Assalamualaikum wr wb
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan karunia-Nya,sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah tentang Antihistamin ini.
Penyusunan makalah ini dilatarbelakangi oleh pemenuhan tugas pada mata kuliah
farmakologi serta untuk mengetahui bagaimana tata cara pemberian obat antihistamin.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis tak terlepas dari bantuan berbagai pihak, baik
berupa moril maupun materiil.Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada
Bapak/ibu selaku dosen pembimbing pada mata kuliah farmakologi, selanjutnya kepada temanteman yang senasip dan seperjuangan dengan penulis.
Walaupun demikian, penulis mengakui tak ada gading yang tak retak. Penulis
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun demi kesempurnaan
makalah ini.
Akhir kata penulis ucapkan terima kasih, semoga makalah ini dapat member manfaat
kepada kita semua, terutama bagi penulis,amin
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Dalam hidup sehari-hari, manusia tidak terpisah dengan makhluk lainnya baik hewan,
tumbuhan maupun benda-benda mikroskopik seperti debu, tungau, serbuk bunga sampai
berbagai makanan yang kita konsumsi sehari-hari seperti susu, telur, kacang-kacangan dan
seafood. Alergi merupakan suatu reaksi abnormal yang terjadi di tubuh akibat masuknya suatu
zat asing. Zat asing yang dinamakan alergen tersebut masuk ke dalam tubuh melalui saluran
nafas (inhalan) seperti debu, tungau, serbuk bunga. Alergen juga dapat masuk melalui saluran
percernaan (ingestan) seperti susu, telur, kacang-kacangan dan seafood.
Di samping itu juga dikenal alergen kontak yang menempel pada kulit seperti komestik dan
perhiasan. Saat alergen masuk ke dalam tubuh, sistem imunitas atau kekebalan tubuh bereaksi
secara berlebihan dengan membuat antibodi yang disebut Imunoglobulin E. Imunoglobulin E
tersebut kemudian menempel pada sel mast (mast cell). Pada tahap berikutnya, alergen akan
mengikat Imunoglobulin E yang sudah menempel pada sel mast. Ikatan tersebut memicu
pelepasan senyawa Histamin dalam darah. Peningkatan Histamin menstimulasi rasa gatal melalui
mediasi ujung saraf sensorik. Senyawa Histamin yang teramat banyak juga bisa disebabkan oleh
stress dan depresi.
Pengobatan gatal-gatal karena alergi dilakukan dengan jalan pemberian obat antihistamin
yang banyak dijual secara bebas. Efek samping dari pemakaian obat diantaranya linglung,
pusing, sembelit, sulit berkemih dan penglihatan kabur, namun jarang ada penderita yang
mengalami hal tersebut. Dewasa ini terdapat obat antihistamin generasi terbaru yang tidak
berefek sedatif (mengantuk) dan beraksi lebih lama, namun harganya lebih mahal dan harus
ditebus dengan resep dokter.
Sesungguhnya pemakaian obat antihistamin hanya menghilangkan gejala alergi dan
menghindari serangan yang lebih besar di masa mendatang, tidak menyembuhkan alergi. Jika
penderita kontak lagi dengan alergen, maka alergi akan muncul kembali. Oleh karena itu, yang
terbaik untuk mengatasi alergi adalah dengan menghindari kontak dengan alergen, menjaga
kebersihan diri dan lingkungan, meningkatkan sistem kekebalan tubuh serta menjauhi stress.
BAB II
DASAR TEORI
2.1.1 Definisi Histamin
Histamin adalah suatu alkaloid yang disimpan di dalam sel mast, dan menimbulkan
berbagai proses faalan dan patologik. Histamin pada manusia adalah mediator penting untuk
reaksi-reaksi alergi yang segera dan reaksi inflamasi, mempunyai peranan penting pada sekresi
asam lambung, dan berfungsi sebagai neurotransmitter dan modulator. (Udin Sjamsudin: 1995)
Histamin adalah senyawa jenis amin yang terlibat dalam reaksi imun lokal, selain itu
senyawa ini juga berperan dalam pengaturan fungsi fisiologis di lambung dan sebagai
neurotransmitter. Jika tubuh terpapar patogen, maka tubuh memproduksi histamin di dalam
basofil dan sel mast, dengan adanya histamin maka terjadi peningkatan permeabilitas kapilerkapiler terhadap sel darah putih dan protein lainnya. Hal ini akan mempermudah sel darah putih
dalam memerangi infeksi di jaringan tersebut
Histamin adalah suatu amin nabati (bioamin) yang ditemukan oleh dr. Paul Ehlirch
(1878) dan merupakan produk normal dari pertukaran zat histidin melalui dekarboksilasi
enzimatis. (Tan Hoan Tjai: 2006). Histamin didapatkan pada banyak jaringan,sehingga
dinamakan histamine (histos= jaringan) memiliki efek fisiologis dan patologis yang kompleks
melalui bebagai subtype reseptor, dan sering kali dilepaskan setempat. Histamine dan serotonin
bersama dengan peptide endogen, prostaglandin dan leukotrien . histamine dihasilkan oleh
bakteri yang terkontaminasi ergot. (Anonim, 2007)
Histamin adalah suatu senyawa nitrogen organik lokal yang terlibat dalam respon imun
serta mengatur fungsi fisiologis dalam usus dan bertindak sebagai neurotransmitter. Jika tubuh
terpapar patogen, maka tubuh memproduksi histamin di dalam basofil dan sel mast, dengan
adanya histamin maka terjadi peningkatan permeabilitas kapiler-kapiler terhadap sel darah putih
dan protein lainnya. Hal ini akan mempermudah sel darah putih dalam memerangi infeksi di
jaringan tersebut.
Jadi Histamin adalah senyawa jenis amin yang disimpan dalam sel mast dan dikeluarkan
ketika tubuh terpapar oleh antigen sebagai respon dar sistim kekebalan tubuh.
Histamin berasal dari dekarboksilasi dari asam amino histidin, reaksi dikatalisis oleh
enzim -histidin dekarboksilase L yang merupakan hidrofilik vasoaktif amina.
Setelah dibentuk,histamin disimpan dan di nonaktifkan oleh enzim histamin-N-methyltransferase
atau oksidase diamina. Dalam SSP, histamin dilepaskan ke dalam sinaps dan diuraikan oleh
histamin-N-methyltransferase.
Bakteri juga mampu menghasilkan dekarboksilase histamin menggunakan enzim yang
berbeda dengan enzim yang ditemukan pada hewan. Bentuk non infeksi penyakit dari keracunan
makanan adalah karena produksi histamin oleh bakteri dalam makanan basi, terutama ikan.
2.1.3 Penyimpanan Dan Pelepasan Histamin
Histamin dapat dibebaskan dari sel mast oleh beberapa factor:
Rusaknya sel
Histamine banyak dibentuk di jaringan yang sedang berkembang dengan cepat atau sedang
dalam proses perbaikan, misalnya luka.
Senyawa kimia
Banyak obat atau zat kimia bersifat antigenic, sehingga akan melepaskan histamine dari sel mast
dan basofil. Contohnya adalah enzim kemotripsin, fosfolipase, dan tripsin.
Reaksi hipersensitivitas
Pada orang normal, histamine yang keluar dirusak oleh enzim histamin dan diamin oksidase
sehingga histamine tidak mencapai reseptor Histamin. Sedangkan pada penderita yang sensitif
terhadap histamine atau mudah terkena alergi jumlah enzim-enzim tersebut lebih rendah daripada
keadaan normal.
Sebab lain
Proses fisik seperti mekanik, thermal, sinar UV, atau radiasi cukup untuk merusak sel terutama
sel mast yang akan melepaskan histamin.
2.1.4 Mekanisme Kerja Histamin
Histamin memegang peranan utama pada proses peradangan dan system daya tangkis.
Kerjanya berlangsung melaui beberapa reseptor. Histamin memiliki khasiat farmakologi yang
hebat, antara lain dapat menyebabkan vasodilatasi yang kuat dari kapiler-kapiler, serentak
dengan konstriksi (penciutan) dari vena-vena dan arteri-arteri, sehingga mengakibatkan
penurunan tekanan darah perifer. Sehubungan dengan sirkulasi darah yang tidak sempurna ini,
maka diuresis dihalangi. Juga permeabilitas dari kapiler-kapiler menjadi lebih tinggi, artinya
lebih mudah ditembusi, sehingga cairan dan protein-protein plasma dapat mengalir ke cairan
diluar sel dan menyebabkan udema.
Disamping ini organ-organ yang memiliki otot-otot licin, sebagai kandungan dan
saluran lambung usus, mengalami konstriksi, sehingga menimbulkan rasa nyeri, muntah-muntah,
diare. Begitu pula di paru-paru terjadi konstriksi dari ranting-ranting tenggorok (bronchioli)
dengan akibat nafas menjadi sesak (dyspnoe) atau timbulnya serangan asma (bronchiale).
Histamin juga mempertinggi sekresi kelenjar-kelenjar, misalnya ludah, asam dan getah
lambung, air mata dan juga adrenalin. Dalam keadaan normal jumlah histamin dalam darah
adalah sedikit sekali, sehingga tidak menimbulkan efek-efek tersebut diatas. Histamin yang
berlebihan diuraikan oleh enzim histaminase (=diamino-oksidase) yang terdapat pada ginjal,
paru-paru, selaput lendir usus, dan jaringan-jaringan lainnya.
Table 2.1 Reseptor Dan Aktifitas Histamin
Jenis
Reseptor histamine H1
Lokasi
Ditemukan pada
otot Penyebab,
polos,
endotel,
dan bronkial
sistem
saraf
pusat pemisahan
jaringan
Fungsi
bronkokonstriksi
otot
polos
kontraksi,
sel-sel
endotel
Reseptor histamine H2
tidur
Terletak di sel parietal Terutama
yang
terlibat
Juga
dalam
merangsang
pembuluh darah
sekresi asam lambung
Ditemukan pada sistem Penurunan neurotransmiter
rilis:
Reseptor histamine H4
peran
dalam
ALERGI
2.2.1 Defininisi Alergi
Alergi (hipersensitifitas) menggambarkan reaktivitas khusus host terhadap suatu unsure
eksogen pada kontak kedua kali. Reaksi hipersensitivitas meliputi sejumlah peristiwa autoimun
dan alergi serta merupakan kepekaan berbeda terhadap suatu antigen eksogen atas dasar proses
imunologi. (Hoan Tjai: 2007)
Alergi atau hipersensitivitas tipe I adalah kegagalan kekebalan tubuh di mana tubuh
seseorang menjadi hipersensitif dalam bereaksi secara imunologi terhadap bahan-bahan yang
umumnya imunogenik (antigenik)atau dikatakan orang yang bersangkutan bersifat atopik.
Dengan kata lain, tubuh manusia bereaksi berlebihan terhadap lingkungan atau bahan-bahan
yang oleh tubuh dianggap asing dan berbahaya, padahal sebenarnya tidak untuk orang-orang
yang tidak bersifat atopik. Bahan-bahan yang menyebabkan hipersensitivitas tersebut disebut
alergen.
Alergi adalah sebuah reaksi yang dilakukan tubuh terhadap masuknya sebuah benda
asing. Ketika sebuah substansi tak dikenal masuk, antigen, tubuh serta merta akan meningkatkan
daya imunitasnya untuk bekerja lebih giat. Reaksi alergi merupakan respon sistem kekebalan
yang diperkuat secara tidak tepat atau buruk terhadap sesuatu yang tidak membahayakan. pada
umumnya, reaksi alergi dapat berbentuk rasa sakit kepala atau kelelahan, bersin-bersin, mata
berair dan hidung tersumbat.
Menurut berbagai pengertian di atas , dapat diambil kesimpulan bahwa alergi merupakan
reaksi berlebihan yang dilakukan tubuh terhadap masuknya antigen (allergen), sebagai respon
system kekebalan tubuh.
Fase Sensitisasi, yaitu waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan IgE sampai diikatnya
oleh reseptor spesifik (Fc-R) pada permukaan sel mast dan basofil.
Fase Aktivasi, yaitu waktu yang diperlukan antara pajanan ulang dengan antigen yang
spesifik dan sel mast melepas isinya yang berisikan granul yang menimbulkan reaksi.
Fase Efektor, yaitu waktu terjadi respons yang kompleks (anafilaksis) sebagai efek
mediator-mediator yang dilepas sel mast dengan aktivitas farmakologik.
Mekanisme alergi, misalnya terhadap makanan, dapat dijelaskan sebagai berikut. Secara
imunologis, antigen protein utuh masuk ke sirkulasi dan disebarkan ke seluruh tubuh. Untuk
mencegah respon imun terhadap semua makanan yang dicerna, diperlukan respon yang ditekan
secara selektif yang disebut toleransi atau hiposensitisasi.
Kegagalan untuk melakukann toleransi oral ini memicu produksi antibodi IgE berlebihan
yang spesifik terhadap epitop yang terdapat pada alergen. Antibodi tersebut berikatan kuat
dengan reseptor IgE pada basofil dan sel mast, juga berikatan dengan kekuatan lebih rendah pada
makrofag, monosit, limfosit, eosinofil, dan trombosit. (Rengganis dan Yunihastuti: 2007).
Ketika protein melewati sawar mukosa, terikat dan bereaksi silang dengan antibodi tersebut,
akan memicu IgE yang telah berikatan dengan sel mast. Selanjutnya sel mast melepaskan
berbagai mediator (histamine, prostaglandin, dan leukotrien) yang menyebabkan vasodilatasi,
sekresi mukus, kontraksi otot polos, dan influks sel inflamasi lain sebagai bagian dari
hipersensitivitas cepat. Sel mast yang teraktivasi juga mengeluarkan berbagai sitokin lain yang
dapat menginduksi reaksi tipe lambat (Rengganis dan Yunihastuti: 2007).
2.2.4 Penggolongan Alergi
Reaksi hipersensitivitas menurut Coombs dan Gell dibagi menjadi 4 tipe reaksi
berdasarkan kecepatan dan mekanisme imun yang terjadi, yaitu tipe I, II, III, dan IV. Kemudian
Janeway dan Travers merivisi tipe IV Gell dan Coombs menjadi tipe IVa dan IVb.
Tipe 1, gangguan gangguan alrrgi (reaksi segala, immediate) berdasarkan reaksi antara
allergen-antibody (IgE) dengan degranulasi mast-cells dan khusus terjadi pada orang yang
berbakat genetic (keturunan). Tipe-I ini juga dinamakan alergi atopis atau reaksi anafilaksis dan
terutama berlangsung disaluran nafas (serangan pollinosis, rhinitis, asma) dan di kulit (eksim
resam = dermatitis atopis), jarang di cerna (alergi makanan) dan di pembuluh (shock anafilaksis).
Mulai reaksi nya cepat , dalam waktu 5 sampai 20 menit setelah terkena alergen, maka sering
kali di sebut reaksi segera. Gejalanya bertahan lebih kurang 1 jam.
Tipe 2, autoimunitas ( reaksi sitolitis). Antigen yang terikat yang terikat pada membrane
sel beraksi dengan IgG atau IgM dalam darah dan menyebabkan sel musnah (cytos=sel, lysis=
melarut ). Reaksi ini terutama berlangsung di sirkulasi darah. Contohnya adalah gagguanautoimun akibat obat, seperti anemia hemolitis(akibat pinisilin) agranulotosis (akibat sulfamida)
arhitis rheumatika SLE (system lupus erymetodes) akibat hedrolazim atau prekaimida. Reaksi
autonium
jenis ini umumnya sembu dalam waktu berapa bulan setelah penggunaan obat
berhenti.
Timbulnya penyakit auto-imun adalah bila system imun tidak mengenali jaringan tubuh
sendiri dan menyerangnya. Gangguan ini bercirikan terdapatnya auto-antibodies atau sel-sel-T
autoreaktif dan lazimnya dibagi dalam dua kelompok, yang berdasarkan:
Tipe
Penyakit
Sel mast dan mediatornya
Hipersensitivitas
cepat
Tipe II
Reaksi
antibodi
(amin
melalui terhadap
Pengerahan
permukaan
atau
leukosit(neutrofil,
antigen
ekstraseluler
Tipe III
Kompleks
Kompleks imun
(antigen
Aktivasi
T)
pengaruh sitokin
CD8+ : CTL
Tipe IVa
Tipe IVb
Sumber: Baratawidjaja, 2006
makrofag,
inflamasi
atas
Penyebab tersering alergi pada orang dewasa adalah kacang-kacangan, ikan, dan kerang.
Sedangkan penyebab alergi tersering pada anak adalah susu, telur, kacang-kacangan, ikan, dan
gandum. Sebagian besar alergi hilang setelah pasien menghindari makanan tersebut, dan
melakukan eliminasi makanan, kecuali terhadap kacang-kacangan, ikan, dan kerang cenderung
menetap atau menghilang setelah jangka waktu yang sangat lama. (Rengganis dan Yunihastuti,
2007).
Ikan dapat menimbulkan sejumlah reaksi. Alergen utama dalam codfish adalah Gad c1
telah diisolasi dari fraksi miogen. Udang mengandung beberapa alergen. Antigen II dianggap
sebagai alergen utama. Otot udang mengandung glikoprotein otot yang mengandung Pen a1
(tropomiosin). Gambaran klinis reaksi alergi terhadap makanan terjadi melalui IgE dan
menunjukkan manifestasi terbatas: gastrointestinal, kulit dan saluran nafas.
Tanda dan gejalanya disebabkan oleh pelepasan histamine, leukotrien, prostaglandin, dan
sitokin. Alergen yang dimakan dapat menimbulkan efek luas, berupa respon urtikaria di seluruh
tubuh, karena distribusi random IgE pada sel mast yang tersebar di seluruh tubuh (Rengganis dan
Yunihastuti, 2007).
2.2.7 Tanda Dan Gejala Penyakit Alergi
Tanda-tanda reaksi alergi diantaranya:
Sistem Pernapasan:
pada bayi, napas sering berbunyi grok-grok, batuk, pilek, bersin, mimisan, hidung buntu, sesak
(asma), sering menggerak-gerakkan/mengusap-usap hidung.
palpitasi (berdebar-debar), flushing (muka kemerahan), nyeri dada, kolaps (jatuh), pingsan, serta
tekanan darah rendah.
Sistem Pencernaan:
Pada bayi: sering rewel, kolik/menangis terus-menerus tanpa sebab pada malam hari, sering
cegukan, sering "buang bair besar (BAB) mengejan," kembung, sering gumoh, BAB berwarna
hitam atau hijau, BAB timbul warna darah.
Pada anak:
Nyeri perut, sering BAB lebih dari 3 kali sehari, gangguan BAB (kotoran keras, BAB tidak
setiap hari, BAB di celana, BAB berwarna hitam atau hijau, BAB mengejan) kembung, muntah,
sulit BAB, sering buang angin (flatus), sariawan, mulut berbau.
Kulit:
Pada bayi sering timbul penebalan merah di pipi, daerah popok dan telinga, timbul kerak di kulit
kepala, sering gatal, dermatitis, bengkak di bibir, lebam biru kehitaman, bekas hitam seperti
digigit nyamuk, berkeringat berlebihan.
Sistem Hormonal:
Gangguan tidur, chronic fatique symptom (sering lemas), gampang marah, emosi meningkat,
histeris
Mata:
Mata berair, mata gatal, sering belekan, bintil pada mata, kulit di bawah mata kehitaman
2.2.8 Pencegahan Alergi
Sebenarnya, alergi dapat dihindari dengan cara-cara berikut ini:
Hindari pemicu alergi, misalnya makanan atau obat. Cari tahu komposisi atau kandungan
makanan atau obat. Biasakan membaca label yang tertera di luar kemasan.
Jika anak Anda alergi makanan tertentu, kenalkan jenis makanan baru dalam porsi kecil sehingga
Anda dapat mengetahui reaksi alerginya.
Penderita alergi sebaiknya selalu membawa kartu atau daftar jenis alergi atau alergen
yang dideritanya. Simpan dalam dompet untuk keadaan darurat.
Selalu bawa obat anti alergi sesuai rekomendasi dokter Anda.
2.2.9 Penegakan Diagnosis Penyakit Alergi
Bila seorang pasien datang dengan kecurigaan menderita penyakit alergi, langkah
pertama yang harus dilakukan adalah memastikan terlebih dahulu apakah pasien benar-benar
menderita penyakit alergi. Selanjutnya baru dilakukan pemeriksaan untuk mencari alergen
penyebab, selain juga faktor-faktor non alergik yang mempengaruhi timbulnya gejala. (Tanjung
dan Yunihastuti, 2007).
Prosedur penegakan diagnosis pada penyakit alergi meliputi beberapa tahapan berikut:
(Tanjung dan Yunihastuti, 2007).
1) Riwayat Penyakit. Didapat melalui anamnesis, sebagai dugaan awal adanya keterkaitan
penyakit dengan alergi.
2) Pemeriksaan Fisik. Pemeriksaan fisik yang lengkap harus dibuat, dengan perhatian ditujukan
terhadap penyakit alergi bermanifestasi kulit, konjungtiva, nasofaring, dan paru. Pemeriksaan
difokuskan pada manifestasi yang timbul.
3) Pemeriksaan Laboratorium. Dapat memperkuat dugaan adanya penyakit alergi, namun tidak
untuk menetapkan diagnosis. Pemeriksaan laboaratorium dapat berupa hitung jumlah leukosit
dan hitung jenis sel, serta penghitungan serum IgE total dan IgE spesifik.
4) Tes Kulit. Tes kulit berupa skin prick test (tes tusuk) dan patch test (tes tempel) hanya
dilakukan terhadap alergen atau alergen lain yang dicurigai menjadi penyebab keluhan pasien.
5) Tes Provokasi. Adalah tes alergi dengan cara memberikan alergen secara langsung kepada
pasien sehingga timbul gejala. Tes ini hanya dilakukan jika terdapat kesulitan diagnosis dan
ketidakcocokan antara gambaran klinis dengan tes lainnya. Tes provokasi dapat berupa tes
provokasi nasal dan tes provokasi bronkial . (Tanjung dan Yunihastuti, 2007).
ANTIHISTAMIN
2.3.1 Definisi Antihistamin
Antihistaminika adalah zat zat yang dapat mengurangi atau menghalagi efek hisyamin
terhadap tubuh dengan jalan mengeblok reseptor histamine ( penghambatan saingan) pada
awalnya hanya di kenal 1 tipe antihistaminikum, tetapi setelah ditemukannya jenis reseptor kusus
pada tahun 1972, yang disebut reseptor H2, maka secara farmakologis reseptor histamine dapat di
bagi dalam 2 tipe yaitu reseptor H1 dan reseptor H2. (Hoan Tjai, 2006, 815)
Berdasarkan penemuan ini, antihistaminika juga dapat dibagi dalam 2 kelompok, yakni
antagonis reseptor H1(singkatnya disebut H1 blokers atau antihistaminika ) antagonis reseptor
H2(H2 blokers atau zat penghambat asam) . (Hoan Tjai, 2006, 815)
Antihistamin (antagonis histamin) adalah zat yang mampu mencegah penglepasan atau kerja
histamin. Istilah antihistamin dapat digunakan untuk menjelaskan antagonis histamin yang mana
pun, namun seringkali istilah ini digunakan untuk merujuk kepada antihistamin klasik yang
bekerja pada reseptor histamin H1.
Antihistamin ini biasanya digunakan untuk mengobati reaksi alergi, yang disebabkan oleh
tanggapan berlebihan tubuh terhadap alergen (penyebab alergi), seperti serbuk sari tanaman.
Reaksi alergi ini menunjukkan penglepasan histamin dalam jumlah signifikan di tubuh.
2.3.2 Penggolongan Antihistamin
Antihistaminika dapat digolongkan menurut struktur kimianya sebagai berikut :
Persenyawaan-persenyawaan aminoalkileter (dalam rumus umum X = O) difenhidramin dan
turunan-turunannya; klorfenoksamin (Systral), karbinoksamin (Rhinopront), feniltoloksamin
dalam Codipront. Persenyawaan-persenyawaan ini memiliki daya kerja seperti atropin dan
bekerja depresif terhadap susunan saraf pusat. Efek sampingannya: mulut kering, gangguan
penglihatan dan perasaan mengantuk.
Persenyawaan-persenyawaan alkilendiamin (X = N) tripelenamin, antazolin, klemizol
dan mepiramin. Kegiatan depresif dari persenyawaan ini terhadap susunan saraf pusat hanya
lemah. Efek sampingannya: gangguan lambung usus dan perasaan lesu.
Persenyawaan-persenyawaan alkilamin (X = C) feniramin dan turunan-turunannya, tripolidin.
Didalam kelompok antihistaminika ini terdapat zat-zat yang memiliki kegiatan merangsang
maupun depresif terhadap susunan saraf pusat.
Persenyawaan-persenyawaan piperazin: siklizin dan turunan-turunannya, sinarizin
Pada percobaan binatang beberapa persenyawaan dari kelompok ini ternyata memiliki kegiatan
teratogen, yang berkaitan dengan struktur siklis etilaminnya. Walaupun sifat teratogen ini tidak
dapat dibuktikan pada manusia, namun sebaiknya obat-obat demikian tidak diberikan pada
wanita hamil.
Sebelumnya antihistamin dikelompokkan menjadi 6 grup berdasarkan struktur kimia,
yakni etanolamin, etilendiamin, alkilamin, piperazin, piperidin, dan fenotiazin. Penemuan
antihistamin baru yang ternyata kurang bersifat sedatif, akhirnya menggeser popularitas
penggolongan ini. Antihistamin kemudian lebih dikenal dengan penggolongan baru atas dasar
efek sedatif yang ditimbulkan, yakni generasi pertama, kedua, dan ketiga.
Generasi pertama dan kedua berbeda dalam dua hal yang signifikan. Generasi pertama
lebih menyebabkan sedasi dan menimbulkan efek antikolinergik yang lebih nyata. Hal ini
dikarenakan generasi pertama kurang selektif dan mampu berpenetrasi pada sistem saraf pusat
(SSP) lebih besar dibanding generasi kedua. Sementara itu, generasi kedua lebih banyak dan
lebih kuat terikat dengan protein plasma, sehingga mengurangi kemampuannya melintasi otak.
Sedangkan generasi ketiga merupakan derivat dari generasi kedua, berupa metabolit
(desloratadine dan fexofenadine) dan enansiomer (levocetirizine). Pencarian generasi ketiga ini
dimaksudkan untuk memperoleh profil antihistamin yang lebih baik dengan efikasi tinggi serta
efek samping lebih minimal. Faktanya, fexofenadine memang memiliki risiko aritmia jantung
yang lebih rendah dibandingkan obat induknya, terfenadine. Demikian juga dengan
levocetirizine atau desloratadine, tampak juga lebih baik dibandingkan dengan cetrizine atau
loratadine.
Pengelompokan berdasarkan sasaran kerjanya terhadap reseptor histamine:
Secara klinis digunakan untuk mengobati alergi. Contoh obatnya adalah: difenhidramina,
loratadina, desloratadina, meclizine, quetiapine (khasiat antihistamin merupakan efek samping
dari obat antipsikotik ini), dan prometazina.
Pertama kali digunakan pada mabuk laut (motion sickness) dan muntah-muntah sewaktu
hamil.
Dosis : oral 4 kali sehari 50 100 mg, i.m. 50 mg.
Adalah derivat, yang khasiatnya sama dengan persenyawaan induknya, tetapi sedikit lebih kuat.
Dosis : oral 3 kali sehari 20 40 mg.
Rumus bangun dari zat ini menyerupai mepiramin, tetapi tanpa gugusan metoksil (OCH3).
Khasiatnya sama dengan difenhidramin, hanya efek sampingannya lebih sedikit.
Dosis : oral 3 kali sehari 50 100 mg.
Khasiat antihistaminiknya tidak begitu kuat seperti yang lain, tetapi kebaikannya terletak pada
sifatnya yang tidak merangsang selaput lendir. Maka seringkali digunakan untuk mengobati
gejala-gejala alergi pada mata dan hidung (selesma) Antistine-Pirivine, Ciba Geigy
Dosis : oral 2 4 kali sehari 50 100 mg
adalah derivateklor, Substitusi dari satu atom klor pada molekul feniramin meningkatkan
khasiatnya 20 kali lebih kuat, tetapi derajat toksisitasnya praktis tidak berubah. Efek sampingan
dari obat ini hanya sedikit dan tidak memiliki sifat menidurkan.
Dosis : oral 4 kali sehari 2 8 mg, parenteral 5 10 mg.
adalah d- isomer dari klorfeniramin (terdiri dari suatu campuran rasemis) yang terutama
bertanggung jawab untuk kegiatan antihistaminiknya. Toksisitasnya dari campuran d-isomer ini
tidak melebihi daripada campuran rasemiknya.
Dosis : oral 3 kali sehari 2 mg.
meklozin (meclizin,Suprinal)
Sifat antihistaminiknya kuat dan terutama digunakan untuk menghindarkan dan mengobati
perasaan mual karena mabuk jalan dan pusing-pusing (vertigo). Mulai bekerjanya lambat, tetapi
berlangsung lama (9 24 jam). Berhubung dengan peristiwa thalidomide, zat ini dilarang
penggunaannya di Indonesia. Kerja teratogennya hingga kini belum dibuktikan.
Adalah suatu antihistaminika dengan daya kerja lama dan sedikit saja sifat menidurkannya.
Disamping ini juga memiliki sifat menghilangkan rasa pusing-pusing, maka sangat efektif pada
bermacam-macam jenis vertigo (dizzines, tujuh keliling); mekanisme kerjanya belum diketahui.
Selain itu sinarizin memiliki khasiat kardiovaskuler, yakni melindungi jantung terhadap
rangsangan-rangsangan iritasi dan konstriksi.
Perdarahan di pembuluh-pembuluh otak dan perifer (betis, kaki, tangan) diperbaiki dengan jalan
vasodilatasi, tetapi tanpa menyebabkan tachycardia dan hipertensi secara reflektoris seperti
halnya dengan vasodilator-vasodilator lainnya.
Dosis : pada vertigo 1 3 kali sehari 25 50 mg, untuk memperbaiki sirkulasi: oral 3 kali sehari
75 mg
primatour (ACF)
adalah kombinasi dari sinarizin 12,5 mg dan klorsiklizin HCl 25 mg. Preparat ini adalah
kombinasi dari dua antihistaminika dengan kerja yang panjang dan Singkat. Obat ini khusus
digunakan terhadap mabuk jalan dan mulai kerjanya cepat,
Adalah suatu persenyawaan fenothiazin dengan khasiat antihistaminikum yang sangat kuat,
tetapi toksisitasnya rendah. Penggunaan dan efek sampingannya sama seperti antihistaminika
lain dari golongan fenothiazin.
Dosis : 10 40 mg seharinya
Persenyawaan fenothiazin ini adalah antihistaminikum yang kuat dan memiliki kegiatan yang
lama (16 jam). Memiliki kegiatan potensiasi untuk zat-zat penghalang rasa nyeri (analgetika) dan
zat-zat pereda (sedativa).
Berhubung sifat menidurkannya yang kuat maka sebaiknya diberikan pada malam hari.
Dosis : oral 3 kali sehari 25 50 mg; parenteral 25 mg lazimnya sampai 1 mg per Kg berat
badan.
promethazin-8-klorotheofilinat (Avomin)
adalah turunan dari promethazin yang memiliki khasiat dan penggunaan yang sama dengan
dimenhidrinat, tetapi tanpa efek menidurkan.
Disamping khasiatnya sebagai antihistaminikum juga memiliki khasiat antikolinergik yang kuat,
sehingga banyak dugunakan pada asma bronchiale dengan sekresi yang berlebihan.
Persenyawaan piperidin ini adalah suatu antihistaminikum dengan khasiat antikolinergik lemah
dan merupakan satu-satunya zat penambah nafsu makan tanpa khasiat hormonal.
Zat ini merupakan antagonis serotonin seperti zat dengan rumus pizotifen (Sandomigran),
sehingga dianjurkan sebagai obat interval pada migrain.
Efek sampingannya : perasaan mengantuk, pusing-pusing, mual dan mulut kering. Tidak boleh
diberikan pada penderita glaucoma, retensi urine dan pada wanita hamil.
Mengandung 50 mg zat aktif, yakni suatu antihistaminikum yang praktis tidak memiliki sifatsifat menidurkan.
Dosis : rata-rata 100 300 mg seharinya
Antagonis Reseptor Histamin H2
Reseptor histamin H2 ditemukan di sel-sel parietal. Kinerjanya adalah meningkatkan
sekresi asam lambung. Dengan demikian antagonis reseptor H2 (antihistamin H2) dapat
digunakan untuk mengurangi sekresi asam lambung, serta dapat pula dimanfaatkan untuk
menangani peptic ulcer dan penyakit refluks gastroesofagus. Contoh obatnya adalah simetidina,
famotidina, ranitidina, nizatidina, roxatidina, dan lafutidina.
Antagonis Reseptor Histamin H3
Antagonis H3 memiliki khasiat sebagai stimulan dan memperkuat kemampuan kognitif.
Penggunaannya sedang diteliti untuk mengobati penyakit Alzheimer's, dan schizophrenia.
Contoh obatnya adalah ciproxifan, dan clobenpropit.
Antagonis Reseptor Histamin H4
Memiliki khasiat imunomodulator, sedang diteliti khasiatnya sebagai antiinflamasi dan
analgesik. Contohnya adalah tioperamida. Beberapa obat lainnya juga memiliki khasiat
antihistamin. Contohnya adalah obat antidepresan trisiklik dan antipsikotik. Prometazina adalah
obat yang awalnya ditujukan sebagai antipsikotik, namun kini digunakan sebagai antihistamin.
Stimulasi susunan saraf pusat berupa nervous, irritable, insomnia dan tremor dapat terjadi
pada pemakaian golongan alkylamine.
Efek anti kolinergik berupa : retensi urine, disuri, impotensia dan mulut/ mukosa kering dapat
terjadi pada pemakaian golongan amino ethyl ether, phenothrazine dan piperazine.
Hipotensi dapat terjadi pada pemberian anti histamine intravena yang terlalu cepat.
Dermatitis, erupsi obat menetap, fotosensitisasi, urtikaria dan patechiae di kulit terutama
setelah pemakaian secara topical. Keracunan akut terutama pada anak anak seperti keracunan
atropine berupa halusinasi, ataksia, gangguan koordinasi, konvulsi dan efek entikolinergik
(flusing, pupil lebar, febris).
2.3 9 Kontra Indikasi Dan Interaksi Obat
Dermatitis kontak alergi dapat terjadi pada pemakaian antihistamin H-1 secara topical
golongan ethylene diamine pada penderita yang telah mendapat obat lain yang mempunyai
struktur yang mirip( aminophiline).Efek sedasi akan meningkat bila antihistsmine H 1 diberikan
bersama dengan obat antidepresan obat anti alcohol.
Golongan phenothiazine dapat menghambat efek vasopressor dari epinephrine.
Efek anti kolinergik dari antihistamine akan menjadi lebih berat dan lebih lama di berikan
bersama obat inhibitor monoamine (procarbazine, furazolidone, isocarboxazid).
Golongan piperazine pada binatang percobaan dapat menimbulkan efekteratogenik.
BAB III
KASUS
Nama : Tn. T (54 Th)
a.
Anamnesa
Pasien mengeluh sering merasakan sesak nafas, nyeri dada, dan nyeri lambung.
b.
Analisa Resep
Furosemid merupakan merupakan golongan obat diuretik yang sering digunakan dalam
penanganan kasus hipertensi, namun dalam kasus ini pasien menyatakan tidak menderita
hipertensi. Dan pada dosis yang lebih tinggi furosemide digunakan pada pasien dengan
penurunan laju glomerular atau pun pasien gagal hati.
Dalam kasus ini pasien Tn. T yang telah berusia 54 tahun menerima 9 item obat dalam
rentang waktu satu kali pengobatan, hal ini sangat memungkinkan terjadinya masalah
penggunaan obat (DRP) dan interaksi serta terjadinya reaksi obat merugikan (ROM), antar obatobat tersebut, maupun dengan makanan yang dapat menyebabkan tujuan terapi tidak tercapai
secara optimum.
Berdasarkan keluhan yang disampaikan oleh pasien menyatakan sering sesak nafas, nyeri
dada dan nyeri ulu hati. Keluhan sesak nafas dan nyeri dada sering menjadi indikator adanya
gangguan jantung. Adanya dugaan gangguan jantung ini didukung oleh adanya obat ISDN dan
furosemid dalam resep dokter tersebut. Disamping adanya gangguan lambung.
Aspilet merupakan AINS, yang memiliki efek lain sebagai antiplatelet, dan sebagai
antiinflamasi nonselektif, aspilet dapat menginduksi terjadinya ulkus peptikum, karena adanya
penghambatan pembentukan prostaglandin yang berperan dalam melindungi dinding lambung.
Begitu pun dengan ketoprofen. Dalam kasus ini pasien telah mengeluh nyeri lambung.
Maka pemberian aspilet dalam kasus ini kurang tepat, karena aspilet dapat memperparah
kondisi lambungnya, terlebih dengan adanya efek antiplatelet obat tersebut, dapat
memungkinkan terjadinya pendarahan lambung, apalagi penggunaannya bersamaan dengan
ketoprofen, yang semakin meningkatkan resiko nyeri dan pendarahan lambung. Walaupun dokter
telah memberikan kombinasi ranitidine dan antacid untuk mengatasi nyeri lambungnya, namun
mengganti obat yang dapat mengiritasi lambung dengan obat lain yang lebih aman bagi lambung
tetap lebih baik.
Diazepam diberikan untuk menghasilkan efek penenang, sehingga dapat membantu
mengurangi beban kerja jantung.
Interaksi obat dengan obat yang mungkin terjadi :
1)
Furosemide dapat berinteraksi dengan diazepam (ansiolitik dan hipnotik), interaksi ini
memungkinkan terjadinya efek hipotensif. Namun dalam kasus ini kemungkinan tersebut telah
dapat dianulir, karena furosemid dikonsumsi pagi hari, sedangkan diazepam malam hari
menjelang tidur.
2)
Aspilet, berpeluang interaksi dengan alkali urin dan antasida, dalam kasus ini pasien juga
menerima terapi antasida dan natrium bikarbonat yang meruapakan salah satu alkali. Antasida
dan alkali lainnya akan mempercepat ekskresi aspilet
3)
antikoagulan) (BNF)
c.
Saran
Penggunaan ketoprofen, sebaiknya dihindari, dari keluhan pasien, tidak ada keluhan yang
ranitidine dan antasida, sehingga kedua obat tersebut tidak perlu digunakan.
BAB IV
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Alergi merupakan suatu reaksi abnormal yang terjadi di tubuh akibat masuknya suatu zat
asing. Saat alergen masuk ke dalam tubuh, sistem imunitas atau kekebalan tubuh bereaksi secara
berlebihan dengan membuat antibodi yang disebut Imunoglobulin E. Imunoglobulin E tersebut
kemudian menempel pada sel mast.
Pada tahap berikutnya, alergen akan mengikat Imunoglobulin E yang sudah menempel
pada sel mast. Ikatan tersebut memicu pelepasan senyawa Histamin dalam darah. Peningkatan
Histamin menstimulasi rasa gatal melalui mediasi ujung saraf sensorik. Senyawa Histamin yang
teramat banyak juga bisa disebabkan oleh stress dan depresi.
Pengobatan gatal-gatal karena alergi dilakukan dengan jalan pemberian obat antihistamin
yang banyak dijual secara bebas. Sesungguhnya pemakaian obat antihistamin hanya
menghilangkan gejala alergi dan menghindari serangan yang lebih besar di masa mendatang,
tidak menyembuhkan alergi.
3.2 SARAN
Sebaiknya, alergi dapat dihindari dengan cara-cara berikut ini.
Hindari pemicu alergi, misalnya makanan atau obat. Cari tahu komposisi atau kandungan
Anang Endaryanto, Ariyanto Harsono, Prospek Probiotik dalam pencegahan alergi melalui
induksi aktif toleransi imunologis: Divisi Alergi Imunologi: Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak
FK-Unair/RSU Dr.Soetomo Surabaya
Baratawidjaja, Karnen G. 2006. Imunologi Dasar Edisi Ke Tujuh. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Budi, Imam. 2008. Pemakaian Antihistamin Pada Anak : FK-USU.
Brooks, Geo F. Butel, Janet S. Morse, Stephen A. 2005. Mikrobiologi Kedokteran Edisi 21.
Jakarta: Salemba Medika.
Kresno, Siti Boedina. 2001. Imunologi : Diagnosis dan Prosedur Laboratorium. Jakarta: FKUI
Rengganis, Iris. Yunihastuti, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Tan, Hoan Tjai. Obat-obat Penting. 2007.Jakarta: PT. Gramedia
Sukandar, Elin Yulinah, ISO Farmakoterapi. 2008. Jakarta: PT. ISFI
(http://www.apoteker.info/arsip_histamin.htm)
(http://www.wikipedia/histamin.html)
(http://habib.blog.ugm.ac.id/histamin)
(http://agungrakhmawan.wordpress.com/histamin)
(http://agungrakhmawan.wordpress.com/anti-histamin/)
(http://agungrakhmawan.wordpress.com/anti-histamin/)