Anda di halaman 1dari 10

PENGATAR

Memorial HM Soeharto Dibangun sbagai penanda dan pengingat


serta wahana

edukasi tentang salah satu tokoh besar dalam sejarah

bangsa indonesia yakni Jendral Besar Haji Mmohammad Soeharto ( 1821


2008 ). Pembangunanya dilakukan oleh keluarga besar HM Soeharto dan
diresmikan pada tanggal 8 Juni 2013 ).
Memorial sengaja dibangun di tempat kelahiran Pak Harto, demikian
panggilam akrab beliau, yakni di Dusun Kemusuk, desa Argomulyo,
Kecamatan Sedayu, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Menepati Lahan seluas 3620 m2 dan terdiri atas sejmlah bangunan
seperti joglo ( 60m2), Rumah Notosudiro (475 m2), Rumah Armosudiro
(250m2) dan petilasan tempat Pak Harto dilahirkan. Disini pengunjung
dapat mengapresiasi sejarah perjalaan hidup, kiprah, dan prestasi
Presiden Republik Indonesia yang kedua II sejak masa kecil hingga akhir
hayatnya.

M. SOEHARTO
Jenderal Besar H.M. Soeharto adalah sosok Pejuang setia, prajurit sejati, negarawan
terhormat dan salah satu putra terbaik bangsa yang mengabdi dan mendarma baktikan
hidupnya untuk mempertahankan dan mengisi kemerdekaan, membangun negara demi
kesejahteraan rakyat, kejayaan dan kewibawaan bangsa.
Memorial Jenderal Besar H.M. Soeharto ini diresmikan oleh Bpk. H. Probosutedjo
(adik dari H.M. Soeharto dan Ibu Hardiyanti Hastuti/Mbak Tutut putri sulung H.M. Soeharto.
Pada tanggal 8 Juni 2013.
Memorial ini di bangun oleh H. Probosutedjo, adik kandung Jenderal Besar H.M.
Soeharto untuk mengenang jasa dan pengabdian, serta penghargaan terhadap prestasi dan
keberhasilan yang telah menghantarkan Bangsa Indonesia menjadi bangsa yang bermartabat,
maju dan sejahtera, agar nilai-nilai kejuangan yang terkandung didalamnya menjadi pelajaran
dan sumber inspirasi bagi generasi penerus.
Sebuah Patung besar Jendral Soeharto terbuat dari perunggu yang akan menyapa kita
begitu memasuki Gerbang .

Sisi Baik Soeharto Bisa Diteladani


Presiden Soeharto adalah pemimpin yang berkarakter tegas, menggagas, dan melaksanakan
pembangunan dengan terencana serta serius mengurus masalah pangan dan pertanian.
2

Terlepas dari kritik atas kekurangannya, terutama menjalankan pemerintahan yang otoriter,
sisi baik Soeharto sepatutnya tetap bisa diteladani.

Kelebihan dan Kekurangan Masa Pemerintahan Soeharto


1.

Kelebihan

a. Kelebihan sistem Pemerintahan Orde Baru perkembangan GDP per kapita


Indonesia yang pada tahun 1968 hanya AS$70 dan pada 1996 telah mencapai lebih dari
AS$1.000
b. Kemajuan sektor migas
Puncaknya adalah penghasilan dari migas yang memiliki nilai sama dengan 80% ekspor
Indonesia. Dengan kebijakan itu, Indonesia di bawah Orde Baru, bisa dihitung sebagai kasus
sukses pembangunan ekonomi.
c. Swasembada beras
d. Sukses transmigrasi
e. Sukses Program KB
f. Sukses memerangi buta huruf
g. Sukses swasembada pangan
h. Pengangguran minimum
i. Sukses REPELITA (Rencana Pembangunan Lima Tahun)
j. Sukses Gerakan Wajib Belajar
k. Sukses Gerakan Nasional Orang-Tua Asuh
l. Sukses keamanan dalam negeri\
m. Investor asing mau menanamkan modal di Indonesia.
n. Sukses menumbuhkan rasa nasionalisme dan cinta produk dalam negeri

2.

Kekurangan

a. Politik
3

Presiden Soeharto memulai Orde Baru dalam dunia politik Indonesia dan secara dramatis
mengubah kebijakan luar negeri dan dalam negeri dari jalan yang ditempuh Soekarno pada
akhir masa jabatannya. Salah satu kebijakan pertama yang dilakukannya adalah mendaftarkan
Indonesia menjadi anggota PBB lagi. Indonesia pada tanggal 19 September 1966
mengumumkan bahwa Indonesia bermaksud untuk melanjutkan kerjasama dengan PBB dan
melanjutkan partisipasi dalam kegiatan-kegiatan PBB, dan menjadi anggota PBB kembali
pada tanggal 28 September 1966, tepat 16 tahun setelah Indonesia diterima pertama kalinya.
Ini merupakan langkah awal dari ketergantungan Indonesia terhadapa modal asing.
Pada tahap awal, Soeharto menarik garis yang sangat tegas. Orde Lama atau Orde
Baru. Pengucilan politik di Eropa Timur sering disebut lustrasi dilakukan terhadap orangorang yang terkait dengan Partai Komunis Indonesia. Sanksi kriminal dilakukan dengan
menggelar Mahkamah Militer Luar Biasa untuk mengadili pihak yang dikonstruksikan
Soeharto sebagai pemberontak. Pengadilan digelar dan sebagian dari mereka yang terlibat
dibuang ke Pulau Buru.
Sanksi nonkriminal diberlakukan dengan pengucilan politik melalui pembuatan aturan
administratif. Instrumen penelitian khusus diterapkan untuk menyeleksi kekuatan lama ikut
dalam gerbong Orde Baru. KTP ditandai ET (eks tapol). Orde Baru memilih perbaikan dan
perkembangan ekonomi sebagai tujuan utamanya dan menempuh kebijakannya melalui
struktur administratif yang didominasi militer namun dengan nasehat dari ahli ekonomi
didikan Barat. DPR dan MPR tidak berfungsi secara efektif. Anggotanya bahkan seringkali
dipilih dari kalangan militer, khususnya mereka yang dekat dengan Cendana. Hal ini
mengakibatkan aspirasi rakyat sering kurang didengar oleh pusat. Pembagian PAD juga
kurang adil karena 70% dari PAD tiap provinsi tiap tahunnya harus disetor kepada Jakarta,
sehingga melebarkan jurang pembangunan antara pusat dan daerah.
Soeharto siap dengan konsep pembangunan yang diadopsi dari seminar Seskoad II
1966 dan konsep akselerasi pembangunan II yang diusung Ali Moertopo. Soeharto
merestrukturisasi politik dan ekonomi dengan dwitujuan, bisa tercapainya stabilitas politik
pada satu sisi dan pertumbuhan ekonomi di pihak lain. Dengan ditopang kekuatan Golkar,
TNI, dan lembaga pemikir serta dukungan kapital internasional, Soeharto mampu
menciptakan sistem politik dengan tingkat kestabilan politik yang tinggi.
b. Eksploitasi sumber daya
Selama masa pemerintahannya, kebijakan-kebijakan ini, dan pengeksploitasian sumber daya
alam secara besar-besaran menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang besar namun tidak
merata di Indonesia. Contohnya, jumlah orang yang kelaparan dikurangi dengan besar pada
tahun 1970-an dan 1980-an.
c. Diskriminasi terhadap Warga Tionghoa
Warga keturunan Tionghoa juga dilarang berekspresi. Sejak tahun 1967, warga keturunan
dianggap sebagai warga negara asing di Indonesia dan kedudukannya berada di bawah warga
pribumi, yang secara tidak langsung juga menghapus hak-hak asasi mereka. Kesenian
barongsai secara terbuka, perayaan hari raya Imlek, dan pemakaian Bahasa Mandarin
dilarang, meski kemudian hal ini diperjuangkan oleh komunitas Tionghoa Indonesia terutama
dari komunitas pengobatan Tionghoa tradisional karena pelarangan sama sekali akan
berdampak pada resep obat yang mereka buat yang hanya bisa ditulis dengan bahasa
4

Mandarin. Mereka pergi hingga ke Mahkamah Agung dan akhirnya Jaksa Agung Indonesia
waktu itu memberi izin dengan catatan bahwa Tionghoa Indonesia berjanji tidak
menghimpun kekuatan untuk memberontak dan menggulingkan pemerintahan Indonesia.
Satu-satunya surat kabar berbahasa Mandarin yang diizinkan terbit adalah Harian Indonesia
yang sebagian artikelnya ditulis dalam bahasa Indonesia. Harian ini dikelola dan diawasi oleh
militer Indonesia dalam hal ini adalah ABRI meski beberapa orang Tionghoa Indonesia
bekerja juga di sana. Agama tradisional Tionghoa dilarang. Akibatnya agama Konghucu
kehilangan pengakuan pemerintah.
Pemerintah Orde Baru berdalih bahwa warga Tionghoa yang populasinya ketika itu mencapai
kurang lebih 5 juta dari keseluruhan rakyat Indonesia dikhawatirkan akan menyebarkan
pengaruh komunisme di Tanah Air. Padahal, kenyataan berkata bahwa kebanyakan dari
mereka berprofesi sebagai pedagang, yang tentu bertolak belakang dengan apa yang diajarkan
oleh komunisme, yang sangat mengharamkan perdagangan dilakukan. Orang Tionghoa
dijauhkan dari kehidupan politik praktis. Sebagian lagi memilih untuk menghindari dunia
politik karena khawatir akan keselamatan dirinya.
d. Perpecahan bangsa
Di masa Orde Baru pemerintah sangat mengutamakan persatuan bangsa Indonesia. Setiap
hari media massa seperti radio dan televisi mendengungkan slogan persatuan dan kesatuan
bangsa. Salah satu cara yang dilakukan oleh pemerintah adalah meningkatkan transmigrasi
dari daerah yang padat penduduknya seperti Jawa, Bali dan Madura ke luar Jawa, terutama ke
Kalimantan, Sulawesi, Timor Timur, dan Irian Jaya. Namun dampak negatif yang tidak
diperhitungkan dari program ini adalah terjadinya marjinalisasi terhadap penduduk setempat
dan kecemburuan terhadap penduduk pendatang yang banyak mendapatkan bantuan
pemerintah. Muncul tuduhan bahwa program transmigrasi sama dengan jawanisasi yang
disertai sentimen anti-Jawa di berbagai daerah, meskipun tidak semua transmigran itu orang
Jawa.
Pada awal Era Reformasi konflik laten ini meledak menjadi terbuka antara lain dalam bentuk
konflik Ambon dan konflik Madura-Dayak di Kalimantan. Sementara itu gejolak di Papua
yang dipicu oleh rasa diperlakukan tidak adil dalam pembagian keuntungan pengelolaan
sumber alamnya, juga diperkuat oleh ketidaksukaan terhadap para transmigra
e. Semaraknya korupsi, kolusi, nepotisme
Pembangunan Indonesia yang tidak merata dan timbulnya kesenjangan pembangunan antara
pusat dan daerah, sebagian disebabkan karena kekayaan daerah sebagian besar disedot ke
pusat munculnya rasa ketidakpuasan di sejumlah daerah karena kesenjangan pembangunan,
terutama di Aceh dan Papua kecemburuan antara penduduk setempat dengan para
transmigran yang memperoleh tunjangan pemerintah yang cukup besar pada tahun-tahun
pertamanya
f. Bertambahnya kesenjangan sosial (perbedaan pendapatan yang tidak merata bagi si kaya
dan si miskin)

g. Kritik dibungkam dan oposisi diharamkan kebebasan pers sangat terbatas, diwarnai oleh
banyak koran dan majalah yang dibreidel penggunaan kekerasan untuk menciptakan
keamanan, antara lain dengan program Penembakan Misterius (petrus)
h.Tidak ada rencana suksesi (penurunan kekuasaan ke pemerintah/presiden selanjutnya

SEJARAH M. SOEHARTO
MASA KECIL
Rabu Kliwon 8 Juni 1921/1 Syawal 1339 H. Di komplek memorial ini yang terletak di
Desa Kemusuk, lahirlah seorang anak yang di beri nama Soeharto dari pasangan bapak
Kertosudiro dan ibu Sukirah. Soeharto lahir di sebuah Sentong atau kamar, yang pondasinya
masih tersisa dan sampai sekarang masih tetap dipertahankan. Perkawinan kedua orangtua
Soeharto tidak berlangsung lama. Ketika Soeharto kecil keduanya bercerai. Kemudian
Soeharto diasuh oleh Mbah Kromodiryo seorang dukun bayi di Kemusuk ini. Setelah bercerai
ibu Sukirah menikah lagi dengan bapak Purnama (Atmopawiro) dan mempunyai 7 (tujuh)
anak yang salah satunya adalah bapak H. Probosutedjo
Setelah berumur 4 tahun, Soeharto diambil oleh ibunya dari Mbah Kromodiryo dan
diasuh sendiri oleh ibu Sukirah. Soeharto menempuh Sekolah Rakyat (SR) di Puluhan, Pedes
dan Tiwir yang letaknya di sekitar Kemusuk dari tahun 1929-1931. Kemudian atas keinginan
ayahnya bapak Atmopawiro , Soeharto dititipkan kepada bibinya (istri dr Prawiroharjo
seorang mantri pertanian) di Wuryantoro, Wonogiri. Setelah menamatkan pendidikan dasar,
Soeharto melanjutkan sekolah ke Schakel Scholl di Wonogiri dan Schakel Muhammadiyah di
Yogyakarta yang di selesaikannya pada tahun 1939.

MEMASUKI KETENTARAN
Satu tahun setelah menyelesaikan pendidikannya, pada tahun 1940 Pak Harto berkerja
sebagai pembantu klerk pada Volks Bonk (bank desa) di Wuryantoro tetapi Pak Harto kurang
menyenangi pekerjaan ini. sehubungan dengan itu Pak Harto berhenti berkerja di bank dan
ikut test ujian masuk Kopral Koninkelijik Nederlandsch - Indische Leger = KNIL (Tentara
Kerajaan Belanda). Pak Harto diterima sebagai kopral dan lulus dengan nilai terbaik (1940).
Karena kehebatannya, pada tahun 1941 Pak Harto dikirim ke Sekolah Kadet di Gombong
untuk mendapatkan pangkat sersan. Setelah lulus dan mendapatkan pangkat sersan, Pak
Harto ditugaskan ke Bandung. Penugasan ke Bandung dengan sendirinya berakhir ketika
Belanda menyerah kepada Jepang.
Pada awal masa pemerintahan Jepang (1942), Pak Harto diterima sebagai keibuho
(polisi) dengan nilai terbaik. Pada tahun 1943 Pak Harto diterima menjadi shodanco
(Komandan Pleton) Tentara Pembela Tanah Air (PETA) dan ditempatkan di Wates, dan
kemudian di Glagah, Pantai Selatan Yogyakarta. Setahun kemudian (1944) Pak Harto
diangkat menjadi chudanco (Komandan Kompil) dan di Markat Besar PETA di Solo. Setelah
Indonesia merdeka, pada tanggal 5 Oktober 1945 dibentuklah Tentara Keamanan Rakyat
(TKR). Di Yogja dibentuk Divisi IX, pasukan bawah Divisi IX dan Pak Harto diangkat
menjadi Komandan Batalyon X dengan pangkat Mayor. Selanjuntnya pada tahun 1948, Pak
Harto dipercaya sebagai Komandan Brigade X (Brigade Mataram) Wehrkreise III dengan
pangkat Letnan Kolonel yang membawahi wilayah Yogyakarta.
6

PENUGASAN DAN KARIR MILITER


Serangan Umum 1 Maret
Serangan Umum 1 Maret 1949 merupakan puncak serang-serangan TNI bersama
rakyat sebagai balasanan terhadap Agresi Militer Belanda II ke Yogyakarta pada tanggal 19
Desember 1948. Serangan Umum 1 Maret 1949 dari berbagai penjuru kota Yogyakarta
dipimpin oleh Letkol Soeharto, Komandan Brigade 10 Wehrkreise III yang dimulai pada
pukul 06.00 pagi (ketika mendengar suara sirene sabagai tanda berakhirnya jam malam) dan
berakhir pada pukul 12.00 siang. Selama 6 (enam) jam TNI dan rakyat berhasil menguasai
kota Yogyakarta. Atas keberhasilan ini, Jendral Sudirman memberikan apresiasi dengan
menyebut bahwa Letkol Soeharto merupakan Bunga Pertempuran. Keberhasilan ini
membuktikan kepada dunia Internasional, khususnya Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB)
bahwa Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan rakyat Indonesia masih mampu mengadakan
serangan ofensif.
Serangan ofsensif ini mendukung perjuangan diplomasi Indonesia dan membuat
Belanda bersedia mengadakan perundingan-perundingan selanjutnya dan menarik diri dari
kota Yogyakarta, bahkan pada akhirnya pada tanggal 27 Desember 1949 Belanda mengakui
atau menyerahkan Kedaulatan kepada Indonesia.

Komando Mandala Pembebasan Irian Barat


Komando Mandala Pembebasan Irian Barat dibentuk pada tanggal 2 Januari 1962
dengan tugas merencanakan, mempersiapkan, dan menyelenggarakan operasi-operasi militer
untuk merebut Irian Barat ke dalam wilayah Republik Indonesia.
Sebagai Panglima Komando Mandala diangkat Brigadir Jendral Soeharto (kemudian
dinaikan pangkatnya menjadi Mayor Jendral), dengan dibantu oleh Kolonel (Laut) Soebono
sebagai wakil panglima I, Kolonel (Udara) Leo Wattimena sebagai Wakil Panglima II, dan
Kolonel Ahmad Taher sebagai Kepala Staf Gabungan. Perjuangan militer Komando Mandala
yang dilaksanakan bersama dengan perjuangan diplomasi berhasil memaksa Belanda untuk
mengadakan perundingan dengan Pemerintah Republik Indonesia. Perundingan diadakan di
Markas Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York pada tanggal 15 Agustus 1962 yang
kemudian dikenal dengan New York Agreement atau Persetujuan New York.

G 30 S/PKI dan Kesaktian Pancasila


Pada tanggal 30 September 1965 Parta Komunis Indonesia (PKI) melancarkan
gerakan perebutan kekuasaan terhadap Pemerinthan Republik Indonesia dengan nama
Gerakan Tiga Puluh September yang kemudian dikenal dengan G 30 S/PKI. Di Jakarta, G 30
S/PKI menculik dan membunuh 6 (enam) perwira tinggi (Jendral) Angkatan Darat yaitu:
1. Letnan Jenderal Ahmad Yani.
2. Mayor Jenderal R. Soprapto.
3. Mayor Jenderal Harjono Mas Tirtodarmo.
4. Mayor Jenderal Suwondo Parman.
5. Brigadir Jenderal Danald Izacus Pandjaitan.
7

6. Brigadir Jenderal Soetojo Sismomihardjo.


Seorang ajudan Jendral A. H. Nasution, Letnan Satu Pierre Andreas Tandean dan seorang
putri Jendral A. H. Nasution, Ade Irma Suryani Nasution dan seorang pengawal Waperdam
J. Leimena, Brigadir Polisi Karel Sasuit Tubun. Di Yogyakarta, G 30 S/PKI menculik dan
membunuh Komandan dan Kepala Staf KOREM 072 Yogyakarta, yaitu Kolonel Katamso
Dharmokusumo dan Letnal Kolonel Sugijono Mangunwijoto.
Pada tanggal 2 Oktober 1965 Mayor Jendral Soeharto, panglima KOSTRAD berhasil
menguasai kembali keadaan Kota Jakarta. Setelah berhasil menguasai Kota Jakarta, Mayor
Jendral Soeharto segera mebuat laporan kepada Presiden Soekarno yang isinya bahwa
situasi Kota Jakarta dapat dikuasai dan pertempuran darah dapat dihindarkan. Sehari
kemudian, pada tanggal 3 Oktober 1965 memalui pidato RRI, Presiden Soekarno menujuk
Mayor Jandral Soeharto untuk memulihkan keamaan dan ketertiban terkait dengan peristiwa
G 30 S/PKI. Pada tanggal 14 Oktober 1965 Mayor Jandral Soeharto diangkat sebagai
Menteri atau Panglima Angkatan Darat mengantikan Letnan Jenderal Ahmad Yani dan
pelantikan dilaksanakan pada tanggal 16 Oktober 1965. Selanjutnya pada tanggal 1
Nopember 1965 Mayor Jenderal Soeharto secara resmi ditunjuk sebagai Panglima Operasi
Pemulihan Keamanan dan Ketertiban dengan Keputusan Prasider Nomor 142/KOTI/1965
yang berlaku surut tanggal 1 Oktober 1965.
Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban serta penumpasan terhadap G 30 S/PKI
segera dilaksanakan di Jakarta maupun di daerah-daerah. Keberhasilan penumpasan dan
pemulihan terhadap keamanan serta ketertiban yang dipimpin oleh Mayor Jendral Soeharto
adalah berkat dukungan Angkatan Bersenjata Rapublik Indonesia (ABRI), organisasi politik,
oerganisasi kemasyarakatan, dan rakyat yang setia kepada Pancasila. Ini semua merupakan
bukti kesetiaan dan kesaktian Pancasila. Patriotisme beliau untuk menjadikan pedoman
bernegara diupayakan dengan mamasyarakatkan Pancasila melalui pendidikan.

MENITI KARIR DIBIDANG POLITIK


SUPERSEMAR dan Pembubaran PKI
Pada tanggal 11 Maret 1966, Letnan Jenderal Soeharto, Menteri / Panglima Angkatan
Darat mendapatkan surat perintah dari Presiden Soekarno yang kemudian dikenal dengan
SUPERSEMAR. Berkat SUPERSEMAR pada tanggal 12 Maret 1966, Letnan Jendral
Seharto atas nama Presiden menetapkan Keputusan Presiden Nomor 1/3/1966 tentang
pembubaran dan pelarangan Partai Komunis Indonesia (PKI) dan semua bagian organisasi
dari tingkat pusat sampai ke daerah serta semua organisasi yang seasas/ berlindung/
bernaung dibawahnya

Riwayat Hidup H. M. Soeharto


Nama : HM. Soeharto
Tempat/ Tanggal Lahir :
Kemusuk, Argomulyo, Godean Yogyakarta, 08 Juni 1921
Agama : Islam
Alamat Rumah : Jalan Cendana 8, Menteng Jakarta Pusat
Keluarga
Orangtua :
Kertosoediro (Alm) & Sukirah (Alm)
Istri : Siti Hartinah (Alm)
Anak
1. Siti Hardijanti Hastuti
2. Sigit Harjojudanto
3. Bambang Trihatmodjo
4. Siti Hediati Harijadi
5. Hutomo Mandala Putra
6. Siti Hutami Endang Adiningsih
Riwayat Pendidikan

SD di Tiwir, Yogyakarta, Wuryantoro dan Solo (1929-1934)

SMP dan Sekolah Agama, Wonogiri dan Yogyakarta (1935-1939)

Masuk KNIL dan Mengikuti Pendidikan Dasar Militer di Gombong, Jateng (1 Juni
1940).

Sekolah Kader di Gombong (2 Desember 1940)

Masuk Kepolisian Jepang Keibuho (Mei 1943)

SSKAD, Bandung (1959-1960)

10

Anda mungkin juga menyukai