Anda di halaman 1dari 51

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Manusia merupakan satu kesatuan dari sistem tubuh, merupakan makhluk
yang holistik meliputi aspek bio-psikososial, kultural dan spiritual. Sebagai sistem
yang utuh, maka apabila terjadi gangguan pada salah satu aspek, akan
berpengaruh/mengganggu pada aspek yang lain, dan respon terhadap gangguan
tersebut dapat berbeda-beda (unik) pada masing-masing individu.
Sebagai makhluk sosial, dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu
berhubungan/berinteraksi dengan orang lain dalam upaya pemenuhan kebutuhan
hidupnya. Untuk menjaga kesinambungan hubungan dengan orang lain, salah satu
alat berinteraksi adalah komunikasi. Dengan komunikasi tersebut, individu dapat
menjalin hubungan dan kerjasama satu sama lain dalam kehidupan sosial masyarakat.
Kegiatan komunikasi selalu mendasari kegiatan yang lain, misalnya mulai
bangun tidur, di tempat kerja, kembali ke rumah, dan mempersiapkan untuk kembali
keperaduan/tempat tidur, semuanya tidak terlepas dari apa yang dinamakan
komunikasi. Dalam pelayanan keperawatan, komunikasi sangat penting digunakan
oleh perawat khususnya dalam memberikan asuhan keperawatan kepada klien.
Komunkasi digunakan perawat dalam setiap aktifitas pelayanan keperawatan sesuai
dengan proses asuhan keperawatan yang meliputi; pengkajian, diagnosa keperawatan,
perencanaan, pelaksanaan dan penilaian. Komunikasi dilakukan pada setiap tahap

proses keperawatan tersebut, dan perawat tidak dapat melakukan proses tersebut
dengan baik tanpa komunikasi. Dalam hal ini komunikasi dibutuhkan sebagai sarana
untuk menggali data dalam rangka memenuhi kebutuhan pasien. (Ester, dalam
Arwani, 2002)
Komunikasi keperawatan merupakan gambaran terjadinya interaksi antara
perawat dengan klien dalam upaya pemenuhan kebutuhan klien. Komunikasi
keparawatan merupakan proses khusus dan bermakna, dan menjadi penting kerena
merupakan metode utama dalam memberikan asuhan keperawatan. Dalam
keperawatan jiwa komunikasi adalah salah satu model pendekatan yang dapat
digunakan untuk membantu klien dalam proses adaptasi, khususnya penderita dengan
gejala perilaku menarik diri.
Rawlins dalam Keliat, dkk (2002); menarik diri adalah suatu perubahan
yang dilakukan oleh individu sebagai usaha untuk menghindari interaksi dengan
orang lain atau berhubungan dengan orang lain. Tingkah laku yang ditunjukkan oleh
klien dengan menarik diri dapat berupa isolasi diri, sedih, personal hygiene kurang,
kurang sadar terhadap lingkungan, aktifitas menurun, harga diri rendah dan menolak
berhubungan dengan orang lain.
Individu yang menarik diri lebih menfokuskan diri pada stimulasi internal
dari pada stimulasi eksternal, yang dapat menstimuli terjadinya gangguan persepsi
(halusinasi), yaitu persepsi sensori yang palsu tanpa adanya stimulasi eksternal. Bila
gangguan persepsi (halusinasi) ini tidak dilakukan penatalaksanaan dengan baik,
maka akan terjadi resiko mencederai diri sendiri atau orang lain. Sehubungan dengan

hal tersebut, maka komunikasi adalah model keperawatan jiwa yang penting
dilakukan untuk membantu klien kepada realita (Keliat, dkk, 2002)
Berdasarkan hasil studi pendahuluan pada tanggal 21 februari didapatkan
bahwa jumlah klien yang mengalami gangguan interaksi sosial menarik diri di ruang
23 Rumah Sakit Dr. Saiful Anwar Malang, pada satu bulan terakhir (Januari-Februari
2005), didapatkan data jumlah klien dari berbagai kasus yang ada dengan
menggunakan klasifikasi PPDGJ_III (Pedoman Penggolangan dan Diagnosis
Gangguan Jiwa_III) adalah sejumlah 50 orang, dengan perincian sebagai berikut;
kasus skizofrenia berjumlah 48%, kasus yang terkait dengan gangguan alam perasaan
(afek dan mood) berjumlah 20%, kasus dengan gangguan waham berjumlah 4%,
kasus dengan gangguan somatoform (psikogenik) berjumlah 2%. Dan dari hasil
observasi yang dilakukan selama satu minggu (tanggal 21-26 februari 2005),
didapatkan klien yang mengalami gangguan interaksi sosial: menarik diri sebanyak
20 orang penderita. Dan kesemuanya, selain diberikan terapi pengobatan, juga
dilakukan asuhan keperawatan dengan model pendekatan komunikasi terapeutik.
Selama dilakukan terapi, sebanyak 75% klien dapat melakukan interaksi sosial dan
sisanya (25%) belum bisa melakukan interaksi sosial. Dan dalam perkembangannya
didapatkan data bahwa pada klien menarik diri yang pulang dalam keadaan sembuh
sebanyak 62% klien, mulai sembuh sebanyak 13% klien dan sisanya 25% klien
belum sembuh. Terapi dengan model pendekatan komunikasi terapeutik, dilakukan
oleh perawat melalui Terapi Aktifitas Kelompok : Sosialisasi (TAKS) dilaksanakan 3
kali dalam seminggu, dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (SP)

dilakukan setiap hari dengan langkah-langkah strategi komunikasi dalam pelaksanaan


tindakan proses keperawatan.
Berdasarkan identifikasi diatas, menunjukkan tingginya angka penderita
yang mengalami gangguan interaksi sosial : menarik diri. Sehubungan dengan hal
tersebut di atas, maka peneliti merasa tertarik untuk mengadakan penelitian tentang
dampak pelaksanaan komunikasi terapeutik terhadap kemampuan interaksi sosial
klien gangguan jiwa (menarik diri) di ruang 23 Rumah Sakit Dr. Saiful Anwar
Malang.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas, maka rumusan masalah
dalam studi kasus ini adalah ; Bagaimana dampak pelaksanaan komunikasi terapeutik
terhadap kemampuan interaksi sosial klien gangguan jiwa (menarik diri) di ruang 23
Rumah Sakit Dr. Saiful Anwar Malang.

1.2.

Tujuan Studi Kasus


Tujuan studi kasus ini adalah untuk mengetahui dampak pelaksanaan

komunikasi terapeutik terhadap kemampuan interaksi sosial klien gangguan jiwa


(menarik diri) di ruang 23 Rumah Sakit Dr. Saiful Anwar Malang.

1.3. Manfaat Penelitian


Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi:
1. Pasien: dengan model pendekatan komunikasi terapeutik yang bermutu,
memberikan dampak dalam kemampuan berinteraksi sosial, sehingga
pelayanan yang diberikan terasa lebih memuaskan.
2. Perawat dan Ruang 23 Rumah Sakit Dr. Saiful Anwar Malang: sebagai
masukan dan motivasi untuk peningkatan mutu pelayanan dan asuhan
keperawatan, khususnya dalam menerapkan komunikasi terapeutik pada
klien yang mengalami gangguan interaksi sosial : menarik diri.
3. Bagi perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Tehnologi Keperawatan: sebagai
penelitian pendahuluan untuk mengawali penelitian lebih lanjut dalam
bidang keperawatan
4. Peneliti: memperoleh pengalaman dalam pelaksanaan aplikasi riset
keperawatan di tatanan pelayanan keperawatan, khususnya studi kasus
tentang dampak pelaksanaan komunikasi terapeutik terhadap kemampuan
interaksi sosial klien gangguan jiwa (menarik diri) di ruang 23 Rumah Sakit
Dr. Saiful Anwar Malang.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Komunikasi merupakan proses kompleks yang melibatkan perilaku dan


kemungkinan individu untuk berhubungan dengan orang lain dan sekitarnya. Potter
dan Perry (1993),menjelaskan bahwa komunikasi terjadi pada tiga tingkatan, yaitu
komunikasi intrapersonal, komunikasi Interpesonal dan komuniksi publik. Fokus
dalam tinjauan pustaka ini adalah komunikasi interpersonal.
Komunikasi interpersonal adalah interaksi yang terjadi antara sedikitnya
dua orang atau dalam kelompok kecil, terutama dalam bentuk tatap muka dan paling
sering digunakan dalam pelayanan keperawatan. Komunikasi interpersonal yang
sehat memungkinkan penyelesaian masalah, berbagi ide, pengambilan keputusan dan
pertumbuhan personal. Pada profesi keperawatan, komunuikasi menjadi lebih
bermakna karena merupakan metode utama dalam mengimplementasikan tindakan
yang menyangkut bidang kesehatan. (Roger, dkk, Setiawan, ed 1999)
Dalam keperawatan jiwa komunikasi adalah aspek penting dalam asuhan
keperawatan. Komunikasi merupakan alat untuk membantu mengatasi masalah
klien dan merupakan salah satu model pendekatan dalam asuhan keperawatan
jiwa.

2.1.

KOMUNIKASI DAN TERAPEUTIK

2.1.1. Pengertian Komunikasi Terapeutik


Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara
sadar, bertujuan dan kegiatan dipusatkan untuk kesembuhan pasien.(Ester, dalam
Uripi : 48)
Rogers (1961) berpendapat bahwa komunikasi terapeutik bukan
merupakan apa yang dilakukan seseorang, tetapi bagaimana seseorang melakukan
komunikasi itu dalam berhubungan dengan orang lain. Selanjutnya, Rogers
mengidentifikasi ada tiga faktor mendasar dalam rangka menciptakan hubungan yang
saling membantu; Pertama, orang yang dibantu harus memahami sebenar-benarnya
tentang siapa dirinya. Kedua, membantu harus menunjukkan rasa empatinya. Ketiga,
orang yang dibantu harus bebas untuk mengeluarkan segala sesuatunya yang
berhubungan dengan dirinya dalam hubungan tersebut. (Arwani, 2002 : 53)
2.1.2. Kegunaan dan Tujuan Komunikasi terapeutik
2.1.2.1. Kegunaan Komunikasi terapeutik
Fungsi komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong dan menfasilitasi
kerja sama antara perawat dengan pasien. Perawat berusaha mengungkapkan
perasaan, mengindetifikasi dan mengkaji masalah serta mengevaluasi tindakan yang
dilakukan dalam perawatan. Proses komunikasi yang baik dapat memberikan
pengertian tingkah laku pasien dan membantu pasien dalam rangka mengatasi

persoalan yang dihadapi pada tahap perawatan, sedangkan dalam tahap preventif
kegunaannya adalah mencegah tindakan yang negatif terhadap pertahanan diri pasien.
2.1.2.2. Tujuan Komunikasi terapeutik
Tujuan

komunikasi

terapeutik

adalah

membantu

pasien

untuk

memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran serta dapat mengambil
tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila pasien percaya pada hal-hal yang
diperlukan, mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang
efektif dan mempertahankan kekuatan egonya, mempengaruhi orang lain, lingkungan,
fisik dan dirinya sendiri.
2.1.3. Prinsip Komunikasi Terapeutik
Body & Nihart dalam Intansari (1998), mengemukakan tentang prinsipprinsip komunikasi terapeutik seperti di bawah ini :
1. Klien harus merupakan fokus utama dari interaksi
2. Tingkah laku profesional mengatur hubungan terapeutik
3. Membuka diri dapat digunakan hanya pada saat membuka diri mempunyai tujuan
terapeutik.
4. Kerahasiaan klien harus dijaga
5. Kompetensi intelektual harus dikaji untuk menentukan pemahaman.
6. Implementasi intervensi berdasarkan teori.

7. Beripetunjuk klien untuk menginterpretasikan kembali pengalamannya secara


rasional.
8. Telusuri interaksi verbal klien melalui statemen klarifikasi dan hindari perubahan
subyek/topik jika perubahan isi topik tidak merupakan sesuatu yang sangat
menarik klien.
Komunikasi terapeutik merupakan bentuk keterampilan dasar untuk
melakukan wawancara dan penyuluhan dalam praktik keperawatan. Wawancara
digunakan dalam berbagai wujud, misalnya; pengkajian, memberikan penyuluhan
kesehatan dan perencanaan perawatan dan sebagai media terapeutik.
2.1.4. Teknik Komunikasi Terapeutik
2.1.4.1. Mendengarkan dengan Aktif (Active Listening)
Selama mendengarkan, secara aktif perawat mengikuti apa yang
dibicarakan pasien, mempertahankan kontak mata dan memperhatikannya. Perawat
memberikan tanggapan dengan tepat dan tidak memotong pembicaraan pasien.
Tunjukkan perhatian bahwa perawat mempunyai waktu untuk mendengarkan.
2.1.4.2. Memberikan kesempatan pada pasien untuk memulai pembicaraan
Bagi pasien yang merasa ragu-ragu dan tidak pasti tentang peranannya
dalam suatu interaksi, maka perawat dapat mengarahkan pasien, gunakan pertanyaan
yang dapat merangsang pasien untuk mengambil inisiatif dan merasakan bahwa

10

pasien diharapkan untuk membuka pembicaraan. Dan hindari pertanyaan dengan


jawaban iya atau tidak.
2.1.4.3. Memberikan Penghargaan
Memberikan salam kepada pasien dengan

menyebutkan namanya,

memberikan pujian pada pasien atas prestasi yang dilakukan Misalnya selamat pagi
pak Amir, saya perhatikan bapak tampak ceria dan bugar hari ini, atau terimaksih
bapak telah bersedia menemani saya
2.1.4.4. Pengulangan pernyataan
Perawat mengulang sebagian pertanyaan pasien dengan mengulang katakata sendiri, yang menunjukkan bahwa perawat mendengar apa yang dikatakan
pasien, apabila isi pikirannya tidak dimengerti maka pasien dapat mengulang kembali
apa yang diucapkannya, sehingga menjadi jelas, misalnya:
Pasien : suster saya tidak dapat tidur, sepanjang malam terjaga!
Perawat : apakah bapak dapat kesulitan tidur?
2.1.4.5. Refleksi
Perawat mengulang kembali apa yang dibicarakan pasien untuk
menujukkan bahwa perawat mendengar dan mengerti apa yang dibicarakan pasien.
Teknik ini digunakan untuk membantu pasien dalam mengungkapkan masalahnya
agar menjadi lebih jelas, menyadari bahwa perawat mengharapkan dirinya untuk

11

mampu melakukan hal-hal tersebut., misalnya : anda tampak tegang dan cemas,
apakah ini berhubungan dengan yang kita bicarakan tadi?.
2.1.4.6. Klarifikasi
Menjelaskan kembali ungkapan pikiran yang dikemukakan pasien yang
kurang jelas bagi perawat, agar tidak jadi salah pengertian, misalnya; saya tidak jelas
apa yang bapak maksudkan, dapatkah bapak menjelaskannya kembali?
2.1.4.7. Pemusatan/mengarahkan pembicaraan.
Perawat membantu pasien untuk memfokuskan pembicaraan agar lebih
spesifik dan mengarahkan komunikasi kepada pencapaian tujuan, dan untuk
mendapatkan informasi yang lebih mendalam tentang suatu masalah, misalnya :
Pasien : saya tidak mau lagi dirawat dirumah sakit!
Perawat : barang kali bapak bisa menjelaskan apa yang bapak alami sehingga bapak
tidak mau lagi dirawat di rumah sakit ?
2.1.4.8. Berbagi Persepsi
Perawat mengungkapkan persepsinya tentang pasien dan meminta umpan
balik dari pasien, misalnya: Bapak nampak lelah hari ini, barangkali kurang
istirahat/tidur.

12

2.1.4.9. Diam
Bagi pasien depresi, diam dan duduk bersama pasien bisa diartikan
sebagai dorongan, perhatian dan peneriamaan. Dengan duduk diam beberapa saat,
kemudian mengkomunikasikan minat dan peran serta perawat secara nonverbal.
Misalnya; menggandeng/memegang tangan atau menepuk bahu pasien.
2.1.4.10. Memberi Informasi
Memberikan informasi kepada pasien mengenai hal-hal yang tidak/belum
diketahuinya atau bila pasien bertanya. Memberikan informasi yang

diperlukan

untuk membina hubungan saling percaya dengan pasien dan menambah pengetahuan
pasien yang akan berguna untuk mengambil keputusan secara realistis. Misalnya
perawat menerangkan tentang jam berkunjung, dan atau tentang tindakan yang akan
dilakukan pada pasien selama dirawat
2.1.4.11. Humor
Merupakan tekhnik komunikasi yang baik bila digunakan pada waktu
yang tepat dan cara yang kontruktif, untuk mengurangi ketegangan.
2.1.4.12. Pertanyaan Terbuka (Open Ended Question)
Pertanyaan yang tidak memerlukan jawaban ya dan mungkin. Tetapi
pertanyaan yang memerlukan jawaban yang luas, misalnya; apa yang biasanya
bapak lakukan bila sakit kepala?.

13

2.1.4.13. Eksplorasi (exploring)


Mempelajari suatu topik, ide-ide, pengalaman, masalah pasien lebih
mendalam yang perlu diketahui. misalnya; ceritakan padaku tentang apa yang kamu
gambar tadi.
2.1.5. Hubungan Terapeutik
Hubungan terapeutik adalah suatu hubungan interaksi yang mempunyai
sifat menyembuhkan (terapeutik intimacy), hubungan ini dibangun untuk keuntungan
klien (helping relationship). Hubungan terapeutik perawat dengan klien merupakan
pengalaman belajar timbal balik dan pengalaman emosional korektif untuk
meningkatkan penghayatan dan perubahan perilaku pasien. (Stuart dan Sundeen
dalam Asih, 1998 : 13)
Hubungan saling membantu berlangsung terus-menerus ketika mereka
saling berinteraksi. Dalam membina hubungan terapeutik (berinteraksi) perawat
mempunyai empat tahap yang pada setiap tahapnya mempunyai tugas yang harus
diselesaikan oleh perawat. Keempat tahap (fase) tersebut adalah: fase pre interaksi,
fase orientasi, fase kerja, dan fase terminasi. (Ester dalam Arwani, 2002 : 61-76).

14

1. Fase Pre interaksi


Merupakan tahap dimana perawat belum bertemu dengan klien. Tugas
perawat dalam fase ini adalah :
-

Mendapatkan informasi tentang klien (dari catatan medis/catatan keperawatan


atau sumber yang lain)

Mencari literatur yang berkaitan dengan masalah yang dialami klien.

Mengeksplorasi perasaan, fantasi dan ketakutan diri.

Menganalisis kekuatan dan kelemahan profesional diri

Membuat rencana pertemuan dengan klien ; spesifik data yang akan dicari,
metode yang tepat untuk wawancara, stting ruangan/waktu yang tepat

2. Fase Orientasi
Fase ini dimulai ketika perawat dan klien bertemu pertama kalinya,
mengatur suasana untuk mengingatkan hubungan perawat-klien. Ciri hubungan fase
ini masih bersifat dangkal dan sering ditandai dengan ketidakpastian dan upaya
penggalian perasaan, persepsi, pikiran dan tindakan klien. Biasanya, perawat
menggunakan tehnik wawancara untuk menggali informasi yang dibutuhkan. Perawat
dan klien bertemu dan saling mengidentifikasi nama masing-masing, jika telah
terbentuk trust, pasien akan berbincang dan menanyakan sesuatu dengan cara yang
lebih informal. Kegagalan perawat untuk mengidentifikasi dirinya sendiri akan

15

menghasilkan ketidak pastian pada pasien. Komunikasi terapeutik menjadi sesuatu


yang sangat membantu proses saling percaya dengan catatan bila komunikasi
dilakukan dengan ikhlas, empati dan penuh dengan kehangatan. Fase orientasi secara
umum dicirikan dengan lima kegiatan pokok, yaitu :
a. Testing; merupakan kegiatan untuk menguji kebutuhan yang dapat dibantu oleh
perawat, ketakutan untuk mengekspresikan perasaan yang sebenarnya, dan
kecemasan yang dirasakan sering menyebabkan kebutuhan klien berubah-ubah.
Perawat harus menunjukkan hasrat untuk membantu dengan cara menerangkan
tindakan yang akan dilakukan dan melakukan dengan hati-hati
b. Building Trust; rasa percaya (trust) menjadikan seseorang mengikuti apa yang
dikatakan dan diminta seseorang tanpa rasa ragu atau menimbulkan pertanyaan.
Kredibilitas, rasa percaya diri, dan rasa untuk dapat dipertanggung jawabkan
terbangun ketika rasa percaya diri telah ada dan berkembang. Ini menjadi tidak
mudah bagi klien untuk mempersepsikan kebutuhannya yang memerlukan
bantuan perawat. Dengan demikian, adanya trust

telah membentuk dasar

komunikasi efektif sehingga seseorang menjadi terbuka dalam mengekspresikan


perasaan pikirannya. Ketika klien memulai mencurahkan perasaan dan sikapnya,
klien menjadi rentan. Pemberian perawatan yang tulus, mengekspresikan
perhatian demi kesejahteraan klien merupakan kekuatan untuk menciptakan rasa
percaya pada pasien, karena dengan cara ini, menunjukkan rasa sensitif dan
pemahamannya terhadap kebutuhan-kebutuhan klien, dan ikut mendorong klien

16

berkembang dan memperoleh kemajuan yang lebih baik dari masalah yang
dialami.
c. Identification of problems and goals; hubungan dengan pasien menjadi sangat
kuat dan bermakna jika berhasil menemukan masalah penting apa yang dialami
pasien karena pasien mungkin tidak dapat mengidentifikasi masalahnya dengan
baik. Identifikasi masalah klien dapat mengguanakan cara-cara seperti
mendengarkan penuh perhatian (attentive lestening), memberikan pertanyaan
terbuka (open-ended questioning), membuat pra frase (paraphrasing), dan
klarifikasi masalah (clarifying). Identifikasi masalah secara tepat menfasilitasi
pengertian klien tentang peran apa yang harus dilakukan begitu juga tindakan apa
yang harus dia lakukan.
3. Fase Kerja (Working phase)
Selama fase ini hubungan akan menjadi lebih dalam dan fleksible jika
perawat dan klien menjadi lebih merasa saling memiliki. Fase kerja terbagi dalam dua
kegiatan pokok, yaitu:
a.

Integrating communication with nursing actions (Menyatukan proses


komunikasi dengan tindakan perawatan). Perlu digaris bawahi bahwa tindakan
keperawatan secara umum terbagi menjadi tiga kelompok, yaitu; fisiologis,
psikologis dan sosio-ekonomis. Bradley dan Edinberg (1982) mengkatagorikan
tiga kelompok tersebut didasarkan atas tingkat kemudahannya untuk dilihat (level
of visibility). Yaitu; tindakan fisiologis seperti kebutuhan nutrisi, eleminasi dan

17

rasa nyaman mempunyai daya lihat yang tinggi. Sebaliknya, tindakan Psikologis
(emosi pasien) dan Sosio-ekonomis (merujuk pasien ke tempat pelayanan
kesehatan

tertentu,

membantu

klien

beradaptasi

dengan

lingkungan

baru).mempunyai tingkat daya lihat yang rendah.


b. Establising a climate for change (Membangun suasana yang mendukung untuk
proses perubahan). Rogers.1961, dalam Arwani. 2002, menggambarkan hubungan
perawat-klien sebagai suatu tindakan yang paling tidak satu orang dalam
organisasi mempunyai niat untuk meningkatkan pertumbuhan, perkembangan,
kematangan, optimalisasi fungsi, dan kemampuan mengatasi hidup orang lain.
4. Fase Terminasi (Termination Phase)
Tujuan utama pada akhir hubungan terapeutik adalah agar terminasi dapat
dilakukan dalam rencana yang mutual saling menguntungkan dan cara yang
memuaskan. Kegiatan yang dilakukan pada fase terminasi meliputi;
a. Evaluating goal achievement (Penilaian pencapaian tujuan), Pada kondisi ini
mendorong klien untuk mengkaji kecocokan dan hasil dari tujuan yang
dibuat.bias saja tujuan yang telah disepakati dapat tercapai dengan baik, namun
bias juga terjadi tujuan tidak dicapai bahkan muncul masalah baru. Jika tujuan
tidak tercapai dan muncul masalah baru, perawat harus mendiskusikan keadaan
ini dengan pasien, mencari faktor penghambat dan menyusun rencana baru untuk
memecahkan masalah sekaligus menetapkan tujuan baru, hal ini yang seharusnya
dilakukan antara perawat dan klien.

18

b.

Separation (Perpisahan). Pada tahap ini bergantung pada karakteristik


hubungan antara perawat dengan klien. Ketika mendekati fase terminasi, idealnya
klien akan merasa bebas untuk mengekspresikan perasaannya pada tahap
terminasi. Perawat harus mampu menyediakan waktu pada pasien untuk
mencurahkan perasaannya.

2.1.6. Karakteristik hubungan Terapeutik Perawat-Klien


Karakteristik vital dari hubungan perawat dan klien adalah membagi
tingkah laku, pikiran dan perasaan (Intansari, 2001)
Coad Denton dalam Stuart dan Sundeen (1995), menggambarkan
keintiman dalam menggunakan proses keperawatan untuk mendukung klien yaitu
pada saat mereka mengeksplorasi kebutuhannya, menyelesaikan masalah, dan
bagaimana memperoleh kemampuan koping yang baru. Perawat yang terapeutik
berarti dalam melakukan interaksi dengan klien, interaksi tersebut menfasilitasi
proses penyembuhan. Ada tiga hal yang mendasar yang memberi ciri-ciri komunikasi
terapeutik yaitu keikhlasan (genuiness), empati (empathy), dan kehangatan (warmth).
(Arwani, 2002 : 55-58)
Keikhlasan (genuiness); dalam rangka membantu klien, perawat harus
menyadari tentang nilai, sikap, dan perasaan yang dimiliki terhadap keadaan klien.
Perawat yang mampu menunjukkan ras ikhlasnya mempunyai kesadaran mengenai
sikap

yang

dipunyai

terhadap

pasien

sehingga

mampu

belajar

untuk

mengkomunikasikannya secara tepat. Perawat tidak akan menolak segala bentuk

19

perasaan negatif yang dipunyai klien, bahkan ia akan berusaha berinteraksi dengan
klien. Hasilnya, perawat akan mampu mengeluarkan segala perasaan yang dimiliki
dengan cara yang tepat, bukan dengan cara menyalahkan atau menghukum klien.
Empathy, merupakan perasaan pemahaman dan penerimaan perawat
terhadap perasaan yang dialami klien dan kemampuan merasakan dunia pribadi
pasien. Empati merupakan sesuatu yang jujur, sinsitif, dan tidak dibuat-buat
(objektif) didasarkan atas apa yang sialami orang lain. Empati berbeda dengan
simpati. Simpati merupakan kecenderuangam berfikir atau merasakan apa yang
sedang dilakukan dirasakan oleh pasien. Sebagai perawat empatik, perawat harus
berusaha keras untuk mengetahui secara pasti apa yang sedang dipikirkan dan
dirasakan klien. Empati membolehkan perawat untuk berpartisipasi sejenak terhadap
sesuatu yang terkait dengan emosi klien.
Kehangatan (warmth). Hubungan saling membatu (helping relationship)
dibuat untuk memeberikan kesempatan klien mengeluarkan unek-uneknya
(perasaan dan nilai-nilai) secara bebas. Dengan kehangatan, perawat perawat akan
mendorong klien untuk mengekspresikan ide-ide dan menuangkannya dalam bentuk
perbuatan tanpa rasa takut dimaki atau dikonfrontasi. Sehingga pasien akan
mengekspresikan persaannnya secara lebih dalam.
Seorang perawat tidak dapat memperoleh pengetahuan tentang pasien, jika
tidak ada kemampuan menghargai keunikan yang ada pada pasiennya. Tanpa
mengetahui kebutuhan unik pasien, perawat juga tidak mampu menolong kesulitan

20

yang dihadapi pasiennya. Maka perlu dicari metode yang bisa mengakomodasi agar
perawat mampu memperoleh pengetahuan tentang pasiennya. Melalui komunikasi
terapeutik diharapkan perawat dapat menghadapi, mempersiapkan, bereaksi dan
menghargai keunikan pasien, serta mempermudah alih pengetahuan dan modifikasi
perilaku pasien. Upaya awal yang dilakukan pada saat berkomunikasi dengan pasien
biasanya menghasilkan interaksi sosial yang singkat. Interaksi yang singkat dan tidak
mendalam tersebut (superfisial) membuat orang yang terlibat didalamnya merasa
aman, dan sebagai pondasi menciptakan hubungan saling percaya yang lebih akrab
antara perawat dengan pasien, karena diskusi/interaksi yang dilakukan tidak ada niat
yang tersembunyi untuk menyingkap tabir rahasia yang dialami pasien. Selanjutnya,
perawat

yang

terampil

akan

berusaha

memelihara

kehangatan

suasana

hubungan/interaksi tersebut untuk menghasilkan rasa percaya dan rasa nyaman pada
pasien, sehingga proses tukar menukar perasaan dan sikap akan berjalan wajar sesuai
dengan tujuan yang hendak dicapai (Ester dalam Arwani, 2002)
2.2. INTERAKSI SOSIAL
2.2.1. Pengertian Interaksi Sosial
Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang
menyamgkut hubungan antara orang-orang perorangan, antara kelompok-kelompok
manusia, maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusia. Apabila dua
orang bertemu, interaksi sosial dimulai pada saat itu (Gillin & Gillin, dalam
Soerjono: 61)

21

Bonner, (1998), mengemukakan bahwa interaksi sosial adalah suatu


hubungan antara dua atau lebih individu manusia, dimana kelakuan individu yang
satu mempengaruhi, mengubah dan memperbaiki kelakuan individu yang lain atau
sebaliknya. Dengan demikian antara individu yang berinteraksi senantiasa merupakan
hubungan timbal balik dan saling mempengaruhi secara timbal balik pula.

2.2.2. Faktor-faktor yang mendasari Interaksi Sosial.


Kelangsungan interaksi sosial sekalipun dalam bentuknya yang sederhana,
ternyata merupakan proses yang kompleks, ada beberapa faktor yang mendasari
kelangsungan interaksi sosial. Adapun faktor-faktor yang mendasarinya adalah
sebagai berikut :
1. Faktor Imitasi
Imitasi atau tiruan adalah keadaan sesorang yang mengikuti sesuatu di luar
dirinya. Sebelum seseorang mengimitasi suatu hal, terlebih dahulu haruslah terpenuhi
beberapa syarat, yaitu :
a. Minat dan perhatian yang cukup besar terhadap hal yang akan diimitasi.
b. Sikap menjunjung tinggi atau mengagumi hal-hal yang diimitasi.
c. Seseorang meniru suatu pandangan atau tingkah laku karena hal itu mempunyai
penghargaan sosial yang tinggi.
Jadi seseorang mungkin mengimitasi sesuatu karena ingin memperoleh
penghargaan sosial di dalam lingkungannya. Sebenarnya imitasi merupakan proses

22

interaksi sosial yang menerangkan mengapa dan bagaimana dapat terjadi


keseragaman dalam pandangan dan tingkah laku.
2. Faktor sugesti
Sugesti adalah proses seorang individu menerima cara pandang atau
pedoman tingkah laku orang lain tanpa kritik terlebih dahulu. Persyaratan yang
memudahkan sugesti pada seseorang adalah ;
a. Sugesti karena hambatan berfikir.
Seseorang langsung menerima tanpa mempertimbangkan terlebih dahulu segala
pengaruh atau pandangan orang lain.
b. Sugesti karena pikiran terpecah-pecah (disosiasi)
Orang-orang yang sedang mengalami pemikiran yang terpecah-pecah, mudah
terjadi sugesti. Misalnya pada seseorang yang mengalami kebingungan karena
dihadapkan pada kesulitan-kesulitan hidup yang terlalu komplek, sehingga ia
lebih mudah terkena oleh sugesti orang lain yang mengetahui jalan keluarnya dari
kesulitan-kesulitan yang ia hadapi tersebut.
c.

Sugesti karena otoritas atau prestise.


Proses sugesti cenderung terjadi pada orang-orang yang sikapnya menerima
pandangan-pandangan tertentu dari seseorang yang memiliki keahlian tertentu,
sehingga dianggap otoritas dalam keahlian tersebut atau dari seseorang yang
mempunyai prestise sosial yang tinggi.

d. Sugesti karena mayoritas.


Seseorang cenderung akan menerima suatu pandangan atau ucapan tertentu
disokong oleh mayoritas dari golongannya, kelompoknya atau masyarakatnya.

23

Mereka cenderung untuk menerima pandangan itu tanpa pertimbangan lebih


lanjut, karena kalau kelompok atau golongan sudah berpendapat demikian, ia pun
rela ikut berpendapat demikian pula.
e. Sugesti karena kepercayaan penuh well to believe
Penerimaan sikap atau pandangan tanpa pertimbangan lebih lanjut, karena sikap
atas pandangan tersebut sudah ada pada diri individu tersbut.
3. Faktor Identifikasi
Faktor identifikasi berlangsung secara sadar (dengan sendirinya),
irasional, berdasrkan perasaan, dan berkembang bahwa identifikasi berguna untuk
melengkapi system norma dan cita-cita. Dorongan utama untuk identifikasi adalah
ingin mengikuti, menerima jejak orang lain yang dianggap ideal bagi dirinya.
4.

Faktor simpati.
Simpati adalah perasaan tertarik sesorang terhadap orang lain yang timbul

atas dasar penilaian perasaan. Dorongan utama yang memunculkan simpati adalah
rasa ingin mengerti dan bekerja sama dengan orang lain.

2.2.3. Faktor Faktor yang Menentukan Interaksi Sosial.


Salah satu cara seseorang melakukan interaksi sosial adalah dengan
menggunakan komunikasi antar individu atau komunikasi secara interpersonal.
Adapun faktor-faktor untuk menumbuhkan hubungan interpersonal yang baik adalah
sebagai berikut :

24

1. Adanya rasa percaya


Faktor percaya merupakan hal yang penting pengaruhnya terhadap
komunikasi

interpersonal.

Secara

ilmiah

percaya

didefinisikan

sebagai;

mengandalkan perilaku orang untuk mencapai tujuan yang dikehendaki, yang


pencapaiannya tidak pasti dan dalam situasi yang penuh resiko (Eiddin, 1967: 224234).
Beberapa faktor yang dapat menumbuhkan rasa percaya :
a. Menerima; adalah kemampuan berhubungan dengan orang lain tanpa menilai dan
berusaha mengendalikan.
b. Empati; adalah memahami orang lain yang tidak mempunyai arti emosional, dan
seseorang menempati diri kita secara imajinatif dan menumbuhkan sikap percaya
diri orang lain.
c. Kejujuran; adalah dalam mengadakan interaksi sosial, agar komunikasi kita
ditanggapi secara jujur, kita harus mengungkapkan diri kita secara jujur pula.
2. Sikap suportif.
Adalah sikap yang mengurangi sikap melindungi diri (defensif) dalam
komunikasi yang terjadi dalam interaksi sosial. Jack R. Gibb, mengemukakan 6
enam perilaku yang menimbulkan perilaku suportif. Hasil penelitiannya bahwa;
makin sering orang menggunakan perilaku defensif, makin besar kemungkinan
komunikasi menjadi defensif. Iklim Defensif antara lain adalah; evaluasi, kontrol,
strategi, netralitas, superioritas dan kepastian.
Iklim Suportif antara lain adala; deskripsi, orintasi masalah, spontanitas,
empati, persamaan, profesinalisme.

25

3. Sikap terbuka (open mindedness)


Sikap terbuka amat besar pengaruhnya dalam menumbuhkan komunikasi
interpersonal yang efektif. Sikap terbuka ditandai dengan karakteristik berikut ini:
a.

Menilai pesan secara objektif dengan menggunakan data dari keajegan


logika.

b. Membedakan dengan mudah melihat nuansa.


c. Berorintasi pada isi.
d. Mencari informasi dari berbagai sumber.
e. Lebih bersifat professional dan bersedia mengubah kepercayaannya.

2.3. GANGGUAN INTERAKSI SOSIAL : MENARIK DRI


Gangguan Interaksi sosial : menarik diri adalah keadaan dimana individu
kurang berpartisipasi dalam jumlah berlebihan atau hubungan sosial yang tidak
efektif (Rawlins, 1993).
2.3.1. Pengertian Menarik Diri
Menarik diri (withdrawal) adalah suatu tindakan melepaskan diri, baik
perhatian maupun minatnya terhadap lingkungan sosial secara langsung. Pada
mulanya klien merasa dirinya tidak berharga lagi sehingga merasa tidak aman dalam
berhubungan dengan orang lain. Pada klien dengan menarik diri, diperlukan
rangsangan/stimulus yang adekuat untuk memulihkan keadaan yang stabil. Stimulus
yang positif dan terus menerus dapat dilakukan oleh perawat. Apabila stimulus tidak
dilakukan/diberikan kepada klien tetap menarik diri yang akhirnya dapat mengalami

26

halusinasi, kebersihan diri kurang dan kegiatan hidup seharihari kurang adekuat
(Stuart and Sundeen, 1995)
Stuart dan Sundeen (1995), menyatakan bahwa Terjadinya menarik diri
dipengaruhi oleh faktor predisposisi, yaitu ;
1) Faktor perkembangan.
2) Faktor genetik.
3) Faktor komunikasi dalam keluarga.
4) Faktor sosio kultural.
Perasaan tidak berharga menyebabkan klien makin sulit dalam
mengembangkan hubungan dengan orang lain, akibatnya klien menjadi regresi,
mengalami penurunan dalam aktivitas dan kurangnya perhatian terhadap penampilan
dan kebersihan diri. Klien semakin tenggelam dalam pengalaman dan pola tingkah
laku masa lalu serta tingkah laku primitif antara lain pembicaraan yang austik dan
tingkah laku yang tidak sesuai dengan kenyataan sehingga dapat berakibat lanjut
terjadinya halusinasi dan gangguan komunikkasi verbal karena klien tidak mau
berinteraksi secara verbal dengan orang lain. Halusinasi pada klien dapat
menimbulkan resiko mencederai diri dan orang lain apabila halusinasinya menyuruh
klien untuk melakukan kekerasan pada diri maupun orang lain dan lingkungan
sekitarnya.
Klien dengan harga diri rendah akan membuat dirinya enggan berinteraksi
dengan orang lain di sekitarnya. Tidak adanya dukungan untuk berinteraksi membuat
klien semakin menarik diri dari lingkungannya. Akibat menarik diri, klien akan

27

mengalami halusinasi. Halusinasi pada akhirnya akan menguasai klien, pada tahapan
lebih lanjut, sehingga memunculkan resiko kekerasan. Harga diri rendah juga akan
menimbulkan koping mekanisme pada klien di mana ia mengkompensasikan
perasaannya dengan waham kebesaran untuk mengatasi harga dirinya yang rendah.
Waham akan mempengaruhi komunikasi klien dimana setiap berkomunikasi klien
selalu terarah pada wahamnya sendiri sehingga terjadi gangguan komunikasi verbal
(Stuart and Sundeen, 1995).

2.3.2. Karakteristik klien dengan perilaku menarik diri.


Stuart dan Sundeen (1995), mengungungkapakan,Adapun karakteristik
karakteristik klieb dengan perilaku menarik diri adalah :
-

Reaksi kurang spontan.

Afek tumpul.

Tidak merawat dan memperhatikan kebersihan diri.

Komunikasi verbal menurun atau tidak ada, klien tidak/enggan bercakap-cakap


dengan orang lain/perawat.

Menyendiri (mengisolasi diri), misalnya pada saat mekan.

Gangguan pola makan; tidak ada nafsu makan atau minum berlebih

Berat badan menurun atau meningkat drastis

28

Kemunduran kesehatan fisik

Tidur berlebihan atau tinggal di tempat tidur dalam waktu yang lama

Kurang bergairah ekspresi wajah kurang berseri/ekspresi sedih

Tidak memperdulikan lingkungan apatis

Aktivitas menurun

Mondar-mandir atau sikap mematung, melakukan gerakan secara berulang (jalan


mondar-mandir).

Menurunnya kegiatan sexual

Menolak berhubungan denga orang lain, klien memutuskan percakapan atau pergi
jika diajak bercakap-cakap.

29

BAB III

METODE STUDI KASUS

Studi kasus ini dilakukan dengan cara meneliti suatu permasalahan pada
suatu kasus yang terdiri dari unit tunggal. Unit tunggal ini dapat berupa satu orang,
sekelompok orang atau penduduk yang terkena suatu masalah. Unit yang menjadi
kasus tersebut secara mendalam dianalisis baik dari segi yang berhubungan dengan
kasus itu sendiri, faktor yang mempengaruhi kejadian-kejadian khusus yang muncul
berhubungan dengan kasus maupun tindakan dan reaksi kasus terhadap suatu
perlakuan atau pemaparan tertentu.

Meskipun di dalam studi kasus ini yang diteliti

hanya berbentuk unit tunggal namun dianalisis secara mendalam, meliputi berbagai
aspek

yang

cukup

luas,

serta

berbagai

teknik

secara

integratif.

(Notoatmodjo. 2002 : 141)

3.1. Rancangan Studi Kasus


Desain yang digunakan dalam studi kasus ini adalah studi observatif
parsitipatif

total.

Observasi

yang

berarti

pengamatan,

bertujuan

untuk

menggambarkan status fenomena dalam kontak sosial yang tengah diselidiki. Pada
observatif partisipatif, pengamat (observer) ikut berpartisipasi aktif pada aktifitas

30

dalam kontak sosial yang tengah diselidiki dengan menggunakan komunikasi


terapeutik dan tidak hanya mengambil bagian pada kegiatan-kegiatan tertentu saja.
Dengan metode ini diharapkan peneliti (observer) akan dapat mengetahui secara
langsung dampak pelaksanaan komunikasi terapeutik terhadap kemampuan interaksi
sosial klien gangguan jiwa khususnya pada klien dengan perilaku menarik diri.

3.2. Subyek Studi Kasus


Dalam studi kasus ini peneliti menggunakan 2 orang klien (Laki-laki
maupun Perempuan) yang mengalami gangguan jiwa dengan masalah gangguan
interaksi sosial : menarik diri.
Adapun kriteria subyek dalam studi kasus ini adalah klien laki-laki
maupun perempuan yang mengalami gangguan Interaksi sosial : menarik diri karena
harga diri rendah, dan menunjukkan perilaku; komunikasi verbal menurun atau tidak
ada, menyendiri (isolasi diri), aktivitas menurun atau tidak ada, menolak berhubungan
dengan orang lain. Umur tidak kurang dari 12 tahun, dan tidak lebih dari 55 tahun,
dan sedang menjalani rawat inap di Ruang 23 Ruamah Sakit. Dr. Saiful Anwar
Malang. Dan bukan klien yang telah mampu melakukan interaksi social/hubungan
interpersonal, bukan klien yang telah berespon sesuai stimulus, serta umur kurang
dari 12 tahun dan lebih dari 55 tahun, dan bukan klien yang tidak menjalani rawat
inap di Ruang 23 Ruamah Sakit Dr. Saiful Anwar Malang.

3.3. Fokus Studi

31

Dalam penelitian ini fokus studi adalah dampak pelaksanaan komunikasi


terapeutik terhadap kemampuan klien gangguan jiwa (menarik diri) di Ruang 23.
Rumah Sakit Dr. Saiful Anwar Malang.

3.4. DEFINISI OPERASIONAL


Dampak Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik Terhadap Kemampuan
Interaksi Sosial Klien Gangguan Jiwa (Menarik Diri) adalah kemampuan klien dalam
hubungan interpersonal, terutama kemampuan dalam berinteraksi dan berkomunikasi
dengan orang lain baik verbal maupun nonverbal, secara terarah sesuai dengan topik
yang sedang dibicarakan selama dan sesudah dilakukan terapi dengan model
pendekatan komunikasi terapeutik.
Peneliti melakukan observasi secara langsung pada setiap tahap (fase)
pelaksanaan strategi komunikasi terapeutik (SP). dan melakukan wawancara secara
terarah berupa pertanyaan-pertanyaan yang sifatnya terbuka pada saat mengawali dan
mengakhirinya kontak dengan klien. Dan mengukur kemampuan dalam melakukan
interaksi sosial

3.5. PENGUMPULAN DATA


Prosedur pengumpulan data dan instrument pengumpulan data yang
digunakan dalam studi kasus ini adalah dengan cara observasi dan wawancara.
Observasi dilakukan dengan dengan menggunakan instrument catatan Anecdotal,
yaitu Peneliti mencatat gejala-gejala khusus atau luar biasa menurut urutan kejadian.

32

Observasi dilakukan pada setiap tahap (fase) Strategi Pelaksanaan Komunikasi dalam
Pelaksanaan Tindakan Keperawatan.
Adapun wawancara (interview) dilakukan berupa pertanyaan-pertanyaan
yang sifatnya terbuka pada saat mengawali dan mengakhirinya kontak dengan klien.

3.5. CARA PENGOLAHAN DATA


Pengolahan data dilakukan secara naratif atau diskriptif bersumber dari
hasil observasi dan wawancara setelah peneliti melaksanakan strategi pelaksanaan
komunikasi terapeutik terhadap kemampuan interaksi sosial klien gangguan jiwa
(manarik diri) di Ruang 23. Rumah Sakit Dr. Saiful Anwar Malang.

33

Lampiran 1.
Pedoman Operasional Kegiatan Interaksi Perawat-Klien1

No
Operasional kegiatan
1 Tahap Pre Interaksi
1.
Mengumpulkan data tentang klien
2.
Mengekplorasi perasaan, fantasi dan kekuatan diri
3.
Membuat rencana pertemuan dengan klien.
2 Tahap Orientasi
4.
Memberikan salam dengan tersenyum pada klien
5.
Melakukan validasi (kognitif, psikomotor, afektif), biasanya pada
pertemuan lanjutan.
6.
Memperkenalkan nama perawat
7.
Menanyakan nama panggilan kesukaan klien
8.
Menjelaskan tanggung jawab perawat dan klien
9.
Menjelaskan peran perawat dan klien
10.
Menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan
11.
Menjelaskan tujuan
12.
Menjelaskan waktu yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan
13.
Menjelaskan kerahasiaan
3 Tahap Kerja
14.
Memberi kesempatan pada klien untuk bertanya
15.
Menanyakan keluhan utama
16.
Memulai kegiatan dengan cara yang baik
17.
Mengakhiri wawancara dengan cara yang baik
4 Tahap Terminasi
18.
Menyimpulkan hasil wawancara : evaluasi proses dan hasil
19.
Memberikan reinforcement positif
20.
Merencanakan tindak lanjut dengan klien
21.
Melakukan kontrak (waktu, tempat dan topik)
22.
Mengakhiri wawancara dengan cara yang baik
5 Deminsi Respon

34

23
24
25
26
27

Berhadapan
Mempertahankan kontak mata
Tersenyum pada saat yang tepat
Membungkuk kearah klien
Mempertahankan sikap terbuka

Mungkin tidak perlu dilakukan pada pertemuan selanjutnya, kecuali pada kondisi tertentu.

2 Nurjannah. 2001,

Hubungan Terapeuti Perawat Klien, Kualitas Pribadi Sebagai Sarana,

Yogyakarta : FKUI. UGM

Lampiran 2.

Pedoman Strategi Pelaksanaan Tindakan Asuhan Keperawatan (S P)


Klien Menarik Diri
(Interaksi Awal, Pertengahan, Akhir)

Tujuan Umum dan Tujuan Khusus


a. Tujuan Umum :
Klien dapat meningkatkan kemampuan interpersonal dalam melakukan
interaksi sosial.
b. Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
2. Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri.
3. Klien dapat melaksanakan hubungan sosial secara bertahap (klien dan
perawat)
4. Klien dapat mengevaluasi kegiatan yang telah dilakukan selama di rumah
sakit.
5. Klien dapat menerima perpisahan dengan baik.

35

Strategi Pelaksanaan Tindakan Asuhan Keperawatan (S P)


Klien Menarik Diri : Interaksi Pertama (Awal)

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
Senang menyendiri, kontak dengan orang lain kurang, duduk di pojok,
termenung, enggan diajak bicara.
2. Diagnosa Keperawatan
Resiko perubahan sensori persepsi : halusinasiberhubungan dengan
menarik diri.
3. Tujuan Khusus
1). Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
2). Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri.
4. Tindakan Keperawatan
4.1. Bina hubungan saling percaya dengan mengunakan prinsip komunikasi
terapeutik.
-

Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal

Perkenalkan diri dengan sopan

36

Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien

Jelaskan tujuan pertemuan

Jujur dan menepati janji

Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya

Berikan perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien

4.2. Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tanda-tandanya.
-

Di ruamah bapak tinggal dengan siapa

Siapa yang paling dekat dengan bapak

Apa yang membuat bapak dekat dengannya

Dengan siapa bapak tidak dekat

Apa yang membuat bapak tidak dekat

Apa yang harus bapak lekukan agar dekat dengan seseorang

4.3. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan penyebab


menarik diri atau tidak mau bergaul.
4.4. Berikan pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaannya.

B. Strategi Komunikasi dalam Pelaksanaan Tindakan Keperawatan


1. Fase Orientasi
1.1. Salam terapeutik
Selamat pagi pak, kenalkan nama saya F, saya senang dipanggil F, nama
bapak siapa dan senang dipanggil apa?. Saya yang akan merawat bapak
pada shift pagi ini
1.2. Evaluasi/validasi

37

Apa yang terjadi di rumah


1.3. Kontrak (topik, waktu, tempat)
Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang kejadian dirumah, agar saya
dapat membantu cara mengatasinya, bapak mau berapa lama bercakapcakap, bagaimana kalau 10 menit, bapak mau bercakap-cakap dimana,
bagaimana kalu diruangan ini
2. Fase Kerja
Di rumah bapak tinggal dengan siapa
Siapa yang paling dekat dengan bapak
Apa yang membuat bapak dekat dengannya
bagus sekali, bapak dapat menyebutkan yang membuat dekat dengan
seseorang
Dengan siapa bapak tidak dekat
Apa yang harus bapak lakukan agar dekat dengan sesorang
3. Fase Terminasi
3.1. Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan
-

Evaluasi subjektif;
Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap

Evaluai objeltif;
Tersenyum, menatap perawat

3.2. Rencana lanjut klien

38

Baiklah

pak,

bagaimana

kalau

bapak

ingat-ingat

kembali

yang

menyebabkan bapak dekat dengan seseorang dan siapa yang kira-kira dekat
dengan bapak
3.3. Kontrak yang akan datang (topik, waktu, tempat)
Bagaimana kalu nanti kita latihan cara berkenalan dengan orang lain,
misalnya bapak dengan suster/perawat
Bapak mau ketemu lagi jam berapa?, bagaimana kalau jam 10 nanti?
Bapak mau bercakap-cakap dimana?, bagaimana kalu disini lagi

39

Strategi Pelaksanaan Tindakan Asuhan Keperawatan (S P)


Klien Menarik Diri : Interaksi kedua dan seterusnya (Pertengahan)

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
Termenung, tersenyum dengan perawat, memberi salam pada perawat
2. Diagnosa Keperawatan
Resiko perubahan sensori persepsi : halusinasiberhubungan dengan menarik
diri.
3. Tujuan Khusus
3). Klien dapat melaksanakan hubungan sosial secara bertahap (klien dan
perawat)
4. Tindakan Keperawatan
4.1. Kaji kemampuan klien membina hubungan hubungan dengan orang lain.
4.2. Dorong dan Bantu klien untuk berhubungan dengan orang lain melalui
tahap komunikasi terapeutik.
4.3. Beri reinforcement positif terhadap keberhasilan yang telah dicapai

40

4.4. Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan


4.5. Diskusikan jadwal harian yang dapat dilakukan bersama klien dalam
mengisi waktu.
4.6. Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan ruangan
4.7. Beri reinforcement positif atas kegiatan klien dalam kegiatan ruangan.
B. Strategi Komunikasi dalam Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
1. Fase Orientasi
1.1. Salam terapeutik
Selamat pagi pak Salim
1.2. Evaluasi/validasi
Bagaimana perasaan pak Salim saat ini?, apakah pak salim sudah
mengingat kembali manfaat dan kerugian berteman?
1.3. Kontrak (topik, waktu, tempat)
Pak Salim ingat apa yang akan kita lakukan sekarang?, sesuai janji kita tadi
pagi, sekarang kita akan latihan cara berkenalan antara bapak dengan saya.
Tujuan berkenalan ini, agar bapak mempunyai teman yang banyak. Bapak
mau berapa lama bercakap-cakap, bagaimana kalau 10 menit, bapak mau
bercakap-cakap dimana, bagaimana kalau diruangan ini lagi
2.

Fase Kerja
Menurut bapak, kalau kita ingin berkenalan apa yang harus dilakukan
Perlukah kita berjabat tangan
Perlukah berdiri
Bagus sekali, selanjutnya apa yang bapak katakan

41

Apa saja yang akan kita katakan


Betul sekali, kits sksn tanyakan nama, nama panggilan, hobi dan asl
Bagaimana bapak, kalau kita coba sekarang
Kenalkan nama saya perawat FR, saya senang dipanggil R
Nama bapak siapa, bapak senang dipanggil apa
Hobi R membaca buku, hobi bapak Salim apa
Bagaimana bapak, apak pak salim mau mencoba
3.

Fase Terminasi
3.1. Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan
-

Evaluasi subjektif;
Bagaimana perasaan bapak salim setelah kita latihan cara berkenalan tadi

Evaluai objektif;
Bapak Salim sudah dapat melakukan cara berkenalan dengan orang lain?,
Coba sebutkan bagaimana cara berkenalan dengan orang lain

3.2. Rencana lanjut klien


Baiklah Pak Salim, bagaimana kalau sekarang bapak latihan berkenalan
Bapak mau berkenalan dengan siapa?
Bagaimana kalau kita buat jadwal kegiatan harian bapak?
Baiklah ibu coba latihan nanti, kalau ada kesulitan, kita bicarakan lagi
3.3. Kontrak yang akan dating (topik, waktu, tempat)
Bagaimana kalau nanti kita coba berkenalan dengan perawat yang lain
Bapak mau ketemu lagi jam berapa?, bagaimana kalau jam 10 nanti?
Bapak mau bercakap-cakap dimana?, bagaimana kalu disini lagi

42

Strategi Pelaksanaan Tindakan Asuhan Keperawatan (S P)


Klien Menarik Diri : Interaksi Terakhir

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
Tersenyum, menatap perawat, duduk dengan teman yang lain.
2. Diagnosa Keperawatan
Resiko perubahan sensori persepsi : halusinasiberhubungan dengan menarik
diri.
3. Tujuan Khusus
4). Klien dapat mengevaluasi kegiatan yang telah dilakukan selama di rumah
sakit.
5). Klien dapat menerima perpisahan dengan baik.
4. Tindakan Keperawatan
4.1. melihat kembali kemajuan dari terapi dan pencapaian tujuan.
4.2. Menyediakan realitas perpisahan
B. Strategi Komunikasi dalam Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
1. Fase Orientasi

43

1.1. Salam terapeutik


Selamat pagi Pak Salim
1.2. Evaluasi/validasi
Bapak Salim akan pulang hari ini?
Bagaimana latihannya Pak Salim?
Bagaimana jadwal kegiatannya Pak Salim?
1.3. Kontrak (topik, waktu, tempat)
Pak Salim ingat apa yang akan kita lakukan sekarang?, sesuai janji kita tadi
pagi, sekarang kita akan mengingat kembali latihan yang telah bapak
pelajari selama di rumah sakit. Tujuannya agar Pak Salim dapat melakukan
kegiatan ini dan dapat diteruskan di rumah sehingga Bapak tambah banyak
teman. Bapak mau berapa lama bercakap-cakap, bagaimana kalau 10 menit,
bapak mau bercakap-cakap dimana, bagaimana kalau diruangan ini lagi
2. Fase Kerja
Apa yang telah bapak bisa lakukan
Apakah bapak sudah mencoba dengan teman yang lain dan sudah mengikuti
jadwal kegiatan yang kita buat
Bagus sekali Pak, ini bisa Bapak teruskan nati di rumah
Nanti kalau Pak Salim di rumah, Bapak dapat melakukan kegiatan sesuai
dengan jadwal yang telah bapak buat
Jika di rumah, siapa yang dapat membantu bapak melakukan kegiatan
tersebut

44

Bagus, nanti dirumah orang yang paling dekat dengan bapak diikutsertakan
untuk membantu bapak
Bagaimana Pak Salim, adakah yang ingin Bapak tanyakan?
Menurut bapak adakah manfaat setelah kita bercakap-cakap dan belajar cara
berkenalan

3. Fase Terminasi
3.1. Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan
-

Evaluasi subjektif;
Bagaimana perasaan Pak Salim selama dirawat disini/setelah kita bercakapcakap?

Evaluai objektif;
Coba sebutkan apa saja yang telah Bapak dapat/pelajari selama dirawat
disini?

3.2. Rencana lanjut klien


Pak Salim, jadwal yang tel;ah dibuat untuk di rumah coba dijalankan. Jika
ada hambatan, bapak bisa dating kemari atau telepon
3.3. Kontrak yang akan dating (topik, waktu, tempat)
Jangan lupa 2 minggu lagi Bapak kontrol kemari, dan bawa jadwal
kegiatan Bapak, nanti kita bicarakan lagi kegiatan yang dapat ditambah. Jika
ada hal-hal yang membingungkan jangan tunggu 2 minggu, segera kontrol
kemari.

45

Lampiran 3.
Pedoman Observasi
Dampak Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik
Terhadap Kemampuan Interaksi Sosial Klien Gangguan Jiwa (Menarik Diri)
(Pertemuan Awal)

Tanggal Observasi :
Observer
No
1.

:
Aspek yang dinilai

Kemampuan verbal
a. menyebutkan nama lengkap.
b. menyebutkan nama panggilan
c. mengungkapkan apa yang terjadi di rumah
d. menentukan kontrak topik, waktu, tempat untuk
membicarakan kejadian di rumah.
e. menyebutkan dengan siapa tinggal di rumah.
f. menyebutkan orang yang paling dekat

Aspek yang dilakukan


Tn.
Tn.
ya tidak ya tidak

46

g. menyebutkan apa yang membuat dekat dengan


orang yang dimaksud.
h. menyebutkan dengan siapa tidak dekat.
i. menyebutkan apa yang membuat tidak dekat
dengan orang yang dimaksud.
j. menyebutkan apa yang harus dilakukan agar
dekat dengan seseorang.
k. mengungkapkan perasaannya setelah bercakap2

cakap.
Kemampuan non verbal
a. menatap perawat
b. tersenyum
c. duduk tegak menghadap perawat
d. ekspresi wajah berseri
Jumlah

Interpretasi :

Lampiran 4.
Pedoman Observasi
Dampak pelaksanaan Komunikasi Terapeutik

47

Terhadap Kemampuan Interaksi Sosial Klien Gangguan Jiwa (Menarik Diri)


(Pertemuan Pertengahan)

Tanggal Observasi :
Observer
No
1.

:
Aspek yang dinilai

Aspek yang dilakukan


Tn.
Tn.
ya Tidak ya tidak

Kemampuan verbal
a. menjawab salam dari perawat dengan benar
b. mengungkapkan perasaannya saat ini.
c. menyebutkan manfaat dan kerugian berteman
d. menentukan kontrak topik, waktu, tempat
untuk latihan berkenalan.
e. mengungkapkan apa yang harus dilakukan bila
ingin berkenalan.
f. mengungkapkan perlunya berjabat tangan saat
berkenalan.
g. mengungkapkan

perlunya

berdiri

saat

berkenalan.
h. menyebutkan apa saja yang dikatakan saat
berkenalan
i. mengatakan kesanggupan untuk latihan
j. mengungkapkan perasaannya setelah latihan
cara berkenalan.
k. mengungkapkan kesanggupannya membuat
2

jadwal kegiatan harian.


Kemampuan non verbal
a. melakukan latihan berkenalan dengan perawat

48

b. membuat kegiatan harian


c. berkenalan dengan perawat yang lain.
d. melakukan kegiatan perkenalan sesuai dengan
jadwal harian yang telah dibuat.
Jumlah
Interpretasi :

Lampiran 5.
Pedoman Observasi
Dampak Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik
Terhadap Kemampuan Interaksi Sosial Klien Gangguan Jiwa (Menarik Diri)
(Pertemuan Akhir)

Tanggal Observasi :
Observer
No

:
Aspek yang dinilai
Tn.
Ya

Kemampuan verbal
a. menjawab salam dari perawat dengan benar
b. mengungkapkan rencana untuk pulang ke
rumah
c. menceritakan hasil latihan berkenalan

Aspek yang dilakukan


Tn.
Tidak
Ya Tidak

49

d. menceritakan hasil pelaksanaan jadwal


kegiatan berkenalan.
e. menentukan kontrak topik, waktu, tempat
untuk membicarakan kembali latihan
berkenalan yang telah dipelajari selama di
rumah sakit.
f. menyebutkan kegiatan yang bisa dilakukan
selama dirawat di rumah sakit.
g. mengungkapkan kesanggupan

untuk

melakukan kegiatan sesuai dengan jadwal


yang telah dibuat.
h. menyebutkan orang yang dapat membantu
kegiatannya dirumah.
i. mengajukan pertanyaan yang berkaitan
dengan dirinya.
j. menceritakan menfaat setelah bercakapcakap dan belajar cara berkenalan.
k. mengungkapkan perasaannya selama
2

dirawat di rumah sakit.


Kemampuan non verbal
a. menatap perawat
b. tersenyum
c. duduk tegak menghadap perawat
d. ekspresi wajah berseri
Jumlah

Interpretasi :

50

Pedoman Wawancara/Interview
Dampak Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik
Terhadap Kemampuan Interaksi Sosial Klien Gangguan Jiwa (Menarik Diri)

Tanggal Intrview

Nama Interview

Identitas Responden
Nama

Usia

Keluarga dari Klien

Alamat

Pertanyaan
1. Mengawali Kontak
a.

Selamat pagi bapak/ibu, bagaimana kabarnya hari ini ?

b.

Bagaimana kalau kita berkenalan, nama saya ., saya biasa dipanggil,


nama bapak/ibu siapa ? dan senang dipanggil apa ?

c.

Bagaimana kalau berbincang-bincang tentang keadaan bapak/ibu ?

d.

Bapak/ibu mau berapa lama berbincang-bincang dengan saya ?

e.

Bagaimana kalau kita berbincang-bincang selama 10 menit ?

f.

Apa bapak/ibu tahu sekarang sedang ada dimana ?

g.

Apa yang sedang bapak/ibu lakukan di tempat ini ?

h.

51

Anda mungkin juga menyukai