Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN KASUS

PTERYGIUM

Disusun Oleh:
Forlin Crysna Rolandewi
11-2013-268

Pembimbing :
dr. Nanda Lessi Hafni Eka Putri, Sp.M.

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
PERIODE 27 APRIL 31 MEI 2015
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CIAWI - BOGOR
I.

IDENTITAS

Nama
: Tn.IR
Umur
: 51 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki

II.

Agama
Pekerjaan
Alamat

: Islam
: Wiraswasta
: Citeureup

ANAMNESIS
Auto anamnesis pada tanggal 04 Mei 2015 pukul 12.40 WIB
Keluhan utama
Penglihatan mata kiri menurun sejak 4 bulan yang lalu.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluh penglihatan mata kiri nya semakin berkurang sejak 4 bulan yang lalu.
Selain itu, pasien juga mengatakan pada bagian hitam pada mata kirinya ada daging yang
tumbuh dari pinggir mata hingga ketengah dan pasien juga mengeluh silau jika melihat
cahaya matahari. Pasien tidak ada keluhan nyeri dan gatal pada mata, pasien juga tidak ada
keluhan mata merah. Pasien ada riwayat menggunakan kacamata baca sejak 3 tahun yang
lalu namun tidak pernah menggunakan lensa kontak. Pasien tidak ada keluhan pusing,
demam, mual dan muntah. Pasien mengatakan tidak ada riwayat trauma sebelumnya.
Pasien mengatakan ia senang mengendarai motor dan sering mengikuti tur antar kota
dengan menggunakan motor.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pada 2 bulan yang lalu, pasien melakukan operasi pada mata kanannya dengan keluhan
yang sama, yaitu penglihatan berkurang dan juga terdapat daging pada mata yang tumbuh
dari pinggir hingga tengah mata. Pasien mengatakan ada riwayat tekanan darah tinggi, dan
ada minum obat nifedipine secara teratur. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit diabetes,
alergi atau pun asma.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga lainnya yang mengalami keluhan serupa.

III. PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis
Keadaan umum : tampak sakit ringan
Kesadaran
: compos mentis
Tanda Vital
: TD : 140/90 mmHg; Nadi : 87 kali/menit
Kepala/Leher : tidak terdapat pembesaran kelenjar getah bening
Thorax, Jantung : dalam batas normal
Paru
: dalam batas normal
Abdomen
: dalam batas normal
Ekstremitas
: dalam batas normal
Status Ophtalmologi

1.
-

2.
3.
4.
5.
-

KETERANGAN
OD
VISUS
Visus
20/80 PH(+) 20/70
Koreksi
Addisi
Kaca mata lama
+1,50
Persepsi warna
+
KEDUDUKAN BOLA MATA
Ukuran
Normal
Eksoftalmus
Endoftalmus
Deviasi
Gerakan Bola Mata
Baik ke segala arah
Strabismus
Nystagmus
SUPERSILIA
Warna
Hitam
Simetris
Normal
PALPEBRA SUPERIOR DAN INFERIOR
Edema
Nyeri tekan
Ekteropion
Entropion
Blefarospasme
Trikiasis
Sikatriks
Punctum lakrimal
Normal
Fissure palpebral
Tes anel
Tidak dilakukan
KONJUNGTIVA SUPERIOR DAN INFERIOR
Hiperemis
Folikel
-

OS
3/60
+1,50
+
Normal
Baik ke segala arah
Hitam
Normal
Normal
Tidak dilakukan
+
-

6.
-

Papil
Sikatriks
Hordeolum
Kalazion
KONJUNGTIVA BULBI
Sekret
Injeksi Konjungtiva
Injeksi Siliar
Perdarahan
Subkonjungtiva/kemosis
Pterigium
Pinguekula
Flikten

- Nevus Pigmentosus
- Kista Dermoid
7. SKLERA
- Warna
- Ikterik
- Nyeri Tekan
8. KORNEA
- Kejernihan
- Permukaan
- Ukuran
- Sensibilitas
- Infiltrat
- Keratik Presipitat
- Sikatriks
- Ulkus
- Perforasi
- Arcus senilis
- Edema
- Test Placido
9. BILIK MATA DEPAN
- Kedalaman
- Kejernihan
- Hifema
- Hipopion
- Efek Tyndall
10. IRIS
- Warna
- Kripta
- Sinekia
- Kolobama

+
-

+
-

Putih
-

Putih
-

Jernih
Rata
10 mm
Baik
+
Tidak dilakukan

Jernih
Tidak Rata
10 mm
Baik
+
Tidak dilakukan

Cukup
Jernih
-

Cukup
Jernih
-

Coklat
-

Coklat
-

11. PUPIL
- Letak
- Bentuk
- Ukuran
- Refleks Cahaya Langsung
- Refleks Cahaya Tidak Langsung
12. LENSA
- Kejernihan
- Letak
- Test Shadow
13. BADAN KACA
- Kejernihan
14. FUNDUS OCCULI
- Batas
- Warna
- Ekskavasio
- Rasio arteri : vena
- C/D rasio
- Makula lutea
- Retina
- Eksudat
- Perdarahan
- Sikatriks
- Ablasio
15. PALPASI
- Nyeri tekan
- Masa tumor
- Tensi Occuli
- Tonometry Schiotz
16. KAMPUS VISI
- Tes Konfrontasi
IV.

Tengah
Bulat, isokor
3 mm
+
+

Tengah
Bulat, isokor
3 mm
+
+

Jernih
Tengah
Negatif

Jernih
Tengah
Negatif

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Topografi kornea
2. Pemeriksaan dengan sonde

V.

RESUME

Pasien, Tn.IR , 51 tahun datang ke poliklinik mata dengan keluhan penglihatan mata kiri
nya semakin berkurang sejak 4 bulan yang lalu. Selain itu, pasien juga mengatakan pada bagian
hitam pada mata kirinya ada daging yang tumbuh dari perifer hingga ke sentral kornea. Pasien
juga mengeluh silau jika melihat cahaya matahari. Pasien ada riwayat menggunakan kacamata
baca sejak 3 tahun yang lalu. Pasien mengatakan ia senang mengendarai motor dan sering
mengikuti tur antar kota dengan menggunakan motor.
Pada 2 bulan yang lalu, pasien melakukan operasi pada mata kanannya dengan keluhan
yang sama, yaitu penglihatan berkurang dan juga terdapat daging pada mata yang tumbuh dari
pinggir hingga tengah mata. Pasien mengatakan ada riwayat tekanan darah tinggi, dan ada
minum obat nifedipine secara teratur.
Pada pemeriksaan fisik didapati, status generalis : dalam batas normal,
status ophtalmologi :

VI.

OD

OS

Visus

20/80 ph (+) 20/70

3/60

TIO

N/palpasi

N/palpasi

Cts

Tenang

Tenang

Cti

Tenang

Tenang

Cb

Tenang

HIperemis, injeksi konjungtiva (+)


pterygium (+)

Arcus senilis (+)

Arcus senilis (+)

CoA

Cukup

Cukup

Bulat, 3mm, RC +

Bulat , 3mm, RC +

Sinekia -

Sinekia -

Jernih

Jernih

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

DIAGNOSIS KERJA
Pterygium grade IV OS

Anamnesis: keluhan penglihatan mata kiri menurun dan terdapat pterygium yang
sudah melewati pupil pada mata kiri. Terdapat riwayat operasi pterygium pada 2
bulan yang lalu pada mata kanan.Pasien senang mengendarai motor dan mengikuti

tur antarkota dengan menggunakan motor.


Status Ophtalmologi OD : visus menurun (20/80 PH(+) 20/70), konjungtiva bulbi
hiperemis, injeksi konjungtiva (+) dan terdapat pterygium

VII.

DIAGNOSIS BANDING
1. Pseudopterygium
2. Pinguekula

VIII. PENATALAKSANAAN
Cendo Lyters ed 6 x OD
Ekstirpasi pterygium
IX.

PROGNOSIS
OKULO DEXTRA (OD)
Ad Vitam
Ad Fungsionam
Ad Sanationam

:
:
:

Bonam
Bonam
Bonam

OKULO SINISTRA (OS)


Bonam
Bonam
Bonam

TINJAUAN PUSTAKA
PTERYGIUM

Pterygium merupakan suatu pertumbuhan fibrovaskular konjungtiva


yang bersifat degenerative dan invasif. Pertumbuhan ini biasanya terletak
pada celah kelopak bagian nasal ataupun temporal konjungtiva yang meluas
ke kornea berbentuk segitiga dengan puncak di bagian sentral atau di
daerah kornea. Pterygium mudah meradang dan bila terjadi iritasi, akan
berwarna merah dapat mengenai kedua mata. Pterigyum merupakan proses
degenerasi dan hipertrofi yang banyak ditemukan di daerah tropis, terutama
di sekitar khatulistiwa.
I.

ANATOMI KONJUNGTIVA
Secara anatomis konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis

yang

membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan permukaan


anterior sklera (konjungtiva bulbaris). Konjungtiva palpebralis melapisi permukaan posterior
kelopak mata dan melekat erat ke tarsus. Di tepi superior dan inferior tarsus, konjungtiva melipat
ke posterior (pada forniks superior dan inferior) dan membungkus jaringan episklera menjadi
konjungtiva bulbaris. Konjungtiva bulbaris melekat longgar ke septum orbital di forniks dan
melipat berkali-kali. Adanya lipatan-lipatan ini memungkinkan bola mata bergerak dan
memperbesar permukaan konjungtiva sekretorik
Secara histologis, lapisan sel konjungtiva terdiri atas dua hingga lima lapisan sel epitel
silindris bertingkat, superfisial dan basal, Sel-sel epitel superfisial mengandung sel-sel goblet
bulat atau oval yang mensekresi mukus yang diperlukan untuk dispersi air mata. Sel-sel epitel
basal berwarna lebih pekat dibandingkan sel-sel superfisial dan dapat mengandung pigmen
II.

ANATOMI DAN FISIOLOGI KORNEA


II.1.

Anatomi

Kornea merupakan struktur transparan dan avaskular. Membentuk satu per eman dari lapisan
luar fibrosa bola mata.
8

Dimensi
- Permukaan anterior kornea eliptikal dengan rata-rata diameter horizontal 11.7 mm dan
diameter vertikal 11 mm
- Bagian posterior kornea sirkular dengan diameter rata-rata 11.5 mm
- Ketebalan kornea pada bagian tengah adalah 0.52 mm dan di bagian tepi 0.7 mm
- Kekuatan refraktif kornea adalah sekitar 45 dioptri, yang secara kasar merupakan tiga per
empat total kekuatan refraktif mata (60 dioptri).
Histologi
Memiliki lima lapisan. Dari anterior ke posterior: epitel, membran Bowman, stroma,
membran Descemet dan endotelium.
1. Epitel
Terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling tumpang tindih; satu lapis sel
basal, sel polygonal dan sel gepeng. Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel
muda ini terdorong ke depan menjadi lapise sel sayap dan semakin maju kedepan
menjadi sel gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel basal disampingnya dan sel
polygonal di depannya melalui desmosom dan macula okluden.; ikatan ini menghambat
pengaliran air, elektrolit, dan glukosa yang merupakan barrier.
Sel basal menghasilkan membrane basal yang melekat erat kepadanya. Bila terjadi
gangguan akan mengakibatkan erosi rekuren. Epitel berasal dari ectoderm permukaan.
2. Membran Bowman
Terletak di bawah membran basal epitel kornea yang merupakan kolagen yang tersusun
tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma. Lapisan ini tidak
mempunyai daya regenerasi.
3. Stroma
Menyusun 90 % ketebalan kornea, terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen
yang sejajar satu dengan lainnya, pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sedang
di bagian perifer serat kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali serat kolagen
memakan waktu lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan. Keratosit merupakan sel
stroma kornea yang merupakan fibroblast terletak di antara serat kolagen stroma. Diduga
keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau
sesudah trauma.

4. Membran Descement
Merupakan membrane aselular dan merupakan batas belakang stroma kornea dihasilkan
sel endotel dan merupakan membran basalnya. Bersifat sangat elastik dan berkembang
terus seumur hidup, mempunyai tebal 40 mikrometer.
5. Endotel
Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, besar 20-40 micrometer.
Endotel melekat pada membrane descement melalui hemidesmosom dan zonula okluden.
Suplai darah
Kornea merupakan jaringan avaskular. Loop kecil yang merupakan derivat dari pembuluh
siliar anterior masuk ke bagian perifer kornea sekitar 1 mm. Sebenarnya ini bukan berada di
kornea tetapi pada jaringan subkonjungtiva yang tumpang tindih dengan kornea.
Suplai nervus
Kornea disuplai oleh nervus siliaris anterior yang merupakan cabang dari divisi oftalmika
saraf kranial ke-5. Setelah masuk ke dalam kornea sekitar 2 mm, saraf tersebut kehilangan
selubung myelinnya dan terbagi secara dikotomus dan membentuk tiga pleksusstromal,
subepitelial dan intraepitelial.
Fisiologi
Kornea memilki dua fungsi fisiologis primer (1) sebagai media refraktor mayor; dan (2)
untuk melindungi komponen intraokuler. Kornea menjalankan fungsinya ini dengan menjaga
kejernihannya dan dengan pergantian jaringan.
Kejernihan kornea
Kejernihan kornea merupakan hasil dari:
- Susunan unik dari lamela kornea (lattice theory of Maurice)
- Avaskuler
- Keadaan dehidrasi relatif, yang diatur oleh efek barier epitel dan endotel dan pompa
bikarbonat aktif dari endotel. Endotel lebih berperan penting dari pada epitelium dalam
mekanisme dehidrasi, dan kerusakan endotel jauh lebih berbahaya dibanding dengan
kerusakan epitel. Kerusakan sel endotel dapat menyebabkan edema kornea sehingga kornea
kehilangan kejernihannya, yang cenderung menetap disebabkan keterbatasan fungsi
perbaikan fungsi endotelial. Kerusakan epitel biasanya hanya mengakibatkan gejala transien,

10

edema lokal dari lapisan stroma kornea yang dapat membaik karena regenerasi epitelial yang
cepat.
Sumber nutrisi
1. Larutan (glukosa atau lainnya) masuk kek kornea dengan difusi sederhana atau transpor
aktif melalui humor aqueous dan difusi melalui kapiler perilimbal
2. Oksigen didapat secara langsung melalui udara dari lapisan film air mata. Proses aktif
ini diperankan oleh epitel.
Metabolisme kornea
Lapisan yang paling aktif bermetabolisme adalah epitel dan endotel. Epitel 10 kali lebih tebal
dari endotel sehingga membutuhkan lebih banyak suplai senyawa metabolik. Seperti jaringan
lainnya epitel dapat memetabolisme glukosa secara aerob dan anaerob menjadi karbon
dioksida dan air dan asam laktat. Bila dalam keadaan anaerobik asam laktat dapat menumpuk
di kornea.

EPIDEMIOLOGI
Di Amerika Serikat, kasus pterigium sangat bervariasi tergantung pada lokasi
geografisnya. Di daratan Amerika serikat, Prevalensinya berkisar kurang dari 2% untuk
daerah diatas 40olintang utara sampai 5-15% untuk daerah garis lintang 28-36 o. Terdapat
hubungan antara peningkatan prevalensi dan daerah yang terkena paparan ultraviolet lebih
tinggi di bawah garis lintang. Sehingga dapat disimpulkan penurunan angka kejadian di
lintang atas dan peningkatan relatif angka kejadian di lintang bawah.3
Berdasarkan beberapa faktor diantaranya :
1. Jenis Kelamin

Pterygium dilaporkan bisa terjadi pada golongan laki-laki dua kali lebih banyak
dibandingkan wanita.
2.

Umur
Jarang sekali orang menderita pterygium umurnya di bawah 20 tahun. Untuk pasien
umurnya diatas 40 tahun mempunyai prevalensi yang tertinggi, sedangkan pasien yang
berumur 20-40tahun dilaporkan mempunyai insidensi pterygium yang paling tinggi.3

11

Etiologi
Pterigium diduga disebabkan iritasi kronis akibat debu, cahaya sinar matahari, dan udara
panas. Etiologinya tidak diketahui dengan jelas dan diduga merupakan suatu neoplasma,
radang, dan degenerasi.
Pterygium diduga merupakan fenomena iritatif akibat sinar ultraviolet, pengeringan dan
lingkungan dengan angin banyak. Faktor lain yang menyebabkan pertumbuhan pterygium
antara lain uap kimia, asap, debu dan benda-benda lain yang terbang masuk ke dalam mata.
Beberapa studi menunjukkan adanya predisposisi genetik untuk kondisi ini.
Patofisiologi
Konjungtiva bulbi selalu berhubungan dengan dunia luar. Kontak dengan ultraviolet,
debu, kekeringan mengakibatkan terjadinya penebalan dan pertumbuhan konjungtiva bulbi
yang menjalar ke kornea.
Pterigium ini biasanya bilateral, karena kedua mata mempunyai kemungkinan yang sama
untuk kontak dengan sinar ultraviolet, debu dan kekeringan. Semua kotoran pada konjungtiva
akan menuju ke bagian nasal, kemudian melalui pungtum lakrimalis dialirkan ke meatus nasi
inferior.
Daerah nasal konjungtiva juga relatif mendapat sinar ultraviolet yang lebih
banyak dibandingkan dengan bagian konjungtiva yang lain, karena di samping kontak
langsung, bagian nasal konjungtiva juga mendapat sinar ultra violet secara tidak langsung
akibat pantulan dari hidung, karena itu pada bagian nasal konjungtiva lebih sering didapatkan
pterigium dibandingkan dengan bagian temporal.
Gejala Klinis
Gejala klinis pterigium pada tahap awal biasanya ringan bahkan sering tanpa keluhan sama
sekali (asimptomatik). Beberapa keluhan yang sering dialami pasien antara lain:

Mata tampak merah


merasa seperti ada benda asing
timbul astigmatisme akibat kornea tertarik oleh pertumbuhan pterigium tersebut sehingga
mengganggu penglihatan

12

pada pterigium yang lanjut (derajat 3 dan 4) dapat menutupi pupil dan aksis visual
sehingga tajam penglihatan menurun.

Pemeriksaan Fisik
Adanya massa jaringan kekuningan akan terlihat pada lapisan luar mata (sclera) pada
limbus, berkembang menuju ke arah kornea dan pada permukaan kornea. Sclera dan selaput
lendir luar mata (konjungtiva) dapat merah akibat dari iritasi dan peradangan.
Derajat pertumbuhan pterigium ditentukan berdasarkan bagian kornea yang tertutup
oleh pertumbuhan pterigium, dan dapat dibagi menjadi 4 (Gradasi klinis menurut Youngson ):

Derajat 1
Derajat 2

mm melewati kornea
Derajat 3
: Jika pterigium sudah melebihi derajat dua tetapi tidak melebihi

pinggiran pupil mata dalam keadaan cahaya normal (diameter pupil sekitar 3-4 mm)
Derajat 4
: Jika pertumbuhan pterigium sudah melewati pupil sehingga

: Jika pterigium hanya terbatas pada limbus kornea


: Jika pterigium sudah melewati limbus kornea tetapi tidak lebih dari 2

mengganggu penglihatan.
Diagnosis Banding
Pseudopterigium
Pseudopterigium dapat terjadi akibat ulkus kornea perifer dan inflamasi
permukaan ovular seperti konjungtivitis sikatrik, trauma kimia, dan dapat terjadi karena
iritasi mekanik kronis dari pergerakan lensa kontak yang berhubungan dengan
kurangnya pelumasan permukaan kornea.

13

Gejala klinis pseudopterigium antara lain:


-

Penempelan konjungtiva ke kornea perifer

Dapat terjadi pada semua kuadran kornea

Penempelan pada struktur di bawahnya tidak terlalu kuat (hanya apexnya yang
menempel), dan kadang-kadang mempunyai tepi yang luas di permukaan kornea

Penemuan di atas membedakan pseudopterigium dari pterigium

Pinguekula
Pinguecula adalah degenerasi jinak pada konjungtiva bulbi interpalpebral yang sering
terjadi, berhubungan dengan paparan terhadap sinar matahari dan mata kering. Pinguecuela
muncul sebagai area penebalan kekuningan dengan dasar segitiga pada arah jam 3 atau 6 di
limbus. Ketika pinguecuela berkembang, dia dapat menebal dan meluas, tetapi umumnya tidak
mencapai kornea. Pinguecuela dapat asimptomatik atau dapat menyebabkan iritasi. Seringkali
pinguecuela yang meninggi dapat mengering dan berwarna merah, bahkan dapat menjadi ulkus.
Gejala dapat diringankan sementara dengan tetes air mata buatan atau dekongestan. Bedah eksisi
dapat dilakukan jika gejala tidak berkurang dengan obat tetes atau untuk alasan kosmetik.

Perbedaan pesudopterigium, penguikula dan pterigium

14

Pembedaan

Pterigium

Pinguekula

Pseudopterigium

Definisi

Jaringan fibrovaskular
konjungtiva bulbi
berbentuk segitiga

Benjolan pada
konjungtiva bulbi

Perlengketan
konjungtiba bulbi
dengan kornea yang
cacat

Warna

Putih kekuningan

Putih-kuning keabuabuan

Putih kekuningan

Letak

Celah kelopak bagian


nasal atau temporal
yang meluas ke arah
kornea

Celah kelopak mata


terutama bagian nasal

Pada daerah
konjungtiva yang
terdekat dengan
proses kornea
sebelumnya

>

Progresif

Sedang

Tidak

Tidak

Reaksi kerusakan

Tidak ada

Tidak ada

ada

sebelumnya
Pembuluh darah

Lebih menonjol

menonjol

Normal

konjungtiva
Sonde

Tidak dapat diselipkan Tidak dapat diselipkan Dapat diselipkan di

permukaan kornea

bawah lesi karena


tidak melekat pada
Puncak

Ada pulau-pulau

Tidak ada

limbus
Tidak ada

Funchs (bercak
kelabu)
1. PENATALAKSANAAN
a.

Non Farmakologis

15

Sarankan pasien untuk melindungi diri dari sinar UV: memakai topi, memakai
kacamata anti sinar UV. Hal ini dapat mengurangi resiko progesifitas pterigium
dan terjadinya inflamasi dan iritasi

Monitor progress, ukur dan gambar diagram pertumbuhan pterigium

Rujuk ke dokter spesialis mata jika: aksis visual terkena, terjadi astigmatisme
yang menyebabkan gangguan visus, iritasi tidak mereda dengan penggunaan obat
tetes,

b.

Kompres dingin ketika terjadi inflamasi

Farmakologis
Pasien dengan pterigium hanya diobservasi kecuali lesi telah mencapai kornea
atau ada gejala kemerahan, ketidaknyamanan, dan perubahan fungsi visual yang
signifikan. Terapi farmakologis untuk pterigium antara lain tetes air mata buatan
(artificial tears ) dan tetes mata kortikosteroid jika terjadi peradangan.
Pada pterigium yang ringan tidak perlu di obati. Untuk pterigium derajat 1-2 yang
mengalami inflamasi, pasien dapat diberikan obat tetes mata kombinasi antibiotik dan
steroid 3 kali sehari selama 5-7 hari. Diperhatikan juga bahwa penggunaan kortikosteroid
tidak dibenarkan pada penderita dengan tekanan intraokular tinggi atau mengalami
kelainan pada kornea.

c.

Tindakan Operatif
Indikasi untuk eksisi antara lain adalah gangguan penglihatan karena

pertumbuhan jaringan ke kornea, astigmatisme, keterbatasan gerak mata, penampakan


atipik yang menjurus ke arah neoplasma skuamosa, iritasi mata signifikan yang tidak
mereda dengan terapi farmakologis, gangguan kosmetik. Tujuan pembedahan pada
pterigium adalah untuk mencegah kekambuhan dan pengembalian intregitas permukaan
okular.
Indikasi Operasi:
a.

Pterigium yang menjalar ke kornea sampai lebih 3 mm dari limbus

b.

Pterigium mencapai jarak lebih dari separuh antara limbus dan tepi pupil

16

DAFTAR PUSTAKA
1. llyas, Sidarta. Pterigium. Dalam : Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, 2010 : 116-7.
2. Kanski JJ, Bowling B. Conjungtiva. In : Clinical Opthalmology: a systematic approach.
7th edition.
3. Fisher J. Pterygium. 2009 [cited 2009 July 5th] Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/1192527-overview
4. Olver J, Cassidy L, Editors. More on the red eye. In: Opthalmology at a Glance.
Massachusetts : Blackwell Science Ltd;2005.p.34-5

17

Anda mungkin juga menyukai