MODUL
PEMBIMBING
Praktikum
: 17 Desember 2013
Oleh
Kelompok
: IV (Empat)
Nama
: Iffa Marifatunnisa
Kelas
: 3B
NIM.111411046
LAN
proses
ekstraksi
padat-cair
digunakan
untuk
BAB II LANDASAN
TEORI
2.1
pemisahan zat padat yang dapat melarut (zat terlarut) dari campurannya dengan zat padat lain
yang tidak dapat larut atau inert dengan cara pelarutan. Secara garis besar, proses pemisahan
secara ekstraksi terdiri dari tiga langkah dasar, yaitu:
1. Penambahan sejumlah massa solven untuk dikontakkan dengan sampel, biasanya
melalui proses difusi.
2. Solute akan terpisah dari sampel dan larut oleh solven membentuk fase ekstrak.
3. Pemisahan fase ekstrak dengan sampel. (Wilson, et al., 2000 dalam N Tharic,
2010)
Prinsip kerja dari proses leaching adalah pelarut akan melarutkan sebagian bahan
padatan sehingga bahan terlarut yang diinginkan diperoleh setelah itu dilakukan proses
pemisahan larutan yang terbentuk dari padatan sisa. Pemisahan fasa padat dari cair dapat
dilakukan dengna operasi sedimentasi, filtrasi, ataupun sentrifugasi.
Operasi leaching dapat dilakukan dengan sistem batch, semibatch, ataupun continue.
Operasi ini biasanya dilakukan pada suhu tinggi untuk meningkatkan kelarutan solut di dalam
pelarut. Untuk meningkatkan performance, sistem aliran dapat dibuat secara co-current
ataupun counter current.
Setelah operasi leaching selesai, pemisahan fasa padat dari fasa cair dapat dilakukan
dengan operasi seddimentasi, filtrasi atau sentrifugasi. Pemisahan sempurna hampir tidak
mungkin dilakukan karena adanya kesetimbangan fasa, di samping secara mekanis sangat
sulit untuk mencapainya. Oleh karena itu akan selalu adda bagian yang basah atau air yang
terperangkap di dalam padatan.
Perhitungan dalam operasi ini melibatkan 3 komponen, yaitu padatan, pelarut dan
solut. Asupan umumnya berupa padatan yang terdiri dari bahan pembawa tak larut dan
senyawa dapat larut. senyawa dapat larut inilah yang biasanya merupakan bahan atau
mengandung bahan yang diinginkan.
Bahan yang diinginkan akan larut sampai titik tertentu dan keluar dari ekstraktor pada
aliran atas, sementara padatan keluar pada aliran bawah. Sebagaimana disebutkan di atas,
aliran bawah biasanya basah karena campuran pelarut/solut masih terbawa juga. Bagian atau
persentase solut yang dapat dipisahkan dari padatan basah/kering disebut sebagai rendemen.
2.2 Pelarut (Solvent)
Solvent atau pelarut berfungsi melarutkan zat terlarut dari suatu senyawa. Solven
harus memenuhi criteria sebagai berikut (Perry,1997 dalam N Tharic, 2010):
1. Daya larut terhadap solute cukup besar
2. Dapat diregenerasi
3. Memiliki koefisien distribusi solute yang tinggi
4. Dapat memuat solute dalam jumlah yang besar
5. Sama sekali tidak melarutkan diluen atau hanya sedikit melarutkan diluen
6. Memiliki kecocokan dengan solute yang akan diekstraksi
7. Viskositas rendah
8. Antara solven dengan diluenharus mempunyai perbedaan densitas yang cukup
besar
9. Memiliki tegangan antarmuka yang cukup
10. Dapat mengurangi potensi terbentuknya fase ketiga
11. Tidak korosi.
12. Tidak mudah terbakar
13. Tidak beracun
14. Tidak berbahaya bagi lingkungan
15. Murah dan mudah didapat
2.3 Metode Operasi Leaching
Ada beberapa jenis metode operasi leaching, yaitu :
1. Operasi kontinu dengan sistem bertahap banyak dengan aliran berlawanan
(countercurrent). Dalam sistem ini aliran bawah dan atas mengalir secara berlawanan.
Operasiini dimulai pada tahap pertama dengan mengontakkan larutan pekat,
yangmerupakan aliran atas tahap kedua, dan padatan baru, operasi berakhir pada tahap
ke n (tahap terakhir), dimana terjadi pencampuran antara pelarut barudan padatan yang
berasal dari tahap ke-n (n-1). Sistem ini memungkinkan didapatnya perolehan solute
yang tinggi, sehingga banyak digunakan didalam industri.
2. Operasi
dengan
UKURAN PARTIKEL
PELARUT
PENGADUKAN
TEMPERATUR
Gambar
Keterangan
1
Satu set perlengkapan
ekstraksi padat-cair
(leaching)
2
Basket atau wadah umpan
sebagai tempat proses
leaching berlangsung
yaitu kontak antara umpan
dengan pelarut
3
Labu Bulat sebagai
penampung pelarut
sebelum dikontakan
dengna umpan
Packing Column
berfungsi untuk
meningkatkan kemurnian
pelaarut
Sistem pengendalian
tekanan pada proses
Leaching
BAB III
METODELOGI PERCOBAAN
Operasi leaching dapat dilakukan dengan sistem batch, semibatch, ataupun continue.
Pada praktikum leaching kali ini, sistem yang dilakukan adalah sistem batch dimana umpan
hanya dimasukan satu kali ke dalam basket (wadah umpan). Tekanan yang digunakan pada
oleh heater akan
percobaan di jaga antara 1-3 bar. Pelarut yang telah dipanaskan
terkondensasi sehingga fasanya akan berubah dari uap menjadi cair. Pelarut yang dihasilkan
merupakan pelarut murni yang kemudian dikontakan dengan umpan pada basket. Pemanasan
pada pelarut dengan suhu yang optimal akan menghasilkan pross leaching yang baik.
Proses leaching sendiri terjadi pada basket (wadah umpan). Proses Leaching pada
system batch akan berakhir ketika semua solute yang terkadung di dalam padatan telah habis
ekstraksi diukur kualitasnya dengan pengukuran kekeruhan
terekstrak Hasil dari proses
(turbidity).
Nama Alat
Nama Bahan
Kapasitas/Jumlah
Ekstraktor Pada-Cair
1 buah
Ember
2 buah
Gelas Kimia
Termometer
1 buah
Teh Hijau
400 gram
Air
Disesuaikan
Tabung reaksi
10 buah
Turbidity Meter
1 buah
Stopwatch
1 buah
Menimbang
teh hingga
400 gram
BAB IV
DATA PENGAMATAN
4.1 Kondisi Proses Leaching
Run
T steam
(oC)
T labu
(oC)
T cairan
Ekstraktor
P (bar)
T cold in
(oC)
97
98
98
98
98
98
98
98
98
98
85
82
78
84
87
2
2,1
2,1
2,1
2
23
23
22
23
23
24
24
24
25
24
Volume
(L)
LajuAlir
Kukus
(L/Jam)
702
890.4
532.2
461.4
556.8
1
2
3
4
5
T cold
Out (oC) (oC)
Waktu
(menit)
Waktu
(Jam)
Massa
(kg)
1
2
3
4
5
35
35
35
35
35
0.0167
0.0167
0.0167
0.0167
0.0167
11.7
14.84
8.87
7.69
9.28
Massa
jenis Air
(kg/ m3)
1000
1000
1000
1000
1000
Ekstrak
(NTU)
212.2
205.4
146.4
17.21
10.93
Rafinat
(NTU)
314
261
329
142
343
Volume
(m3)
0.0117
0.01484
0.00887
0.00769
0.00928
11.7
14.84
8.87
7.69
9.28
BAB V
PENGOLAHAN DATA
200
Ke
ke
ru 150
h
an 10
(N 0
T
50
205,4
146,4
run ke17,21
10,93
0
0
2
5
3
6
Run ke-
31
4
343
32
9
26
1
14
2
Run
ke-
Run ke-
= S x Hg S x Hf + S x Hgf
S
menit
(kg/jam)
S
(KJ/Kg)
hg
(KJ/Kg)
0.33
20.1
2706.3
2.1
0.42
25.4
2.1
0.25
2.1
2
P Kg/
Steam
Hf
(KJ/Kg)
Hgf
= Hg Hf
Hgf
(Kj/jam)
Sx Hg
(Kj/jam)
S x Hf
(Kj/jam)
SxHgf
(KJ/jam)
Q (bar)
504.7
2201.6
54280.6
10122.8
44157.8
88315.6
2708.5
511.15
2197.3
68902.9
13003.7
55899.3
111798.6
15.2
2708.5
511.15
2197.3
41183.9
7772.4
33411.5
66823
0.22
13.2
2708.5
511.15
2197.3
35705.
6738.4
28966.7
57933.4
0.26
15.9
2706.3
504.7
2201.6
43053.4
8029.1
35024.3
70048.6
BAB VI
PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini dilakukan proses Ekstraksi padat-cair (leaching) pada daun
Teh hijau kering. Pada dasarnya leaching dilakukan untuk mengambil suatu zat atau senyawa
yang terkandung di dalam teh hijau dengan menggunakan pelarut (slovent) berupa air. Proses
leaching sendiri terjadi pada basket (wadah) ekstraktor. Proses leaching in terjdi pada saat
pengambilan suatu zat/senyawa yang akan diambil dalam Teh hijau menggunan pelarut air.
Ketika bahan ekstraksi di campur dengan pelarut, maka pelarut menembus kapiler-kapiler
dalam bahan padat dan melarutkan ekstrak.
Secara umum proses ekstraksi padat-cair pada teh dapat diasumsikan dalam tiga
bagian. Pertama, perubahan fasa dari zat/senyawa yang akan diambil (solute) ketika terlarut
ke dalam air (pelarut). Kedua, difusi dari suatu zat/senyawa melalui air dalam pori-pori
padatan berupa Teh hijuau kering keluar dari partikel tersebut. Ketiga, perpindahan dari
zat/senyawa yang akan diambil dari air dalam kontak dengan partikel ke larutan keseluruhan.
Dari percobaan diperoleh data kekeruhan yang diplotkan dalam kurva ekstrak dan
rafinat. Berdasarkan kurva kekeruhan Ekstrak, nilai kekeruhan awal yang diperoleh pada run
pertama dalah 212, 2 NTU sedangkan pada run ke- 5 niai kekeruhan akhir adalah 10,93 NTU.
Selain itu presentasi penurunan kekeruhan pada ekstrak tinggi yaitu sebesar 94, 85 %. Hal in
menunjukan bahwa semakin lama proses ekstraksi, semakin rendah kekeruhan ekstrak yang
dihasilkan. Sedangkan pada kurva kekeruahn Rafinat, awalnya kekeruhan meningkat pada
run ke-1 hingga run ke-3, kemudian menurun pada run ke-4 sebesar 142 NTU dan meningkat
kembali pada run ke-5 sebesar 343 NTU.
Pada data pelepasan kalor proses ekstraksi padat-cair, didapatkan nilai kalor yang
berbeda pada setiap tahap. Produksi kukus tertinggi sebesar 890.4 L/Jam pada run ke-2 dan
produksi kukus terndah sebesar 461,4 pada run ke-4. Untuk Kalor yang dilepaskan terbesar
diperoleh sebesar 111798.6 KJ/h pada run ke-2 dan nilai kalor terkecil terjadi pada run ke-3
dengan perolehan kalor sebesar 66823 KJ/h.
Run ke-
Q lepas (KJ/h)
702
88315.6
890.4
111798.6
532.2
66823
461.4
57933.4
556.8
70048.6
Dari data terebut dapat dikatakan tidak sesuai dengan literatur yang diperoleh, karena
semakin lama proses leaching, maka laju kukus yang diperoleh semakin besar serta kalor
yang dilepaskanpun akan semakin banyak. Kondisi tesebut biasanya terjadi karena performa
alat yang tidak maksimal sewaktu proses leaching..
terkontaminasi oleh kotoran-kotoran dan adanya lumut pada peralatan bagian dalam sehingga
mengganggu kinerja peralatan dan proses leaching. Penyimpangan juga dapat terjadi akibat
kurang telitinya dalam pembacaan suhu dan pengaturan tekanan
menyebabkan steam dan panas yang dihasilkan fluktuatif setiap waktunya saat pengambilan
sempel dan pengukuran laju alir steam. Untuk mengatasi hal tersebut maka diperlukan
perawatan secara berkala pada ekstraktor-leaching dengan cara memebersihkan bagian
bagian yang dipenuhi lumut/kotoran, pada sistem perpiaan, dan uni utilitas.
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
1) Dengan kondisi operasi tekanan 2-2,1 bar maka dapat diperoleh efisiensi penurunan
kekeruhan ekstrak pada proses leaching teh yaitu sebesar 94, 85 %.
2) Kalor yang dibutuhkan pada setiap siklus pada proses leaching (ekstraksi padat-cair)
adalah sebagai berikut
Run ke1
Q (KJ/h)
88315.6
111798.6
66823
57933.4
70048.6
DAFTAR PUSTAKA