Anda di halaman 1dari 3

NGAJI ANGGARAN DI BULAN RAMADHAN; Memahami Politik

Anggaran Untuk Kesejahteraan1


MOH. ILYAS ROLIS, M.Si2
Saat tulisan ini dibuat, ramai pemberitaan permintaan anggota DPR meminta
persetujuan anggaran aspirasi. Anggaran aspirasi, dalih DPR sebagai jalan
menuju percepatan pembangunan dalam daerah pemilihannya. Bukan kali
ini saja, sebelumnya, melalui rumah aspirasi juga pernah dilontarkan
permintaan serupa, namun tidak dipenuhi oleh pemerintahan SBY kala itu.
Dan APBN Konstitusional sebagaimana digagas oleh penulis buku ini
menemukan momentumnya. Melalui buku ini pulalah, nantinya dapat
diputuskan secara tepat keputusan macam apa yang seharusnya diambil
oleh pemerintah. Buku ini akan menjadi wasit yang adil dan terukur untuk
mengurai problem anggaran semacam ini sekarang maupun dimasa
mendatang.
Berbicara APBN Konstitusional kita awali dengan memahami makna
konstitusional itu sendiri. Penjelasan etimologis: constituere -- con- +
stituere; constitutum 'undang-undang, hukum' dari con- 'bersama' dan
statuere 'mendirikan, membangun, menetapkan'. to constitute: "to establish
a law or governement; to set up an assembly, etc. in a legal form."
Konstitusi3 yang dimiliki suatu negara adalah kumpulan peraturan dan
prinsip dasar berkenaan dengan pengelolaan negara tersebut. Salah satu
elemen dasar yang diatur adalah siapa yang berhak memerintah di negara
itu. Kriteria pengaturan kekuasaan politik yang tertuang dalam konstitusi
biasanya juga mencerminkan etos yang berlaku dalam masyarakat yang
bersangkutan. Karena itu, semangat dan substansi konstitusi dari setiap
negara pun bervariasi. Ada yang memilih oligarki, monarki, demokrasi, dan
ada pula yang memilih aristokrasi (Aristoteles). Meskipun konstitusi modern
menjadi kian kompleks, isi pokoknya relatif tetap sama, yakni mengenai
kekuasaan pemerintah yang sekaligus dinyatakan sebagai norma-norma
dasar dan ideologi perpolitikan masyarakat atau negara tersebut.
Secara umum, ada tiga komponen atau elemen pokok yang terkandung di
dalam konstitusi negara-negara modern:

Konstitusi berisi pengaturan lembaga-lembaga pemerintahan


utama serta hubungan di antara lembaga-lembaga tersebut.
Struktur kelembagaannya pun dapat diatur dalam berbagai versi,
seperti versi tradisional Barat yang membagi kekuasaan ke dalam
cabang eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Ada pula konstitusi yang
memberi kekuasaan penuh kepada satu partai (politik) yang
selanjutnya mendominasi seluruh pranata, bahkan termasuk
agama.
Konstitusi selalu mengatur distribusi kekuasaan pemerintah di
seluruh wilayah negara. Dalam negara kesatuan, unit-unit
pemerintah lokal dibentuk sebagai perpanjangan tangan

Disampaikan dalam bedah buku APBN Konstitusional: Prinsip dan Pilihan Kebijakan,
yang diselenggarakan oleh FITRA - FISIP UIN Sunan Ampel Surabaya, Sabtu 27 Juni 2015
2
Ketua Laboratorium FISIP UIN Sunan Ampel Surabaya
3
Peter H. Russel, University of Toronto dalam The Social Sciences Encyclopedia, Adam
Kuper & Jesica Kuper, 1996/2000, hlm. 169-170) terj. Agus Beda

pemerintah pusat. Konsitusi sebuah negara federal memberi


kekuasaan terbesar kepada pemerintah lokal (negara bagian), yang
selanjutnya menyerahkan sebagian kekuasaan itu kepada
pemerintah pusat (federal).
Konstitusi sejumlah negara mengatur juga hak-hak ekonomi dan
sosial secara spesifik, dan hal-hal tersebut lebih ditekankan
tinimbang hak-hak politik atau hak hukum/prosedural.

Dari penjelasan tentang konstitusi diatas, nampak terang oleh kita bahwa dia
merupakan pantulan dari etos masyarakatnya sehingga bentuk konstitusi
selaras dengan etos ini. Kita juga memahami bahwa ruang lingkupnya
mencakup mulai distribusi kekuasaan (pusat-daerah) sampai pengaturan
hak-hak ekonomi dan sosial, temasuk didalamnya adalah sistem
penganggaran. Dengan demikian, sistem anggaran, bukan dokumen
keuangan semata, namun dia hidup dan terikat dengan kehidupan sosial
politik suatu Negara.
Jika kita cermati gagasan dalam buku ini, maka penulis dengan teliti
mengurai politik anggaran dari masa ke masa (170-203). Yang secara singkat
kita bagi kedalam tiga fase. Pertama, masa awal kemerdekaan. Focus
anggaran pada periode ini lebih mentik beratkan pada upaya konsolidasi
nasionalis serta membangun perekonomian melalui nasionalisasi asset.
Kecenderungan ini dipengaruhi oleh setting sosial politik yakni upaya
menyatukan dan membangun nasionalisme di Republik yang masih berusia
muda dan rentan disintegrasi. Nasionalisme yang membara turut membakar
perampasan perusahaan asing agar secepatnya dikelola dan dimanfaatkan
untuk kesejahteraan masyarakat pribumi.
Fase kedua, era orde baru. Rezim Soeharto yang tampil sebagai korektor
atas kebangkrutan ekonomi orde lama membangun sistem anggarannya
diatas dua pilar utamanya yakni pertumbuhan ekonomi yang tinggi, dan
untuk itu dibutuhkan stabilitas politik yang terjaga. Sebagian besar sumber
daya anggaran dimasa ini difokuskan untuk menopang dua cita-cita ini.
Belakangan kemudian kedua pilar tersebut ditambah satu, yakni aspek
pemerataan. Kemudian terkenal luas dengan istilah :trilogi pembanguinan.
Dengan ambisi untuk membangun ekonomi secepatnya maka investasi asing
dipacu untuk menjejali modal dan berlalu lalang membiayai belanja
pembangunan.
Era reformasi, ditandai oleh perundang-undangan yang memungkinkan
keterlibatan masyarakat mulai perencanaan sampai pengawasan anggaran.
Di era ini pula mulai banyak dikenalkan istilah anggaran public yang
dibedakan dengan anggaran Negara, akuntabilitas, efisiensi, transparansi
ke khalayak luas. Otonomi daerah sebagai keputusan politik paska orde baru
turut berpengaruh terhadap perimbangan keuangan pusat daerah. Namun
terdapat paradoks didalamnya yakni semakin meningkatnya akuntabilitas,
transparansi, efisiensi di era otoda ini namun disisi lain belum
terbangunnnya kesadaran masyarakat secara massif serta masih rendahnya
political will elite daerah dalam memosisikan anggaran yang benar-benar pro
rakyat.

Apakah sistem penganggaran yang telah diatur melalui paket undangundang ini (dalam buku ini disebut tiga paket undang-undang yang
diterbitkan yakni UU No. 17 Tahun 2003 tentang keuangan negara, UU No. 1
Tahun 2004 Tentang perbendaharaan Negara, UU No. 25 Tahun 2004 tentang
sistem perencanaan Pembangunan Nsional (SPPN)) beriringan dengan
semangat mengimplementasikan konstitusi tersebut?.
Pertama yang harus kita cermati adalah kehadiran konstitusionalisme untuk
menjamin tegak dan mewujudnya konstitusi di tengah-tengah masyarakat.
Karena Setiap negara yang memiliki konstitusi tidak selalu menikmati apa
yang disebut konstitusionalisme. Konstitusionalisme adalah kondisi politik
yang memberi peluang berfungsinya konstitusi secara efektif dan mampu
memberi batasan pada kekuasaan dan wewenang pemerintah di suatu
negara. Di negara yang menganut konstitusionalisme, konstitusi benar-benar
dijadikan pedoman pemerintahan dan apa yang sudah diatur oleh UUD tidak
mudah diubah meskipun hal itu mungkin merugikan sebagian tokoh
politiknya.
Gagasan untuk membangun APBN Konstitusional ini juga hendaknya
berbarengan dengan konstitusionalisme sebagai penjaganya.

Anda mungkin juga menyukai