2012/04/pelaporan-dan-prosedur-hukumkdrt.html diunduh pada tanggal 27 September 2015

Selanjutnya, pada suatu hari Pieter mengajak Maria untuk bertemu dan Maria
mengiyakan permintaan Pieter. Karna Maria tau bahwa dirinya akan dianiaya lagi oleh
Pieter maka Maria membawa pisau untuk berjaga-jaga. Dan menar saja hal yang
difikirkan Maria benar terjadi. Kemudian untuk membela diri maria menusukan pisau
kearah Pieter. Namun apakah perbuatan ini dibolehkan dalam undang-undang?.

Hal ini perlu dilihat dalam pasal 49 KUHP yang berbunyi sebagai berikut:

1) Tidak dipidana, barang siapa melakukan perbuatan pembelaan terpaksa untuk diri sendiri
maupun untuk orang lain, kehormatan kesusilaan atau harta Benda sendiri maupun orang lain,
karena ada serangan atau ancaman serangan yang sangat dekat pada saat itu yang melawan
hukum.

2) Pembelaan terpaksa yang melampaui batas, yang langsung disebabkan oleh keguncangan jiwa
yang hebat karena serangan atau ancaman serangan itu, tidak dipidana.

Pasal 49 KUHP tersebut mengatur mengenai perbuatan pembelaan darurat atau


pembelaan terpaksa (noodweer) untuk diri sendiri maupun untuk orang lain,
kehormatan kesusilaan atau harta benda sendiri maupun orang lain, karena ada serangan
atau ancaman serangan yang sangat dekat. Menurut pasal ini, orang yang melakukan
pembelaan darurat tidak dapat dihukum. Pasal ini mengatur alasan penghapus pidana
yaitu alasan pembenar karena perbuatan pembelaan darurat bukan perbuatan melawan
hukum.

Dalam kasus tersebut dapat kita analisis bahwa tindaka maria untuk membawa
pisau adalah untuk berjaga-jaga saja, karena niat awal Maria yaitu hanya untuk berjagajaga saja, dan kemudian maria menggunakan pisau itu ketika keadaannya terdesak
kemudian melarikan diri degan menggunakan pisau tersebut, sesuai dengan Pasal 49
KUHP.

REALITAS PENEGAKAN HUKUM


Penegakan hukum yang dilakukan penidik menurut analisa penulis masih belum
menunjukan keadilan dan juga memang belum diputus dipengadilan. Karena dalam kasus
tersebut hal yang dilakukan maria adalah perbuatan pembelaan diri dan seharusnya dalam
hal ini menjadi alasan pembenar.
Dalam hukum pidana ada beberapa alasan yang dapat dijadikan dasar bagi hakim
untuk tidak menjatuhkan hukuman/pidana kepada (para) pelaku atau terdakwa yang
diajukan ke pengadilan karena telah melakukan suatu tindak pidana. Alasan-alasan
tersebut dinamakan alasan penghapus pidana.Alasan penghapus pidana adalah peraturan
yang terutama ditujukan kepada hakim. Peraturan ini menetapkan dalam keadaan apa
seorang pelaku, yang telah memenuhi perumusan delik yang seharusnya dipidana, tidak
dipidana. Hakim menempatkan wewenang dari pembuat undang-undang untuk
menentukan apakah telah terdapat keadaan khusus seperti dirumuskan dalam alasan
penghapus pidana. Alasan-alasan penghapus pidana ini adalah alasan-alasan yang
memungkinkan orang yang melakukan perbuatan yang sebenarnya telah memenuhi
rumusan delik, tetapi tidak dipidana.4
Jika melihat syarat-syarat pembelaan darurat menurut R. Soesilo yaitu:
1) Perbuatan yang dilakukan itu harus terpaksa dilakukan untuk
mempertahankan (membela). Pertahanan itu harus amat perlu, boleh dikatakan
tidak ada jalan lain. Di sini harus ada keseimbangan yang tertentu antara
pembelaan yang dilakukan dengan serangannya. Untuk membela kepentingan
yang tidak berarti misalnya, orang tidak boleh membunuh atau melukai orang
lain.

4 https://isharyanto.wordpress.com/gita-hak-asasi/alasan-pemaaf-dan-pembenardalam-hukum-pidana/, diunduh pada tanggal 6 oktober 2015.

2) Pembelaan atau pertahanan itu harus dilakukan hanya terhadap kepentingankepentingan yang disebut dalam pasal itu yaitu badan, kehormatan dan barang
diri sendiri atau orang lain.
3) Harus ada serangan yang melawan hak dan mengancam dengan sekonyongkonyong atau pada ketika itu juga5
Maka, seseorang tidak dapat dihukum karena melakukan perbuatan pembelaan
darurat untuk membela diri atau orang lain atau hartanya dari serangan atau ancaman
yang melawan hukum. Hal ini diatur dalam Pasal 49 Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (KUHP) yang berbunyi sebagai berikut:
(1)

Tidak dipidana, barang siapa melakukan perbuatan pembelaan terpaksa


untuk diri sendiri maupun untuk orang lain, kehormatan kesusilaan
atau harta Benda sendiri maupun orang lain, karena ada serangan atau
ancaman serangan yang sangat dekat pada saat itu yang melawan
hukum.

(2)

Pembelaan terpaksa yang melampaui batas, yang langsung disebabkan


oleh keguncangan jiwa yang hebat karena serangan atau ancaman
serangan itu, tidak dipidana.

Pasal 49 KUHP tersebut mengatur mengenai perbuatan pembelaan darurat atau


pembelaan terpaksa (noodweer) untuk diri sendiri maupun untuk orang lain, kehormatan
kesusilaan atau harta benda sendiri maupun orang lain, karena ada serangan atau ancaman
serangan yang sangat dekat. Menurut pasal ini, orang yang melakukan pembelaan darurat
tidak dapat dihukum. Pasal ini mengatur alasan penghapus pidana yaitu alasan pembenar
karena perbuatan pembelaan darurat bukan perbuatan melawan hukum.6

Persinggungan antara Das Sein dan das Sollen


Das sollen adalah segala sesuatu yang merupakan keharusan , atau yang
mengharuskan kita untuk berpikir dan bersikap tindak secara tertentu dalam menghadapi
5 Soesilo R, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana serta Komentar-Komentar
lengkap Pasal Demi Pasal, hal. 65-66 .
6 http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt5057343d8ada9/syarat-syaratpembelaan-diri-yang-dibenarkan-hukum, diunduh pada tanggal 6 oktober 2015.

pekerjaan atau masalah tertentu pula. Dapat pula diartikan sebagai segala sesuatu yang
seharusnya terjadi atau sesuatu yang berdasarkan teori dan berdasarkan aturan seharusnya
terjadi.
Sebagai contoh:
1. Jika kita ingin membeli sebuah barang, maka kita harus membayar.
2. Jika kita ingin menyebrang di jalan raya, maka kita harus melewati zebra cross atau
di jembatan penyebrangan dan sebagainya.
3. Jika kita berkendara, dan tiba-tiba lampu lalu lintas menunjukkan lampu merah, maka
kita harus berhenti.
Berdasarkan contoh-contoh di atas, maka kita dapat menyimpulkan bahwa segala
keharusan di atas masih merupakan teori-teori normatif dan sekaligus juga norma-norma
teoritis yang belum menjelma atau dijelmakan dalam pelaksanaan. Oleh karena itu, das
sollen disebut juga dengan dunia norma atau dunia kaedah atau kenormaan.

Sedangkan
Das sein adalah segala sesuatu yang merupakan pelaksanaan dari segala sesuatu
yang diatur dalam das sollen. Atau dengan kata lain das solen adalah apa yang terjadi dari
pelaksanaan das solen.
Berdasarkan pengertian pengertian di atas, maka kita dapat menyimpulkan bahwa
pada dasarnya antara das sollen dan das sein bisa saja terjadi pertentangan. Misalnya, ada
aturan yang menyatakan bahwa ketika lampu lalu lintas berwarna merah, maka kita
sebagai pengendara harus berhenti. Hal itu adalah das sollen atau apa yang seharusnya
terjadi. Akan tetapi, das sein-nya atau pelaksanaannya tidak selamanya seperti itu. Bisa
saja pengendara berhenti dan pengendara bisa saja menerobos.
Maka dari itu, jika dilihat dari kasus ini maka dapat dilihat bahwa Das Sollen
disini yang seharusnya dihukum pidana adalah suami dari Maria yaitu Pieter berbanding
terbalik dengan Das sein disini dimana Maria lah yang mendapatkan hukuman Pidana.

C. Simpilan dan Saran


Jadi, berdasarkan uraian di atas kiranya dapat disimpulkan bahwa KUHP
mengatur mengenai perbuatan yang dilakukan seseorang untuk mempertahankan diri dari
serangan yang melawan hak. Pembelaan darurat dalam rangka mempertahankan diri tidak

dapat dikatakan melanggar hukum Jika Maria dapat membuktikan di sidang pengadilan
bahwa perbuatannya itu dilakukan dalam rangka pembelaan darurat, maka dia tidak dapat
dipidana. Untuk itu, hakim seharusnya akan mengeluarkan putusan yang melepaskan
terdakwa dari segala tuntutan hukum (ontslag van alle rechtsvervolging).

Anda mungkin juga menyukai