Anda di halaman 1dari 17

TUGAS MAKALAH PASCA PANEN

Komoditas markisa dalam substansi pasca panen

Disusun oleh :
Sellia Virgia Rahmawati
H0713167

AGROTEKNOLOGI
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2016
Nama Latin Nama Famili

Kingdom: Plantae (Tumbuhan)


Subkingdom: Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi: Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas: Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas: Dilleniidae
Ordo: Violales
Famili: Passifloraceae
Genus: Passiflora
Spesies: Passiflora edulis Sims
Nama umum
Indonesia:
Inggris:
Melayu:
Vietnam:
Thailand:
Pilipina:

Markisah, buah negeri, pasi


Passion fruit
Buah Susu, Buah Selasih, Markisa
Dao Tien, Qua Lac Tien
Lin Mangkon, Katoklok Farang, Sa
Pasionaria, Maraflora
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Markisa (Passion fruit) merupakan salah satu komoditi sumber
vitamindan mineral. Menurut data Balai Pengkajian Teknologi Pertanian ( BP
TP )Sukarami Sumatera Barat, luas area yang ditanami markisa tahun 2009di
perkirakan sudah melebihi 4.000 hektar. Padahal pada tahun 1995, luas
lahantanaman ini hanya sekitar 3.383 hektar. Sehingga menyebabkan buah
markisamenjadi komoditi unggulan Sumatera Barat yang sebagian besar dari

produksinyadikirim dan dipasarkan ke beberapa daerah di luar Sumatera


Barat, terutama untuk daerah tujuan Jakarta, Bandung, dan Batam.
Peluang usaha markisa masih terbuka cukup lebar karena adanya
perluasan areal penanaman di dataran rendah dan peluang pemasaran ke luar
negeri. Akan tetapi, salah satu faktor yang menjadi kendala dalam
pengembangan markisa adalah teknologi budidaya dan pascapanen yang
belum tepat sehingga produksi dan kualitas buah yang dihasilkan rendah dan
belum sesuai dengan yang diharapkan. Program pengabdian pada masyarakat
ini bertujuan: (1) meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petani dalam
budidaya dan pascapanen markisa, (2) melatih kelompok tani dalam
menyediakan bibit markisa melalui seleksi biji dan perbanyakan tanaman, (3)
melatih kelompok tani dalam pascapanen buah markisa segar dan olahan, dan
(4) publikasi hasil kegiatan agar dapat dimanfaatkan sebagai literatur dalam
budidaya dan pascapanen markisa. Metode yang digunakan pada kegiatan ini
adalah workshop dan pembelajaran partisipatif berupa penyuluhan,
pendampingan, pembuatan demplot, praktek, dan kunjungan ke industri.
Mitra kegiatan ini adalah kelompok tani Kampung Berua dan kelompok tani
Mataere di Kecamatan Kelara Kabupaten Jeneponto Sulawesi Selatan.
Kegiatan yang telah dilakukan, yaitu: penyuluhan mengenai budidaya dan
pascapanen markisa, pelatihan (praktek dan pendampingan) seleksi buah/biji,
perbanyakan tanaman, dan pemangkasan, pembuatan demplot, praktek
pengolahan buah markisa, dan kunjungan ke industri. Dalam pelaksanaan
kegiatan tersebut, kedua kelompok tani telah berpartisipasi secara aktif
sehingga diharapkan pengetahuan dan keterampilan kelompok petani
meningkat dan pada akhirnya akan berdampak pada peningkatan produksi
tanaman markisa.
B. Tujuan
Mahasiswa dapat mengetahui bagaimana cara penanganan panen dan
pasca panen dari markisa yang merupakan komoditas yang berprospek.
C. Rumusan Masalah
1. Bagaimana tingkat respirasi dari markisa?
2. Bagaimana tingkat transpirasi dari markisa?
3. Apa penyebab kerusakan dan penurunan mutu dalam markisa?

4. Bagaimana penanganan pasca panen markisa?


II. ISI DAN PEMBAHASAN
A. Kriteria Panen markisa
1. Kriterian panen, umur panen
Kriteria markisa yang sudah dapat dipanen yaitu berwarna kuning
kemerah-merahan, beraroma harum, dan tampak segar. Markisa yang
sudah dapat dipanen pada saat berumur satu tahun. Markisa berbunga
pada umur 6-9 bulan setelah tanam. Di dataran rendah buah markisa akan
matang pada umur 50 hari setelah terbentuknya bunga, sedangkan di
dataran tinggi buah markisa akan matang 60-90 hari setelah terbentunya
bunga.
2. Waktu panen
Panen raya markisa biasaya dilakukan pada bulan Oktober-Januari dan
panen selanjutnya dilakukan pada bulan Februari-April dan JuniAgustus. Karena pada umumnya, panen buah markisa dapat dilakukan
tiga kali dalam setahun.
3. Cara panen
Panen markisa dilakukan dengan cara memotong pangkal tangkai buah
dengan menggunakan pisau atau gunting pangkas yang tajam. Buah hasil
panen ditampung dalam wadah.
B. Faktor yang mempengaruhi pasc panen
Menurut Zulkarnaen (2009), berdasarkan laju respirasinya buah
dibedakan menjadi dua yaitu buah klimaterik (laju respirasi meningkat
dengan tajam selama periode pematangan dan pada awal senesen) dan
nonklimaterik (tidak ada perubahan laju respirasi pada akhir pematangan
buah), sedangkan buah klimaterik menghasilkan lebih banyak etilen pada saat
matang dan mempercepat serta lebih seragam tingkat kematangannya pada
saat pemberian etilen. Buah-buahan klimakterik yang sudah mature, selepas
dipanen, secara normal memperlihatkan suatu laju penurunan pernafasan
sampai tingkat minimal, yang diikuti oleh hentakan laju pernafasan yang
cepat sampai ke tingkat maksimal, yang disebut puncak pernafasan
klimakterik.

Menurut Pantastico (1993), untuk membedakan buah klimaterik dari


buah non-klimaterik adalah responnya terhadap pemberian etilen yang
merupakan gas hidrokarbon yang secara alami dikeluarkan oleh buah-buahan
dan mempunyai pengaruh dalam peningkatan respirasi. Buah nonklimaterik
akan bereaksi terhadap pemberian etilen pada tingkat manapun baik pada
tingkat pra-panen maupun pasca panen. Sedangkan buah klimakterik hanya
akan mengadakan reaksi respirasi bila etilen diberikan dalam tingkat pra
klimakterik dan tidak peka lagi terhadap etilen setelah kenaikan respirasi
dimulai.
Salah satu dari contoh buah klimaterik adalah markisa. Tanaman
markisa yang berasal dari buah mulai berbuah setelah berumur 9-10 bulan,
sedangkan yang berasal dari stek, mulai berubah dari awal, yaitu sekitar 7
bulan.Warna buah yang pada mulanya berwarna hijau muda akan berubah
menjadi ungu tua atau kuning ketika masak. Perlakuan pasca panen buah
markisa yang akan dijual sebagai buah segar atau sari buah berbeda. Untuk
itu jika buah tersebut akan dijual sebagai buah segar, sebaiknya buah dipanen
pada saat persentase warna ungu mencapai 50-70% dan disisakan tangkainya
3 cm. Buah markisa digolongkan ke dalam buah klimaterik karena pola
respirasi markisa meningkat seiiring dengan perubahan akibat pematangan
seperti pelunakan daging buah atau perubahan pigmen warna dan gas volatile
tertentu. Respirasi dan produksi etilen akan menurun saat buah mencapai
tingkat kematangan penuh dan mulai mengalami pembusukan.

Produksi etilen, etilen merupakan hormon tanaman berbentuk gas


yang mempengaruhi proses fisiologis tanaman, dihasilkan secara alami dari
metabolisme tanaman, serta oleh jaringan dalam tanaman dan

mikroorganisme. Untuk mencegah pematangan yang begitu cepat maka


hindari penyimpanan dengan produk yang mempunyai produksi etilen tinggi.
Produksi etilen dan Sensitivitas markisa menghasilkan tingkat yang
sangat tinggi dari etilena , 160 untuk 400 uL kg - 1 h- 1 pada 20 C ( 68 F )
di puncak klimakterik mereka ( Shiomi et al . 1996) . Paparan 100 uL L - 1
etilena selama 24 jam mempercepat pematangan (Arjona dan Matta 1991,
Akamine et al . 1957) . Methylcyclopropene ( 1 - MCP) , bila diterapkan buah
hijau dan hijau kekuningan , penundaan pematangan , menurun respirasi , dan
mempertahankan kualitas buah, tidak ada respon yang signifikan terjadi
ketika 1 - MCP diterapkan untuk buah dengan warna > 50 % ( Schotsmans et
al . 2008).
Perubahan komposisi kimia terjadi pada saat perkembangan dan masa
kematangan, dimana perubahan komposisi ini masih terus berlangsung
setelah panen. Perubahan komposisi yang terjadi antara lain pada klorofil,
karotenoid, antosianin, karbohidrat, lemak, protein dan asam amino, dimana
perubahan ini dapat mempengaruhi mutu hasil pertanian.
Menurut Pruthi (1963), beberapa buah-buahan klimaterik seperti
apricot, peach, mangga dan markisa menunjukkan kandungan sukrosa yang
tinggi pada saat matang tetapi tidak seperti aprikot dan peach yang
kandungan sukrosanya mengalami peningkatan selama proses pematangan,
pada markisa justru terjadi sedikit penurunan.
Transpirasi, kehilangan air merupakan penyebab utama dari kerusakan
hasil pertanian yang akan menyebabkan penurunan kesegaran hasil pertanian.
Kehilangan air dapat menyebabkan penyusutan secara kualitas dan kuantitas
hasil pertanian (kekerutan, pelunakan, hilangnya kerenyahan dan susut
bobot).
Adapun faktor eksternal yang berpengaruh diantaranya :
1. Suhu
Suhu merupakan faktor eksternal yang sangat mempengaruhi laju
penurunan mutu hasil pertanian sebab berpengaruh terhadap reaksi
biologi. Pengontrolan suhu dalam rangka pengendalian laju respirasi dari

produk sangat penting sehubungan dengan usaha memperpanjang umur


simpan dari komoditas yang disimpan.
2. Kelembaban
Laju kehilangan air dari hasil pertanian sangat tergantung dari defisit
tekanan uap yang dihasilkan antara komoditi dan udara sekeliling yang
dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban.
3. Komposisi Atmosfir
Secara umum, efek komposisi atmosfir tergantung dari jenis komoditi,
kultivar, umur fisiologis, tingkatan O2 dan CO2, suhu dan lamanya
penyimpanan.

Gambar Pola produksi etilen buah klimaterik dan nonklimaterik


C. Penanganan pasca panen markisa
1. Tahapan Penanganan Pasca Panen hasil pertanian
Untuk menentukan saat panen yang tepat diperlukan petunjuk untuk
mengetahui waktu pemanenan komoditi hasil pertanian. Penentuan waktu
panen hasil pertanian yang siap di panen dapat dilakukan dengan
berbagai cara, yaitu :
Visual, Fisik, Analisis Kimia, Perhitungan jumlah hari setelah bunga
mekar dalam hubungannya dengan tanggal berbunga dan unit panas,
Metoda Fisiologis
2. Pengumpulan
Lokasi pengumpulan atau penampungan harus didekatkan dengan tempat
pemanenan agar tidak terjadi penyusutan atau penurunan kualitas akibat
pengangkutan dari dan ke tempat penampungan yang teralu lama dan
jauh. Penanganan dan spesifikasi wadah yang digunakan harus
disesuaikan dengan sifat dan karakteristik komoditi yang ditangani.
3. Sortasi
Hasil pertanian setelah dipanen perlu dilakukan sortasi dan pembersihan,
dengan cara memisahkan hasil pertanian yang berkualitas kurang baik

(cacat, luka, busuk dan bentuknya tidak normal) dari hasil pertanian yang
berkualitas baik. Pada proses sortasi ini dapat sekaligus dilakukan proses
pembersihan (membuang bagian bagian yang tidak diperlukan). Sortasi
markisa dari yang berpenyakit dan sehat dipisahkan.
4. Pembersihan / Pencucian
Untuk menghindari kerusakan yang tinggi pada hasil pertanian,
sebaiknya segera dilakukan pencucian agar hasil pertanian terbebas dari
kotoran, hama dan penyakit. Pencucian menggunakan air bersih yang
mengalir untuk menghindari kontaminasi. Pencucian dengan air juga
berfungsi sebagai pre-cooling untuk mengatasi kelebihan panas yang
dikeluarkan produk saat proses pemanenan. Pencucian hasil pertanian
dapat menggunakan alat seperti sikat yang lunak. Hasil pertanian yang
telah dicuci selanjutnya ditiriskan agar terbebas dari sisa air yang
mungkin masih melekat dan ditempatkan pada tempat tertentu. Untuk
mempercepat penirisan dibantu dengan kipas angin.
5. Grading
Setelah sortasi dan pembersihan selesai, selanjutnya dilakukan
penggolongan atau pengkelasan (grading). Hal ini dimaksudkan untuk
mendapatkan hasil pertanian yang bermutu baik dan seragam dalam satu
golongan atau kelas yang sama sesuai standar mutu yang telah ditetapkan
atau atas permintaan konsumen. Grading dapat dilakukan di tempat
panen atau tempat pengumpulan. Pekerjaan akan mudah, bila
penggolongan di tempat pengumpulan, sebaiknya menggunakan meja
yang bertepi. Pada tempat tersebut dilengkapi pula dengan peralatan
lainnya, misal timbangan, alat pencuci, alat penirisan atau pengeringan.
Selama grading harus diusahakan terhindar dari kontak sinar matahari
langsung karena akan menurunkan bobot atau terjadi pelayuan dan
meningkatkan aktivitas metabolisme yang dapat mempercepat proses
pematangan atau respirasi.
D. Penurunan mutu markisa

Gangguan fisiologis, mengerut, fermentasi pulp, dan serangan jamur


adalah masalah pascapanen utama (Pruthi 1963). Mengerut karena
kelembaban kerugian dan tidak awalnya secara signifikan mempengaruhi
kualitas bubur. sengatan serangga menyebabkan bulat kecil, cekung cekungan
di kulit. Patologi pascapanen, ini biasanya masalah kecil meskipun buah ini
rentan terhadap sejumlah penyakit asal preharvest, yang paling umum adalah
bercak coklat (Alternaria passiflorae), yang gejalanya meliputi melingkar,
cekung, coklat muda bintik-bintik pada pematangan buah (Inch 1978).
Penyakit ini paling parah berikut hangat, periode basah di lapangan.
Respirasi Tarif untuk Passion Fruit
Suhu

mg CO2 / kg-1 h-1

5 C

29-58

10 C

39-78

20 C

87-194

25 C

175-349
Spot (Septoria passiflorae) menginfeksi buah di lapangan dan

menyebabkan pematangan tidak merata pada kulit buah. Phytophthora busuk


(Phytophthora spp.) menyebabkan hijau gelap direndam air patch yang
mengering pada kulit. sanitasi kebun, pengurangan di RH tinggi dengan
pemangkasan untuk membuka kanopi, dan aplikasi fungisida dapat
meminimalkan penyakit ini.
E. Pengemasan markisa
Pengemasan berfungsi untuk melindungi / mencegah komoditi dari
kerusakan mekanis, menciptakan daya tarik bagi konsumen dan memberikan
nilai tambah produk serta memperpanjang daya simpan produk, sehingga
dalam pengemasan harus dilakukan dengan hati - hati agar tehindar dari suhu
dan kelembaban yang ekstrim (terlalu tinggi / terlalu rendah), goncangan,
getran, gesekan dan tekanan yang tinggi terhadap kemasan hasil pertanian
tersebut.
Pertimbangan yang perlu diperhatikan dalam pengemasan adalah :

1. Kemasan harus memberi perlindungan terhadap sifat mudah rusak dari


hasil pertanian yang menyangkut ukuran, bentuk kontruksi dan bahan
yang dipakai.
2. Kemasan harus cocok dengan kondisi pengankutan dan harus dapat
diterima oleh konsumen.
3. Harga dan tipe / bentuk kemasan harus sesuai dengan nilai hasil pertanian
yang dikemas. Di Indonesia pengemasan hasil pertanian pada umumnya
menggunakan keranjang, karung, dus karton dan plastik.
4. Tiga kategori yang biasa dipergunakan dalam penentuan kemasan adalah:
a. Kemasan konsumen yaitu kemasan yang digunakan membungkus
yang diterima langsung konsumen. Bahan kemasan yang biasa
digunakan kertas / kantong plastikpolyetilen (PE). Selain itu, juga
dapat digunakan plastik film PVC atau PE dalam sistem Modified
Atmosphere Packaging (MAP). Secara tradisional di Indonesia juga
biasa digunakan berbagai dedaunan segar atau kering untuk kemasan
konsumen ini.
b. Kemasan transportasi yaitu kemasan yang digunakan untuk
menyatukan beberapa kemasan konsumen yang digunakan untuk
melindungi dan memudahkan dalam penanganan (handling).
Biasanya kemasan ini dipergunakan oleh pedagang retail berbentuk
kotak - kotak tertutup dari kayu, corrugated atau solid fibreboard dan
kantong plastik / kertas dengan berbagai susunan dan bentuk.
c. Kemasan pengisi (kemasan tersier), merupakan bagian dari kemasan
yang berfungsi untuk mencegah terjadinya benturan antar sayur
selama penanganan dan untuk menghindari guncangan selama
transportasi dan distribusi. Jenis bahan yang biasa digunakan sebagai
bahan pengisi, misalnya : potongan dedaunan kering, jerami, kertas
serta bahan khusus lainnya (stereofoam) dibuat dengan bentuk dan
ukuran disesuaikan dengan produk.
Beberapa contoh pengemasan hasil pertanian yang umum digunakan
adalah :
1. Keranjang : terbuat dari bambu, daun kelapa dan daun pandan. Biasanya
berbentuk persegi dan bulat. Kelemahannya adalah kurang kuat sehingga

tidak mampu melindungi dari tekanan. Namun, pengemas ini masih


dipertahankan mengingat harganya lebih murah. Untuk mengatasi
kelemahan adalah dengan memberi unsur bahan penguat pada sisinya.
Untuk meminimalkan kerusakan, saat ini telah banyak digunakan
keranjang plastik yang mempunyai kekuatan lebih besar, permukaan
yang halus dan mudah dibersihkan sehingga dapat dipaki ulang.
2. Karung : dalam bentuk karung goni, karung kertas, karung kain, karung
plastik dan rajut. Umumnya penggunaan karung untuk mengepak hasil
pertanian pada pengangkutan jarak dekat. Pengemasan dengan karung
sebaiknya dilakukan untuk hasil pertanian yang bertekstur keras yang
tidak memerlukan penyusunan hasil pertanian.
3. Peti karton : untuk pengangkutan, sebaiknya digunakan peti karton tebal.
Pada pemasaran loka, kurang cocok digunakan karena harganya relatif
mahal, selain itu kekuatannya tidak sebaik peti kayu tetapi lebih kuat dari
karung goni. Peti karton mempunyai bobot yang ringan sehingga akan
mempermudah pembongkaran dan dinding petinya halus. Ukuran peti
karton yang standar untuk masing - masing hasil pertanian belum ada.
4. Plastik : digunakan untuk pengemasan dengan volume kecil untuk
pasar supermarket. Penggunaan plastik dengan pengaturan komposisi
udara bertujuan untuk mempertahankan umur simpan hasil pertanian agar
tetap segar sampai di konsumen.

Gambar 2 Markisa dengan box sterofoam

Gambar 3 Markisa dalam kardus


Contoh Packaging dari World Market

Gambar 4 Markisa dengan skat dan kotak kardus (World Market)


Keterangan Product :
Passion fruit are to be packed in new, clean single layer trays.
Fruit to be graded by size and packed into plastic pocket pack inserts (Plix) using
the following plix count sizes - 23, 28, 30 33, 35, 39 and 42's.
Each fruit to be individually labelled with a PLU sticker and preferable that the
contents of each tray is wrapped in a plastic tray liner to prevent moisture loss
thereby reducing dehydration of the fruit.
Packaging
5kg's per carton (Loose packed)
Tag 3 grade - 5kg clear plastic bags or 5kg cartons (marked Tag 3)
Colour / Shape
Dark purple skin, Round - no misshapen fruit
Size

Small - Plix count sizes 39 and 42's


Medium - Plix count sizes 33 and 35's
Large - Plix count sizes 23, 28 and 30's
Minimum/Maximum : diameter - 45mm - 55mm Length : 50mm - 70mm
Appearance
All fruit should be of uniform shape, colour and maturity.
Defects/Damage
Minor defects including scuffs & rubs - less than 2%.
Russet - less than 2%.
No major defects - includes wounds, cuts, splits, cracking or punctures.
No insect or hail damage. No rots.
Maturity
Wrinkling of passionfruit is due to moisture loss and is used as a basis of age of
the fruit.
Tag 3 weight less than 35% of fresh fruit weight.

Gambar 5 Packaging di supermarket


F. Penyimpanan dan Pendinginan
Penyimpanan dilakukan untuk mempertahankan daya simpan
komoditi dan melindungi produk dari kerusakan serta terkait erat dengan
kebijakan distribusi dan pemasaran seperti pengankutan, pengeringan,
penjualan dan pengolahan. Ruang penyimpanan umumnya tidak mampu
untuk mendinginkan hasil pertanian secara cepat, sehingga perlu dilakukan
prapendinginan. Tujuan prapendinginan untuk menghilangkan dengan cepat
panas dari lapang sebelum penyimpanan atau pengangkutan, terutama penting
bagi hasil pertanian yang mudah rusak.

Pre-cooling dapat dilakukan berbagai cara yaitu :


1. Pendinginan dengan udara (dingin) yang mengalir (air cooling)
2. Pendinginan dengan air (hydro cooling) yaitu dengan merendam dalam
air dingin mengalir atau dengan pencucian dengan air dingin
3. Pendinginan dengan cara kontak dengan es (ice cooling), yaitu dengan
menaburkan hancuran es ke dalam tumpukan hasil pertanian atau dengan
menaruh es di atas tumpukan peti kemas
4. Pendinginan dengan vacum (vacuum cooling), dilakukan dengan cara
bahan didinginkan dan dimasukan dalam ruang tertutup kemudian
tekanan diturunkan sehingga akan terjadi penguapan air dari bahan.
5. Setelah prapendinginan kemudian hasil pertanian disimpan pada ruang
penyimpanan. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam ruang
penyimpanan: sirkulasi udara dalam ruang penyimpanan harus baik,
sehingga suhu ruang penyimpanan merata.
6. Sanitasi dalam ruang penyimpanan perlu dilakukan sehingga terhindar
dari kapang, cendawan dan lainnya
7. Purifikasi udara dianjurkan jika ruangan berbau tidak enak
8. Penyimpanan dengan memodifikasi komposisi udara untuk mengurangi
kerusakan hasil pertanian dan memperpanjang umur simpan hasil
pertanian, mengatasi gangguan fisiologis, menghambat respirasi dan
menghambat kehilangan air pada hasil pertanian
Beberapa cara penyimpanan dengan memodifikasi komposisi udara,
yaitu :
1. Controlled Atmosphere Storage (CAS) : penyimpanan dengan
pengendalian atmosfer yang disekeliling produk diatur konsentrasinya
(CO2 dinaikkan dan O2 diturunkan disertai pengendalian udara di
sekeliling produk secara kontinyu dengan peralatan khusus).
2. Modified Atmosphere Storage (MAS) : penyimpanan dimana tingkat
konsentrasi gas O2 lebih rendah dan tingkat konsentrasi gas CO2 lebih
tinggi dibandingkan udara normal yang dilakukan dengan pengaturan
pengemasan yang akan menghasilkan kondisi tertentu melalui interaksi
penyerapan dan pernafasan produk yang disimpan.
Pertimbangan CAS dan MAS pada markisa telah diuji pada
kuning markisa , dengan perawatan fungisida diterapkan sebelum

penyimpanan yang diinginkan . Buah diadakan di 6-10 C (43-50 F)


selama 3 sampai 4 minggu memiliki kurang mengerut (Campbell dan
Ksatria 1983) . Film - mengantongi dan berbagai lapisan mengurangi air
hilangnya warna kuning dan ungu markisa (Mohammed 1993 , Arjona et
al . 1992). Menanggapi Film mengantongi mungkin dikaitkan dengan
kontrol dari kehilangan air bukan MA efek. Sebuah lapisan carnaubaatau parafin berbasis atau lilin kadang-kadang diterapkan sebelum
packing buah ungu untuk meningkatkan buah gloss , mengurangi
kehilangan air dan memperluas hidup pascapanen, lilin diterapkan
dengan penyemprotan , dengan kuas atau menggosok.

G. Transportasi
Pengangkutan hasil pertanian menuntut penanganan yang cepat dan
dapat dilakukan dengan tiga cara : pengangkutan melalui jalan darat (dipikul,
sepeda, pedati, kendaraan bermotor, kereta api), pengangkutan melalui laut

(perahu dan kapal laut) dan pengangkutan melalui udara (pesawat udara).
Hasil pertanian akan tetap dalam kondisi prima, segar dan baik dikonsumsi
oleh masyarakat bila penanganan pasca panen dilaksanakan secara baik,
benar dan tepat tanpa harus melupakan peranan proses sebelum panen yang
juga sangat mempengaruhi mutu produk yang dihasilkan.
III.

PENUTUP

A. Kesimpulan
Kesimpulan dari makalah pasca panen ini yaitu :
1. Kriteria panen markisa Kriteria markisa yang sudah dapat dipanen yaitu
berwarna kuning kemerah-merahan, beraroma harum, dan tampak segar.
Markisa yang sudah dapat dipanen pada saat berumur satu tahun
2. Buah markisa digolongkan ke dalam buah klimaterik karena pola
respirasi markisa meningkat seiiring dengan perubahan akibat
pematangan seperti pelunakan daging buah atau perubahan pigmen
warna dan gas volatile tertentu.
3. Pengemasan berfungsi untuk melindungi / mencegah komoditi dari
kerusakan mekanis, menciptakan daya tarik bagi konsumen dan
memberikan nilai tambah produk serta memperpanjang daya simpan
produk.
4. Penyimpanan dilakukan untuk mempertahankan daya simpan komoditi
dan melindungi produk dari kerusakan serta terkait erat dengan kebijakan
distribusi dan pemasaran seperti pengankutan, pengeringan, penjualan
dan pengolahan.
B. Saran
Diharapkan dalam melakukan kegiatan pasca panen dapat menjamin
konsistensi dalam menekan kehilangan hasil produk pada setiap rantai
penanganan pasca panen dan meningkatkan mutu produk, sehingga dapat
meningkatkan nilai ekonomis dan daya saing produk.
DAFTAR PUSTAKA
Pantastico, E. R. B., 1993. Fisiologi pasca panen, penanganan dan pemanfaatan
buah-buahan dan sayuran tropika dan subtropika. Terjemahan
Komeriyani. UGM Press, Yogyakarta.

Pruthi JS. 1963. Physiology, chemistry and technology of passion fruit. Adv. Food
Res. 12: 203-282.
Zulkarnain. 2009. Kultur jaringan tanaman; solusi perbanyakan tanaman budi
daya. Jakarta: Bumi Aksara.
Paull and Chen. 2014. Passion fruit: postharvest quality-maintenance guidelines
published by College of Tropical Agriculture and Human Resources
(CTAHR), Hawai.
Shiomi, S., L.S. Wamocho, and S.G. Agong. 1996. Ripening characteristics of
purple passion fruit on and off the vine. Postharv. Biol. Technol. 7:161170.
Hasri. 2014. Karakterisasi sifat fisikokimia buah markisa pink (Passioflora
edulis) berdasarkan topografi. Skripsi Universitas Hasanudin, Makasar
Silalahi, Hutabarat, Marpaung et al. 2007. Pengaruh sistem lanjaran dan tingkat
kematangan buah terhadap mutu markisa asam. J Hort 17(1): 43-51.
Pustaka online :

http://www.passionfruit.org.nz/Facts-Info/Passionfruit-GradeStandards/Packing-and-Packaging-Standards
http://www.farmafrica.org/us/kenya/passion-fruit-production-andmarketing

Anda mungkin juga menyukai