Anda di halaman 1dari 2

Pernah nggak sih kalian rindu sekali dengan seseorang tetapi malu untuk

mengakuinya? Ingin untuk berbicara panjang lebar untuk melepas rindu tetapi enggan
untuk memulai panggilan?
Kalian boleh bilang aku pengecut, hahahaha. Terlalu angkuh bahkan untuk
mengatakan rindu kepadanya yang jauh di pulau seberang. Kami mungkin tidak saling
menghubungi sesering yang orang lain lakukan jika terpisah karena yang seorang
berada di perantauan. Dua kali sebulan mungkin sudah Dianggap sering untuk kami.
Seperti halnya seseorang yang sedang melakukan pendekatan, berharap sang gebetan
melakukannya terlebih dahulu, begitupun adanya aku. Menunggunya untuk
menghubungiku sesegera mungkin, tetapi enggan untuk menghubungi duluan.
Saat Dia menghubungi bahkan tak sampai 10 menit kami berbicara dan kemudian Dia
memberikan telepon kepada orang lain yang menemaniku berbicara hingga berjamjam lamanya. Dia hanya membuka percakapan ala kadarnya dan menanyakan kabar,
apakah sudah makan, bagaimana kuliah. Ya pasti Dia akan menanyakan hal yang
sama setiap kali berada dalam percakapan telepon denganku.
Padahal ingin sekali aku mendengar ceritanya di sana, apa yang ia lakukan seharian
itu, apa lauk makannya, bagaimana pekerjaannya, dan lain-lainnya yang tak bisa ku
ketahui jika tak bertanya padanya. Terkadang rindu akan hal-hal yang biasa kami
lakukan dulu membuat mata ini berlinang. Aku ingat dengan jelas saat aku untuk
pertama kalinya akan menaiki pesawat, sembari membantuku menata barang yang
akan dimasukkan dalam koper ia berujar, "naik pesawat itu biasa saja kok, paling
waktu pesawatnya mulai naik akan terasa mual". Aku ingat saat malam itu
sepulangnya aku dari Jakarta, Dia menjemputku dengan sepeda motornya dan di
jalanan sepi tiba-tiba motor mogok. Kami harus berjalan cukup jauh untuk mencari
bengkel yang tak jua tampak sejauh kaki melangkah. Aku ingat bagaimana dengan
sekuat tenaga aku berusa menahan tangis saat melihat punggungnya yang berjalan di
depanku sembari menggiring sepeda motor.
Aku rindu saat Dia mentraktirku makan soto setiap aku menerima rapor hasil belajar
selama di sekolah menengah. Kami bisa bercerita tentang apapun, bisa menceritakan
nilaiku yang menurun dan biasanya kami akan berdebat karena ia melihat ada nilai
yang menurun sementara aku melakukan pembelaan dengan mengatakan bahwa nilai
lainnya meningkat. Ya, aku rindu setiap percakapan dan pertengkaran kami.
Mungkin inilah yang membuatku menantikan saat pulang ke kampung halaman.
Mungkin bukan perkara makanan ataupun teman-teman, namun kebersamaan kami.
Satu hal yang aku yakini, kami memiliki rindu yang sama. Namun sama halnya
denganku, Dia pun terlalu gengsi untuk mengungkapkannya. Bukankah buah jatuh tak
jauh dari pohonnya?

P.S. : Kapan buat sate lagi? Kapan mau bakar ikan lagi? Salam sayang dari anakmu
yang keras kepala sepertimu :*

Anda mungkin juga menyukai