Referat KET
Referat KET
PENDAHULUAN
kemungkinan terjadi keadaan gawat. Keadaan gawat ini dapat terjadi apabila
Kehamilan Ektopik Terganggu (KET) dimana terjadi abortus maupun ruptur tuba.
Abortus dan ruptur tuba menimbulkan perdarahan ke dalam kavum abdominalis
yang bila cukup banyak dapat menyebabkan hipotensi berat atau syok. Bila tidak
atau terlambat mendapat penanganan yang tepat penderita akan meninggal akibat
kehilangan darah yang sangat banyak.2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Kehamilan ektopik adalah kehamilan di mana sel telur yang dibuahi berimplantasi
dan tumbuh di luar endometrium kavum uterus. Kehamilan ektopik dapat terjadi
di luar rahim misalnya dalam tuba, ovarium atau rongga perut, tetapi dapat juga
terjadi di dalam rahim di tempat abnormal misalnya dalam cervik, pars
intertistialis atau dalam tanduk rudimeter rahim.1,3,4
Kehamilan ektopik merupakan kehamilan yang berbahaya karena tempat
implantasinya tidak memberikan kesempatan untuk tumbuh kembang mencapai
aterm. Kehamilan ektopik terganggu (KET) adalah keadaan di mana timbul
gangguan pada kehamilan tersebut sehingga terjadi abortus maupun ruptur yang
menyebabkan penurunan keadaan umum pasien.1
2.2. Epidemiologi
2.2.1. Distribusi Frekuensi
Kehamilan ektopik terganggu sulit diketahui, karena biasanya penderita tidak
menyampaikan keluhan yang khas, kehamilan ektopik baru memberikan gejala
bila kehamilan tersebut terganggu. Sehingga insidensi kehamilan ektopik yang
sesungguhnya sulit ditetapkan. Meskipun secara kuantitatif mortalitas akibat KET
berhasil ditekan, persentase insidens dan prevalensi KET cenderung meningkat
dalam dua dekade ini. Dengan berkembangnya alat diagnostik canggih, semakin
banyak kehamilan ektopik yang terdiagnosis sehingga semakin tinggi pula
insidensi dan prevalensinya.2
Keberhasilan kontrasepsi pula meningkatkan persentase kehamilan ektopik,
karena keberhasilan kontrasepsi hanya menurunkan angka terjadinya kehamilan
uterin, bukan kehamilan ektopik, terutama IUD dan mungkin juga progestagen
Usia
Umur merupakan faktor resiko yang penting terhadap terjadinya kehamilan
ektopik. Sebagian besar wanita mengalami kehamilan ektopik berumur 2040 tahun dengan umur rata-rata 30 tahun. Menurut Linardakis (1998) 40%
dari kehamilan ektopik terjadi antara umur 20-29 tahun.4
b)
Paritas
Insiden kehamilan ektopik meningkat seiring dengan pertambahan paritas.
Kejadian ini lebih banyak terjadi pada multipara. Ada laporan yang
menyebutkan kejadiannya satu dalam 2600 kehamilan. Penelitian di RSUD
Arifin Achmad di Pekan Baru selama periode 1 Januari 2003-31 Desember
2005 melaporkan bahwa kehamilan ektopik terganggu terbanyak terjadi
pada penderita paritas 1 (35,34 %).4
c)
Ras/Suku
Menurut Philip Kotler, banyak faktor yang mempengaruhi perilaku
seseorang, salah satunya adalah faktor sosial dan kebudayaan. Suku
termasuk bagian dari budaya yang tentunya akan mempengaruhi perilaku
dalam menggunakan pelayanan kesehatan termasuk pelayanan kebidanan.
Kehamilan ektopik lebih sering di temukan pada wanita kulit hitam dari
Tingkat Pendidikan
Ibu dengan pendidikan lebih tinggi cenderung lebih memperhatikan
kesehatannyaselama kehamilan bila dibanding dengan ibu yang tingkat
pendidikannya lebih rendah. Pendidikan ibu merupakan salah satu faktor
penting dalam usaha menjaga kesehatan ibu, anak dan juga keluarga.
Semakin tinggi pendidikan formal seorang ibu diharapkan semakin
meningkat pengetahuan dan kesadarannya dalam mengantisipasi kesulitan
dalam kehamilan dan persalinannya, sehingga timbul dorongan untuk
melakukan pengawasan kehamilan secara berkala dan teratur.4
f)
Sosioekonomi
Derajat sosio ekonomi masyarakat akan menunjukkan tingkat kesejahteraan
dan kesempatannya dalam menggunakan dan menerima pelayanan
kesehatan. Jenis pekerjaan ibu maupun suaminya akan mencerminkan
keadaan sosio ekonomi keluarga. Kehamilan ektopik lebih sering terjadi
pada keadaan sosio ekonomi yang rendah.4
g)
h)
Riwayat Kontrasepsi
Riwayat kontrasepsi membantu dalam penilaian kemungkinan kehamilan
ektopik. Pada kasus-kasus kegagalan kontrasepsi pada wanita yang
menggunakan kontrasepsi oral atau dengan alat kontrasepsi dalam rahim
(AKDR), rasio kehamilan ektopik dibandingkan dengan kehamilan
intrauterin adalah lebih besar daripada wanita-wanita yang tidak
menggunakan metode kontrasepsi. Kejadian kehamilan ektopik pada
akseptor AKDR dilaporkan 12 kali lebih tinggi dibandingkan dengan
pemakai kondom. Diperkirakan terjadi 2 kehamilan ektopik per 1000
akseptor AKDR setiap tahun. Akseptor pil yang berisi hanya progestagen
dilaporkan mempunyai insiden yang tinggi terhadap kehamilan ektopik
apabila terjadi kehamilan selagi menjadi akseptor yaitu 5 kali lebih tinggi
dibandingkan dengan insidennya yang biasa. Pada pemakai pil mini 4-6%
dari kehamilannya dilaporkan adalah ektopik, akan tetapi dilaporkan tidak
terjadi perubahan insiden pada akseptor pil kombinasi.3,4
i)
2.3. Etiologi
Pada kehamilan normal, telur yang sudah dibuahi akan melalui tuba falopi menuju
ke uterus. Dalam beberapa jam setelah pembuahan terjadi, mulailah pembelahan
zigot. Dalam 3 hari terbentuk kelompok sel yang sama besarnya dan disebut
stadium morula. Dalam ukuran yang sama ini hasil konsepsi disalurkan terus ke
pars ismika dan pars interstitialis tuba (bagian-bagian tuba yang sempit) dan terus
ke arah kavum uteri oleh arus serta getaran silia pada permukaan sel-sel tuba dan
kontraksi tuba. Dalam kavum uteri, hasil konsepsi mencapai stadium blastula.
Blastula dilindungi oleh simpai yang disebut trofoblas, yang mampu
menghancurkan dan mencairkan jaringan. Ketika blastula mencapai rongga rahim,
jaringan endometrium dalam keadaan sekresi. Jaringan endometrium ini banyak
mengandung sel-sel desidua. Blastula dengan bagian yang berisi massa sel dalam
(inner-cell mass) akan masuk ke dalam desidua, menyebabkan luka kecil yang
kemudian sembuh dan menutup lagi. Pada saat nidasi terkadang terjadi sedikit
perdarahan akibat luka desidua (tanda Hartman). Nidasi terjadi pada dinding
depan atau belakang uterus (korpus), dekat pada fundus uteri. Blastula yang
berimplantasi pada rahim akan mulai tumbuh menjadi janin.5
b. Pada Hipoplasia uteri, lumen tuba sempit dan berkeluk-keluk dan hal ini
disertai gangguan fungsi silia endosalping.
c. Operasi plastik tuba dan sterilisasi yang tak sempurna dapat menjadi sebab
lumen tuba menyempit.
2.4 Patofisiologi
Proses implantasi ovum yang dibuahi yang terjadi di tuba pada
dasarnya sama dengan halnya di kavum uteri. Telur di tuba bernidasi secara
kolumner
atau
interkolumner.
Implantasi
secara
kolumner
yaitu
telur
Janin yang dikeluarkan dari tuba dengan masih diselubungi oleh kantong amnion
dan dengan plasenta masih utuh kemungkinan tumbuh terus dalam rongga perut,
sehingga terjadi kehamilan ektpik lanjut atau kehamilan abdominal sekunder.
Untuk mencukupi kebutuhan makananbagi janin, plasenta dari tuba akan
meluaskan implantasinya ke jaringan sekitarnya misalnya ke sebagian uterus,
ligamentum latum, dasar panggul dan usus.
2.5 Klasifikasi
Klasifikasi kehamilan ektopik berdasarkan tempat terjadinya implantasi dari
kehamilan ektopik, dapat dibedakan menurut:
2.5.1. Kehamilan Tuba
Kehamilan tuba adalah kehamilan ektopik pada setiap bagian dari tuba fallopi.
Sebagian besar kehamilan ektopik berlokasi di tuba (95%). Konseptus dapat
berimplantasi pada ampulla (55%), isthmus (25%), fimbrial (17%), ataupun pada
interstisial (2%) dari tuba. Tuba fallopi mempunyai kemampuan untuk
berkembang yang terbatas, sehingga sebagian besar akan pecah (ruptura) pada
umur kehamilan 35-40 hari.4,5,7
10
Primer , dimana telur dari awal mengadakan implantasi dalam rongga perut.
b.
11
12
Diagnosis kehamilan ektopik terganggu pada jenis yang mendadak atau akut
biasanya tidak sulit. Nyeri merupakan keluhan utama pada kehamilan ektopik
terganggu (KET). Pada ruptur tuba, nyeri perut bagian bawah terjadi secara tibatiba dan intensitasnya disertai dengan perdarahan yang menyebabkan penderita
pingsan, tekanan darah dapat menurun dan nadi meningkat serta perdarahan yang
lebih banyak dapat menimbulkan syok, ujung ekstremitas pucat, basah dan dingin.
Rasa nyeri mula-mula terdapat dalam satu sisi, tetapi setelah darah masuk ke
dalam rongga perut, rasa nyeri menjalar ke bagian tengah atau keseluruh perut
bawah dan bila membentuk hematokel retrouterina menyebabkan defekasi
nyeri.1,2,3,7
Perdarahan pervaginam merupakan tanda penting kedua pada kehamilan ektopik
terganggu. Hal ini menunjukkan kematian janin dan berasal dari kavum uteri
karena pelepasan desidua. Perdarahan dari uterus biasanya tidak banyak dan
berwarna coklat tua. Frekuensi perdarahan ditemukan dari 51-93%. Perdarahan
berarti gangguan pembentukan Hcg (human chorionic gonadotropin).7
2.7. Diagnosis
2.7.1. Anamnesis
Kehamilan ektopik biasanya didiagnosis pada trimester pertama kehamilan.
Hampir semua kehamilan ektopik didiagnosis antara kehamilan 5 dan 12 minggu.
Pada usia kehamilan 12 minggu, kehamilan ektopik telah memperlihatkan gejalagejala sekunder terhadap terjadinya ruptur atau uterus pada wanita dengan
kehamilan intrauteri yang normal telah mengalami pembesaran yang berbeda
dengan bentuk dari kehamilan ektopik.6
KE memiliki frekuensi yang hampir sama pada sejumlah besar usia ibu dan asalusul etnis. Dokumentasi tentang faktor-faktor risiko merupakan bagian esensial
dari anamnesis, dan pasien-pasien klinis asimptomatis dengan faktor-faktor risiko
dapat mengambil manfaat dari pencitraan dini rutin. Meskipun demikian, lebih
dari separuh KE yang diidentifikasi adalah pada perempuan tanpa faktor-faktor
risiko yang jelas diketahui.6
13
14
Jarum spinal no. 18 ditusukkan ke dalam kavum douglas dan dengan semprit
10 ml dilakukan pengisapan.5
Hasil positif bila dikeluarkan darah berwarna coklat sampai hitam yang tdak
membeku atau berupa bekuan-bekuan kecil. Hasil negatif bila cairan yang dihisap
berupa:
-
Cairan jernih yang mungkin berasal dari cairan peritoneum normal atau kista
ovarium yang pecah.
Nanah yang mungkin berasal dari penyakit radang pelvis atau radang
appendiks yang pecah (nanah harus dikultur).
Darah segar berwarna merah yang dalam beberapa menit akan membeku,
darah ini berasal dari arteri atau vena yang tertusuk.5
15
d. Pencitraan Ultrasonografi
Ultrasonografi transvaginal telah mengubah penilaian tentang kehamilan dini
yang bermasalah, dengan memungkinkan visualisasi yang lebih dini, lebih jelas
baik tentang embrio yang berkembang secara normal maupun abnormal. Suatu
kantung gestasi yang normal, suatu kumpulan ovoid dari cairan yang berdekatan
dengan endometrial line, dapat divisualisasikan dengan probe transvaginal pada
usia kehamilan sekitar 5 minggu. Karena lingkungan hormonal pada KE dapat
menghasilkan suatu kumpulan cairan intrauterin yang menyerupai suatu kantung
gestasi (kantung gestasi palsu) maka suatu kantung semata belum memastikan
kehamilan intrauterin. Identifikasi adanya kantung gestasi ekstrauterin yang
mengandung yolk sac (dengan atau tanpa embrio) menegaskan diagnosis KE.
Banyak penelitian prospektif telah menunjukkan bahwa pencitraan ultrasonografi
transvaginal di poliklinik memiliki akurasi yang tinggi dalam memastikan
kehamilan intrauterin dan ekstrauterin. Oleh karena itu pemeriksaan skrining USG
transvaginal dianjurkan terutama pada pasien yang mengeluh perdarahan atau
nyeri pada trimester pertama kehamilan.3
16
e. Laparoskopi
Laparoskopi hanya digunakan sebagai alat bantu diagnostik terakhir untuk
kehamilan ektopik apabila hasil penilaian prosedur diagnostik yang lain
meragukan. Melalui prosedur laparoskopik, alat kandungan bagian dalam dapat
dinilai. Secara sistematis dinilai keadaan uterus, ovarium, tuba, kavum Douglas
dan ligamentum latum. Adanya darah dalam rongga pelvis mempersulit visualisasi
alat kandungan tetapi hal ini menjadi indikasi untuk dilakukan laparotomi.6
2.8. Penatalaksaan
2.8.1 Penatalaksanaan Medisinal
Methotrexate (MTX) merupakan pilihan terapi medisinal lini pertama pada
kehamilan ektopik yang belum terganggu dan kondisi hemodinamik stabil.
Methotrexate (MTX), suatu antagonis asam folat, menginhibisi sintesa DNA
dalam sel-sel yang membagi secara aktif, termasuk trofoblas. Jika diberikan
kepada pasien yang diseleksi secara tepat, maka akan memiliki tingkat
keberhasilan hingga 94%. Namun jika pasien mengalami nyeri perut hebat atau
akut abdomen atau jika ultrasonografi menunjukkan adanya darah intraabdominal
lebih dari 100 ml segera dilakukan laparoskopi.2,
2.8.2. Operatif
Sebagian besar wanita dengan kehamilan ektopik akan membutuhkan tindakan
bedah. Tindakan bedah ini dapat radikal (salpingektomi) atau konservatif
(biasanya salpingotomi ) dan tindakan itu dilakukan dengan jalan laparaskopi atau
laparatomi. Laparatomi merupakan teknik yang lebih dipilih bila pasien secara
hemodinamik tidak stabil, operator yang tidak terlatih dengan laparaskopi,
fasilitas dan persediaan untuk melakukan laparaskopi kurang, atau ada hambatan
teknik untuk melakukan laparaskopi. Pada banyak kasus, pasien-pasien ini
membutuhkan salpingektomi karena kerusakan tuba yang banyak, hanya beberapa
kasus saja salpingotomi dapat dilakukan. Pada pasien kehamilan ektopik yang
hemodinamiknya stabil dan dikerjakan salpingotomi dapat dilakukan dengan
teknik laparaskopi. Salpingotomi laparaskopik diindikasikan pada pasien hamil
17
ektopik yang belum rupture dan besarnya tidak lebih dari 5 cm pada diameter
transversa yang terlihat komplit melalui laparaskopi.4
a.
Salpingotomi Linier
Tindakan ini merupakan suatu prosedur pembedahan yang ideal dilakukan
pada kehamilan tuba yang belum mengalami ruptur. Karena lebih dari 75%
kehamilan ektopik terjadi pada 2/3 bagian luar dari tuba. Prosedur ini dimulai
dengan menampakkan, mengangkat, dan menstabilisasi tuba. Satu insisi linier
dibuat diatas segmen tuba yang meregang. Produk kehamilan dikeluarkan
dengan hati-hati dari dalam lumen. Setiap sisa trofoblas yang ada harus
dibersihkan dengan melakukan irigasi pada lumen dengan menggunakan
cairan ringer laktat yang hangat untuk mencegah kerusakan lebih jauh pada
mukosa. Hemostasis yang komplit pada mukosa tuba harus dilakukan, karena
kegagalan pada tindakan ini akan menyebabkan perdarahan postoperasi yang
akan membawa pada terjadinya adhesi intralumen. Batas mukosa kemudian
ditutup dengan jahitan terputus, jahitan harus diperhatikan hanya dilakukan
untuk mendekatkan lapisan serosa dan lapisan otot dan tidak ada tegangan
yang berlebihan.4
b.
Reseksi Segmental
Reseksi segmental dan reanastomosis end to end telah diajukan sebagai satu
alternatif dari salpingotomi. Prosedur ini dilakukan dengan mengangkat
bagian implantasi. Tujuan lainnya adalah dengan merestorasi arsitektur
normal tuba. Hanya pasien dengan perdarahan yang sedikit dipertimbangkan
untuk menjalani prosedur ini. Mesosalping yang berdekatan harus diinsisi dan
dipisahkan dengan hati-hati untuk menghindari terbentuknya hematom pada
ligamentum latum. Jahitan seromuskuler dilakukan dengan menggunakan
mikroskop/loupe.4
c.
Salpingektomi
Salpingektomi total diperlukan apabila satu kehamilan tuba mengalami
ruptur, karena perdarahan intraabdominal akan terjadi dan harus segera
diatasi. Hemoperitonium yang luas akan menempatkan pasien pada keadaan
krisis kardiopulmunonal yang serius. Insisi suprapubik Pfannenstiel dapat
digunakan, dan tuba yang meregang diangkat. Mesosalping diklem berjejer
18
dengan klem Kelly sedekat mungkin dengan tuba. Tuba kemudian dieksisi
dengan memotong irisan kecil pada myometrium di daerah cornu uteri,
hindari insisi yang terlalu dalam ke myometrium. Jahitan matras angka
delapan dengan benang absorable 0 digunakan untuk menutup myometrium
pada sisi reseksi baji. Mesosalping ditutup dengan jahitan terputus dengan
menggunakan benang absorbable. Hemostasis yang komplit sangat penting
untuk mencegah terjadinya hematom pada ligamentum latum.4
2.9. Prognosis
Kematian karena kehamilan ektopik terganggu cenderung turun dengan diagnosis
dini dan persediaan darah yang cukup. Hellman dkk., (1971) melaporkan 1
kematian diantara 826 kasus, Wilson dkk., (1971) melaporkan 1 kematian diantara
591 kasus. Akan tetapi bila pertolongan terlambat angka kematian dapat tinggi.
Sjahid dan Martohoesodo (1970) mendapatkan angka kematian 2 dari 120 kasus.
Sedangkan Tardjiman dkk., (1973) mendapatkan angka kematian 4 dari 138
kehamilan ektopik.7
Pada umumnya kelainan yang menyebabkan kehamilan ektopik bersifat bilateral.
Sebagian perempuan menjadi steril setelah mengalami kehamilan ektopik lagi
pada tuba yang lain. Angka kehamilan ektopik yang berulang dilaporkan antara 014,6%. Untuk perempuan dengan jumlah anak yang sudah cukup, sebaiknya pada
operasi dilakukan salpingektomi bilateralis dan sebelumnya perlu mendapat
persetujuan suami dan isteri.7
19
BAB III
KESIMPULAN
Kehamilan ektopik adalah kehamilan di mana sel telur yang dibuahi berimplantasi
dan tumbuh di luar endometrium kavum uterus. Kehamilan ektopik terganggu
(KET) adalah keadaan di mana timbul gangguan pada kehamilan tersebut
sehingga terjadi abortus maupun ruptur yang menyebabkan penurunan keadaan
umum pasien.
Faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya kehamilan ektopik antara lain
faktor mekanik, faktor fisiologis, dan kegagalan kontrasepsi. Kebanyakan dari
kehamilan ektopik berlokasi di tuba fallopii. Tempat yang paling umum terjadi
adalah pada pars ampullaris, sekitar 80 %. Kemudian berturut-turut adalah
isthmus (12%), fimbriae (5%), dan bagian kornu dan daerah intersisial tuba (2%).
Penegakan diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Kehamilan ektopik biasanya didiagnosis pada trimester
pertama kehamilan. Hampir semua kehamilan ektopik didiagnosis antara
kehamilan 5 dan 12 minggu. Pada usia kehamilan 12 minggu, kehamilan ektopik
telah memperlihatkan gejala-gejala sekunder terhadap terjadinya ruptur atau
uterus pada wanita dengan kehamilan intrauteri yang normal telah mengalami
pembesaran yang berbeda dengan bentuk dari kehamilan ektopik.
Pemeriksan penunjang yang semakin canggih dapat membantu menegakkan
diagnosis kehamilan ektopik secara dini sehingga penatalaksanaan secara
medisinalis dapat dilakukan. Namun sebagian besar wanita dengan kehamilan
ektopik akan membutuhkan tindakan bedah. Tindakan bedah ini dapat radikal
(salpingektomi) atau konservatif (biasanya salpingotomi ) dan tindakan itu
dilakukan dengan jalan laparaskopi atau laparatomi. Tindakan yang dilakukan
tergantung dari keadaan hemodinamik pasien, operator yang tidak terlatih serta
fasilitas yang tersedia.
20
Berdasarkan uraian di atas, diagnosis yang tepat dan cepat merupakan hal yang
sangat
penting
karena
dapat
menurunkan
angka
kematian
ibu
dan
21
DAFTAR PUSTAKA
22