Anda di halaman 1dari 51

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang Masalah


Dalam era ini laju informasi berjalan dengan sangat cepat, segala
sesuatu yang terjadi didunia dapat diakses dan diketahui dalam hitungan detik.
Begitu

juga

masalah-masalah

budaya,

ilmu

pengetahuan,

teknologi

berkembang pesat, dan persaingan hampir dalam seluruh segmen kehidupan


terjadi dan terbuka lebar. Dalam zaman era seperti ini dibutuhkan pribadipribadi yang tangguh dan mempunyai kemandirian tinggi dalam rangka
mengarungi kehidupannya.
Kemandirian merupakan

masalah

penting

sepanjang

rentang

kehidupan manusia. Kemandirian sangat dipengaruhi oleh perubahanperubahan fisik, yang pada gilirannya dapat memicu terjadinya perubahan
emosional, perubahan kognitif yang memberikan pemikiran logis tentang cara
berpikir yang mendasari tingkah laku, serta perubahan nilai dalam peran
sosial melalui pengasuhan orangtua dan aktivitas individu. Secara spesifik
masalah kemandirian menuntut suatu kesiapan individu, baik kesiapan fisik
maupun emosional untuk mengatur, mengurus dan melakukan aktivitas atas
tanggung jawabnya sendiri tanpa banyak menggantungkan diri pada orang
lain.
Kemandirian muncul dan berfungsi ketika peserta didik menemukan
diri pada posisi yang menuntut suatu tingkat kepercayaan diri. Kemandirian
berbeda dengan tidak tergantung, karena tidak tergantung merupakan bagian
untuk memperoleh kemandirian. Dari sinilah dibutuhkan sebuah keluarga

yang mampu membimbing dan mendidik anak atau remaja yang mandiri dan
bertanggung jawab atas masa depannya.
Sebab keluarga sebagai unit terkecil merupakan identitas pertama dan
utama dimana anak tersebut tumbuh, dan dibesarkan, dibimbing dan diajarkan
1

nilai-nilai kehidupan sesuai dengan harapan sosial dimana keluarga tersebut


tinggal. Hingga nantinya sang anak atau remaja siap mengahadapi tantangan
dalam kehidupannya dan mampu mengemban amanat besar sebagai penerus
estafet perjuangan bangsa.
Perkembangan kemandirian, tidak terlepas dari penerapan pengasuhan
orangtua melalui interaksi antara ibu dan ayah dengan anaknya. Keluarga
merupakn lingkungan pertama yang paling berperan dalam pengasuhan anak,
sehingga mempunyai pengaruh yang paling besar pada pembentukan
kemandirian.
Selain itu lingkungan pendidikan juga memberikan pengaruh pada
meningkatkan kemandirian. Bagaimana cara mereka diperlakukan dalam
lingkungan sekolah, dan bagaimana cara guru mendidik mereka merupakan
salah satu faktor yang mempengaruhi meningkatnya kemandirian seseorang.
Bagi anak sekolah tingkat lanjutan, yaitu: Sekolah Tingkat Lanjutan Pertama
dan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas atau sekolah-sekolah lain yang
menerapkan sistem full day school, lingkungan sekolah merupakan aspek
yang sangat mempengaruhi proses meningkatkan kemandirian seorang anak.
Hal itu terjadi karena waktu anak tersebut banyak dihabiskan
disekolah. Sehingga kurun waktu untuk berinteraksi dengan orang lain yang
berada dilingkungan sekolah lebih banyak. Dapat dinyatakan bahwa

meningkatkan kemandirian seseorang dipengaruhi oleh beberapah faktor, dan


proses meningkatkan kemandirian tersebut berlangsung secara bertahap atau
step by step yaitu mulai dari tingkatan yang terendah sampai tingkatan
kemandirian yang tertinggi. Diperlukan beberapa upaya untuk mewujudkan
kemandirian pada seorang anak, dan untuk mewujudkan hal tersebut terdapat
beberapa

penyabab

yang

dapat

menghambat

proses

meningkatnya

kemandirian.
Berdasarkan pengamatan peneliti di lapangan, maka fenomenafenomena yang sering terjadi di SMP Negeri 2 Padangsidimpuan adalah:
1. Siswa terbiasa tergantung kepada orang lain, baik itu teman ataupun guru.
Misalnya saja terbiasa mengerjakan PR di sekolah, mencontoh ketika
belajar, tidak berani mengungkapkan pendapat, belajar setelah menjelang
ujian, mencari bocoran soal ujian ataupun meminta kisi-kisi ujian kepada
guru bidang studi, dan selalu bergantung kepada guru dalam hal materi
pelajaran.
2. Siswa tidak memiliki keberanian untuk menyelesaikan konflik dalam
dirinya, dan mereka juga tidak memiliki rasa tanggung jawab atas
perbuatan yang mereka lakukan
3. Siswa tidak mampu mengekspresikan perasaannya dengan penuh
keyakinan dan keceriaan, akibatnya siswa merasa kurang mandiri
berakibat pada gangguan mental.
4. Guru kurang memberikan layanan

bimbingan

kelompok

untuk

meningkatkan kemandirian para siswa.


Dengan hal tersebut konselor dapat memberikan layanan bimbingan
konseling untuk menumbuhkan rasa kemandirian siswa-siswi disekolah, yaitu
melalui cerita dan memberikan contoh perilaku mandiri. Salah satu layanan

yang dapat diberikan oleh konselor untuk mempengaruhi rasa kemandirian


adalah layanan bimbingan kelompok. Dengan pelaksanaan layanan
bimbingan kelompok konselor berharap adanya perubahan perilaku yang
lebih baik untuk meningkatkan kemandirian siswa dalam lingkungan sekolah
maupun lingkungan sosial.
Dewa K.S (2008:64) mengemukakan bahwa bimbingan kelompok
adalah sebagai berikut:
Layanan bimbingan yang memungkinkan sejumlah peserta didik
secara bersama-sama memperoleh berbagai bahan dari narasumber tertentu
(terutama dari pembimbing/konselor) yang berguna untuk menunjang
kehidupannya sehari-hari baik individu maupun sebagai pelajar, anggota
keluarga dan masyarakat serta untuk pertimbangan dalam pengambilan
keputusan.
Erikson ( dalam Desmita, 2011:185), menyatakan bahwa kemandirian
adalah sebagai berikut: Usaha untuk melepaskan diri dari orangtua dengan
maksud untuk menemukan dirinya melalui proses mencari identitas ego, yaitu
merupakan perkembangan ke arah individualitas yang mantap dan berdiri
sendiri. Kemandirian biasanya ditandai dengan kemampuan menentukan
nasib sendiri, kreatif dan inisiatif, mengatur tingkah laku, bertanggung jawab,
mampu menahan diri, membuat keputusan-keputusan sendiri, serta mampu
mengatasi masalah tanpa ada pengaruh dari orang lain.
Penelitian yang mendukung oleh Ami C.N tahun 2007/2008 dari
Fakultas

Psikologi

Universitas

Ahmad

Dahlan

Yogyakarta

(Binaedupsikologis_Center) dengan judul skripsi Kemandirian Antara

Remaja Yang Ibunya Bekerja Dengan Yang tidak Bekerja istilah


kemandirian yaitu mandiri atau sering disebut juga berdiri diatas kaki sendiri,
merupakan kemampuan seseorang untuk tidak tergantung orang lain serta
bertanggung jawab atas apa yang telah dilakukannya. Kemandirian harus ada
dalam diri setiap individu yang dewasa, hal ini terkait dengan kepentingan
setiap individu dalam mengarungi kehidupannya dan bagaimana seseorang
akan berinteraksi dengan orang lain dalam kehidupan bermasyarakat.
Penelitian ini dilakukan pada 76 siswa SMP Negeri 2 Depok Sleman
Yogyakarta 2007/2008, penelitian ini menggunakan skala kemandirian. Data
yang diperoleh dianalisa dengan menggunakan teknik ananlisis uji-t, yaitu
merupakan suatu teknik statistik yang berfungsi untuk menguji signifikansi
perbedaan rerata antara pasangan kelompok atau perbedaan rerata amatan
ulang. t=0,538 dengan p=0,592, karena p>0,05 maka hasilnya tidak signifikan
artinya tidak ada perbedaan kemandirian siswa yang ibunya bekerja dan tidak
bekerja di SMP Negeri 2 Depok Sleman, dengan demikian hipotesis yang
diajukan ditolak.
Melalui pelaksanaan layanan bimbingan kelompok siswa dapat
memberikan pendapat dan saling bertukar pikiran dalam membahas tentang
kemandirian dan mengetahui apa manfaatnya bagi kehidupan sehari-hari.
Untuk mengetahui penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul
Pelaksanaan

Layanan

Bimbingan

Kelompok

untuk

Meningkatkan

Kemandirian Remaja di SMA Negeri 5 Padangsidimpuan Tahun Ajaran


2015/2016.
1.2.

Identifikasi Masalah

Berdasarkan

uraian

latar

belakang

masalah,

maka

penulis

mengidentifikasikan masalah dalam penelitian ini adalah :


1. Siswa terbiasa tergantung kepada orang lain, baik itu teman ataupun guru.
2. Siswa tidak memiliki keberanian untuk menyelesaikan konflik dalam
dirinya, dan mereka juga tidak memiliki rasa tanggung jawab atas
perbuatan yang mereka lakukan.
3. Siswa tidak mampu mengekspresikan perasaannya dengan penuh
keyakinan dan keceriaan, akibatnya siswa merasa kurang mandiri
berakibat pada gangguan mental.
4. Guru kurang memberikan layanan

bimbingan

kelompok

untuk

meningkatkan kemandirian para siswa.


1.3.

Batasan Masalah
Agar masalah yang diteliti jelas dan terarah karena keterbatasan
penulis dalam waktu dan untuk menghindari kesimpangan dalam penelitian

ini, maka penulis membatasi permasalahan pada:


1. Pelaksanaan layanan bimbingan kelompok
2. Kemandirian remaja yang menjadi pokok utama yang menjadi penelitian
1.4. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah diatas, maka
penulis merumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut :
1. Bagaimanakah pemahaman kemandirian siswa sebelum dan sesudah
diberikan layanan bimbingan kelompok pada kelas eksperimen di SMA
Negeri 5 Padangsidimpuan Tahun Ajaran 2015/2016?
2. Bagaimanakah pemahaman kemandirian siswa sebelum dan sesudah
diberikan layanan bimbingan kelompok pada kelas kontrol di SMA
Negeri 5 Padangsidimpuan Tahun Ajaran 2015/2016?
1.5. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan masalah yang telah dirumuskan diatas, maksud dari


penelitian ini adalah menghimpun bahan dan informasi secara sistematis dan
terencana mengenai kemandirian remaja. Sedangkan tujuannya adalah:
1. Untuk meningkatkan pemahaman kemandirian siswa sebelum dan
sesudah diberikan layanan bimbingan kelompok pada kelas eksperimen di
SMA Negeri 5 Padangsidimpuan Tahun Ajaran 2015/2016.
2. Untuk meningkatkan pemahaman kemandirian siswa sebelum dan
sesudah diberikan layanan bimbingan kelompok pada kelas kontrol di
SMA Negeri 5 Padangsidimpuan Tahun Ajaran 2015/2016.
1.6. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah:
1.6.1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat
bagi pengembangan ilmu di bidang Bimbingan dan Konseling khususnya
dalam meningkatkan kemandirian remaja.
1.6.2. Manfaat Praktis
Penelitian selalu memiliki hasil yang bermanfaat atau berguna,
terutama bagi pengembangan ilmu, baik bagi diri peneliti, maupun lembaga
instansi tertentu. Sesuai dengan penjelasan di atas dan setelah penelitian ini di
rangkum maka manfaat penelitian ini adalah:
1. Bagi sekolah
Sebagai bahan masukan bagi sekolah dalam mengambil kebijakan yang
berhubungan dengan pelaksanaan program layanan bimbingan kelompok
pada siswa.
2. Bagi guru
Sebagai bahan masukkan kepada guru BK untuk meningkatkan
kemandirian siswa.

3. Bagi siswa
Siswa diharapkan dapat mengubah sikapnya yang mengarah kepada yang
baik dan memiliki sikap kemandirian.
4. Bagi peneliti
Sebagai salah satu bahan referensi bagi peneliti lain dalam penelitian
dalam topik yang berkaitan.
5. Bagi pembaca
Sebagai bahan bacaan untuk kajian ilmu dibidang yang relevan dan bahan
masukan untuk menjadi sumber informasi dalam hal melakukan penelitian
di bidang yang sama.

BAB II
KERANGKA TEORITIS
2.1. Layanan Bimbingan Kelompok
2.1.1. Pengertian Layanan Bimbingan Kelompok
Bimbingan kelompok adalah layanan bimbingan yang diberikan
dalam susana kelompok. Penyelenggara bimbingan kelompok oleh konselor
dimaksudkan untuk membantu mengatasi masalah bersama atau membantu
seseorang individu yang mengahadapi masalah.
Beberapa pengertian bimbingan kelompok menurut para ahli adalah
sebagai berikut :
Dewa K.S (2008:64) mengemukakan bahwa bimbingan kelompok
layanan bimbingan yang memungkinkan sejumlah peserta didik secara
bersama-sama memperoleh berbagai bahan dari narasumber tertentu
(terutama dari pembimbing/konselor) yang berguna untuk menunjang

kehidupannya sehari-hari baik individu maupun sebagai pelajar, anggota


keluarga dan masyarakat serta untuk pertimbangan dalam pengambilan
keputusan.
Menurut peneliti bimbingan kelompok yaitu layanan yang diberikan
dalam suasana kelompok di mana di dalamnya terdapat pemimpin kelompok
(guru pembimbing/konselor) dan anggota kelompok yang betujuan untuk
membahas masalah-masalah umum yang ada dalam kehidupan sehari-hari
dan berguna untuk mengembangkan pengetahuan siswa.
Tatik R (2001:3) mengemukakan bimbingan kelompok merupakan
salah satu teknik bimbingan yang berusaha membantu individu agar dapat
9
mencapai perkembangannya secara optimal sesuai dengan kemampuan,
bakat, minat, serta nilai-nilai yang dianutnya dan dilaksanakan dalam situasi
kelompok.
Menurut peneliti bimbingan kelompok adalah layanan yang digunakan
untuk membina sikap dan perilaku normatif serta aspek-aspek positif lainnya
yang kemudian individu dapat mengembangkan potensi dirinya.
Tohirin(2007:170)

mengemukakan

bimbingan

kelompok

merupakansuatucara memberikan bantuan (bimbingan) kepadaindividu


(siswa) melalui kegiatan kelompok. Dalam layanan bimbingan kelompok,
aktivitas dandinamikakelompok harus diwujudkan untukmembahasberbagai
halyang berguna bagi pengembangan atau pemecahanmasalahindividu(siswa)
yang menjadi pesertalayanan.
Menurut peneliti bimbingan kelompok adalah salah satu teknik dalam
bimbingan, untuk memberikan bantuan kepada peserta didik melalui kegiatan

10

kelompok untuk mencegah berkembangnya masalah-masalah yang dihadapi


anak didik.
Prayitno, dan Erman A.(2004:309) mengemukakan bahwa bimbingan
kelompok adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh sekelompok orang
dengan memanfaatkan dinamika kelompok. Artinya, semua peserta dalam
kegiatan kelompok saling berinteraksi, bebas mengeluarkan pendapat,
menanggapi, memberi saran, dan lain-lain sebagainya: apa yang dibicarakan
itu semuanya bermanfaat untuk diri peserta yang bersangkutan sendiri untuk
peserta lainnya.
Menurut peneliti bimbingan kelompok adalah media pengembangan
diri untuk dapat berlatih berbicara, menanggapi, memberi, dan menerima
pendapat orang lain.
Gazda (2004:309) mengemukakan bahwa bimbingan kelompok di
sekolah merupakan kegiatan informasi kepada sekelompok siswa untuk
membantu mereka menyusun rencana dan keputusan yang tepat. Gazda juga
menyebutkan

bahwa

bimbingan

kelompok

diselenggarakan

untuk

memberikan informasi yang bersifat personal, vokasional, dan sosial.


Menurut peneliti bimbingan kelompok adalah suatu kegiatan layanan
yang

bersifat

membantu

dalam

situasi

kelompok

dengan

tujuan

mengoptimalkan siswa dengan menggunakan dinamika kelompok.


Dapat disimpulkan, bahwa layanan bimbingan kelompok adalah suatu
kegiatan kelompok yang dilakukan oleh sekelompok orang dengan
memanfaatkan

dinamika

kelompok

yaitu

adanya

interaksi

saling

mengeluarkan pendapat, memberikan pendapat, saran, dan sebagainya,

11

dimana

pemimpin

kelompok

menyediakan

informasi-informasi

yang

bermanfaat agar dapat membantu individu mencapai perkembangan yang


optimal.
2.1.2. Manfaat Bimbingan Kelompok
Menurut Dewa K.S (2008:67) manfaat dan pentingnya bimbingan
kelompok perlu mendapat penekanan yang sungguh-sungguh. Melalui
bimbingan kelompok para siswa, yaitu:
a. Diberi kesempatan yang luas untuk berpendapat dan membicarakan
berbagai hal yang terjadi disekitarnya. Pendapat mereka itu boleh jadi
bermacam-macam, ada yang positif dan ada yang negatif. Semua pendapat
itu, melalui dinamika kelompok (dan berperannya Guru Pembimbing)
diluruskan bagi pendapat-pendapat.
b. Memiliki pemahaman yang objektif, tepat dan cukup luas tentang berbagai
hal yang mereka bicarakan.
c. Pemahaman yang objektif, tepat dan luas itu diharapkan dapat
menimbulkan sikap yang positif terhadap keadaan diri dan lingkungan
mereka yang bersangkut-paut dengan hal-hal yang mereka bicarakan
dalam kelompok. Sikap positif di sini dimaksudkan menolak hal-hal
yang salah/buruk/negatif dan menyokong hal-hal yang benar/baik/positif.
d. Sikap positif ini lebih jauh diharapkan dapat merangsang para siswa untuk
mewujudkan penolakan terhadap yang buruk dan sokongan terhadap yang
baik.
e. Program-program kegiatan diharapkan dapat mendorong siswa untuk
melaksanakan kegiatan-kegiatan nyata dan langsung untuk membuahkan
hasil sebagaimana mereka programkan semula.

12

Lima manfaat diatas dapat ditempa melalui dinamika kelompok di


bawah bimbingan guru pembimbing. Apabila manfaat itu dapat ditumbuh
kembangkan, maka bimbingan kelompok akan sangat efektif bukan saja bagi
perkembangan pribadi masing-masing siswa tetapi juga bagi kemaslahatan
lingkungan dan masyarakat.
2.1.3. Tujuan Layanan Bimbingan Kelompok
Menurut Tohirin (2007:172), Tujuan bimbingan kelompok secara
umum adalah bertujuan untuk pengembangan kemampuan bersosialisasi,
khususnya kemampuan berkomunikasi peserta layanan (siswa). Secara lebih
khusus,

layanan

bimbingan

kelompok

bertujuan

untuk

mendorong

pengembangan perasaan, pikiran, persepsi, wawasan dan sikap yang


menunjang perwujudan tingkah laku yang lebih efektif, yakni peningkatan
kemampuan berkomunikasi baik verbal maupun nonverbal para siswa.
Menurut Erman A (1992:108) bahwa tujuan bimbingan kelompok
terdiri dari tujuan umum dan tujuan khusus. Secara umum bimbingan
kelompok untuk membantu para siswa yang mengalami masalah melalui
proses kelompok. Selain itu juga mengembangkan pribadi masing-masing
anggota kelompok melalui berbagi suasana yang muncul dalam kegiatan itu,
baik suasana yang menyenangkan maupun yang menyedihkan. Secara khusus
bimbingan kelompok bertujuan:
1. Melatih siswa untuk berani mengemukakan pendapat dihadapan temantemannya.
2. Melatih siswa dapat bersikap terbuka di dalam kelompok.
3. Melatih siswa untuk dapat membina keakraban bersama teman-teman
dalam kelompok khususnya dan teman di luar kelompok pada umumnya.

13

4. Melatih siswa untuk dapat bersikap tenggang rasa dengan orang lain.
5. Melatih siswa memperoleh keterampilan sosial.
6. Membantu siswa mengenali dan memahi dirinya dalam hubungannya
dengan orang lain.
Berdasarkan pendapat diatas bahwa dalam melakukan kegiatan
bimbingan kelompok diharapkan individu yang dibimbing merasa terbantu
untuk mengatur kehidupannya sendiri tanpa harus diatur atau dibantu orang
lain. Memiliki pandangan sendiri tidak lagi ikut-ikutan dengan pendapat
orang lain atau tidak punya pendapat sendiri. Dengan diberikannya layanan
bimbingan kelompok, siswa memiliki keberanian untuk mengeluarkan
pendapatnya dan mampu mengaktifkan potensi yang ada.
2.1.4. Tahapan Kegiatan Pelaksanaan Bimbingan Kelompok
Dalam pelaksanaannya, bimbingan kelompok mempunyai tahapantahapan dan ketentuan yang berlaku selama kegiatan ini berlangsung.
Hartinah (2009:139) mengatakan bahwa ada empat tahap dalam pelaksanaan
bimbingan kelompok, yaitu tahap pembentukan, tahap peralihan, tahap
kegiatan, tahap pengakhiran.
1. Tahapan pembentukan, kegiatan yang dilakukan pada tahap ini:
a. Pengenalan anggota kelompok
b. Mengungkapkan pengertian dan tujuan kegiatan kelompok dalam
rangka pelayanan
c. Menjelaskan cara-cara dan asas-asas kegiatan kelompok
d. Saling memperkenalkan dan mengungkapkan diri
e. Teknik khusus
f. Permainan penghangatan atau pengakrapan
2. Tahap peralihan
Setelah suasana kelompok terbentuk dan dinamis, kelompok sudah
mulai tumbuh dan kegiatan hendaknya dibawah lebih jauh oleh pemimpin

14

kelompok yang sebenarnya. Oleh sebab itu, perlu diselenggarakan tahap


peralihan. Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini:
a. Menjelaskan kegiatan yang akan ditempuh pada tahap berikutnya
b. Menawarkan atau mengamati apakah para anggota kelompok sudah
siap menjalani kegiatan selanjutnya
c. Membahas suasana yang terjadi
d. Meningkatkan kemampuan keikutsertaan anggota dan bila perlu
dijelaskan kembali beberapa aspek pada tahap pembentukan
3. Tahap kegiatan
Tahap ini merupakan inti dari kegiatan kelompk dan merupakan
kehidupan yang sebenarnya dari kelompok. Pada tahapan ini akan dibahas
topik-topik tertentu dan berusaha untuk menemukan solusinya. Sasaran yang
diharapkan adalah terbahasnya masalah dan adanya pengembangan diri pada
setiap anggota kelompok. Kegiatan yang dilakukan pada tahapan ini pada
topik bebas adalah:
a. Masing-masing anggota secara bebas mengemukakan masalah atau
topik bahan
b. Menetapkan masalah atau topik yang akan dibahas terlebih dahulu
c. Anggota membahas masing-masing topik secara mendalam dan tuntas
d. Kegiatan selingan, jika bimbingan kelompok dilaksanakan dengan topik
tugas, kegiatan yang dilakukan pada tahap ini
e. Pemimpin kelompok mengemukakan masalah atau topik
f. Tanya jawab antara anggota dan pemimpin kelompok tentang hal-hal
yang belum jelas yang menyangkut masalah atau topik yang
dikemukakan pemimpin kelompok
g. Anggota membahas masalah/topik secara mendalam dan tuntas
h. Kegiatan selingan
4. Tahap pengakhiran
Merupakan tahap terakhir dalam kegiatan ini. Pada tahap ini kembali
mengulang apa saja yang telah dilakukan dan didapatkan dari kegiatan ini.

15

Lalu mengatur kapan kegiatan ini akan dilakukan kembali. Kegiatan yang
dilakukan pada tahap ini adalah:
a. Pemimpin kelompok mengemukakan bahwa kegiatan ini akan segera
berakhir
b. Pemimpin anggota kelompok mengemukakan kesan dan hasil-hasil
kegiatan
c. Membahas kegiatan lanjutan dan memberikan tanggapan
d. Mengemukakan pesan dan harapan
e. Menyampaikan ucapan terima kasih
Dari uraian di atas, dapat diketahui bahwa tahap pembentukan adalah
tahap yang harus sangat diperhatikan karena tahap ini anggota kelompok
masih merasa canggung atau takut melakukan kesalahan. Oleh sebab itu,
pemimpin

kelompok

hendaknya

memperhatikan

bagaimana

suasana

kelompok terlebih dahulu sebelum melanjut ke tahap selanjutnya dan akan


lebih baik jika pemimpin kelompok memberikan permainan perkenalan
kepada anggota agar mereka menjadi lebih akrab. Pada tahap peralihan,
pemimpin kelompok melihat dan memastikan anggotanya apakah mereka
sudah siap untuk melanjutkan tahap berikutnya dan melaksanakan tugas yang
akan diberikan pada tahap selanjutnya. Setelah kelompok sudah siap, maka
mereka akan masuk pada tahap kegiatan.
Pada tahap ini pemimpin kelompok akan memberikan topik yang akan
dibahasoleh kelompok dan masing-masinganggotakelompok mengemukakan
pendapatnya mengenai topik yang dibahas. Jika tahap ini anggota kelompok
terlihat jenuh dan mulai bosan, pemimpin kelompok dapat memberikan
permainan kepada kelompok agar mereka fokus kembali masuk kepada tahap
pengakhiran.Pada tahap ini pemimpin dan anggota membahas kesan, pesan

16

harapan dan hasil yang dicapai serta membahas kegiatan lanjutan.Setelah itu
kelompok menyajikan lagu perpisahan agar mereka tetap semangat meskipun
melakukan kegiatan kelompok.
2.1.5. Komponen Layanan Bimbingan Kelompok
Menurut Prayitno (2004:4) menjelaskan bahwa dalam bimbingan
kelompok berperan dua pihak, yaitu pimpinan kelompok dan anggota
kelompok:
1. Pemimpin kelompok
Pemimpin kelompok memiliki peran penting, memberikan bantuan
pengarahan ataupun adanya campur tangan langsung terhadap kegiatan
kelompok dalam rangka membawa para anggotanya menuju suasana yang
mendukung tercapainya tujuan bimbingan kelompok. Peranan pemimpin
kelompok tersebut adalah:
a. Pemimpin kelompok dapat memberikan bantuan, pengarahan ataupun
campur tangan langsung terhadap kegiatan kelompok
b. Pemimpin kelompok memusatkan perhatian pada suasana yang
berkembang dalam kelompok itu, baik perasaan anggota-anggota
tertentu maupun keseluruhan kelompok
c. Jika kelompok itu tampaknya kurang menjurus ke arah yang dimaksud
maka pemimpin kelompok perlu memberikan arahan yang dimaksud
d. Pemimpin kelompok juga harus memberikan tanggapan atau umpan
balik tentang berbagai hal yang terjadi dalam kelompok, baik yang
bersifat isi maupun proses kegiatan kelompok
e. Lebih jauh lagi, pemimpin kelompok juga diharapkan mampu mengatur
lalu lintas kegiatan kelompok, memegang aturan permainan (menjadi
wasit),

pendamaian

dan

pendorong

kerjasama

serta

suasana

17

kebersamaan. Di samping itu pemimpin kelompok diharapkan


bertindak sebagai penjaga agar apapun yang terjadi dalam kelompok itu
tidak merusak ataupun menyakiti satu orang atau lebih anggota
kelompok sehingga ia atau mereka itu menderita karenanya
f. Sifat kerahasiaan dari kegiatan kelompok itu dengan segenap isi dan
kejadian-kejadian yang timbul di dalamnya, juga menjadi tanggung
jawab pemimpin kelompok
2. Anggota kelompok
Kegiatan

layanan

bimbingan

kelompok

sebagian

besar

juga

disadarkan atas peranan para anggotanya. Peranan kelompok tidak akan


terwujud tanpa keikutsertaan secara aktif anggota kelompok tersebut. Karena
dapat dikatakan bahwa anggota kelompok merupakan badan dan jiwa
kelompok tersebut. Dinamika sekelompok selalu berkembang maka peranan
yang dimainkan para anggota kelompok adalah:
a. Membantu terbinanya suasana keakraban dalam hubungan antara
anggota kelompok
b. Mencurahkan segenap perasaan dalam melibatkan diri dalam kegiatan
kelompok
c. Berusaha agar yang dilakukan itu membantu tercapainya tujuan
bersama
d. Membantu tersusunnya aturan kelompok dan berusaha mematuhinya
dengan baik
e. Benar-benar berusaha untuk secara aktif ikut serta dalam seluruh
kegiatan kelompok
f. Mampu berkomunikasi secara terbuka
g. Berusaha membantu anggota kelompok
h. Memberikan kesempatan anggota lain untuk juga menjalankan
peranannya
i. Menyadari pentingnya kegiatan kelompok itu

18

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pemimpin kelompok


merupakan wasit atau pengaturan jalannya kegiatan.Pemimpin kelompok
harus memperlihatkan jalannya kegiatan, situasi dan keadaan anggota
kelompok serta memberikan umpan balik pada topik yang sedang dibahas.
Sedangkan anggota kelompok melibatkan diri secara aktif pada kegiatan
kelompok dengan memberikan pendapat, ide dan saran tentang topik yang
dibahas dan memberikan kesempatan kepada anggota lain untuk melakukan
hal yang sama.
2.1.6. Teknik Layanan Bimbingan Kelompok
Menurut Tohirin (2007:173) ada beberapa teknik yang bisa diterapkan
dalam layanan bimbingan kelompok, yaitu teknik umum dan permainan
kelompok.
Pertama, teknik umum. Dalam teknik ini, dilakukan pengembangan
dinamika kelompok. Secara garis besar, teknik-teknik ini meliputi:
a. Komunikasi multi arah secara efektif dinamis dan terbuka
b. Pemberian rangsangan untuk menimbulkan inisiatif dalam pembahasan,
diskusi, analisis, dan pengembangan argumentasi
c. Dorongan minimal untuk memantapkan respons dan aktivitas anggota
kelompok
d. Penjelasan, pendalaman, dan pemberian contoh untuk lebih memantapkan
analisis, argumentasi, dan pembahasan
e. Pelatihan untuk membentuk pola tingkah laku baru yang dikehendaki
Teknik-teknik di atas diawali dengan teknik penstrukturan guna
memberikan penjelasan dan pengarahan pendahuluan tentang layanan
bimbingan kelompok. Selanjutnya, bisa juga dilakukan kegiatan selingan
berupa permainan dan lain sebagainya untuk memperkuat jiwa kelompok,

19

memantapkan pembahasan, dan atau relaksasi. Sebagai penutup, diterapkan


teknik pengakhiran atau melaksanakan kegiatan pengakhiran.
Kedua, permainan kelompok. Permainan dapat dijadikan sebagai salah
satu teknik dalam layanan bimbingan kelompok baik sebagai selingan
maupun sebagai wahana yang memuat materi pembinaan atau materi layanan
tertentu. Permainan kelompok yang efektif dan dapat dijadikan sebagai teknik
dalam layanan bimbingan kelompok harus memenuhi ciri-ciri sebagai
berikut:
a. Sederhana
b. Menggembirakan
c. Menimbulkan suasana rileks dan tidak melelahkan
d. Meningkatkan keakraban, dan
e. Diikuti oleh semua anggota kelompok
Konselor atau anggota kelompok dapat

secara

kreatif

mengembangkan bentuk-bentuk dan jenis permainan tertentu yang relevan


dengan materi bahasan layanan bimbingan kelompok.
2.1.7. Kegiatan Pendukung Layanan Bimbingan Kelompok
Menurut Tohirin (2007:174), sebagaimana layanan-layanan lain,
layanan bimbingan kelompok juga memerlukan kegiatan pendukung seperti:
aplikasi instrumentasi, himpunan data, konferensi kasus, kunjungan rumah,
dan alih tangan kasus.
Pertama, aplikasi instrumentasi. Data yang dihimpun atau diperoleh
melalui aplikasi instrumentasi dapat digunakan sebagai:
a. Pertimbangan dalam pembentukan kelompok
b. Pertimbangan dalam menetapkan seseorang atau lebih dalam kelompok
layanan
c. Materi atau pokok bahasan dalam kegiatan layanan bimbingan kelompok
Selain itu, hasil ulangan atau ujian, data AUM, hasil tes, sosiemetri,
dan lain sebagainya merupakan bahan yang sangat berguna dalam

20

merencanakan dan mengisi kegiatan layanan bimbingan kelompok serta


untuk tindak lanjut layanan.
Kedua, data yang dihimpun atau diperoleh melalui aplikasi
instrumentasi diatas, dihimpun dalam himpunan data. Selanjutnya data
tersebut dapat digunakan dalam merencanakan dan mengisi kegiatan layanan
bimbingan kelompok dengan berlandaskan asas-asas tertentu yang relevan.
Ketiga, konferensi kasus. Konferensi kasus dapat dilaksanakan
sebelum atau setelah layanan bimbingan kelompok dilakukan. Terhadap siswa
yang masalahnya dikonferensi kasuskan, dapat dilakukan tindak lanjut
layanan dengan menempatkan siswa tersebut ke dalam kelompok bimbingan
kelompok tertentu sesuai dengan masalahnya.
Keempat, kunjungan rumah. Kunjungan rumah dapat dilakukan
sebagai pendalaman dan penanganan lebih lanjut tentang masalah siswa yang
dibahas atau di bicarakan dalam layanan. Untuk melakukan kunjungan
rumah, konselor harus melakukan persiapan yang matang dan mengikut
sertakan anggota kelompok yang masalahnya di bahas.
Kelima, alih tangan kasus. Seperti pada layanan-layanan yang lain,
masalah yang belum tuntas atau diluar kewenangan konselor dalam layanan
bimbingan kelompok juga harus di alih tangankan atau di limpahkan kepada
konselor atau petugas lain yang lebih mengetahui. Alih tangan kasus kepada
pihak lain atau pihak yang lebih berwenang harus dilakukan sesuai dengan
masalah siswa dan mengikuti prosedur dapat di terima klien dan pihak-pihak
lain yang terkait.
2.1.8. Pelaksanaan Layanan Bimbingan Kelompok
Menurut Tohirin (2007:176), layanan bimbingan
menempuh tahap-tahap kegiatan sebagai berikut:
Pertama, perencanaan yang mencakup kegiatan:

kelompok

21

a. Mengidentifikasi topik yang akan di bahas dalam layanan bimbingan


kelompok
b. Membentuk kelompok, kelompok yang teralalu kecil (misalnya hanya
2-3 orang saja) tidak efektif untuk layanan bimbingan kelompok karena
kedalaman dan variasi pembahasan yang menjadi berkurang dan
dampak layanan juga menjadi terbatas. Sebaliknya kelompok yang
terlalu besarpun tidak efektif, karena akan mengurangi tingkat
partisipasi aktif individual dalam kelompok. Kelompok juga kurang
efektif apabila jumlah anggotanya melebihi 10 orang. Kelompok yang
ideal jumlah anggota antara 8-10 orang
c. Menyusun jadwal kegiatan
d. Menetapkan prosedur layanan
e. Menetapkan fasilitas layanan
f. Menyiapkan kelengkapan administrasi
Kedua, pelaksanaan yang mencakup kegiatan:
a. Mengomunikasikan rencana layanan bimbingan kelompok
b. Mengorganisasikan kegiatan layanan bimbingan kelompok
c. Menyelenggarakan layanan bimbingan kelompok melalui tahap-tahap:
1. Pembentukan
2. Peralihan
3. Kegiatan, dan
4. Pengakhiran
Ketiga, evaluasi yang mencakup kegiatan:
a. Menetapkan materi evaluasi (apa yang akan di evaluasi)
b. Menetapkan prosedur dan standar evaluasi
c. Menyusun instrumen evaluasi
d. Mengoptimalisasikan instrumen evaluasi
e. Mengolah hasil aplikasi instrumen
Keempat, analisis hasil evaluasi yang mencakup kegiatan:
a. Menetapkan norma atau standar analisis
b. Melakukan analisis, dan
c. Menapsirkan hasil analisis
Kelima, tindak lanjut yang mencakup kegiatan:
a. Menetapkan jenis dan arah tindak lanjut
b. Mengomunikasikan rencana tindak lanjut kepada pihak-pihak yang
terkait
c. Melaksanakan rencana tindak lanjut
Keenam, laporan yang mencakup kegiatan:
a. Menyusun laporan

22

b. Menyampaikan laporan kepada kepala sekolah atau madrasah dan


pihak-pihak lain yang terkait
c. Mendokumentasikan laporan layanan
2.1.9.Materi Layanan Bimbingan Kelompok
Menurut Dewa K.S (200), layanan bimbingan kelompok membahas
materi atau topik-topik umum baik topik tugas maupun topik bebas. Yang
dimaksud topik tugas adalah topik atau pokok bahasan yang diberikan oleh
pembimbing (pemimpin kelompok) kepada kelompok untuk dibahas.
Sedangkan topik bebas adalah suatu topik atau pokok bahasan yang
dikemukakan secara bebas oleh anggota kelompok. Secara bergiliran anggota
kelompok mengemukakan topik secara bebas, selanjutnya dipilih mana yang
akan dibahas terlebih dahulu dan seterusnya.
Tabel 2.1
Materi Layanan Bimbingan Kelompok
Pertemua
n

Materi

Tujuan
Agar siswa dapat memahami

Faktor gen atau


keturunan orang tua

kemandirian dari orang tua


sehingga siswa memiliki sifat

Faktor pola asuh

bakat dan minat dari cara orang

orang tua

tua mengasuhnya untuk lebih

Faktor sistem
3

pendidikan di
sekolah

Faktor sistem

40 menit

potensi dirinya melalui sifat

kemandirian
Agar siswa dapat menyalurkan
2

Waktu

mandiri
Agar siswa mengetahui proses

40 menit

40 menit

pendidikan di sekolah akan


memperlancar meningkatkan
kemandirian siswa
Selain faktor di atas, kehidupan

40 menit

23

di masyarakat juga menjadi


faktor yang mempengaruhi
kehidupan di
masyarakat

kemandirian siswa. Dengan


demikian siswa akan
mengetahui masyarakat dapat
merangsang dan mendorong
meningkatkan kemandirian

2.2. Layanan Informasi


2.2.1. Pengertian Layanan Informasi
Layanan informasi merupakan salah satu jenis layanan yang ada
dalam bimbingan dan konseling yang mempunyai peranan yang penting
dalam pelaksanaan kegiatan konseling karena layanan ini memberikan
informasi yang diperlukan oleh klien atau siswa yang membutuhkannya.
Menurut Winkel & Tohirin (2011:146) layanan informasi merupakan
suatu layanan yang berupaya memenuhi kekurangan individu akan informasi
yang meraka perlukan. Layanan informasi juga bermakna usaha-usaha untuk
membekali siswa dengan pengetahuhan serta pemahaman tentang lingkungan
hidupnya dan tentang proses perkembangan anak muda.
Menurut peneliti layanan informasi adalah suatu kegiatan atau usaha
untuk membekali para siswa tentang berbagai macam pengetahuan supaya
mereka mampu mengambil keputusan secara tepat dalam kehidupannya.
Menurut Prayitno & Erman A. (2004:259-260) layanan informasi
adalah layanan memberikan pemahaman kepada individu-individu yang
berkepentingan tentang berbagai hal yang di perlukan untuk menjalani suatu
tugas atau kegiatan, atau untuk menentukan arah suatu tujuan atau rencana
yang dikehendaki.
Menurut peneliti layanan informasi merupakan perwujudan dari
fungsi pemahaman dalam bimbingan dan konseli layanan Bimbingan dan

24

Konseling yang memungkinkan peserta didik (klien) menerima dan


memahami berbagai informasi (seperti informasi pendidikan dan informasi
jabatan) yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dan pengambilan
keputusan untuk kepentingan peserta didik (klien).
2.2.2. Tujuan Layanan Informasi
Menurut Tohirin (2011:147) layanan informasi bertujuan agar individu
(siswa) mengetahui, menguasai informasi yang selanjutnya dimanfaatkan
untuk keperluan hidupnya sehari-hari dan perkembangan dirinya. Selain itu,
apabila merujuk kepada fungsi pemahaman, layanan informasi bertujuan agar
individu memahami berbagai informasi dengan segala seluk beluknya.
Layanan informasi bertujuan untuk pengembangan kemandirian.
Pemahaman dan penguasaan individu terhadap informasi yang diperlukannya
akan memungkinkan individu:
a. mampu memahami dan menerima dari dan lingkungannya secara objektif,
positif, dan dinamis
b. mengambil keputusan
c. mengarahkan diri untuk kegiatan-kegiatan yang berguna sesuai dengan
d.

keputusan yang di-ambil, dan


mengatualisasikan secara terintegrasi

2.2.3. Teknik Layanan Informasi


Menurut Tohirin (2011:149) layanan informasi dapat diselenggarakan
langsung dan terbuka oleh pembimbing atau konselor kepada seluruh siswa di
sekolah. Berikut beberapa teknik yang biasa digunakan untuk layanan
informasi adalah:
1. Ceramah
Ceramah, tanya jawab dan diskusi. Teknik ini paling umum digunakan
dalam penyampaian informasi dalam berbagai kegiatan termasuk pelayanan
bimbingan dan konseling. Melalui teknik ini, para peserta mendengarkan atau

25

menerima ceramah dari pembimbing atau konselor, selanjutnya diikuti


dengan tanya jawab. Untuk pendalamannya dilakukan diskusi
2. Melalui media
Penyampaian informasi bisa dilakukan melaui media tertentu seperti
alat peraga, media tertulis, media gambar, poster, dan media elektronik seperti
radio, tape recorder, film, televisi, internet, dan lain-lain. Dengan kata lain,
penyampaian informasi bisa melalui media nonelektronik dan elektronik.
3. Acara khusus
Layanan informasi melalui cara ini dilakukan berkenaan dengan acara
khusus di sekolah, misalnya Hari Kebersihan Lingkungan Hidup. Dalam
acara tersebut, disampaikan berbagai informasi berkaitan dengan hari-hari
tersebut dilakukan berbagai kegiatan oleh seluruh siswa di sekolah.
4. Nara sumber
Layanan informasi juga bisa diberikan kepada peserta layanan dengan
mengundang nara sumber. Dengan kata lain tidak semua informasi diketahui
oleh pembimbing. Untuk informasi yang tidak diketahui oleh pembimbing,
harus didatangkan atau diundang pihak lain yang mengetahui.
2.2.4. Jenis-Jenis Layanan Informasi
Menurut Prayitno & Erman A. (2004:261-268) pada dasarnya jenis
dan jumlah informasi tidak terbatas. Namun, khususnya dalam rangka
pelayanan dan konseling hanya akan dibicarakan tiga jenis informasi yaitu (a)
informasi pendidikan, (b) informasi pekerjaan, (c) informasi sosial budaya.
1. Informasi Pendidikan
Dalam bidang pendidikan banyak individu yang berstatus siswa atau
calon siswa yang dihadapkan pada kemungkinan timbulnya masalah atau
kesulitan.Diantara masalah atau kesulitan tersebut berhubungan dengan (a)
pemilihan program studi, (b) pemilihan sekolah fakultas dan jurusannya, (c)
penyesuaian diri dengan dengan program study, (d) penyesuian diri dengan
suasana belajar, dan (e) putus sekolah. Mereka membutuhkan adanya

26

keterangan atau informasi untuk dapat membuat pilihan dan keputusan yang
bijaksana.
Menurut peneliti informasi pendidikan yaitu untuk mempermudah
siswa dalam pengambilan jurusan yang sesuai dengan bakat, minat, dan
kemampuan yang di miliki individu tersebut tanpa adanya unsure paksaan
dalam menentukan ke jenjang pendidikan yang diinginkan individu tersebut.
2. Informasi Jabatan
Saat-saat transisi dari dunia pendidikan ke dunia kerja sering
merupakan masa yang sangat sulit bagi banyak orang muda. Kesulitan itu
terletak tidak saja dalam mendapatkan jenis pekerjaan yang cocok, tetapi juga
dalam penyesuian diri dengan suasana kerja yang baru dimasuki dan
pengembangan diri selanjutnya.
Informasi jabatan/pekerjaaan yang baik sekurang-kurangnya memuat hal-hal
sebagai berikut:
a. Struktur dan kelompok-kelompok jabatan/pekerjaan utama.
b. Uraian tugas masing-masing jabatan/pekerjaan.
c. Kualifikasi tenaga yang diperlukan untuk masing-masing jabatan.
d. Cara-cara atau prosedur penerimaan.
e. Kondisi kerja.
f. Kesempatan-kesempatan untuk pengembangan karier.
g. Fasilitas penunjang untuk kesejahteraan pekerjaan, seperti kesehatan,olah
raga dan rekreasi, kesempatan pendidikan bagi anak-anak, dan
sebagainya.
3. Informasi Sosial Budaya
Hal ini dapat dilakukan melalui penyajian informasi sosial budaya
yang meliputi, macam-macam suku bangsa, adat istiadat, agama dan
kepercayaan, bahasa, potensi-potensi daerah dan kekhususannya masyarakat
atau daerah tertentu.
Menurut Prayitno & Erman A. (2004:261-268) pada dasarnya jenis
dan jumlah informasi tidak terbatas. Namun, khususnya dalam rangka

27

pelayanan dan konseling hanya akan dibicarakan tiga jenis informasi yaitu (a)
informasi pendidikan, (b) informasi pekerjaan, (c) informasi sosial budaya.
4. Informasi Pendidikan
Dalam bidang pendidikan banyak individu yang berstatus siswa atau
calon siswa yang dihadapkan pada kemungkinan timbulnya masalah atau
kesulitan.Diantara masalah atau kesulitan tersebut berhubungan dengan (a)
pemilihan program studi, (b) pemilihan sekolah fakultas dan jurusannya, (c)
penyesuaian diri dengan dengan program study, (d) penyesuian diri dengan
suasana belajar, dan (e) putus sekolah. Mereka membutuhkan adanya
keterangan atau informasi untuk dapat membuat pilihan dan keputusan yang
bijaksana.
5. Informasi Jabatan
Saat-saat transisi dari dunia pendidikan ke dunia kerja sering
merupakan masa yang sangat sulit bagi banyak orang muda. Kesulitan itu
terletak tidak saja dalam mendapatkan jenis pekerjaan yang cocok, tetapi juga
dalam penyesuian diri dengan suasana kerja yang baru dimasuki dan
pengembangan diri selanjutnya.
Informasi jabatan/pekerjaaan yang baik sekurang-kurangnya memuat hal-hal
a.
b.
c.
d.
e.
f.

sebagai berikut:
Struktur dan kelompok-kelompok jabatan/pekerjaan utama.
Uraian tugas masing-masing jabatan/pekerjaan.
Kualifikasi tenaga yang diperlukan untuk masing-masing jabatan.
Cara-cara atau prosedur penerimaan.
Kondisi kerja.
Kesempatan-kesempatan untuk pengembangan karier.
g. Fasilitas penunjang untuk kesejahteraan pekerjaan, seperti kesehatan,
olah raga dan rekreasi, kesempatan pendidikan bagi anak-anak, dan

sebagainya.
6. Informasi Sosial Budaya
Hal ini dapat dilakukan melalui penyajian informasi sosial budaya
yang meliputi, macam-macam suku bangsa, adat istiadat, agama dan

28

kepercayaan, bahasa, potensi-potensi daerah dan kekhususannya masyarakat


atau daerah tertentu.
2.2.5. Materi Layanan Informasi
Materi informasi yang diberikan kepada siswa hendaknya disesuaikan
dengan kebutuhan dan permasalahan siswa, sehingga benar-benar dapat
dirasakan lebih bermanfaat dan memiliki makna. Pemilihan dan penentuan
jenis materi informasi yang tidak didasarkan kepada kebutuhan dan masalah
siswa akan cenderung tidak memiliki daya tarik, sehingga siswa akan menjadi
kurang partisipatif dan kooperatif dalam mengikuti kegiatan layanan.
Tabel 2.2
Materi Layanan Informasi
Pertemua
n

Materi

Tujuan
Agar siswa dapat memahami

Faktor gen atau


keturunan orang tua

kemandirian dari orang tua


sehingga siswa memiliki sifat

Faktor pola asuh

bakat dan minat dari cara orang

orang tua

tua mengasuhnya untuk lebih

Faktor sistem
3

pendidikan di
sekolah

40 menit

potensi dirinya melalui sifat

kemandirian
Agar siswa dapat menyalurkan
2

Waktu

mandiri
Agar siswa mengetahui proses

40 menit

40 menit

pendidikan di sekolah akan


memperlancar meningkatkan

Faktor sistem

kemandirian siswa
Selain faktor di atas, kehidupan

kehidupan di

di masyarakat juga menjadi

masyarakat

faktor yang mempengaruhi


kemandirian siswa. Dengan
demikian siswa akan

40 menit

29

mengetahui masyarakat dapat


merangsang dan mendorong
meningkatkan kemandirian
2.3. Kemandirian Remaja
2.3.1. Pengertian Kemandirian Remaja
Kemandirian merupakan suatu sikap otonomi di mana peserta didik
secara relatif bebas dari pengaruh penilaian, pendapat dan keyakinan orang
lain. Berikut beberapa pengertian kemandirian menurut para ahli:
Menurut

Chaplin

(dalam

Desmita,

2011:185),

otonomi

atau

kemandirian adalah kebebasan individu manusia untuk memilih, untuk


menjadi kesatuan yang bisa memerintah, menguasai dan menentukan dirinya
sendiri.
Sunaryo

Kartadinata

(dalam Mohammad A, dkk, 2004:110)

menyatakan kemandirian adalah individu yang mandiri yang berani


mengambil keputusan dilandasi oleh pehaman akan segala konsekuensi dari
tindakannya.
Erikson ( dalam Desmita, 2011:185),menyatakan kemandirian adalah
usaha untuk melepaskan diri dari orangtua dengan maksud untuk menemukan
dirinya melalui proses mencari identitas ego, yaitu merupakan perkembangan
ke arah individualitas yang mantap dan berdiri sendiri. Kemandirian biasanya
ditandai dengan kemampuan menentukan nasib sendiri, kreatif dan inisiatif,
mengatur tingkah laku, bertanggung jawab, mampu menahan diri, membuat
keputusan-keputusan sendiri, serta mampu mengatasi masalah tanpa ada
pengaruh dari orang lain.
Masrun (1986:8) kemandirian adalah suatu yang memungkinkan
seseorang untuk bertindak bebas, melakukan sesuatu atas dorongan sendiri

30

dan untuk kebutuhannya sendiri tanpa bantuan orang lain, maupun berpikir
dan bertindak original/kreatif, dan penuh inisiatif, mampu mempengaruhi
lingkungan, mempunyai rasa percaya diri dan memperoleh kepuasaan diri
usahanya.
Menurut peneliti kemandirian adalah sikap yang memungkinkan
seseorang untuk bertindak bebas, melakukan sesuatu atas dorongan sendiri
dan kemampuan mengatur diri sendiri, sesuai dengan hak dan kewajibannya
sehingga dapat menyelesaikan sendiri masalah-masalah yang bertanggung
jawab terhadap segala keputusan yang telah diambil melalui berbagai
pertimbangan sebelumnya.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kemandirian atau otonomi
adalah kemampuan untuk mengendalikan dan mengatur pikiran, perasaan dan
tindakan sendiri secara bebas serta berusaha sendiri untuk mengatasi
perasaan-perasaan malu dan keragu-raguan.
2.3.2. Tingkatan Dan Karakteristik Kemandirian
Sebagai suatu dimensi psikologis yang kompleks, kemandirian dalam
perkembangannya memiliki tingkatan-tingkatan. Perkembangan kemandirian
seseorang juga berlangsung secara bertahap sesuai dengan tingkatan
perkembangan kemandirian tersebut. Sunaryo Kartadinata (dalam Desmita,
2011:187) mengemukakan tingkatan kemandirian beserta ciri-cirinya sebagai
berikut:
1. Tingkatan pertama, adalah tingkat impulsif dan melindungi diri.
Ciri-cirinya adalah
a. Peduli terhadap kontrol dan keuntungan yang dapat diperoleh dari
b.
c.
d.
e.

interaksinya dengan orang lain


Mengikuti aturan secara oportunistik dan hedonistik
Berpikir tidak logis dan tertegun pada cara berpikir tertentu (stereotype)
Cenderung melihat kehidupan sebagai zero-sum game
Cenderung menyalahkan dan mencela orang lain serta lingkungannya

31

2. Tingkat kedua, adalah tingkat konformistik.


Ciri-cirinya adalah
a. Peduli terhadap penampilan diri dan penerimaan sosial
b. Cenderung berpikir stereotypedan klise
c. Peduli akan konformitas terhadap aturan eksternal
d. Bertindak dengan motif yang dangkal untuk memperoleh pujian
e. Menyamakan diri dalam ekspresi emosi dan kurangnya intropeksi
f. Perbedaan kelompok didasarkan atas ciri-ciri eksternal
g. Takut tidak diterima kelompok
h. Tidak sensitif terhadap keindividualan
i. Merasa berdosa jika melanggar aturan
3. Tingkatan ketiga, adalah tingkat sadar diri.
Ciri-cirinya adalah
a. Mampu berpikir alternatif
b. Melihat harapan dan berbagai kemungkinan dalam situasi
c. Peduli untuk mengambil manfaat dari kesempatan yang ada
d. Menekankan pada pentingnya pemecahan masalah
e. Memikirkan cara hidup
f. Penyesuaian terhadap situasi dan peranan
4. Tingkatan keempat, adalah tingkat saksama.
Ciri-cirinya adalah
a. Bertindak atas dasar nilai-nilai internal
b. Mampu melihat diri sebagai pembuat pilihan dan pelaku tindakan
c. Mampu melihat keragaman emosi, motif, dan prespektif diri sendiri
maupun orang lain
d. Sadar akan tanggung jawab
e. Mampu melakukan kritik dan penilaian diri
f. Peduli akan hubungan mutualistik
g. Memiliki tujuan jangka panjang
h. Cenderung melihat peristiwa dalam konteks sosial
i. Berpikir lebih kompleks dan atas dasar pola analitis
5. Tingkatan kelima, adalah tingkat individualistis.
Ciri-cirinya adalah
a. Peningkatan kesadaran individualistis
b. Kesadaran akan konflik emosional antara kemandirian dengan
ketergantungan
c. Menjadi toleran terhadap diri sendiri dan orang lain
d. Mengenal eksistensi perbedaan individual
e. Mampu bersikap toleran terhadap pertentangan dalam kehidupan
f. Membedakan kehidupan internal dengan kehidupan luar dirinya
g. Mengenal kompleksitas diri
h. Peduli akan perkembangan dan masalah-masalah sosial
6. Tingkatan keenam, adalah tingkat mandiri.
Ciri-cirinya adalah
a. Memiliki pandangan hidup sebagai suatu keseluruhan

32

b. Cenderung bersikap realistik dan objektif terhadap diri sendiri maupun


c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.

orang lain
Peduli terhadap pemahaman abstrak, seperti keadilan sosial
Mampu mengintegrasikan nilai-nilai yang bertentangan
Toleran terhadap ambiguitas
Peduli akan pemenuhan diri
Ada keberanian untuk menyelesaikan konflik internal
Responsif terhadap kemandirian orang lain
Sadar akan adanya ketergantungan dengan orang lain
Mampu mengekspresikan perasaan dengan penuh keyakinan dan
keceriaan.

2.3.3. Bentuk-Bentuk Kemandirian


Steiberg (dalam Desmita, 2011:186) membedakan karakteristik
kemandirian atas tiga bentuk, yaitu:
1. Kemandirian emosional, yakni kemandirian yang menyatakan perubahan
kedekatan hubungan emosional antara individu, seperti hubungan
emosional peserta didik dengan guru atau dengan orang tuanya.
2. Kemandirian tingkah laku, yakni suatu kemampuan untuk membuat
keputusan-keputusan tanpa tergantung pada orang lain dan melakukannya
secara bertanggung jawab.
3. Kemandirian nilai, yakni kemampuan memaknai seperangkat prinsip
tentang benar dan salah, tentang apa yang penting dan apa yang tidak
penting.
2.3.4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kemandirian Remaja
Sebagaimanaaspek-aspek
bukanlah

semata-mata

psikologis

merupakan

lainnya,

pembawaan

kemandirian

yang

melekat

juga
pada

diriindividusejak lahir. Perkembangannya juga dipengaruhi oleh berbagai


stimulasi yang datang dari lingkungannya, selain potensi yang telah dimiliki
sejak lahir sebagai keturunan dari orang tuanya.

33

Menurut Mohammad A, dkk (2004:118) ada sejumlah faktor yang


sering disebut sebagai korelat bagi perkembangan kemandirian, yaitu sebagai
berikut:
1. Gen atau keturunan orangtua.
Orangtua yang memiliki sifat kemandirian tinggi seringkali
menurunkan anak yang memiliki kemandirian juga. Namun, faktor
keturunanini masih menjadi perdebatan karena ada yang berpendapat
bahwa sesungguhnya bukan sifat kemandirian orangtuanya itu menurun
kepada anaknya, melainkan sifat orangtuanya muncul berdasarkan cara
orangtua mendidik anaknya.
2. Pola asuh orangtua.
Cara orangtua mengasuh atau mendidik anak akan mempengaruhi
perkembangan kemandirian anak remajanya. Orangtua yang terlalu
melarang atau mengeluarkan kata jangan kepada anak tanpa disertai
dengan penjelasan yang rasional akan menghambat perkembangan
kemandirian anak. Sebaliknya, orangtua yang menciptakan suasana aman
dalam

interaksi

keluarganya

akan

dapat

mendorong

kelancaran

perkembangan anak. Demikian juga, orangtua yang cenderung sering


membanding-bandingkan anak yang satu dengan lainnya juga akan
berpengaruh kurang baik terhadap perkembangan kemandirian anak.
3. Sistem pendidikan di sekolah.
Proses pendidikan di sekolah yang tidak mengembangkan
demokratisasi pendidikan dan cenderung menekankan indoktrinasi tanpa
argumentasi akan menghambat perkembangan kemandirian remaja.
Demikian juga, proses pendidikan yang banyak menekankan pentingnya
pemberian sanksi atau hukuman juga dapat menghambat perkembangan
kemandirian

remaja.

Sebaliknya,

proses

pendidikan

yang

lebih

34

menekankan pentingnya penghargaan terhadap potensi anak, pemberian


reward,

dan

penciptaan

kompetisi

positif

akan

memperlancar

perkembangan kemandirian remaja.


4. Sistem kehidupan di masyarakat.
Sistem kehidupan masyarakat yang terlalu menekankan pentingnya
hierarki struktur sosial, merasa kurang aman atau mencekam serta kurang
menghargai menifestasi potensi remaja dalam kegiatan produktif dapat
menghambat kelancaran perkembangan kemandirian remaja. Sebaliknya,
lingkungan masyarakat aman, menghargai ekspresi potensi remaja dalam
bentuk berbagai kegiatan, dan tidak terlalu hierarki akan merangsang dan
mendorong perkembangan kemandirian remaja.
2.3.5. Upaya Pengembangan Kemandirian Remaja dan Implikasinya
Bagi Pendidikan
Dengan asumsi bahwa kemandirian sebagai aspek psikologis
berkembang tidak dalam kevakuman atau diturunkan oleh orangtuanya maka
intervensi positif melalui ikhtiar pengembangan atau pendidikan sangat
diperlukan bagi kelancaran perkembangan kemandirian remaja.
Menurut

Mohammad

A(2004:119)

sejumlah

intervensi

dapat

dilakukan sebagai ikhtiar pengembangan kemandirian remaja, antara lain


sebagai berikut:
1. Penciptaan partisipasi dan keterlibatan remaja dalam keluarga
a. Saling menghargai antar anggota keluarga
b. Keterlibatan dalam memecahkan masalah remaja atau keluarga
2. Penciptaan keterbukaan
a. Toleransi terhadap perbedaan pendapat
b. Memberikan alasan terhadap keputusan yang diambil bagi remaja
c. Keterbukaan terhadap minat remaja
d. Mengembangkan komitmen terhadap tugas remaja
e. Kehadiran dan keakraban hubungan dengan remaja
3. Penciptaan kebebasan untuk mengeksplorasi lingkungan

35

a. Mendorong rasa ingin tahu remaja


b. Adanya jaminan rasa aman dan kebebasan untuk mengeksplorasi
lingkungan
c. Adanya aturan tetapi tidak cenderung mengancam apabila ditaati
4. Penerimaan positif tanpa syarat
a. Menerima apapun kelebihan maupun kekurangan yang ada pada diri
remaja
b. Tidak mebeda-bedakan remaja satu dengan yang lain
c. Menghargai ekspresi potensi remaja dalam bentuk kegiatan produktif
apapun meskipun sebenarnya hasilnya kurang memuaskan
5. Empati terhadap remaja
a. Memahami dan menghayati pikiran dan perasaan remaja
b. Melihatberbagai persoalan remaja dengan menggunakan perspektif atau
sudut pandang remaja
c. Tidak mudah mencela karya remaja betapapun kurang bagusnya karya
itu
6. Penciptaan kehangatan hubungan dengan remaja
a. Interaksi secara akrab tetapi tetap saling menghargai
b. Menambah frekuensi interaksi dan tidak bersikap dingin terhadap
remaja
c. Membangun suasana humor dan komunikasi ringan dengan remaja
2.3.6. Pentingnya Kemandirian Bagi Peserta Didik
Pentingnya kemandirian bagi peserta didik, dapat dilihat dari situasi
kompleksitas kehidupan dewasa ini, yang secara langsung atau tidak langsung
mempengaruhi kehidupan peserta didik. Pengaruh kompleksitas kehidupan
terhadap peserta didik terlihat dari berbagai fenomena yang sangat
membutuhkan

perhatian

dunia

pendidikan,

seperti

perkelahian

antarpelajar,penyalahgunaan obat dan alkohol, perilaku agresi, dan berbagai


perilaku menyimpang yang sudah mengarahkan pada tindak kriminal. Dalam
konteks proses belajar, terlihat adanya fenomena peserta didik yang kurang

36

mandiri dalam belajar, yang dapat menimbulkan gangguan mental setelah


memasuki pendidikan lanjutan, kebiasaan belajar yang kurang baik.
Menurut Desmita (2011:189) beberapa gejala yang berhubungan
dengan permasalahan kemandirian yang perlu mendapat perhatian dunia
pendidikan, yaitu:
1. Ketergantungan disiplin kepada kontrol luar dan bukan karena niat sendiri
yang ikhlas. Perilaku seperti ini akan mengarah pada perilaku formalistik,
ritualistik dan tidak konsisten, yang pada gilirannya akan menghambat
pembentukan etos kerja dan etos kehidupan yang mapan sebagai salah satu
ciri dari kualitas sumber daya dan kemandirian manusia.
2. Sikap tidak peduli terhadap lingkungan hidup. Manusia mandiri bukanlah
manusia yang lepas dari lingkungannya, melainkan manusia yang
bertransenden

terhadap

lingkungannya.

Ketidakpedulian

terhadap

lingkungan hidup merupakan gejala perilaku impulsif, yang menunjukkan


bahwa kemandirian masyarakat masih rendah.
3. Sikap hidup konformistis tanpa pemahaman dan konformistik dengan
mengorbankan prinsip. Mitos bahwa segala sesuatunya bisa diatur yang
berkembang dalam masyarakat menunjukkan adanya ketidak jujuran
dalam berpikir dan bertindak serta kemandirian yang masih rendah.
Gejala-gejala tersebut merupakan bagian kendala utama dalam
mempersiapkan

individu-individu

yang

mengarungi

kehidupan

masa

mendatang yang semakin kompleks dan penuh tantangan. Oleh sebab itu,
perkembangan kemandirian peserta didik menuju ke arah kesempurnaan
menjadi sangat penting untuk dilakukan secara serius, sistematis dan
terprogram.

37

2.4.Kerangka Berpikir
Kerangka berpikir merupakan rancangan penelitian yang telah di
analisis

oleh

peneliti.

Rancangan

dalam

kerangka

berpikir

ini

menggambarkan permasalahan yang ditinjau lewat penjabaran masalah


teoritis dari masalahnya. Tentu dengan adanya kerangka berpikir ini dapat
membantu peneliti untuk merancang gambaran-gambaran dari fenomena
permasalahannya lalu mendeskripsikan setiap fenomena yang ada pada setiap
penjabaran masalah namun juga lewat tinjauan teoritis.
Menentukan

kerangka

berpikir

dari

penelitian

yang

akan

dilaksanakan, hendaknya diuraikan berdasarkan judul penelitian. Tujuannya


adalah untuk menghindari munculnya pendapat yang berlawanan dengan
penelitian yang akan dilakukan. Bimbingan kelompok yaitu bimbingan yang
memungkinkan sejumlah peserta didik secara bersama-sama memperoleh
berbagai

bahan

dari

narasumber

tertentu

(terutama

dari

pembimbing/konselor) yang berguna untuk menunjang kehidupannya seharihari baik individu maupun sebagai pelajar, anggota keluarga dan masyarakat
serta

untuk

pertimbangan

dalam

pengambilan

keputusan.

Tujuan

bimbingankelompok adalah membahas topik-topik tertentu yang mengandung


permasalahan aktual dan menjadi perhatian peserta.
Kemandirianremaja adalah kemampuan untuk mengendalikan dan
mengatur pikiran, perasaan dan tindakan sendiri secara bebas serta berusaha
sendiri untuk mengatasi perasaan-perasaan malu dan keragu-raguan. Dengan
pelaksanaan bimbingan kelompok terhadap kemandirian remaja sangat

38

diharapkan berjalan dengan baik agar siswa dapat meningkatkan kemandirian


di lingkungan sekolah.
Berikut adalah skema kerangka berpikir tentang pelaksaan layanan
bimbingan kelompok untuk meningkatkan kemandirian remaja terdapat
dalam gambar dibawah ini.
Gambar 2.1
Skema Kerangka Berfikir Meningkatkan Kemandirian Remaja

Siswa SMP Negeri 2


Padangsidimpuan
Meningkatkan Kemandirian
Disetarakan
Kelas VII-1

Kelas VII-2

Eksperimen
Pretest

Kontrol
Pretest

Perlakuan (Layanan
bimbingan kelompok)

Konvensional (Layanan
informasi)

Posttest

Posttest
Analisis Data

Uji Hipotesis

Melalui penelitian tindakan ini maka diharapkan siswa dapat


termotivasi untuk belajar lebih aktif lagi, tidak hanya menerima, mendengar,

39

dan mengingat saja tetapi dilatih lagi untuk mengoptimalkan kemampuanya


dalam menyerap informasi.
2.5.Pengajuan Hipotesis
Hipotesis

merupakan

jawaban

sementara

untuk

mengetahui

kebenarannya.Menurut Suharsimi A. (2006-71) hipotesis berarti bahwa


kebenaran-kebenaran yang masih berada di bawah rata-rata (belum tentu
benar) atau hanya dapat diangkat menjadi suatu kebenaran jika memang telah
di sertai dengan bukti-bukti.
Selanjutnya Sugiyono, (2009:102) menjelaskan bahwa hipotesis
adalah taksiran terhadap parameter populasi melalui data-data sampel. Dari
uraian pendapat di atas dapat diartikan bahwa hipotesis adalah jawaban atau
dugaan sementara yang masih perlu di buktikan kebenarannya.
Dari uraian di atas, maka peneliti menduga bahwa dalam penelitian
ini :
1. Adanya pemahaman kemandirian siswa sebelum dan sesudah diberikan
layanan bimbingan kelompok pada kelas eksperimen.
2. Adanya pemahaman kemandirian siswa sebelum dan sesudah diberikan
layanan bimbingan kelompok pada kelas kontrol.

40

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1.

Tempat dan Waktu Penelitian


3.1.1. Tempat Penelitian
Adapun lokasi penelitian yang diteliti oleh peneliti adalah di SMA
Negeri 5 Padangsidimpuan yang beralamat di Jl. Melati, Kelurahan Ujung
Padang, Padangsidimpuan Selatan.
3.1.2. Waktu Penelitian
Adapun waktu penelitian direncanakan kurang lebih dua bulan, sesuai
dengan kondisi penelitian yaitu, sejak surat penelitian dikeluarkan oleh
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UMTS.

3.2.

Populasi dan Sampel


3.2.1. Populasi Penelitian
Dalam melaksanakan suatu penelitian harus ada objek yang akan
diteliti sebagai sumber. Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian.
Apabila seseorang ingin meneliti semua elemen yang ada dalam wilayah
penelitian, maka penelitiannya merupakan penelitian populasi.Sebagaimana
Sugiyono (2008:117) menyatakan, Populasi adalah wilayah generalisasi
yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik
tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya.Adapun populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah
seluruh siswa Kelas X di SMA Negeri 5 Padangsidimpuan. Sebagaimana
yang terlihat pada tabel 3.1 di bawah ini:
Tabel 3.1
47
Populasi Penelitian
NO

KELAS

SISWA

JUMLAH

41

LK

PR

X-1 IPS

15

17

32

X-2 IPS

13

19

32

X-3 IPS

12

19

31

X-4 IPS

15

17

32

X-5 IPS

14

16

30

X-6 IPS

14

18

32

83

106

189

Jumlah

Sumber: Tatausaha SMA Negeri 5 Padangsidimpuan

3.2.2. Sampel Penelitian


Sampel merupakan bagian terkecil dari populasi yang diharapkan
menjadimonitor

dari

populasi.

Menurut

Suharsimi

(2010:174)

menyimpulkan, sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti.


Mengingat populasi yang sangat banyak dan juga keterbatasan waktu. Penulis
mengambil sebagian untuk dijadikan sebagai sampel penelitian. Teknik
pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik area
probability sampel atau sampel wilayah adalah sampel yang tidak berstrata
tapi memiliki perbedaan ciri antara wilayah yang satu dengan yang lain, yaitu
dengan mengambil wakil dari setiap wilayah yang terdapat dalam populasi.
Pengambilan sampel penelitian ini adalah secara random, yaitu siswa
yang bermasalah dengan kemandirian, yaitu 10 orang siswa dari kelas X-2
IPS dan 10 Orang dari kelas X-4 IPS. Untuk lebih jelasnya sampel dalam
penelitian ini dilihat pada tabel 3.2 di bawah ini :
Tabel 3.2

42

Sampel Penelitian
No

Kelas

1.
2.

X-2 IPS
X-4 IPS

Jumlah Siswa
Laki-Laki Perempuan
5
5
5
5
Total

Total

Keterangan

10 Siswa
10 Siswa
20 Siswa

Eksperimen
Kontrol

Sumber: Guru BK SMA Negeri 5 Padangsidimpuan

Tabel 3.3
Daftar Nama Siswa Kelas X-2 IPS SMA Negeri 5 Padangsidimpuan
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Nama Siswa Kelas


X-2
Alwi Jihan
Alwin Fahri Siregar
Ardiansyah
Husni Riski
Indra Maulana Saputra
Rafidah Kurnia safitri
Rizki Dinda Larasati
Rohmatul Khoiriah
Winda Fatma
Yulia Eka Putri

Jenis Kelamin
L
P
L
L
L
L
L
P
P
P
P
P

Tabel 3.4
Daftar Nama Siswa Kelas X-4 IPS SMA Negeri 5 Padangsidimpuan
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

3.3.

Nama Siswa Kelas


VII-1
Andika Ardiansyah
Hasanul Fahmi
Ibrahim Marzuki
Reynara Raditya Prawira
Ryan siregar
Maulina Saiyah Noor
Meiyana Harahap
Muthia Zahra Hidayat
Putri Balqis Sitompul
Romaito Adelina Nasution

Metode Penelitian

Jenis Kelamin
L
P
L
L
L
L
L
P
P
P
P
P

43

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian


kuantitatif.Dalam penelitian kuantitatif masalah yang dibawa oleh peneliti
harus sudah jelas.Berdasarkan latar belakang masalah, batasan masalah serta
tujuan penelitian yang telah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya, maka
penelitian ini digolongkan pada jenis penelitian eksperimen. Menurut
Riduwan, (2004:50) penelitian eksperimen adalah penelitian yang berusaha
mencari pengaruh variabel yang lain dalam kondisi yang terkontrol secara
ketat.Menurut Sugiyono (2010:73) terdapat empat bentuk desain penelitian
eksperimen yaitu: Pre-Eksperimen Design, True Experimental Design,
Factorial Design, dan Quasi Eksperimental.
1. Pre-Eksperimen Design (nondesigns), design ini belum merupakan
eksperimen yang sungguh-sungguh karena masih terdapat variabel luar
yang ikut berpengaruh terhadap terbentuknya variabel dependen.
2. True Experimental Design merupakan eksperimen yang betul-betul karena
dalam desain ini, peneliti dapat mengontrol semua variabel luar yang
mempengaruhi jalannya eksperimen.
3. Factorial Design merupakan modifikasi dari design true experimental,
yaitu dengan memperhatikan kemungkinan adanya variabel moderator
yang mempengaruhi perlakuan (variabel independen) terhadap hasil
(variabel dependen).
4. Quasi
Experimental

Design

merupakan

pengembangan

dari

trueexperimental design, yang sulit dilaksanakan.


Adapun metode penelitian ini adalah True Eksperimental Design yaitu
peneliti dapat mengontrol semua variabel luar yang mempengaruhi jalannya
eksperimen. Dengan demikian validitas internal (kualitas pelaksanaan

44

rancangan penelitian) dapat menjadi tinggi. Adapun rumus yang akan


digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut:
Pretest-Posttest Control Group Design
R O1 X O2
R O3
O4
Keterangan:
R

: Random

O1

: Pretest dalam kelompok eksperimen

O2

: Posstestdalam kelompok eksperimen

: Perlakuan (layanan bimbingan kelompok)

O3

: Pretest dalam kelompok kontrol

O4

: Posstest dalam kelompok kontrol


Dengan rumusan di atas, maka penelitian dapat lebih mudah

mengetahui dan dapat mengembangkan hasil penelitian, apakah ada


peningkatan dari responden sebelum diberikan perlakuan dan sesudah
diberikan perlakuan.

3.4.

Teknik Pengumpulan Data


3.4.1. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dari lapangan dapat diambil melalui instrumen,
instrument yang digunakan berupa angket.Angket adalah pertanyaan tertulis
untuk memperoleh informasi dari seseorang.
Menurut Suharsimi A. (2010:268) Angket/Kusioner adalah sejumlah
pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari
responden. Angket digunakan untuk digunakan untuk memperoleh data untuk
meningkatkan kemandirian remaja.

45

Menurut Sugiono (2009:199) angket adalah teknik pengumpulan data


yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan
tertulis kepada responden untuk dijawabnya.
Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa angket adalah suatu
alat pengumpulan data yang berupa pertanyaan yang diberikan kepada
responden

yang

berhubungan

dengan

pengumpulan

data

mengenai

pelaksanaan layanan bimbingan kelompok untuk meningkatkan kemandirian


remaja di SMA Negeri 5 Padangsidimpuan.
Adapun angket yang digunakan adalah angket tertutup yang mana
butir-butir pertanyaannya sudah diberikan jawaban berupa alternatif pilihan
dengan menggunakan skala likert yang diberikan secara langsung.
3.4.2 Uji Coba Instrumen
Dalam penelitian, data mempunyai kedudukan yang
paling tinggi, karena data merupakan penggambaran variabel
yang diteliti dan berfungsi sebagai alat pembuktian hipotesis.
Benar tidaknya data, sangat menentukan bermutu tidaknya
hasil penelitian.Sedang benar tidaknya data, tergantung dari
baik tidaknya instrumen pengumpulan data.Menurut Umar
(2003:87), instrumen yang baik memenuhi 5 kriteria yaitu:
(1) Validitas,yaitu sejauh mana data yang ditampung pada
suatu kuesioner akan mengukur yang ingin diukur, (2)
Reliabilitas, yaitu sejauhmana suatu hasil pengukuran relatif
konsisten apabila alat ukur digunakan berulang kali, (3)
Sensitivitas,

yaitu

kemampuan

suatu

instrumen

untuk

melakukan diskriminasi, (4) Objektivitas, yaitu data yang


diisikan

pada

kuesioner

terbebas

dari

penilaian

yang

46

subjektif, dan (5) Fisibilitas, yaitu berkenaan dengan teknis


pengisian kuesioner, serta penggunaan sumber daya dan
waktu. Sebelum digunakan, instrumen dalam penelitian ini
akan diuji dengan uji validitas dan uji reliabilitas.
a. Uji Validitas

Menurut Suharsimi A. (1998:160), validitas adalah suatu ukuran yang


menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahlihan suatu instrument.
Suharsimi A. (1995:219) juga mengemukakan, bahwa secara mendasar,
validitas adalah keadaan yang menggambarkan tingkat instrument yang
bersangkutan maupun mengukur apa yang akan diukur.
Validitas merupakan alat untuk mengukur data. Menurut Ghozali
(2006:187) validitas yaitu digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya
suatu kuesioner. Suatu kuesioner dinyatakan valid ketika pernyataan pada
kuesioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh
kuesioner tersebut. Tingkat validitas dapat diukur dengan membandingkat
nilai r hitung (correlation item total correlation) dengan r tabel dengan
ketentuan degree of freedom (df) = n-2, dimana n adalah jumlah sampel.
Menurut (Setiaji,2004:61) jika r (korelasi), dengan item
tersebut valid.Besarnya r tiap butir pertanyaan dapat dilihat
dari SPSS pada kolom Corrected Items Correlation). Kriteria uji
validitas secara singkat (rule of tumb)adalah 0,3. Berdasarkan
hasil yang dapat maka pernyataan yang dinyatakan valid (+)
berjumlah 18 dan pernyataan yang tidak valid (-) berjumlah
17.
b. Uji Realibilitas
Realiabilitas salah satu alat untuk mengukur data. Menurut Ghozali
(2006:188), reliabilitas sebenarnya adalah alat untuk

mengukur

suatu

47

kuesioner yang merupakan indikator dari suatu variabel atau handal jika
jawaban seseorang terhadap pernyataan adalah konsisten atau stabil dari
waktu ke waktu. Pengukuran reliabilitas dapat dilakukan dengan dua cara
yaitu:
1. Repeated measure atau pengukuran ulang : disini seseorang akan disodori
pertanyaan yang sama dalam waktu yang berbeda, dan kemudian dilihat
apakah ia tetap konsisten dengan jawabannya.
2. One shot atau pengukuran sekali saja :disini pengukurannya hanya sekali
dan kemudian hasilnya dibandingkan dengan pertanyaan lain atau
mengukur korelasi antara jawaban pertanyaan. SPSS memberikan fasilitas
untuk mengukur reliabilitas dengan uji statistik Cronbach Alpha. Suatu
variabel dikatakan reliabel jika memberikan nilai Cronbach Alpha>0,60 .
Tabel 3.5
Kisi-kisi Meningkatkan Kemandirian Siswa
Variabel

Kisi-Kisi
Angket

Indikator

Meningkat - Faktor gen


atau
kan
keturunan
Kemandiri
orang tua
an

- Faktor pola
asuh orang
tua

1
2

1
2

Item

+
Sifat kemandirian 1, 3,
Orangtua yang
6, 7
memiliki sifat
kemandirian
tinggi, akan
menurun kepada
anaknya

2, 4, 5

Cara orang tua


mengasuh
Cara orang tua
mendidik
anaknya
Cara orang tua
menciptakan
suasana aman
dalam interaksi
keluarga

10,

8, 9,

12,

11,

13,

14,

16, 17

15,

Jlh
7

10

48

- Faktor sistem 1
pendidikan
di sekolah

- Faktor sistem 1
kehidupan
di
masyarakat

Total

Sistem
pendidikan yang
tidak
mengembangkan
demokratisasi
Proses
pendidikan yang
lebih
menekankan
pentingnya sangsi
Proses
pendidikan yang
menekankan
penghargaan

20,

18,

21,

19,

22,

25, 26

Lingkungan
masyarakat yang
aman, dan
menghargai
ekspresi potensi
remaja dalam
berbagai kegiatan
Memberikan
kebebasan untuk
mengeksplorasi
lingkungan,
mendorong rasa
ingin tahu
mereka

28,

27,

30,

29,

32, 34

31,

23,
24,

33, 35

35
item

35

Untuk menilai jawaban-jawaban siswa maka digunakan skala


likert.Skala likert berbentuk pernyataan-pernyataan tertutup dan diberikan
secara langsung.Skala likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan
persepsi seseorang tentang kemandirian.Teknik menggali informasi yang
berusaha mengukur sikap atau keyakinan individu, disebut skala pendapat
(opinioner) atau skala sikap.

49

Penelitian ini digunakan item-item berskala, berupa skala sikap, yaitu


skala Likert. Skala Likert meminta kepada responden sebagai individu untuk
menjawab suatu pertanyaan dengan jawaban sangat setuju (SS), setuju (S),
ragu-ragu (R), tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS). Masingmasing, jawaban dikaitkan dengan angka atau nilai, misalnya SS=5, S=4,
R=3, TS=2, dan STS=1 bagi suatu pernyataan yang mendukung sikap positif
dan nilai-nilai sebaliknya yaitu SS=1, S=2, R=3, TS=4, dan STS=5 bagi
pernyataan yang mendukung sikap negatif (Ruseffendi dan Ahmad S,
1994:120). Adapun pemberian skor penilaian angket, dapat dilihat pada tabel
3.5 dibawah ini:
Tabel 3.6
Pemberian Skor Penilaian Angket berdasarkan Skala Likert
Skor

Pernyataan
Sangat setuju
Setuju
Ragu-ragu
Tidak setuju
Sangat tidak setuju

3.5.

+ (Favourabel)
5
4
3
2
1

(Unfourabel)
1
2
3
4
5

Teknik Analisis Data


Setelah data dikumpulkan, penulis menggunakan analisis data yaitu
analisis data statistik. Sebagai tambahan, untuk mengetahui kriteria skor
penilaian dapat kita lihat pada tabel 3.6 berikut ini
Tabel 3.7
Skor Penilaian
NO
1
2
3

Interval
80-100
70-79
60-69

Interpretasi
Sangat Baik
Baik
Cukup

50

4
5

50-59
0-49

Kurang
Gagal

Dalam penelitian ini, setelah data dari nilai test awal (pretest) dari
kelas eksperimen dan kontrol telah terkumpul. Proses pengolahan data ini
menggunakan program komputer SPSS versi 20. Data dalam bentuk angkaangka akan dianalisis menggunakan metode statistik. Dengan tahap-tahap
berikut :
1. Analisis univariat dilakukan untuk mengolah data satu variabel (tidak
dikaitkan dengan variabel lain) untuk mendapatkan nilai-nilai pemusatan,
seperti rata-rata, modus dan median. Lalu nilai-nilai penyebaran, seperti
standar deviasi dan nilai-nilai perbedaan karakteristik tertentu pada variabel
tersebut.
2. Analisis bivariat atau multivariate yang mengolah data lebih dari satu
variabel

yang

berhubungan.

Setelah

fungsi

matematika

dengan

menggunakan alat analisis di atas berhasil diketahui, penelitian dapat


mengkaji

prediksi

variabel

dependen

berdasarkan

variabel-variabel

independennya.
3.6.

Pengujian Hipotesis
Untuk

melakukan

pengujian

terhadap

hipotesis

yang

sudah

dirumuskan dalam penelitian ini dianalisis dengan teknik eksperimen True


Eksperimental Design. Teknik ini dipergunakan untuk meneliti untuk
meningkatkan kemandirian remaja di SMA Negeri 5 Padangsidimpuan, dan
untuk melihat tingkat hubungan eksperimen yang telah dipilih dalam
penelitian.

51

Pengujian hipotesis dengan cara uji jejang bertanda dilakukan apabila


penelitian ingin memastikan tentang ada atau tidaknya perbedaan kondisi
setelah perlakuan tertentu diberikan.
Oleh karena itu, maka pengujian hipotesis yang dilakukan dalam
penelitian ini dijabarkan sebagai berikut:
1. Untuk mendeskripsikan perbedaan untuk meningkatkan kemandirian
remaja

sebelum dan sesudah diberikan perlakuan baik kelompok

eksperimen (perlakuan layanan bimbingan kelompok) maupun kelompok


kontrol (perlakuan layanan bimbingan kelompok) peneliti menggunakan
analisis data dengan teknik Wilcoxon ranks test dengan bantuan program
SPSS versi 20.
2. Untuk menguji hipotesis untuk meningkatkan kemandirian remaja diberikan

perlakuan pada kelompok eksperimen (diberikan perlakuan layanan


bimbingan kelompok), dengan siswa kelompok kontrol (diberikan perlakuan
layanan bimbingan kelompok) digunakan teknik Kolmogrov Smirnov 2
Independent Sampels dengan bantuan program SPSS versi 20. Analisis ini
untuk menguji dihipotesis 3.

Anda mungkin juga menyukai