Anda di halaman 1dari 16

Misteri Ledakan Keempat

Pagi yang kurang bersahabat, langit tampak mendung, seperti menandakan


akan terjadi sesuatu, di sebuah sekolah menegah pertama, saat itu para siswa
sedang mengerjakan ulangan mid semester. Saat sedang sibuk mengerjakan
soal soal itu, ternyata di kelas 3-1 (kelas utama), sudah ada 2 anak perempuan
yang telah selesai mengerjakannya. Mereka adalah Sayaka Natsumi, Sakurai
Mitsu, dan ada juga beberapa siswi yang bertanya pada mereka termasuk kedua
kawan dekat Sakurai dan Sayaka, yaitu Takami Hanabi, dan Hyumei Umura.
Ketika sedang asyik-asyiknya menulis jawaban dan berpikir, tiba-tiba terdengar
suara ledakan yang terdengar dari belakang sekolah, hingga menimbulkan
getaran kecil, murid-murid masih tenang-tenang saja.
Beberapa menit kemudian, terdengar lagi suara ledakan dari samping kiri
sekolah, kembali menimbulkan getaran, para siswa tampak waspada dan siap
siaga hendak menyelamatkan diri, termasuk para dewan guru. Kemudian,
ledakan ketiga berasal dari samping kanan sekolah, para warga sekolah pun
berhamburan lari ke lapangan, dengan detak jantung yang tak karuan, ada juga
yang sudah menangis, pingsan, dan berdoa. Lalu, ledakan keempat, berasal dari
depan sekolah dan merupakan ledakan terakhir dan cukup kuat, sehingga
menimbulkan getaran yang cukup kuat membuat seisi sekolah berteriak histeris.
Namun, keempat siswi perempuan tadi tampak biasa-biasa saja, dan masih
berdiri di depan pintu kelas mereka, yang ada di pikiran mereka adalah
menyelesaikan ulangan dan pulang ke rumah. Namun, tujuan mereka berubah
menjadi mimpi, ketika seseorang berjalan ke arah pintu gerbang sekolah. Saat
itu jalanan menjadi sepi, burung-burung terbang entah ke mana, langit semakin
mendung. Anehnya orang itu tak seperti layaknya manusia, justru ia terlihat
seperti monster yang menyeramkan, terlihat kulitnya tampak kebiru-biruan,
jalannya juga pincang, tangannya terus bergerak sendiri, dan kepalanya
tertunduk. Sehingga wajahnya tertutup rambutnya yang kelihatan penuh debu
itu. Ketika orang itu semakin mendekat, sang penjaga sekolah lalu
menghampirinya. Walaupun, jantungnya berdebar-debar tak karuan ia tetap
memberanikan diri.
Ehm.. Permisi Pak. Apa yang terjadi di luar sana? Sampai-sampai kota ini
seperti tak berpenghuni.. kata penjaga sekolah, dan berbicara di balik pintu
gerbang yang masih terkunci rapat rapat itu. Namun, tak ada jawaban dari orang
itu, tiba-tiba orang itu meloncat dan menyerang si penjaga sekolah, dia pun
mundur dan terjatuh ke tanah, untung saja ia terhalang oleh pintu pagar yang
cukup tinggi itu. Dan seorang bapak guru yang ada di sana segera menyerang
orang tak jelas itu, dengan sebongkah batu, hingga mengeluarkan darah dan
jatuh terkapar di depan pintu pagar. Para warga sekolah yang menonton kejadian
itu langsung histeris, terutama 4 anak perempuan itu, seketika mereka jadi
lunglai, badan mereka gemetar, napas mereka tersengal-sengal. Lalu, seorang
wakil kepala sekolah memerintahkan para siswa dan siswi untuk segera kembali
ke ruang kelas masin-masing.
Anak-anak.. Segera kembali ke ruang kelas masing-masing, dan kunci
rapat semua pintu dan jendela yang ada. Berdiam diri di sana. Sekarang!!!

Teriak si wakasek. Seketika, bagai lautan manusia mereka semua berhamburan


kembali ke kelas masing-masing. Mereka pun kembali masuk ke dalam kelas dan
ditemani oleh walikelas mereka Hirasawa sensei. Semuanya hening, beberapa
jam kemudian yang terdengar hanya suara suara mengerikan dari para monster
itu (zombie). Hirasawa mengintip ke luar jendela, terlihat olehnya berpuluh puluh
zombie bergerumul di tengah lapangan.

Ssst.. bisik Hirasawa pada para muridnya. Lalu ia mengintip lagi, betapa
kagetnya ia ketika satu zombie langsung berdiri tepat di depan matanya, untung
saja ada jendela menghalangi. Ia segera jatuh terduduk dengan jantung yang
hampir copot. Hhh..Te..Tenanglah. Sensei..Hhh..Hh, Kata Sakurai dan Sayaka,
padahal mereka yang harus tenang dengan napas yang tersengal-sengal. Tibatiba handphone milik seorang teman sekelas mereka berdering cukup kuat, dan
memecah keheningan seketika juga para zombie itu langsung menyerbu kelas
mereka. Mereka berusaha diam dan tenang, kelas di sebelah mereka riuh ricuh
karena kaget dengan dering handphone. Para zombie pun berpaling ke kelas
sebelah.
Sensei.. Hh bagaimana kalau kita menyusun meja sampai ke atas dan hh..
membongkar atap plafon yang sedikit rusak itu? tanya Hana, napasnya pun
sesak. Hirasawa hanya menganggguk, mereka pun bekerja sama dan secara hati
hati menyusun meja meja itu agar sampai ke atap plafon, tanpa menimbulkan
suara. Ketika atap berhasil dibongkar, mereka dengan beraturan naik ke atas dan
terakhir Sakurai lalu disusul oleh Hirasawa. Ketika kaki Hirasawa hendak naik
namun beberapa zombie sudah masuk ke dalam kelas mereka dan memanjat
meja meja itu lalu menangkap kaki kiri Hirasawa. Sakurai yang merupakan siswi
yang dianggap sopan itu lalu, terlihatlah sifat aslinya. Sensei..!! Cepat naik. Ah
ayolah..Sensei..!! Dasar zombie baka!! Ayo sensei naik.. teriak Sakurai sambil
menarik tangan Hirasawa, dan dibantu teman-temannya. Semuanya pun
selamat.
Pada saat itu salah satu zombie naik ke tiang tower yang ada di sebelah
kanan sekolah mereka. Seketika petir menyambar zombie itu dan terjatuh ke
tanah. Pada saat itu juga para zombie berkumpul di bawah dan langsung
memakan teman mereka yang telah mati tersambar petir dengan sadis. Ternyata
di kelas sebelah pun melakukan hal yang sama akan tetapi mereka melakukan
hal itu dengan penuh perjuangan hingga akhirnya mereka pun bisa naik ke atas,
tetapi hanya 10 orang anak saja yang naik ke atas beserta walikelas mereka.
Terlihat ada beberapa kelas yang melakukan hal yang sama. Hirasawa
menghampiri walikelas itu.
Di mana sebagian muridmu? tanya Hirasawa, dan dijawab dengan
gelengan kepala, pertanda hal buruk telah terjadi. Keempat gadis itu segera
menengok ke bawah, terlihat darah di mana-mana, bahkan ada di meja, kursi,
jendela,dan papan tulis. Mereka hanya terdiam dan terlongo tak percaya, mayatmayat bergelipangan, mayat para teman teman mereka. Mei yang takut dengan
hal-hal yang berhubungan dengan darah, hanya bisa mencengkeram lengan
baju, Sayaka dan Sakurai, dan Hana berusaha mengusap-usap pundak Mei.
Tanpa sadar bau darah menyeruak ke luar terbawa angin, rasa mual pun
menyerang mereka.

Beberapa jam menunggu, sebuah helikopter datang menjemput mereka.


Ketika di perjalanan, Sakurai melihat ke arah rumahnya terlihat seluruh area di
sekitarnya hancur lebur, Sakurai tercengang, ia hampir saja pingsan namun
Sayaka menepuk pundaknya, air mata mengalir di pipi mereka ketika melihat hal
yang sama dengan Sakurai. Saat sampai di kapal perang TNI-AL, ternyata sudah
banyak yang diselamatkan. Mereka pun diantar ke kamar masing-masing, dalam
satu kamar ada 4 tempat tidur tersedia, 4 gadis itu memutuskan untuk tidur
dalam satu kamar. Ketika Hana hendak memutar gagang pintu, sebuah rak
tempat tidur lewat di hadapan mereka dengan 1 orang korban, anak laki-laki
berambut hitam dan bermata hijau, terluka di bagian lengan kiri. Sayaka
meremas pundak Sakurai yang terdiam, Hana juga terlongo, sementara Mei
bersembunyi di belakang Hana.

Saat di kamar mereka hanya bisa diam dan tak bersuara tiba-tiba terdengar
pengumuman dari kapten kapal yang mengatakan. Siapa pun dari kalian semua
yang ingin bertempur ke medan perang yang menyeramkan di luar sana maka
bergabunglah dengan kami.. dan beratus-ratus orang dari mereka mengikuti
latihan pertempuran itu dan ikut bergabung bersama mereka. Selama 1 bulan
mereka diberikan pelatihan. Pada waktu makan malam, mereka berempar
dihampiri seorang pramusaji.
Kalian tahu anak yang kalian lihat kemarin? Dia adalah anak tentara tapi
sayang Ayahnya mati dalam pertempuran demi menyelamatkan keluarganya,
Kakaknya mati dan Ibunya pun turut mati kasihan sekali dia.. kata pelayan itu. 4
gadis itu terdiam sejenak. Ketika di lorong kapal, Sakurai terhenti di depan pintu
kamar seseorang.
Ada apa Saku? Apa yang kau lihat? tanya Sayaka. Sakurai tersentak.
Kedua kawannya pun menatap mereka berdua.
A..Aku..Ehmm. Ah tidak ada apa-apa. Ayo aku sudah ngantuk oah, kata
Sakurai.
Uhn? Aneh.. kata Sayaka. Pukul 4 pagi sekali, Sakurai sudah bangun dan
duduk di pinggir kasur.
Apa anak itu sudah sembuh? Aku penasaran, siapa namanya ya. Ah bodoh
aku akan lihat sendiri.. kata Sakurai dalam hati dan beranjak pergi ke kamar
anak laki-laki yang ia lihat tadi.
Cleek!! suara pintu dikunci membangunkan Sayaka, merasa aneh ia
meraba bantal Sakurai, ternyata orangnya sudah tidak ada, ia pun segera
bangun dan mengikuti Sakurai. Dari jauh ia melihat Sakurai mengintip di pintu
kamar itu.
Ahh dasar apa yang dilakukannya? pikir Sayaka. Tiba-tiba pintu kamar
dibuka dari dalam, seorang suster ke luar dari sana. Ah ohhayyou, apa yang kau
lakukan di sini gadis kecil? tanya pada Sakurai. Mendengar sebutan itu Sakurai
sedikit kesal.
Ahm.. Ano.. Aku ingin melihat hmm keadaan anak itu.. kata Sakurai.
Oh dia.. Dia baik-baik saja. Keadaannya sudah membaik.. kata suster itu.

Ahm. Oh ya arrigattou gozaimasu.. kata Sakurai, suster itu hanya


tersenyum dan beranjak pergi Sakurai melonjak melihat nama anak itu.
Hyakuya yuichiro? sanggah Sakurai. Lalu ketika ia berbalik Sayaka sudah
berdiri di belakangnya.
Hai. Ohayyou..!! Kata Sayaka, sambil memainkan alisnya.
Hun? A, apa yang kau lakukan disini? tanya Sakurai.
Oh tidak ada. Hanya melihatmu berjingkrak tadi.. kata Sayaka.
Apaan ih.. Tumben kau bangun pagi sekali.. kata Sakurai mengalihkan
pembicaraan.
Hehehe, begitulah. Eits jangan mengalihkan pembicaraan kau. Huhh?
kata Sayaka sambil menyenggol pundak Sakurai.
Diam, diam. Perhatikan cowok. Dasarrr, kata Sayaka. Sakurai hanya
membantah. Pagi harinya, mereka kembali latihan, setelah latihan Sakurai
melihat anak yang sama sedang berbicara dengan komandan pasukan, ia pun
mendekat.
Aku mohon tolonglah izinkan aku ikut pertempuran ini.. pinta Yuichiro.
Tidak bisa. Tanganmu masih sakit. Ayahmu juga memintaku untuk
menjagamu bukan memberimu masalah.. kata komandan.
Ayolah. Tanganku sudah sembuh. Aku juga ingin jadi seperti Ayahku.. kata
Yuichiro. Seraya mengayunkan tangannya yang luka itu di depan komandan.
Sakurai lalu meninggalkan anak itu dan kembali latihan. Hingga akhirnya
mereka pun turun ke medan perang. (Sayaka: intel, Sakurai: medis, Hana:
teknologi, Mei: penyergap). Mereka turun di tengah kota, Hana mengeluarkan
pengeras suaranya dan memutar sebuah lagu. Tak lama kemudian semua
zombie ke luar dari sarangnya, pada saat itu juga mereka membunuh semua
zombie yang berada di tempat itu ada yang memakai pistol, pedang, panah.
Tetapi semakin lama mereka bertarung semakin banyak para zombie ke luar dari
sarang mereka.
Semuanya..!! Mundurr!! Teriak pemimpin pasukan. Mereka pun mundur
dari arena tempur dan berpisah karena perintah untuk mencari beberapa sarang
zombie. Laporan perintah dari Hana. Kata komandan kita berempat akan
mencari sarang zombie di sekitar pantai, setelah dideteksi ada 1 hotel yang
memang tidak terlalu hancur semua, tidak ada zombie, dan masih ada beberapa
kamar yang masih bagus. Kita diperintahkan untuk istirahat di sana. Dan ada
satu laporan lagi akan ada bala bantuan untuk kelompok kita.. kata Hana.
Huft..Berpencar lagi. Tapi baguslah ada bala bantuan.. kata Sakurai.
Untung kita gak terpisah dari kelompok. kata Sayaka.
Bagus ayo cari hotel itu, aku juga mau istirahat. Lagi pula hari sudah senja
kan.. kata Mei. Mereka pun ke sebuah hotel yang ada di dekat pantai.
Malam semakin larut, Sayaka berdiri di depan jendela yang sudah retak itu,
cahaya bulan menyinari dirinya, Hana dan Mei sudah tertidur pulas, Sakurai

masih terjaga. Tiba-tiba suara langkah kaki menaiki tangga. Sayaka dan Sakurai
segera tersadar dan segera siap di depan pintu, namun Sayaka masih berurusan
dengan tasnya entah di mana ia menyimpan senjatanya. Semakin jelas suara itu
terdengar, dan berhenti tepat di depan pintu, ketika pintu terbuka pisau Sakurai
yang berbentuk kunai itu langsung menyerang pangkal leher, namun tangannya
ditangkap orang itu. Sakurai berusaha melepaskan tangannya, Sayaka masih
juga mengurusi tasnya. Sakurai terdorong mundur karena kekuatan orang itu
lebih kuat darinya, ketika ia sudah tersandar di dinding secercah sinar bulan
mengenai wajah orang itu, wajah yang sama yang dilihatnya di kamar itu.
Yu.. Yuichiro? sanggah Sakurai, anak itu pun melepaskan tangannya.
Rupanya kau udah tahu namaku ya.. kata Yuichiro.
Tenanglah kami bukan orang jahat.. kata seorang lagi.
S..Siapa kau? tanya Sayaka, sambil memperbaiki tasnya, yang semula ia
obrak-abrik.
Oh ya perkenalkan. Namaku Samuru Shigami, pasukan bantuan dari
akademi stratos.. kata si anak yang bernama Samuru itu. Dan kami.. Pasukan
bantuan dari akademi oichi.. 2 saudara.. Rudi dan Riki Tatsuna.. kata 2 anak itu.
Oahh..Hmm..Siapa yang tanya? kata Hana dan Mei yang terbangun
karena suara ribut. Terlihat mata Sakurai yang mulai sayup-sayup.
Hei istirahatlah dulu biar kami menjaga.. kata 4 anak laki-laki itu.
Sakurai, Hana, dan Mei mengangguk, sementara Sayaka kembali ke depan
jendela yang sudah pecah itu. Sakurai bersandar di dinding dan terjaga dalam
tidur, sambil memeluk jubah Sayaka yang dititipkan padanya. Hana dan Mei
sudah tenggelam dalam mimpi. Tiba-tiba angin berhembus cukup kuat, rasa
dingin menyeruak memasuki kamar itu. Sayaka yang berdiri di depan jendela
dan tak memakai jubbah itu menggosok kedua telapak tangannya. Tak lama
seseorang menaruh jubah di pundaknya, ia berpikir itu Sakurai.
Ohm.. Aarrigattou Saku.. kata Sayaka ketika ia menoleh, dengan sigap ia
menampar Samuru. Dan melihat ke arah Sakurai yang terjaga, dan terlihat
Yuichiro hendak menaruh kepalanya di pundak Sakurai.
Saku!! Hei kau dasar laki-laki kurang ajar.. Saku!! Bangun!! Oy! Teriak
Sayaka memecah keheningan, Sakurai terbangun dan meninju Yuichiro.
Awwh.. teriak mereka berdua, ketika di hantam Sakurai dan Sayaka
bersamaan.
Sedang apa kau hah?! Tanya kedua gadis itu.
Ada apa?! Ada zombie? tanya dua bersaudara itu dan menabrak pintu
yang hampir copot itu.
Ya ada zombie yang tak tahu sopan santun di sini.. kata Sayaka dan
Sakurai, sambil memegang kerah baju Samuru dan Yuichiro. Mereka semua
hanya terlongo melihat hal itu.

Matahari mulai nampak walaupun, sinarnya masih tertutup awan hitam tapi
hangatnya masih bisa terasa. Mereka berdelapan bergerak menuju pantai.
Mencari makanan di toko-toko yang sudah terbengkalai, mengganti pakaian,
mengisi peluru, dan menikmati hari dimana hari terakhir untuk bertempur dan
menjejali kaki di negara mereka yang sudah hancur itu. Tak lama Hana
mendapat laporan. Zzzthzzshzzzz.. Pasukan pembasmi kelompok ketujuh, kalian
segera menuju taman kota yang terdapat bangunan walikota yang cukup besar.
Hancurkan area itu dan basmi semua zombie yang ada di sana. Menurut
pendeteksi sebagian besar makhluk-makhluk itu bersarang di bangunan itu. Jika
sudah dilaksanakan kembali ke bibir pantai di sana akan ada kapal yang akan
menjemput kalian. Wilayah lain akan diatasi kelompok lainnya yang sudah
tersebar. Jangan lupa menyuntik tubuh kalian dengan obat anti virus sesegera
mungkin. Zzztzzzhhzhhtzzhzz..
Setelah itu mereka pun segera menuju taman kota dan sesampainya di
sana.
Sepi sekali.. kata Mei.
Sudah jelas kan. Yang ada hanya zombie, Kata Sakurai.
Ayo kita pasang.. perintah Samuru. Mereka pun mulai beraksi, dengan
sangat hati-hati. Tanpa menimbulkan suara sedikit pun. Ketika semua bangunan
telah dipasangi bom, dan alat peledak di bawah tanah. Mereka berdelapan
segera menjauh dan menunggu hitungan detik, serta komando dari kapten
pemandu. Hana memutarkan lagu berjudul: Kyou no hi wa sayounara.
(Selamat tinggal, sampai jumpa di lain waktu..)
Ia memutarnya sekeras mungkin, ketujuh kawannya sudah memakai
headphone penutup telinga. Seketika beribu ribu zombie ke luar dari berbagai
arah. Suara suara mengerikan berasal dari para zombie yang haus darah. Ketika
sedang mengedarkan pandangan 4 gadis itu melihat beberapa anggota keluarga
mereka yang sudah menjadi makhluk yang tak berakal. Tubuh mereka menjadi
mati rasa, tangan yang hendak menekan tombol merah untuk meledakkan bom
kini menjadi lunglai seakan tak bertulang, napas mereka tersengal-sengal,
menyadari keadaan gadis-gadis itu 4 anak laki-laki itu segera membantu mereka
berdiri, dengan cara menggenggam tangan gadis-gadis itu erat-erat. Ingin
rasanya mereka berteriak memanggil ibu, ayah, paman, bibi, kakak, atau pun
adik, yang kini bukanlah manusia. Mereka ingin memeluk erat keluarga mereka
untuk terakhir kalinya, tapi apa boleh buat semua sudah terjadi, sebentar lagi
tempat itu akan hancur bersama dengan makhluk menyeramkan itu.
Semua siaap. Hitungan ketiga ledakkan semuanya. 1..2.. (pada lirik lagu
terakhir Mata au hi made until the day we meet again = sampai jumpa semoga
ada kesempatan di lain waktu..)..3
BOMM!!
Seketika semuanya hancur, bersama dengan zombie-zombie itu. Misi
selesai, tanpa ada tetesan air mata yang tak ingin ke luar sama sekali. 4 gadis
itu jatuh pingsan, namun segera ditahan 4 anak laki-laki itu dan menggendong
gadis gadis itu kembali ke kapal. Ketika semua kembali, dan gadis-gadis itu
sudah kembali sadar. 4 anak laki-laki yang berada di samping mereka
tersenyum. 4 gadis itu segera menangis dan memeluk 4 anak laki-laki yang

selama ini berada disamping mereka. Arrigatou.. Gozaimasta.. Minna.. ucap


gadis-gadis itu sambil menangis di pelukan 4 anak laki-laki itu.
Masa depan, keluarga, cinta, harapan, dan teman musnah pada hari itu
juga dan sekarang hanya beberapa orang anak terpilih yang tersisa dan semua
orang yang selamat lainnya memasuki era yang baru, dan masa depan yang
baru, serta zaman yang baru.

Jangan Intip Celah Itu


Hari ini di sekolah banyak sekali gosip-gosip yang bertebaran di sekolah
tentang celah-celah. Di mana-mana orang membicarakan itu. Aku tidak tahu ada
apa dengan celah itu, membingungkan sekali hampir semua orang bercerita itu.
Beberapanya sambil bilang, Jangan sampai kau mengintipnya! Jangan pernah.
Aku terus berbicara dalam hati, mendengus kesal. Pembicaraan mereka hanya
itu. Aku pun berjalan cepat menuju kelasku yang berada di paling ujung.
Sesampainya di kelas aku bergabung dengan teman-teman dekatku.
Celah itu katanya bahaya, kata teman perempuan yang bernama Nesa.
Celah, celah, celah. Aku yang mendengar itu langsung menaruh tas di
bangku dengan keras. Hingga ketiga temanku menatapku horor.

Kenapa Ra? Dateng-dateng begini, kata Leo.


Kenapa? Semua orang ngomongin celah!! Itu kenapa? Gak ada gosip lain
apa? gak guna tahu celah-celah apa, cetusku dengan kesal.
Bener kata Rara, buat apa sih kita ngomongin celah. Kan gak berguna,
sambung Adit dengan mengangguk-ngangguk.
Kalian kenapa? Ini demi keselamatan kita. Kita harus saling ngasih tahu
mana yang harus dihindarin. Nesa menjawab dengan mata yang merah.
Tidak seperti biasanya mereka seperti ini. Apakah celah itu sesuatu yang
buruk?
Celah itu ada di belakang sekolah kita. Teman sekolah kita udah banyak
yang jadi korban gara-gara ngintip celah itu. Alasannya gak boleh ada yang tahu.
Katanya, yang menyebarkan alasannya bakal bernasib sama. Aku gak ngerti
sama sekali apa maksudnya. Yang jelas kita harus ngehindarin. Lanjut Nesa
panjang.
Ta.. baru saja Adit ingin menjawab. Guru matematika sudah datang. Dan
sekelas melanjutkan pelajaran dengan kurang tenang.
Sesampai di rumah, Rara masih berpikir tentang itu. Ia berencana
membuktikan tentang celah itu. Rara pun mulai menghubungi Adit, sahabatnya
yang sangat pemberani. Adit setuju dan Rara mulai pergi ke sekolah.
Perasaan aku gak enak, kata Rara bergemetar
Kamu kan ngajak aku, gak boleh takut dong, Adit menegaskan.
Rara hanya meneguk ludah. Dan berjalan ke belakang sekolah yang sangat
sepi di sore ini. Rara dan Adit terus berjalan hingga menemui pintu dengan celah
sebesar berdiameter kira-kira seperti kelingking. Kamu aja yang ngintip Dit aku
takut, Rara mendorong dorong Adit.
Gak bisa. Kamu yang ngajak aku harusnya kamu yang ngintip. Adit
menolak.
Kamu kan cowok!! Bentak Rara.
Krsk.. Krskk..
Terdengar bunyi gaduh di dalam ruangan itu. Keduanya bergemetar. Adit
pun memberanikan diri mengintip ruangan itu. Perlahan matanya memfokuskan
isinya ke dalam.
Gak ada apa-apa cuma merah, Adit langsung menengok ke arahku
dengan muka merah padam.
Lari Rara lari!! teriak Adit. Belum sempat Adit berlari. Dia sudah diambil
oleh seorang pria lalu menggorok lehernya di depan Rara sendiri. Pria itu
menengok ke Rara. Dan berjalan menujunya. Mendekat. Terus mendekat.
Jangan menjauhlah!! terak Rara.
Bukankah sudah ada peringatan jangan intip celah itu?

Rara sudah tak tahan. Matanya ketakutan, Rara ingin pingsan. Tapi
sebelumnya ia menyadari. Pria itu adalah kepala sekolahnya sendiri. Rara pun
pingsan. Beberapa hari kemudian keduanya ditemukan meninggal dunia di
tempat dengan kondisi yang mengenaskan.
Jangan intip celah itu!

Desa Berdarah
Empat sahabat Dina, Nita, Evi dan Sari mengendarai mobil sejenis Avansa
menuju sebuah gunung. Di senja hari mereka melewati hutan dan mengobrol
tentang kawasan ini yang angker tetapi Sari menyangkal karena daerah ini dekat
desa.
Apa? Desa? Tapi di peta ini nggak ada keterangan tentang desa? Kayaknya
kita salah jalan deh. kata Evi.

Paling petanya nggak lengkap Vi. kata Dina.


Ya udah entar kita istirahat di desa itu. Kata Nita.
Pada malam hari mereka memarkirkan mobil di bawah gapura desa yang
terlihat kuno. Dari sana mereka dikagetkan oleh seorang nenek tua. He!! Pergi
kalian dari sini! jangan dekati tempat ini!! teriak Nenek itu. Setelah nenek itu
pergi mereka merasa sedikit bergidik terutama Evi. Mendingan kita turuti aja
Nenek tadi. Saran Evi.
Tenang Vi, nggak ada apa-apa kok. kata Nita. Tiba-tiba sebuah pintu
rumah besar terbuka dan keluarlah seorang nenek tua memakai kebaya tetapi
tidak keriput, nenek itu memperkenalkan diri sebagai Nenek Pasutri. Gadis gadis
muda mari datang ke rumahku untuk beristirahat. kata nenek Pasutri dengan
wajah tersenyum. Firasat Evi mengatakan di balik senyum nenek Pasutri
tersimpan rencana jahat, tetapi dia segera menghilangkan prasangka itu dan
menyusul teman-temannya masuk ke dalam.
Di dalam rumah itu sangat sepi dan penuh dengan ukiran. Nenek Pasutri
segera mengantar mereka ke kamar, Maaf saya mau izin ke kamar mandi, di
mana ya Nek? tanya Nita. Lurus lalu belok kiri. tunjuk nenek Pasutri. Nita baru
menyadari bahwa lorong rumah nenek Pasutri sangat menyeramkan. Desiran
udara mistis dirasakan Nita, sesekali dia melihat ke belakang dan saat melihat ke
depan dia melihat seorang gadis desa yang pucat datang ke arahnya, Nita
berteriak dan menutup matanya dan hantu itu pun hilang. Nita segera
menyelesaikan urusannya di kamar mandi dan menceritakan kepada temannya.
Guys.. ternyata bener kata Evi, di sini itu nggak beres tadi aja gue lihat hantu
gadis terus tiba-tiba hilang. Kata Nita. Mereka setuju untuk pulang tetapi kamar
itu sudah dikunci nenek Pasutri.
Kali ini mereka yakin kalau nenek Pasutri itu bukanlah orang baik. Evi pun
membuka jendela yang menghubungkan dengan ruang tamu, di sana dia
melihat tangan tangan yang mencoba memanjat dinding jendela kamar mereka,
merka pun berteriak. Saat akan naik tempat tidur Sari merasa kakinya tidak
dapat digerakkan, dia pun memandang ke bawah dan ternyata ada seorang
gadis pucat dan mukanya berdarah sedang memegang kakinya. Sari dan temantemannya yang melihat itu berteriak dan ketakutan. Dari balik pintu nenek
Pasutri yang mendengar teriakan mereka tersenyum.
Hihi.. malam ini saatnya Nyai Pasutri kembali muda. Tawa nenek Pasutri.
Pintu kamar terbuka dan hantu itu pun hilang, tetapi mereka malah bertambah
ketakutan. Nenek Pasutri datang dengan wajah keriput. Darah gadis muda
seperti kalian akan berguna bagi kecantikanku hi..hi kata nenek itu. Dia
menyeret keempat gadis itu ke ruangan besar dan mengikatnya, para sahabat
itu pun meronta-ronta. Kita harus menunggu jam 12 untuk berpesta darah
hi..hi.. kata si nenek.
Dina, Nita, Evi, dan Sari menangis. Tiba-tiba datanglah nenek tua yang
pernah melarang mereka di gapura. Namaku Pakatri, aku akan menolong kalian.
Adikku Pasutri sudah membunuh semua gadis di desa dan mengambil darahnya,
maka dari itu desa ini tidak berpenghuni. jelasnya. Dia segera melepaskan
ikatan itu dan menyuruh mereka pergi. Keempat sahabat itu pun pergi dan tidak
akan pernah kembali. Setelah tahu bahwa gadis-gadis itu pergi, nenek Pasutri

marah dan tambah bernafsu untuk mencari darah, mukanya semakin keriput dan
menyeramkan. Melihat itu, nenek Pakatri pergi.

Rumah Angker

Sore itu, ibu mengajak aku pergi ke pasar untuk membeli sayur untuk
makan nanti malam. Sampai di pasar, aku bertemu temanku Roi.
Hai Roi. Sapaku ketika bertemu dengan Roi.
Hai juga Din. Kami mulai berbincang-bincang sambil menunggu orangtua
kami berbelanja.
Dina kamu tahu tidak kalau kemarin Vira melihat hantu.
What. Apa kamu bilang? Kapan? Di mana?
Ih.. kamu jangan buat aku jadi bingung dong!
Oke oke. Sekarang kamu ceritakan kepada aku ya plisss. pintaku sambil
merengek.
Belum selesai Roi menceritakan kepadaku, mama sudah memanggilku
untuk pulang. Aku pun pulang.
Malamnya, aku dan keluargaku menyantap makan malam. Aku berbincangbincang dengan keluargaku.
Ma tadi pas Mama mengajakku ke pasar, Dina ketemu dengan Roi loh Ma.
Lalu? jawab mama seperti tidak ingin mengetahuinya.
Din, habiskan dulu makanannya. Habis itu, kamu boleh ngomong
sepuasnya. seru ayah.
Oke, Yah.
Esoknya, aku bersiap-siap sarapan dan pergi ke sekolah. Di sekolah, kami
mulai berbincang-bincang.
Hey Din! Kamu gimana sih, belum selesai aku ceritain ke kamu, kamu
makah kabur! sontak Roi dengan nada sedikit kesal. Hehehe. Maaf ya Mamaku
udah manggil aku untuk pulang. Terus gimana ceritanya?
Jadi gini, mmm kamu tahu gak jalan haram?
Tahu, tahu,
Di situlah Vira dihantui. Katanya hantunya serem gitu! Ih. Jadi kamu harus
hati-hati kalau lewat sana!
Oke, oke. jawab Dina dengan nada gemetar.
Bel pun berbunyi bertanda pelajaran akan dimulai. Setelah beberapa jam
kemudian, bel berbunyi artinya pulang. Semua murid mengemaskan buku dan ke
luar dari kelas kecuali aku, Roi, dan Jani di dalam kelas. Mereka sibuk
menceritakan cerita yang beredar di sekolah yaitu Vira melihat hantu. Tak terasa
jam menunjukkan 6. Mereka sudah terkunci di dalam kelasnya.
Aduh gimana nih, kita udah terkunci di dalam kelas. keluh Jani.
Aha.. aku dapat ide, gimana kalau kita lompat jendela aja. Kan jendela
tidak dikunci.

Akhirnya kami melompati jendela. Usai melompati jendela, mereka bertiga


pergi ke depan pagar sekolah. Tetapi, pagar sekolah telah dikunci dan ditutup
dengan rapat.
Mending kita lewat belakang sekolah kita kan lebih mudah, ucap Jani
membeli pengarahan.
Tapi kita lewat jalan Haram itu. seru Roi memotong pembicaraan Jani.
Ya udah deh, ucapku.
Sekitar jam 7, mereka melewati rumah angker yang dibicarakan mereka
waktu di sekolah. Di sudut-sudut rumah angker itu, tampak sepasang ayunan
yang bergerak seiring ada yang menggerakkannya. Mereka dengan ketakutan
melewati ayunan itu. Tiba-tiba suara petir terdengar di telinga mereka. Gimana
nih. Nanti kalau hujan gimana, terus nanti kalau kita dihantui gimana? Ucap
Dina ketakutan. Udah-udah kamu gimana sih. Nanti kalau benaran gimana!
sontak Roi sedikit marah.
Ssu.. dah.. ucap Jani dengan suara gemetar. Ketika mereka menoleh ke
belakang, mereka terkejut karena melihat sesosok makhluk tanpa kaki di
hadapan mereka. Mereka lari ke arah rumah angker itu. Di dalam rumah angker
itu, mereka mulai memasuki ruangan pertama yakni ruang tamu. Di sana
mendapati tv yang masih menyala tetapi tidak ada signal. Hahaha, masa rumah
sejelek ini ada tv. olok Rio melihat tv itu. Usai mengatakan hal itu, tiba-tiba tv
itu berhenti menyala dan barang-barang di sekitar tv itu mendadak melayanglayang. Aaaa.. .. Sontak mereka bertiga bersamaan sambil berlari ketakutan.
Mereka berlari tanpa arah tujuan. Tanpa sadar mereka sudah ada di
belakang rumah angker itu. Ihh serem banget. Ucap Jani sambil gemetar.
Pohon-pohon tumbuh di mana-mana, sampah berserakan di mana-mana,
terdapat banyak gundukan di sekitar tumbuhnya pohon yang tinggi. Tetapi ketika
dilihat semua halamannya, mata Rio tertuju pada sebuah lubang yang besar.
Lebih anehnya lagi ia melihat sebuah mayat di lubang itu. Kasus ini menjadikan
aku pelajaran untuk berhati-hati.

Penunggu Kelas 9 J
Kring. Bel sekolah pun berbunyi pertanda pelajaran di hari ini selesai.
Gerombolan siswa siswi pun berlalu meninggalkan ruangan kelas masing masing.
Sebagian pulang menaiki kendaraan motor pribadi, sebagian ada yang dijemput
dan sebagian ada yang pulang menaiki kendaraan umum. Namun, beberapa
siswa maupun siswi ada yang masih berada di sekolah. Mereka sedang
membersihkan ruangan kelas supaya besok langsung bisa dipakai belajar tanpa
harus membersihkannya dulu. Di ujung area sekolah adalah kelas 9-H yang
sedang dibersihkan oleh murid yang menghuninya. Tampak lima orang murid
yang terdiri dari empat perempuan dan satu laki laki. Mereka adalah Intan, Yuni,
Sinta, Fira, dan Yudi. Lima sekawan yang kebetulan mendapat jadwal piket kelas
besok.
Kamu bersihin pojok kelasnya udah Yud? tanya Intan yang sedang menata
vas bunga di meja guru.
Udah. Bareng Fira tadi, jawab Yudi seraya menggantungkan sapu ijuk di
tempat penggantung alat alat kebersihan dekat pintu kelas.
Si Yuni sama Sinta juga udah beres tuh lapin kacanya, sambung Fira yang
sedang asyik berfoto ria di dekat Yudi.
Bagus deh. Tinggal aku pel aja deh lantainya. Kalau gitu sana, sana! Huss!
Aku mau pel lantainya dulu, ujar Intan sambil mengusir-usir rekan-rekannya
dengan gagang pel.
Beberapa menit kemudian. Akhirnya Intan selesai mengepel lantai kelas
seorang diri. Maklum saja, Intan sudah terbiasa mengepel lantai. Karena Ia
sering membantu membersihkan kafe milik Bibinya sebagai propesi sampingan.
Dia lalu mengaitkan ujung pel-annya itu ke bagian pengait. Lalu ia pun menutup
pintu kelasnya. Aksi membereskan kelas pun telah mereka selesaikan dengan
cepat karena bersama-sama. Karena hari itu cerah, mereka pun lebih memilih
untuk berdiam sejenak di lingkungan sekolah. Untuk sekedar mengobrol dan
berbagi keceriaan, mereka memilih halaman kelas 9-J yang sedang direnovasi
dalamnya akibat ambruk tertimpa pepohonan akibat cuaca buruk minggu
kemarin. Untung saja tak ada korban. Tawa riang dan kegembiraan terpancar
dari lima sekawan itu. Seolah tanpa beban, mereka sangat menikmati
kebersamaan itu.
Eh, aku Fira sama Yuni ke kedai sebelah deket sekolah dulu ya. Mau beli
cemilan biar tambah rame, sahut Intan dengan ide cemerlangnya. Dia pun pergi
bersama Fira dan Yuni menuju kedai makanan. Eh Sin, aku ke toilet dulu ya tiba
tiba kebelet, ucap Yudi tanpa melihat muka Sinta.

Yah.. Aku sendirian deh. Ah gak apa apa deh. Nanti juga pada dateng,
gerutu Sinta. Ia lalu menghidupkan ponselnya dan berfoto supaya rasa jenuhnya
terusir.
Mmm.. Kelas 9J ini pantes kena pohon. Di pinggirnya aja banyak
pepohonan sih! ujar Sinta lalu Ia melihat lihat kondisi di dalam kelas 9J yang
tampak kotor.
Eh.. Itu apa ya? Sinta pun mendekati pojokan kelas yang tampak gelap.
Tiba-tiba matanya terbelalak kala melihat sesosok makhluk mengerikan
bertubuh besar, tinggi, dan hitam dengan sorot matanya yang tajam berwarna
merah. Aaaaa.. Sinta menjerit ketakutan. Tubuhnya malah kaku tak dapat
bergerak. Makhluk menyeramkan itu terdengar olehnya menggeram seperti
anjing namun suara geramannya itu sangat menakutkan. Sinta lalu menutup
wajahnya dengan kedua tangannya. Saat Ia melepasnya di hadapannya kini,
makhluk itu sedang berdiri memelototi Sinta dengan tatapan penuh kemarahan.
Sin? Sinta? Ke mana tuh orang? teriak Yudi memanggil manggil Sinta.
Intan, Fira dan Yuni pun datang dengan sekantung besar berisi makanan dan
minuman ringan.
Eh, nyari siapa? Sinta mana? tanya Yuni keheranan.
Sinta gak ada sih, tadi aku suruh dia di sini, jawab Yudi.
Emang tadi kamu ke mana?
Aku tadi kebelet makanya aku ke toilet dulu,
Sinta di dalem kelas kali! seru Intan seraya meletakkan plastik besar yang
berisi aneka makanan. Lalu Ia pun membuka pintu kelas 9-J.
Ya ampun! Guys! Sinta guys.. teriak Intan dengan panik kala melihat Sinta
terbaring tak sadarkan diri. Seluruh teman-temannya pun masuk ke dalam kelas
9-J dan dengan cepat memboyong Sinta ke ruang UKS.
Sinta! Cerita dong kenapa tadi di sekolah kamu bisa pingsan di dalem
kelas 9-J? ujar Fira mencoba meminta penjelasan yang sebenarnya. Ta.. Tadi
itu.. Waktu Yudi ke toilet. Ak.. Aku masuk ke dalem kelas 9-J. Aku.. Aku sempet
lihat.. Sesuatu yang aneh,
Sesuatu yang aneh itu. Te..ternyata, makhluk menakutkan. Tubuhnya gede,
tinggi, item gelap tapi matanya gede dan merah. Dia menggeram kayak anjing.
Di..dia marah dan ngedeketin aku..rupanya..rupanya nyeremin banget Fir, aku
gak mau ke sana lagi Fir, aku takut, sontak cerita Sinta membuat temantemannya bergidik ngeri dan membuat bulu kuduk mereka berdiri seketika.
Semenjak kejadian itu. Sinta selalu minta dijemput dan langsung pulang.
Jika dia melihat kelas 9-J. Dia selalu histeris dan tak mau melihatnya lagi. Bahkan
saat ulangan akhir semester pun. Ia enggan berada di ruangan 8 yang
tempatnya di kelas 9-J. Sampai Ia menangis histeris memohon pada kepala
sekolah. Supaya tak disimpan di kelas yang menyeramkan itu. Sungguh
menyeramkan.

KUMPULAN CERPEN
PENGAYAAN BAHASA INDONESIA
SEMESTER 3

Disusun oleh :
Zidny Ar Rizky

21013120

TEKNIK KOMPUTER DAN INFORMATIKA


SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN (SMK)
ADI SANGGORO

Anda mungkin juga menyukai