Anda di halaman 1dari 9

PROSEDUR

1. Alkaoid
a. Simplisia dibasakan dengan ammonia encer, digerus mortar ditambah
b.
c.
d.
e.
f.

kloroform
Saring lalu filtrate dikocok dengan penambahan HCl 2 N
Lapisan dipisahkan menjadi 3 bagian
Bagian pertama digunakan blanko
Bagian kedua ditambahkan Meyer terjadi endapan putih
Bagian ketiga ditambahkan Dragendorf terjadi endapan jingga

2. Flavonoid
a. Simplisia digerus dalam mortar dipanaskan diatas penangas air lalu disaring
b. Filtrat dimasukan dalam tabung reaksi lalu ditambah serbuk Zn Alkohol Asam
klorida (1:1)
c. Campur dikocok kuat kuat adanya flavonoid filtrate berwarna merah yang
dapat ditarik oleh amilalkohol
3. Tanin dan Polifenol
a. Simplisia digerus mortar lalu panaskan dengan air lalu saring dan filtrate
dibagi menjadi 2 bagian
b. Bagian pertama ditetesi FeCl3 terbentuk biru hitam menandakan adanya
Tanin/Polifenol
c. Bagian kedua ditambahkan gelatin 1% endapan putih menandakan adanya
tannin
4. Saponin
a. Simplisia ditangas dalam air lalu masukan pada tabung reaksi dicampur lalu
dipanaskan
b. Filtrat dikocok kuat kuat selama 30 detik pembentukan busa 1 cm
c. Tambahkan HCl 1 tetes apabila busa hilang menunjukan adanya saponin
5. Monoterpenoid/Seskuiterpenoid
a. Simplisia disari eter lalu diuapkan hingga kering tambahkan vanillin sulfat
b. Terbentuk warna-warna menandakan adanya senyawa monoterpenoid dan
seskuiterpenoid
6. Steroid/Triterpenoid
a. Simplisia disari eter lalu diuapkan hingga kering tambahkan Liberman

Buchard
b. Terbentuk warna hijau menandakan adanya senyawa triterpenoid dan warna
biru menunjukan adanya steroid
7. Kuinon
a. Simplisia digerus dalam mortar kemudian saring
b. Filtrat ditetesi NaOH terbentuk warna kuningg hingga merah menandakan
adanya kuinon
DATA DAN HASIL PENGAMATAN
A. Uji Makroskopik Kayu Secang
a. Warna

: Merah jingga

b. Bau

: Tidak berbau

c. Wujud

: Seratan Kayu

d. Rasa

: Kelat

B. Skrining Fitokimia
No.
1.

Golongan Senyawa
Alkaloid

2.

Flavonoid

3.
4.
5.
6.
7.

Perlakuan
S + Mayer
S + Dragendorf
S + Blanko
S + Zn + Alkohol : HCl (1:1) +

Amilalkohol
Tanin/Polifenol
S + FeCl
S + Gelatin 1%
Saponin
S + Dikocok + HCl
Mono/Seskuiterpenoid S + Vanilin Sulfat
Steroid/Triterpenoid S + Liberman Buchard
Kuinon
S + NaOH

Hasil
+
+
+
+
+

PEMBAHASAN
Uji skrining fitokimia berfungsi untuk menentukan golongan senyawa aktif
dari ekstrak tumbuhan. Simplisia yang digunakan untuk pengujian ini yakni simplisia
Kayu Secang (Sappan lignum). Prinsip yang mendasari percobaan ini adalah analisis
golongan kimia tumbuhan dengan ujji-uji spesifik. Metode yang digunakan dalam
percobaan ini adalah dengan penambahan reagen-reagen yang memberikam reaksi
positif terhadap golongan kimia dari tanaman. Penapisan fitokimia dalam percobaan
ini digunakan pada golongan kimia sekunder dari tumbuhan yaitu alkaloid, flavonoid,

tannin

dan

polifenol,

saponin,

monoterpenoid

dan

seskuiterpenoid,

steroid/triterpenoid, dan kuinon. Karena golongan kimia ini yang merupakan senyawa
aktif dan dapat digunakan sebagai obat. Kayu secang diangin-anginkan agar zat-zat
pengotor atau kandungan H2O hilang. Karena jika masih banyak terkandung H2O
maka golongan kimia (yaitu alkaloid, saponin, flavonoid, tanin, kuinon, dan
steroid/triterpenoid) yang terkandung dalam kayu secang akan sedikit. Karena terikat
oleh zat-zat pengotor H2O tersebut. Berikut adalah hasil dari beberapa pengujian
skrining fitokimia.
1. Uji Alkaloid
Uji alkaloid bertujuan untuk mengetahui apakah pada simplisia kayu secang
mengandung golongan senyawa alkaloid. Alkaloid merupakan senyawa nitrogen
heterosiklik vyang bersifat polar, sedikitnya mengandung sebuah N dalam cincin.
kayu secang yang sudah dihaluskan dilarutkan dalam ammonia, yang bertujuan untuk
melarutkan senyawa alkaloid agar dapat terpisah dari simplisia. Alkaloid yang bersifat
polar akan larut dalam amonia yang juga bersifat polar. Hal ini sesuai dengan prinsip
like dissolve like. Amonia digunakan sebagai pelarut karena amonia mangandung
atom N dimana alkaloid juga mengandung atom N sehingga kelarutannnya menjadi
lebih besar. Selain itu, amonia juga berfungsi untuk memutus ikatan glikosida pada
alkaloid. Ikatan glikosida adalah ikatan karbon dioksida (1 karbon dalam atom)
dimana 1 karbon terikat pada 2 gugus OR dan cara pemutusan ikatan glikosida adalah
dengan penambahan ammonia dimana H dari NH 3 akan masuk menggantikan R pada
OR. Kloroform berfungsi untuk melarutkan ikatan glikosida yang terputus akibat
penambahan ammonia. Prinsip yang mendasari adalah like dissolve like. Karena
sifat kloroform yang semipolar, selain bisa melarutkan senyawa polar kloroform juga
bisa melarutkan senyawa non polar seperti glikosida.
Penyaringan digunakan untuk memisahkan filtrat yang mengandung alkaloid
dari residunya. Filtrat yang diperoleh kemudian ditambah dengan HCl yang bertujuan
unttuk membentuk garam ammonium R3NH+Cl-. Penambaahan HCl dilakukan dengan
proses ekstraksi agar alkaloid dapat terdistribusi secara optimal dalam larutan HCl
yang bersifat polar. Ekstraksi dilakukan sebanyak 2 kali agar alkaloid terdistribusi
sepenuhnya pada HCl. Pada proses ekstraksi diperoleh 2 lapisan, lapisan atas
merupakan lapisan HCl dengan senyawa organik bersifat polar (alkaloid) dan lapisan
bawah merupakan kloroform. Lapisan kloroform berada dibawah karena memiliki

berat jenis (yaitu 1,484 g/mL) lebih besar dari pada HCl (yaitu 1,268 gmL)
Filtrat (lapisan HCl) diambil untuk diuji kandungan alkaloidnya, karena
diperkirakan golongan alkaloid banyak terdapat didalam lapisan HCl. Filtrat tersebut
dibagi menjadi 2 bagian untuk diuji kandungan alkaloidnya. Filtrat pertama
ditambahkan pereaksi Dragendroff yang mengandung ion Bi 3+ dan HI, dimana uji
positif jika terbentuk endapan merah bata. Reaksinya adalah sebagai berikut :
R3N

+ Bi3+ + H+ + 4IAlkaloid

R3N.HBiI4
endapan merah bata

Filtrat kedua ditambahkan dengan pereaksi mayer yang mengandung Hg2+


dan KI. Uji positif jika terbentuk putih. Reaksinya :
R3N

+ Hg2+ + 2K+ + 4I-

R3N.K2H3I4

Alkaloid

endapan putih

Berdasarkan hasil percobaan, filtrat I dan II tidak mengalami perubahan dan


warna larutan tetap bening keruh. Hal ini menunjukan bahwa senyawa alkaloid tidak
terkandung dalam kayu secang. Dengan kata lain uji ini menghasilkan uji negatif pada
kayu secang.
2. Uji Flavonoid
Uji flavonoid bertujuan untuk mengetahui adanya flavonoid dalam simplisia
kayu secang. Flavonoid adalah senyawa polifenol yang mempunyai 15 atom kuinon,
terdiri dari 2 cincin benzena yang dihubungkan menjadi rantai linear yang terdiri dari
3 atom karbon. Penentuan uji flavonoid dilakukan dengan menambahkan serbuk Mg
dan larutan HCl pada filtrat saponin. Pada proses penambahan ini terjadi reaksi
eksoterm yaitu reaksi yang melepaskan panas yang ditandai dengan terbentuknya
gelembung-gelembung gas dan pelepasan kalor pada permukaan tabung reaksi.
Gelembung gas yang terbentuk ini adalah gas H2.
Reaksi yang terjadi :
Mg

Mg2+ + 2Cl- + H2

+ 2HCl

Produk yang dihasilkan pada reaksi diatas adalah MgCl 2 dan H2. Dimana
MgCl2 berada dalam kesetimbangan. Reaksi :
MgCl2 (aq)

MgCl+

(aq)

+ Cl- (aq)

MgCl+ akan bereaksi dengan gugus karbonil pada flavon yang mengalami

resonansi, sehingga akan terbentuk ikatan baru yaitu pelepasan ikatan rangkap dan
pembentukan gugus hidroksil. Reaksi yang terjadi merupakan pembentukan ikatan
baru dimana adanya MgCl+ mampu melarutkan flavon sehingga flavonoid dapat
dipisahkan dari golongan kimia lain. Penambahan amilalkohol berfungsi untuk
melarutkan flvonoid. Hal ini disebabkan flavonoid merupakan senyawa polar
sehingga amilalkohol yang juga bersifat polar mampu memisahkan flavonoid dari
senyawa-senyawa yang bersifat non polar, misalnya kuinon.
Larutan dikocok dengan tujuan untuk memperbesar distribusi flavonoid ke
dalam amilalkohol. Uji positif untuk flavonoid adalah terbentuknya larutan berwarna
merah lembayung. Setelah dikocok, terbentuk warna merah kekuningan yang
menunjukan bahwa kayu secang positif mengandung flavonoid.
3. Uji Tanin dan Polifenol
Uji tanin bertujuan untuk adanya tanin dan polifenol dalam simplisia kayu
secang. Tanin merupakan senyawa yang mengandung gugus hidroksi (turunan
benzena) yang dapat larut dalam air karena adanya ikatan hidrogen antara gugus
hidroksil yang dimiliki tanin dengan molekul air. Oleh karena itu penentuan tanin
pada kayu secang dilakukan dengan penambahan air pada kayu secang kemudian
didihkan. Tanin yang bersifat polar akan larut dalam air yang bersifat polar, hal ini
sesuai dengan prinsip like dissolve like. Kelarutan tanin yang tinggi terjadi dalam
keadaan panas karena alasan inilah maka dilakukan proses pendidihan agar tanin yang
terlarut semakin banyak. Selain itu proses pendidihan juga berfungsi untuk memecah
ikatan-ikatan pada tanin sehingga dihasilkan bentuk monomer-monomer tanin bebas.
Kemudian dilakukan pendinginan untuk mengendapkan senyawa-senyawa pengotor
yang tidak larut pada suhu rendah, misalnya saponin. Selanjutnya adalah penyaringan
yang bertujuan untuk memisahkan tanin dari simplisia dan senyawa lain yang
terkandung didalamnya seperti alkaloid, steroid, flavonoid. Larutan/filttrat dibagi
menjadi 3 bagian.
Filtrat pertama ditambahkan FeCl3 1%. Penambahan FeCl3 berfungsi sebagai sumber
atom pusat, dimana tanin merupakan ligan yang membutuhkan atom pusat untuk
membentuk kompleks yang stabil, sehingga terbentuklah kompleks antara atom pusat
Fe3+ dengan ligan tanin. Uji positif yaitu terbentuk larutan berwarna cokelat
kehitaman.
Dari percobaan menunjukan hasil positif karena larutan berubah menjadi

kehitaman. Hal ini menunjukan bahwa didalam kayu secang mengandung tannin.
Filtrat kedua ditambahkan dengan gelatin 1%, untuk mengujji keberadaan tanin
katekat. Tanin katekat merupakan kelompok tanin yang tidak dapat terhidrolisis dan
merupakan polimer kondensasi katekin. Uji positif adalah terbentuk endapan putih.
Pada perobaan ini, setelah larutan ekstrak ditambahkan gelatin terjadi perubahan
endapan putih. Penambahan gelatin berfungsi untuk menunjukan adanya keberadaan
tanin tertentu yaitu tanin katekat.
4. Uji Saponin
Uji saponin bertujuan untuk mengetahui adanya saponin yang terkandung
pada simplisia kayu secang. Saponin merupakan suatu glikosida dengan gugus
hidroksil pada molekulnya dengan rumus C32H18O7. Saponin mempunyai sifat seperti
sabun, dimana ketika dilarutkan dalam air akan terbentuk busa atau buih. Metode
pengujian saponin dilakukan dengan mendidihkan kayu secang yang telah dihaluskan
ke dalam air. Tujuan pendidihan ini adalah untuk memperbesar kelarutan saponin
dalam air.
Penyaringan dilakukan dalam keadaan panas, hal ini dilakukan agar
kandungan saponin tidak berkurang bila suhu menurun. Penyaringan ini bertujuan
untuk memisahkan saponin dari simplisia dan senyawa lain yang terkandung
didalamnya seperti alkaloid, steroid, flavonoid. Filtrat yang dihasilkan kemudian
dikocok secara vertikal hingga terbentuk busa. Hal ini disebabkan saponin merupakan
senyawa yang bersifat seperti sabun, dimana memiliki gugus hidrofil dan hidrofob
yang dapat bertindak sebagai permukaan aktif dalam pembentukan busa. Uji positif
untuk saponin adalah dengan terbentuknya busa yang stabil. Saponin dapat larut
dalam air karena adanya gugus hidrofil (OH) yang dapat membentuk ikatan hidrogen
dengan molekul air. Penambahan HCl dilakukan untuk menguji kestabilan busa.
Penambahan HCl dilakukan dalam jumlah yang sedikit karena apabila ditambahkan
dalam jumlah yang banyak dapat menurunkan permukaan aktif sabun.
Dalam percobaan ini memberikan hasil yang negatif karena tidak terbentuknya
busa atau buih pada larutan tersebut. Larutan tersebut hanya menghasilkan larutan
keruh. Hal ini menunjukan bahwa didalam kayu secang tidak mengandung saponin.
5. Uji Monoterpenoid dan Seskuiterpenoid
Uji Monoterpenoid dan Seskuiterpenoid bertujuan untuk mengetahui adanya

kandungan Monoterpenoid dan Seskuiterpenoid pada simplisia kayu secang. Tahap


pertama adalah penambahan Eter, eter berfungsi sebagai pelarut yang berguna
mensari simplisia pada kayu secang, lalu eter diuapkan dan residu nya diujo dengan
penambahan vanillin sulfat yang apabila positif menunjukan warna-warna pada
sampel uji kayu secang. Hasil percobaan yang telah dilakukan yakni simplisia kayu
secang menunjukan hasil yang positif karena terbentuk warna cokelat.
6. Uji steroid dan Triterpenoid
Uji steroid dan triterpenoid bertujuan untuk mengetahui adanya kandungan
steroid dan triterpenoid pada simplisia kayu secang. Tahap pertama yang dilakukan
adalah maserasi terhadap kayu secang halus ke dalam eter selama 1 jam. Maserasi
merupakan proses perendaman selama beberapa waktu agar zat (steroid/triterpenoid)
yang terkandung dalam simplisia kayu secang dapat keluar atau terekstrak. Maserasi
dilakukan selama 1 jam karena waktu 1 jam adalah waktu yang optimum untuk
mengeluarkan atau mengekstrak steroid/triterpenoid yang terkandung dalam simplisia
kayu secang. Pelarut yang digunakan adalah eter yang bersifat nonpolar karena steroid
merupakan senyawa organik yang memiliki sifat nonpolar sehingga steroid dapat larut
dalam pelarut nonpolar seperti eter.
Larutan yang telah dimaserasi kemudian disaring dengan tujuan untuk
memisahkan residu kayu secang dari filtrat. Filtrat yang diperoleh kemudian
diuapkan. Penguapan berfungsi untuk menghilangkan pelarut eter yang tersisa pada
filtrat. Residu yang diperoleh dari penguapan kemudian ditambah dengan asam asetat
anhidrat dimana asam asetat anhidrat akan bereaksi dengan steroid melalui reaksi
asetilasi menghasilkan kompleks asetil steroid.
Penambahan H2SO4 pekat bertujuan untuk mendekstruksi kompleks asetil
steroid. H2SO4 pekat lebih bersifat reaktif jika bereaksi dengan steroid dibandingkan
dengan asam asetat anhidrat. Hal ini dikarenakan kemampuan H 2SO4 yang lebih
mudah masuk mengatasi efek sterik yang besar dari molekul steroid sehingga
senyawa kompleks yang dihasilkan lebih stabil dari kompleks asetil steroid.
Uji positif terhadap steroid adalah jika terbentuk larutan berwarna biru.
Sedangkan uji positif terhadap triterpenoid adalah jika terbentuk kristal/endapan
berwarna merah kecoklatan. Pada percobaan ini menghasilkan kristal/endapan
berwarna merah kecoklatan. Hal ini menunjukan bahwa kayu secang mengandung
triterpenoid.

7. Uji Kuinon
Uji kuinon bertujuan untuk mengetahui adanya kuinon dalam simplisia kayu
secang. Kuinon merupakan senyawa berwarna dan mempunyai kromofor dasar seperti
kromofor pada benzakuionon yang terdiri dari 2 gugus karbonil yang berkonjugasi
dengan R ikatan rangkap karbon. Penentuan adanya kuinon dilakukan dengan
mendidihkan kayu secang dalam air. Pendidihan berfungsi untuk memperbesar
kelarutan kuinon dalam air. Selanjutnya dilakukan pendinginan pada temperatur
kamar yang bertujuan untuk mengendapkan pengotor (misalnya alkaloid, saponin dan
kuinon) yang tidak larut pada suhu rendah. Setelah itu larutan disaring untuk
memisahkan residu kayu secang dari filtrat yang diperkirakan terdapat kuinon.
Filtrat hasil penyaringan ditambahkan NaOH. Penambahan NaOH berfungsi
untuk mendeprotonasi gugus fenol pada kuinon sehingga terbentuk ion enolat. Ion
enolat tersebut akan mampu mengadakan resonansi antar elektron pada ikatan
rangkap , karena terjadinya resonansi ini ion enolat dapat menyerap cahaya tertentu
dan memantulkan warna.
Uji positif terhadap keberadaan kuinon yaitu jika larutan memberikan warna
merah. Pada percobaan ini terbentuk warna merah. Hal ini menunjukan bahwa pada
percobaan ini menghasilkan uji positif, karena menghasilkan larutan berwarna merah.
Hal ini menunjukan bahwa didalam kayu secang mengandung senyawa kuinon.
KESIMPULAN
Hasil dari berbagai pengujian skrining fitokimia bahwa simplisia kayu secang
(Sappan lignum) positif mengandung metabolit sekunder Polifenol, Tanin, Flavonoid,
Monoterpenoid/Triterpenoid, Steroid/Triterpenoid, dan Kuinon.
DAFTAR PUSTAKA
Basri, 1996, Kamus Kimia, PT Rineka Cipta, Jakarta
Budavani, 1989, The Merck Index, Thr Merck Index Co, USA
Daintith, 1994, Kamus Lengkap Kimia, Erlangga, Jakarta
Fessenden, 1999, Kimia Organik, Erlangga, Jakarta
Harbone, 1977, Progress in Photochemistry, Pergamon Press, Oxford
Herbert, 1995, The Biosynthesis of Secondary Metabolites, Chapman and Hall,
London

Leswara, 2005, Buku ajar Kimia Organik, Ari Cipta, Jakarta


Linder, 1985, Nutritional Biochemistry and Metabolism, Elsevier Science Publishing
Company Inc, New York
Manitto, 1981, Biosintesis Produk alami, IKIP Semarang Press, Semarang
Markham, 1988, Cara Mengidentifikasi Flavonoid, ITB Press, Bandung
Rahway, 1960, The Merk Index : An Encyclopedia of Chemical Drugs and
Biologicals, Merk Index Co Ink, New Jersey
Yutian, 2005, Pharmaceutical Metabolite Research, School of Pharmacy Second
Military Medical University, Shanghai, China

Anda mungkin juga menyukai