Anda di halaman 1dari 14

PEMBUATAN BIOETANOL DARI UBI KAYU

I. Tujuan Percobaan
1. Membuat bioetanol dari ubi kayu
2. Mengetahui proses pembuatan bioetanol
3. Menganalisa hasil pembuatan bioetanol
II. Alat dan Bahan
II.1Alat yang digunakan:
1. Pisau
2. Parutan
3. Gelas kimia 500 ml
4. Spatula
5. Neraca analitik
6. Hotplate
7. Erlenmeyer 1000 ml
8. Selang kecil
9. Lem
10. Serbet
11. Labu leher dua 500 ml
12. Seperangkat alat destilasi
13. Refraktometer
14. Pipet tetes
15. Gelas kimia 50 ml
16. Botol kecil
17. Baskom
18. Pengaduk
19. Galon air
II.2Bahan yang digunakan:
1. Ubi kayu
2. Ragi
3. Air
4. NaOH 0,1 N
5. Urea

1 buah
3 buah
2 buah
1 buah
1 unit
1 unit
1 buah
1 buah
1 buah
1 buah
1 buah
1 unit
1 unit
1 buah
1 buah
1 buah
1 buah
1 buah
1 buah
2000 gr
20 gr
Seperlunya
1000 ml
20 gr

III.

Dasar Teori
Bioetanol
Ethanol merupakan senyawa hidrokarbon dengan gugus Hydroxyl (OH-)
dengan 2 atom karbon (C) dengan rumus kimia C 2H5OH. Secara umum, ethanol
lebih dikenal sebagai etil alkohol berupa bahan kimia yang diproduksi dari bahan
baku tanaman yang mengandung karbohidrat (pati) seperti ubi kayu, ubi jalar,
jagung, sorgum, beras, ganyong, dan sagu yang kemudian dipopulerkan dengan
nama Bioetanol.
Bahan baku lainnya adalah tanaman atau buah yang mengandung gula seperti
tebu, niraa, buah mangga, nanas, papaya, anggur, lengkeng, dan lain-lain. Bahan
berserat (selulosa) seperti sampah organic dan jerami padi pun saat ini telah
menjadi salah satu alternatif penghasil ethanol. Bahan baku tersebut merupakan
tanaman pangan yang biasa ditanam rakyat hampir di seluruh wilayah Indonesia,
sehingga jenis tanaman tersebut merupakan tanaman pangan yang potensial untuk
dipertimbangkan sebagai sumber bahan baku pembuatan bioetanol. Namun dari
semua jenis tanaman tersebut, ubi kayu merupakan tanaman yang setiap hektarnya
paling tinggi dapat memproduksi bioetanol. Selain itu, pertimbangan ubi kayu
sebagai bahan baku proses produksi bioetanol juga didasarkan pada pertimbangan
ekonomi. Pertimbangan keekonomian pengadaan bahan baku tersebut bukan saja
meliputi harga produksi tanaman sebagai bahan baku, tetapi juga meliputi biaya
pengelolaan tanaman, biaya produksi pengadaan bahan baku, dan biaya bahan
untuk memproduksi setiap liter ethanol. Secara umum ethanol biasa digunakan
sebagai bahan baku industri turunan alkohol, campuran untuk miras, bahan dasar
industry farmasi, kosmetika, dan kini sebagai campuran bahan bakar untuk
kendaraan bermotor. Mengingat pemanfaatan ethanol beraneka ragam, sehingga
grade ethanol yang dimanfaatkan harus berbeda sesuai dengan penggunaannya.
Untuk ethanol yang mempunyai grade 90-95% biasa digunakan pada industry,
sedangkan ethanol/bioetanol yang mempunyai grade 95-99% atau disebut alkohol
teknis dipergunakan sebagai campuran untuk miras atau bahan bakar industry
farmasi. Sedangkan grade ethanol/bioetanol yang dimanfaatkan sebagai campuran
bahan bakar untuk kendaraan bermotor harus betul-betul kering dan anhydrous
supaya tidak menimbulkan korosif, sehingga ethanol/bioetanol harus mempunyai
grade tinggi antara 99,6-99,8% (Full Grade Ethanol = FGE). Perbedaan besarnya
grade akan berpengaruh terhadap proses konversi karbohidrat menjadi gula
(glukosa) larut air.
Proses Produksi Bioehanol
Proses produksi ethanol/bioetanol (atau alkohol) dengan bahan baku tanaman
yang mengandung pati atau karbohidrat dilakukan melalui proses konversi
karbohidrat menjadi gula (glukosa) larut air. Konversi bahan baku tanaman yang
mengandung pati atau karbohidrat dan tetes menjadi bioetanol ditunjukkan pada
Tabel 1.

Bahan Baku

Jumlah
Perbandingan
Hasil
Bahan Baku
Konversi
Jenis
Konsumsi
dan Bioetanol
Bioetanol
(liter)
Ubi kayu
1000
250-300
166,6
6,5:1
Ubi jalar
1000
150-200
125
8:1
Jagung
1000
600-700
200
5:1
Sagu
1000
120-160
90
12:1
Tetes
1000
500
250
4:1
Tabel 1. Konversi Bahan Baku Tanaman yang Mengandung Pati Atau
Karbohidrat dan Tetes Menjadi Bioetanol
Kandungan
Gula dalam
Bahan Baku
(kg)

Glukosa dapat dibuat dari pati-patian, proses pembuatannya dapat dibedakan


berdasarkan zat pembantu yang dipergunakan, yaitu Hidrolisa asam atau Hidrolisa
enzim. Berdasarkan kedua jenis hidrolisa tersebut, saat ini hidrolisa enzim lebih
banyak dikembangkan, sedangkan hidrolisa asam (misalnya dengan asam sulfat)
kurang dapat berkembang, sehingga proses pembuatan glukosa dari pati-patian
sekarang ini dipergunakan dengan hidrolisa enzim. Dalam proses konversi
karbohidrat menjadi gula larut air dilakukan dengan penambahan air dan enzim,
kemudian dilakukan proses peragian atau fermentasi gula menjadi etanol dengan
menambahkan yeast atau ragi. Reaksi yang terjadi pada proses produksi etanol,
yaitu:

Pati

Enzim

Glukos
a

Persamaan (2) adalah proses fermentasi alkohol menurut Gay-Lussac


Secara singkat teknologi proses produksi etanol tersebut dapat dibagi menjadi
3 tahap, yaitu persiapan bahan baku, liquifaksi dan sakarifikasi, distilasi, dan
dehidrasi.
a. Persiapan bahan baku
Persiapan bahan baku beragam tergantung jenis bahan bakunya, sebagai
contoh singkong. Singkong yang telah dikupas dan dibersihkan dihancurkan
untuk memecah susunan tepungnya agar berinteraksi dengan air secara baik.
b. Liquifaksi dan sakarifikasi
Kandungan karbohidrat berupa tepung atau pati bahan baku singkong
dikonversi menjadi gula kompleks menggunakan enzim alfa amylase melalui
proses pemanasan pada suhu 90oC. pada kasus ini, tepung akan menjadi

gelatin. Pada kondisi optimum enzim amylase bekerja memecahkan struktur


tepung secara kimia menjadi gula kompleks.
Proses liquifaksi selesai ditandai dengan parameter dimana bubur yang
diproses berubah menjadi lebih cair seperti sup. Sedangkan proses
sakarifikasi (pemecahan gula kompleks menjadi gula sederhana) melibatkan
tahapan berikut.
Pendinginan bubur sampai suhu optimum enzim amylase bekerja
Pengaturan pH optimum enzim
Penambahan enzim glukosa amylase secara tepat dan mempertahankan
pH serta temperature 60oC hingga proses sakarifikasi (dilakukan dengan
pengetesan kadar gula sederhana yang dihasilkan)
c. Fermentasi
Pada tahap ini, tepung telah berubah menjadi gula sederhana (glukosa dan
sebagian fruktosa) dengan kadar gula sekitar antara 5 hingga 12 persen.
Tahapan selanjutnya adalah mencampurkan ragi pada cairan bahan baku
tersebut dan mendiamkannya dalam wadah tertutup pada kisaran suhu
optimum 27 sampai dengan 32 oC selama kurun waktu 5 hingga 7 hari
(fermentasi secara anaerob). Keseluruhan proses membutuhkan ketelitian
agar bahan baku tidak terkontaminasi oleh mikroba lainnya. Dengan kata lain,
dari persiapan bahan, liquifaksi, sakarifikasi, hingga fermentasi harus pada
kondisi bebas kontaminan. Selama proses fermentasi akan menghasilkan
cairan etanol dan CO2.
Hasil fermentasi berupa cairan mengandung etanol berkadar rendah sekitar 7
hingga 10 persen (cairan Beer). Pada kadar etanol maksimum 10 persen ragi
menjadi tidak aktif lagi, karena kelebihan alkohol berakibat racun bagi ragi
itu sendiri dan mematikan aktivitasnya.
d. Distilasi
Distilasi atau lebih umum dikenal dengan istilah penyulingan dilakukan untuk
memisahkan alkohol dalam cairan Beer hasil fermentasi. Dalam proses
distilasi, pada suhu 78oC (titik didih alkohol) etanol akan menguap lebih dulu
ketimbang air yang bertitik didih 100 oC. Uap etanol distilator akan dialirkan
ke bagian kondensor sehingga terkondensasi menjadi cairan etanol. Kegiatan
penyulingan etanol merupakan bagian terpenting dari keseluruhan proses
produksi etanol.
Dalam pelaksanaannya, dibutuhkan tenaga operator yang sudah menguasai
teknik penyulingan etanol. Selain operator, untuk mendapatkan hasil
penyulingan etanol yang maksimal dibutuhkan pemahaman tentang teknik
fermentasi dan peralatan distilasi yang berkualitas.
Penyulingan etanol dapat dilakukan dengan dua cara:
Penyulingan menggunakan teknik dan distilator tradisional. Dengan cara
ini kadar etanol yang dihasilkan hanya berkisar 20 hingga 30 persen.
Penyulingan menggunakan teknik dan distilator model kolom refluks.
Dengan cara distilator ini, kadar etanol yang dihasilkan mampu mencapai
60 hingga 90 persen melalui dua tahapan penyulingan.
e. Dehidrasi
Hasil penyulingan berupa etanol berkisar 95 persen belum dapat larut dalam
bahan bakar bensin. Untuk substitusi BBM diperlukan etanol berkadar 99,6
hingga 99,8 persen atau disebut etanol kering. Untuk pemurnian etanol 95

persen diperlukan proses dehidrasi (distilasi absorbent) menggunakan


beberapa cara antara lain:
Cara kimia dengan menggunakan batu gamping
Cara fisika ditempuh melalui proses penyerapan menggunakan zeolite
sintesis.
Hasil dehidrasi berupa etanol berkadar 99,6 hingga 99,8 persen, sehingga
dapat dikategorikan sebagai Full Grade Ethanol (FGE), barulah layak
digunakan sebagai bahan bakar motor sesuai standar Pertamina. Alat yang
digunakan pada proses pemurnian disebut dehydrator.
Ubi Kayu (Manihot utilissima Pohl.)
Uraian Tumbuhan
Famili euphorbiaceae adalah famili tumbuhan berbunga yang terdiri dari 300
genus dan meliputi 7.500 spesies tumbuhan dimana hampir semuanya merupakan
tumbuhan herba namun beberapa diantaranya, terutama yang berada di daerah
tropis adalah perdu dan pohon (Watson, L. dan M.J. Dallwitz. 1992).
Tumbuhan ubi kayu (Manihot utilissima Pohl.) merupakan tanaman pangan
berupa perdu dengan nama lain ketela pohon, singkong, atau cassava. Ubi kayu
berasal dari negara amerika latin, atau tepatnya dari Brazil. Penyebarannya hampir
ke seluruh dunia, antara lain Afrika, Madagaskar, India, serta China. Ketela
pohon/ubi kayu diperkirakan masuk ke Indonesia pada tahun 1852. Sistematika
tanaman ketela pohon/ubi kayu adalah sebagai berikut:
Kingdom
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta (tumbuhan biji)
Kelas
: Dicotyledoneae (biji berkeping dua)
Ordo
: Euphorbiales
Famili
: Euphorbiaceae
Genus
: Manihot
Spesies
: Manihot utilissima Pohl.
Ubi kayu sebagai bahan baku sumber energi alternatif memiliki kadar
karbohidrat sekitar 32-35% dan kadar pati sekitar 83,8% setelah diproses menjadi
tepung. Tanaman ubi kayu sebagai bahan baku bioetanol dapat tumbuh di lahan
yang kurang subur serta masa panennya tidak tergantung pada musim sehingga
panennya dapat berlangsung sepanjang tahun. Oleh karena itu, dikatakan bahwa
ubi kayu merupakan bahan baku yang potensial untuk pembuatan bioetanol
(Prihardana, R., dkk. 2008).
a. Mikroorganisme Fermentasi
Mikroorganisme yang umum dipergunakan dalam fermentasi adalah bakteri
dan fungi. Fungi adalah mikroorganisme yang tidak memiliki butir-butir hijau
daun (klorofil). Contoh fungi antara lain adalah ragi/yeast dan jamur/molds.
Bakteri, ragi dan jamur memerlukan sumber energi dan nutrien untuk tumbuh,
berkembang biak dan menghasilkan senyawa kimia. Bakteri dan ragi adalah
mahluk hidup uniseluler dan sangat kecil ukurannya sedangkan jamur adalah
mahluk hidup multiseluler (Suharto. 1995).

Jamur

Jamur adalah mikroorganisme multiselular. Jamur banyak dimanfaatkan


manusia dalam fermentasi ataupun dibudidayakan untuk dikonsumsi. Jamur yang
dipergunakan dalam bidang fermentasi adalah jamur berbentuk benang (hifa)
seperti yang dipergunakan dalam pembuatan tempe, kecap dan tapai. Jamur
budidaya yang diambil badan buahnya untuk dikonsumsi, dikenal sebagai
cendawan seperti jamur tiram, jamur merang, jamur kuping dan lain-lain (Hidayat
N., dkk. 2006).
Jamur berkembang biak lebih lambat dari pada bakteri dan ragi. Jamur dapat
berkembang biak menjadi dua kali lipat jumlahnya dalam waktu 4-8 jam melalui
pembentukan miselium. Miselium adalah kumpulan hifa ataupun benang.
Miselium mudah dipisahkan dari substrat dengan penyaringan (Suharto. 1995).
Jamur Aspergillus awamori Nakaz. adalah jamur dari famili trichocomaceae.
Trichocomaceae merupakan famili jamur dari ordo eurotiales yang bersifat
saprofit. Sistematika jamur Aspergillus awamori Nakaz. adalah sebagai berikut:
Kingdom
Filum
Kelas
Ordo
Famili
Genus
Spesies

: Fungi
: Ascomycota
: Eurotiomycetes
: Eurotiales
: Trichocomaceae
: Aspergillus
: Aspergillus awamori Nakaz.

Ragi
Ragi adalah kelompok jamur uniseluler berukuran lima hingga dua puluh
mikron yang umum dipergunakan untuk fermentasi roti dan minuman beralkohol,
lebih dari seribu spesies ragi telah teridentifikasi hingga saat ini dan yang paling
umum dipergunakan adalah Saccharomyces cerevisiae Hansen. Saccharomyces
cerevisiae Hansen. adalah mikroorganisme yang anaerob fakultatif. Ragi
memproduksi energi dalam kondisi ketiadaan oksigen dengan mengubah gula
menjadi etanol dan karbon dioksida. Etanol adalah produk yang diinginkan dalam
pembuatan minuman beralkohol namun dalam pembuatan roti, yang diinginkan
adalah peran karbon dioksida sehingga roti dapat mengembang sedangkan etanol
yang terbentuk dibiarkan menguap (European Bioinformatics Institute, 1996).
Sebuah sel ragi mampu memfermentasi glukosa dengan massa yang sama
dengan massa selnya sendiri dalam jangka waktu satu jam. Ragi dapat
bereproduksi secara aseksual dengan membentuk tunas ataupun secara seksual
dengan pembentukan ascospora. Selama proses reproduksi aseksual, sebuah tunas
baru tumbuh dari ragi dengan kondisi tertentu dan saat mencapai ukuran dewasa
ia akan melepaskan diri dari sel induknya. Reproduksi seksual ragi umumnya
berlangsung pada kondisi kekurangan nutrisi pertumbuhan dengan cara
pembentukan ascospora (European Bioinformatics Institute. 1996).
Saccharomyces
cerevisiae
Hansen.
adalah
ragi
dari
famili
saccharomycetaceae. Famili Saccharomycetaceae adalah famili ragi dari ordo
saccharomycetales
yang
bereproduksi
dengan
pembentukan
tunas.
Saccharomyces cerevisiae Hansen. telah lama dimanfaatkan dalam pembuatan roti
dan minuman beralkohol. Ragi Saccharomyces cerevisiae Hansen. diperoleh dari
hasil isolasi mikroorganisme pada kulit anggur. Saccharomyces cerevisiae

Hansen. dapat tumbuh secara aerob pada substrat glukosa, maltose, laktosa dan
selobiosa. Fruktosa dan galaktosa merupakan substrat terbaik untuk pertumbuhan
ragi ini. Sistematika ragi Saccharomyces cerevisiae Hansen. adalah sebagai
berikut:
Kingdom
: Fungi
Filum
: Ascomycota
Kelas
: Hemiascomycetes
Ordo
: Saccharomycetales
Famili
: Saccharomycetaceae
Genus
: Saccharomyces
Spesies
: Saccharomyces cerevisiae Hansen.
Ragi Saccharomyces cerevisiae Hansen., selain dipergunakan dalam
fermentasi juga dimanfaatkan sebagai suplemen nutrisi karena ragi tersebut
mengandung mineral seperti selenium dan chromium serta vitamin B complex
yang meliputi vitamin B1 (thiamine), B2 (riboflavin), B3 (niacin), B5 (asam
pantotenat), B6 (piridoxin), B7 (biotin) dan B9 (asam folat). Ragi Saccharomyces
cerevisiae Hansen. tidak mengandung vitamin B12 (cyanocobalamine). Sebagai
sumber vitamin B complex dan mineral, ragi Saccharomyces cerevisiae Hansen.
berfungsi untuk menunjang kerja sistem saraf dan otot-otot saluran pencernaan
serta memelihara kesehatan kulit, mata dan hati (UMMC, 2009).
Sumber ragi dapat berasal dari buah-buahan, bunga dan daun. Ragi adalah
mikroorganisme yang bersifat saprofit dan umumnya serangga adalah yang
berperan memindahkan ragi dari satu tanaman ke tanaman ke tanaman lain
(Suharto. 1995).
b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Jamur dan Ragi
Ada berbagai faktor yang mempengaruhi pertumbuhan jamur dan ragi yaitu :
1. Nutrisi
Dalam kegiatannya, ragi memerlukan penambahan nutrisi untuk pertumbuhan
dan perkembangbiakan, yaitu: Unsur C dari senyawa karbohidrat, Unsur N
dan P dari senyawa protein, Mineral, Vitamin.
2. Keasaman (pH)
Untuk fermentasi alcohol, ragi memerlukan media dengan suasana asam yaitu
antara 4,8 6,0. Pengaturan pH dapat dilakukan dengan penambahan asam
sulfat encer bila substrat fermentasinya bersifat alkalis dan penambahan
natrium bikarbonat jika substratnya terlalu asam.
3. Suhu
Suhu optimum untuk fermentasi pada umumnya adalah pada suhu 25 300C.
4. Oksigen
Fermentasi etanol berlangsung anaerobik, dalam kondisi tanpa oksigen
tersebut ragi akan menggunakan glukosa sebagai sumber energinya dan
membentuk etanol dan karbon dioksida sebagai metabolitnya (Hidayat N.,
dkk. 2006).
c. Bioetanol
Bioetanol adalah etanol yang dibuat dari biomass yang mengandung
komponen pati atau selulosa, seperti singkong dan tetes tebu. Dalam dunia
industri, etanol umumnya dipergunakan sebagai bahan baku industri turunan

alkohol, campuran untuk minuman keras (seperti sake atau gin), serta bahan baku
farmasi dan kosmetika. Berdasarkan kadar alkoholnya, etanol terbagi menjadi tiga
grade sebagai berikut:
1. Grade industri dengan kadar alkohol 90-94%
Netral dengan kadar alkohol 96-99,5%, umumnya digunakan untuk minuman
keras atau bahan baku obat dalam industri farmasi.
2. Grade bahan bakar dengan kadar alkohol diatas 99,5% (Prihardana, R., dkk.
2008).

IV.Prosedur Kerja
IV.1 Pembuatan Bioetanol
1. Mempersiapkan bahan baku (mengupas, membersihkan, dan menghaluskan
ubi kayu).
2. Menimbang ubi kayu yang telah halus sebanyak 1000 gr dan memasukkan ke
dalam gelas kimia.
3. Memisahkan antara pati/karbohidrat dari ampas ubi kayu dengan cara
menambahkan air secukupnya lalu menyaringnya dengan kain penyaring.
4. Mengendapkan pati selama 1 jam lalu memisahkan dari airnya.
5. Menambahkan 1600 ml air ke dalam pati tersebut.
6. Memanaskan campuran hingga suhu 90oC selama 30 menit, kemudian
mendinginkannya hingga mencapai suhu kamar (25-30oC).
7. Setelah cukup dingin, menambahkan ragi tape dan pupuk urea masing-masing
sebanyak 20 gr ke dalam campuran lalu mengaduknya.
8. Memasukkan ke dalam fermentor kemudian menutupnya.
9. Menghubungkan selang dari fermentor berisi campuran ke dalam Erlenmeyer
yang berisi larutan NaOH 0,1 N 1000 ml.
10. Melakukan fermentasi selama 7 hari.
IV.2 Proses Distilasi
1. Menyaring cairan dari bioetanol yang telah difermentasi selama 7 hari.
2. Mencatat volume filtrat.
3. Mendistilasi cairan tersebut dengan seperangkat alat distilasi.
4. Mengamati dan mencatat suhu tetesan distilat pertama.
5. Setelah selesai, mencatat volume distilat.

V. Data Pengamatan
Data awal
1. Berat ubi kayu
2. Berat pati
3. Berat ragi
4. Berat urea

= 1000 gr
= 134,66 gr
= 20 gr
= 20 gr

V.1 Pembuatan bioetanol


a. Proses pengambilan pati
Komponen
Ubi kayu
Air
Pati
Ampas ubi

Input
1000 gr
700 ml
-

Output
792 ml
134,16 gr
770,89 gr

Input
134,16 gr
900 ml
-

Output
1019,96 gr

Input
1019,96 gr
20 gr
20 gr

Output
-

b. Proses pembuatan gelatin


Komponen
Pati
Air
Gelatin
c. Proses pencampuran
Komponen
Gelatin
Urea
Ragi tape

d. Proses fermentasi
Larutan NaOH 0,1 N 1000 ml
Komponen
Campuran
CO2
Campuran akhir

Input
1059,96 gr
-

Output
231,64 gr
828,32 gr

Input
250 ml
-

Output
246 ml
4 ml

e. Proses distilasi
Komponen
Campuran
Bioetanol

Hasil akhir didapat etanol sebanyak 4 ml atau 2,94 gr.

Neraca massa
1. Proses penyaringan
Komponen
Ubi kayu
Air
Pati
Ampas ubi
Total

Input
(gr)
1000
1000

Output
(gr)
94,95
134,16
770,89
1000

Input
(gr)
134,16
885,8
1019,96

Output
(gr)
1019,96
1019,96

Input
(gr)
1019,96
20
20
1059,96

Output
(gr)
1059,96
1059,96

Input
(gr)
1059,96
1059,96

Output
(gr)
828,32
231,64
1059,96

Input
(gr)
183,75
183,75

Output
(gr)
180,81
2,94
183,75

2. Proses pembuatan gelatin


Komponen
Pati
Air
Gelatin
Total
3. Proses pencampuran
Komponen
Gelatin
Ragi
Urea
Campuran
Total
4. Proses fermentasi
Komponen
Campuran
CO2
Total
5. Proses destilasi
Komponen
Campuran
Etanol
Total

VI.

Perhitungan
VI.1
Kandungan pati dalam ubi kayu
Berat ubi kayu
= 1000 gr
Berat pati
= 134,16 gr
Berat pati
pati=
x 10 0
Berat ubi kayu

134,16 gr
x 10 0
1000 gr

13,416

VI.2

Pembuatan larutan
gr=N x BE x Volume
0,1

ek
gr
x 40 x 1 liter
l
ek

4 gr

VI.3
Densitas etanol
Diketahui :
Berat Erlenmeyer + bioetanol
Berat Erlenmeyer kosong
Berat bioetanol
Volume bioetanol
=

= 127,61 gr
= 124,67 gr
= 2,94 gr
= 4 ml

m
v

massa bioetanol
volume bioetanol

2,94 gr
4 ml

0,735

gr
ml

bioetanol secara teoritis adalah 0,785 gr/ml

kesalahan=

0,785

gr
gr
0,735
ml
ml
x 100
gr
0,785
ml

6,844

VII.

Analisa Percobaan
Pada percobaan kali ini, dilakukan pembuatan bioetanol dari bahan baku ubi
kayu. Ubi kayu merupakan salah satu bahan pangan yang mengandung sari pati
atau tepung atau glukosa dengan persentase sekitar 16%. Bahan baku singkong
dihaluskan untuk mengambil sari pati atau tepung (unsur karbohidrat). Dari
Persiapan bahan baku 1000 gr ubi kayu diperoleh karbohidrat sebesar 13,416%.
Bioetanol merupakan salah satu bahan bakar alternative dengan rumus C2H5OH
yang memiliki nilai oktan 114 (Full Grade Ethanol). Ampas ubi hasil pemerasan
tidak bisa terurai karena mengandung unsur lignin yang sulit terurai hanya dengan
proses pemerasan namun susunan yang kompleks pada lignin bisa terurai dengan
perlakuan panas. Namun, pemanasan yang tinggi untuk memecah lignin dapat
merusak struktur kimia karbohidrat (glukosa).
Tepung atau karbohidrat yang diperoleh dari dibuat gelatin dengan melalui
proses liquifaksi dan sakarifikasi. Pada proses liquifaksi, sari pati dilakukan
dengan penambahan air yang kemudian campuran dipanaskan hingga 90oC selama
30 menit yang akan mengaktifkan enzim alfa amylase, selama proses pemanasan
pati sudah mulai terpecah strukturnya secara kimia akibat kehilangan air dan
aktifnya enzim tersebut. Namun dalam proses ini, bakteri Saccharomyces lah yang
berperan penting dalam membentuk gula tanpa bantuan oksigen (anaerob). Proses
sakarifikasi dimulai setelah pemanasan selesai yaitu pada saat pendinginan,
hingga disebut gelatin, pH yang tidak terlalu asam dan tidak terlalu basa. Proses
fermentasi merupakan proses penguraian pati menjadi glukosa kemudian menjadi
bioetanol yang dibantu dengan bakteri Saccharomyces yang memutus rantai
kompleks karbohidrat pati menjadi glukosa dan kemudian memutus rangkaian
glukosa menjadi etanol dengan melepaskan gas CO2. Proses penambahan ragi
harus dilakukan setelah pendinginan gelatin mencapai suhu ruang (27-30oC)
dikarenakan bakteri atau ragi hanya mampu hidup dan aktif selama suhu tersebut
dijaga.
Selain bahan tambahan bakteri, proses fermentasi ini perlu ditambahkan
pupuk urea sebagai sumber nitrogen bagi ragi hidup karena fermentasi dilakukan
secara anaerob atau tanpa udara terbuka sehingga oksigen dan nitrogen dari udara

tidak bisa masuk ke dalam fermentor. Selama proses fermentasi, aktivitas ragi atau
Saccharomyces akan mengakibatkan situasi asam sehingga penurunan nilai pH ke
tingkat asam., akibat dari terjadinya suasana asam tersebut maka ditambahkan
NaOH yang berfungsi sebagai pengatur pH. Hal ini dikarenakan larutan NaOH
bersifat basa yang dapat menetralkan pH campuran karena keadaan asam akan
merusak hasil fermentasi.
Pada proses distilasi, 250 ml dari hasil fermentasi dilakukan distilasi untuk
memisah antara etanol dan hasil fermentasi. Distilat atau etanol yang diperoleh
sebanyak 4 ml atau 2,94 gr.

VIII. Pertanyaan
IX.
Kesimpulan
Dari praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa:
1. Bioetanol merupakan senyawa hidrokarbon yang dapat dijadikan bahan
alternatif pengganti BBM atau campuran BBM.
2. Bioetanol diperoleh dari bahan yang mengandung pati atau karbohidrat yang
diurai oleh ragi.
3. Penambahan ragi berfungsi sebagai bakteri pengurai glukosa.
4. Pupuk urea digunakan sebagai suplai nitrogen.
5. Larutan NaOH digunakan untuk mengatur pH di dalam fermentor agar tidak
terlalu asam.
6. Dari 250 ml hasil fermentasi didapat bioethanol sebanyak 4 ml.
Daftar Pustaka
Tim Penyusun. 2016. Penuntun Praktikum Teknologi Biomassa. Palembang:
Jurusan Teknik Energi Politeknik Negeri Sriwijaya.

Anda mungkin juga menyukai