Anda di halaman 1dari 8

PERKEMBANGAN ILMU ASTRONOMI

DALAM TEORI GEOSENTRIS DAN HELIOSENTRIS


DARI ZAMAN KLASIK HINGGA MODERN
Oleh : Nur Hidayatullah
BAB I
Pendahuluan
Astronomi merupakan sains kuno yang paling lama, paling banyak dikembangkan, dan paling
dihargai. Banyak sains matematis pada awalnya dikembangkan untuk memfasilitasi riset
astrorologi dan keterpesonaan dalam pada kekuatan dan misteri langit. Pertimbangan praktis,
seperti menemukan arah seseorang dalam perjalanan malam atau memahami korelasi antara
musim s dan posisi planet, memberikan daya dorong tambahan bagi astronomi. Orang
Babilonia, Yunani, dan India menemukan system rumit bagi kajian astronomi yang berjalan
diluar pengamatan sederhana dan dikarakterisasikan dengan berbagai tingkat ketetapan dan
ketepatan matematis.
Namun demikian, sebelum islam, bangsa Arab tidak memiliki astronomi ilmiah. Pengetahuan
mereka empirik, dan terbatas pada pembagian tahun dalam periode tertentu berdasar pada
kemunculan dan tata letak bintang-bintang tertentu. Bidang ilmu astronomis ini dikenal
sebagai anwa; hal ini terus manarik perhatian pada masa astronom Arab berikutnya setelah
kemunculan islam, dan kajian tersebut menghasilkan banyak metode matematis yang
digunakan oleh para astronom itu.
Ilmu Astronomi berkembang sesuai dengan perkembangan zaman, perkembangan ilmu
atronomi yang begitu signifikan dirasakan oleh umat manusia sedunia, sebut saja orang barat
menikmatinya dengan pengetahuan kompleks tentang benda langit, di samping itu mereka
juga menikmati indah menjelajah luar angkasa terbang sesuka hati; lebih dari itu umat
muslim juga memanfaatkan ilmu astronomi sebagai wasilah utuk menunaikan kewajiban
mereka, dengan ilmu ini mereka dapat mengetahui arah kiblat di suatu tempat, kapan
masuknya awal waktu shalat, awal bulan qamariah, dan gerhana.
Melihat begitu pentingnya ilmu ini, membuat perhatian banyak orang untuk mengkaji dan
menelaah lebih jauh tentang perkembangan ilmu astronomi. Karena dengan mengkaji
perkembangan ilmu astronomi ini kita akan mengenal siapa pencetus dan apa teorinya
tentang astronomi, yang secara tidak langsung akan membuat kita termotivasi dengan para
ilmuwan yang mengembangkan disiplin ilmu ini, bahkan ke depan nanti kita dapat
memprediksikan bagaimana perkembangan dan pengaruh ilmu astronomi di masa mendatang.
Hal di atas inilah yang mungkin akan kita peroleh setelah mengkaji dan mempelajari tentang
perkembangan ilmu astronomi dari zaman klasik hingga modern. Bertolak dari sin, saya
selaku penulis akan mengupas lebih jauh tentang perkembangan ilmu ini dengan beberapa
tahapan atau periode yang mencakup pencetus dan pemikirannya (teori); para pendukungpendukungnya serta kontribusi mereka untuk khalayak banyak.

BAB II
Pembahasan
1) Pengertian astronomi dan keterkaitannya dengan sains islam.
Ilmu Astronomi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari lintasan benda-benda langit,
seperti matahari, bulan, bintang-bintang dan benda-benda langit lainnya, dengan tujuan untuk
mengetahui posisi dari benda-benda langit itu serta kedudukannya dari benda-benda langit
yang lain.
Dalam literatur-literatur klasik ilmu ini disebut juga dengan Ilmu Falak, karena dalam bahasa
arab Falak mempunyai arti orbit atau lintasan benda-benda langit (madar al-nujum) . Selain
istilah di atas ilmu astronomi dalam dunia intelektual islam juga disebut dengan Ilmu Haiah,
Ilmu Rashd, Ilmu Miqat, Ilmu Hisab.
Akan tetapi karena perubahan makna, istilah astronomi dalam pandangan masyarakat
sekarang berbeda dengan Ilmu Falak. Karena Ilmu Falak diartikan sebagai ilmu yang hanya
membahas tentang penentuan awal bulan kamariah, awal waktu, arah kiblat, dan kapan
terjadinya gerhana, dengan kata lain masyarakat hanya menganggap ilmu falak hanya
berkutat pada masalah agama saja, padahal antara ilmu astronomi dan ilmu falak itu samasama mempunyai objek kajian yang sama, yaitu segala benda langit.
Namun sekarang, ilmu astronomi-lah yang diyakini mempunyai objek kajian yang lebih luas
dari pada ilmu falak, karena objek kajian ilmu falak dalam masalah ibadah hanya membahas
tentang matahari, bumi, dan bulan. Tidak seperti ilmu astronomi yang juga membahas tentang
peredaran planet-planet atau benda langit lainnya.
2) Perkembangan ilmu Astronomi pada masa sebelum masehi
Sebelum lebih jauh membahas perkembangan ilmu astronomi, terlebih dahulu kita berbicara
tentang siapa penemu ilmu ini, Memang jarang kita temukan literatur yang tercoret di
dalamnya siapa yang pertama kali melakukan pengamatan terhadap benda-benda langit.
Dalam kitab al-Khulasah al-Wafiyah oleh Zubaer Umar Jailani, rektor pertama IAIN
Walisongo Semarang dijelaskan bahwa ilmu ini pertama kali ditemukan oleh seorang yang
benar Itiqadnya, yang membawa misi monoteisme akan eksistensi dzat yang yang
menciptakan alam semesta ini (tuhan semesta alam), ia adalah Nabi Idris AS.
Jejak astronomi tertua ditemukan dalam peradaban bangsa Sumeria dan Babilonia yang
tinggal di Mesopotamia (3500-3000 SM). Abngsa Sumeria hanya menerapkan bentuk-bentuk
dasar astronomi. Pembagian waktu lingkaran menjadi 360 derajat berasal dari bangsa
Sumeria.
Orang sumeria juga sudah mengetahui gambaran konstelasi bintang sejak 3500 SM. Mereka
menggambar pola-pola rasi bintang pada segel, vas, dan papan permainan. Nama rasi
Aquarius yang kita kenal berasal dari bangsa Sumeria.
Astronomi juga sudah dikenal masyarakat India kuno. Sekitar tahun 500 SM, Aryabhata
melahirkan sistem matematika yang menempatkan bumi berputar pada porosnya. Aryabhata
membuat perkiraan mengenai lingkaran dan diameter bumi. Brahmagupta (598-668) juga
menulis teks astronomi yang berjudul Brahmasphutasiddhanta pada 628. Dia astronom yang
memecahkan masalah-masalah astronomi.
Tentang bagaimana ilmu astronomi pada zaman sebelum islam ini tentu tidak sebaik dan

tidak sekomplit seperti pada zaman kita sekarang.


Kalau boleh saya mengklasifikasikan tahapan atau periode perkembangan ilmu astronomi ada
beberapa dekade, yaitu:
3) Perkembangan ilmu astronomi pada periode geosentris
Embrio teori Geosentris dimulai sejak zaman Aristoteles (384-322) yang menyatakan bahwa
bumi itu bulat, dengan menunjukkan argument ketika terjadi proses gerhana terdapat bayingbayang lengkung pada bulan yang disebabkan oleh posisi bumi. Ia juga berpendapat bahwa
pusat jagat raya adalah bumi. Sehingga semua benda-benda langit bergerak mengitari bumi.
Sekitar tahun 150 M, di Alexandria hiduplah seorang astronom Mesir bernama Ptolomeus. Ia
merupakan peneliti ahli dan menjadi popular karena ensiklopedia yang disusunnya, yang
berisi semua pengetahuan sains dari dunia kuno. Kita mengenalnya dengan almagest. Selain
memberikan satu-satunya catatan catalog bintang Hipparchus, buku ini juga menimpulkan
pandangan klasik bumi sebagai pusat alam semesta. Konsep ini dikenal dengan konsep alam
semesta Ptolomeus.
Sejarah sosial teori geosentris yang menyangkut dinamikanya di tengah-tengah dominasi
gereja pada kurun abad 3-16, yang mampu menghasilkan tipologi tersebut sehingga dapat
diterima pada ranah pmahaman manusia mengenai konsep alam semesta.
Dilihat dari suasana pada kuru waktu tersebut, keberadaan dewan gereja memiliki otoritas
penuh dalam menentukan segala kebijakan, apalagi yang berkaitan dengan deologi. Pada
abad pertengahan sekitar abad 12 s/d a5 orang-orang eropa barat sanagat mendukung
Aristoteles. Sehingga Aristoteles dianggap mutlak benar.
Lalu muncul pertanayaan Aristoteles yang menyatakan pusat alam semesta. Pendapat
Aristoteles ini berdasarkan keterangan ayat Yoshua 10:12a-13, yaitu matahari, berhentilah di
atas gabeon dan engkau, bulan di atas lemabh Ayalon!. Maka berhentilah matahari dan bulan
itu bergerak, oleh dewan gereja pernyataan ini didukung sepenuhnya karena sesuai dengan
apa yang tertera dalam Yosua, dan dijadikan pegangan oleh rakyat awam pada umumnya.
Sehingga teori Geosentris dianggap mutlak benar pada saat itu.
Bangsa Eropa barat pada abad XIII M, tengah dilanda tumbuhnya isme-isme baru seperti
humanisme, rasionalisme, renaisainsme sebagai reaksi adri filsafat skolastik di masa itu,
dimana orang dilarang menggunakan rasio atau faham yang kontaradiktif dengan pemahaman
gereja.
Pemikiran yang dianggap melanggar agama oleh gereja, memungkinkan si penggagas dapat
dihukum denagn dsiksa bahkan dihukum mati. Seperti yang dialami oleh Giardono Bruno
(1548-1600), salah seorang pendukung idea lam semesta Nicolas Copernicus dengan Teori
Heliosentris. Ia ditangkap dan disiksa oleh deawan Inquisasi Gereja, dan akhirnya dihukum
mati di tiang pembakaran di Roma pada bulan februari 1600. sehingga teori Geosentris ini
terus berkembang dan mengakar sebelum akhirnya dipatahkan oleh teori Heliosentris
C. Pencetus, tokoh oendukung dan karya-karyanya:
1) Aristoteles (384-322)
Seorang ahli filsafat terbesar sepanjang masa. Dikenal dengan bapak peradaban baru, bapak
ensiklopedi, bapak ilmu pengetahuan, dan berbagi julukan lain yang disematkan kepadanya.
Tokoh ilmu logika, biologo, fisiks, matematika, botani, kimia, anatomi, zoology. Dia juga

seorang pengarag produktif yang telah mengarang lebih Dari 50 buku., disertai dengan
uraian-uraian yang sisematis.
2)Claudius Ptolomeus (140 SM)
Seorang ahli Geografi dan astrologi. Pendukung teori yang dikemukakan oleh aristoteles,
kemudian menyempurnakan dan mempopulerkannya hingga namanya lebih dikenal di dunia.
Dia juga seorang pengarang beberapa risalah astronomi , dimana risalah-risalah yang
dikarangnya tersebut banyak diadopsi oleh ilmuwan-ilmuwan setelahnya. Karya-karyanya
adalah: syntasis, Geografia, Tetrabiblos.
3) Hipparchus (150 SM)
Seorang berkebangsaan Yunani yang juga hali dalam bidang asronomi, dia termasuk salah
satu pendukung teori Geosentris. Karya-karya yang ia temukan adalah menyusun gambaran
baku alam semesta dan menyusun katalog bintang-bintang yang ditulis dalam bukunya yang
berjudul introduction to astronomy
4) Abu Jafar Muhammad bin Musa al-Khawarizmi (780-875 M)
Ia sangat disegani oleh dunia, karena pengetahuan dan kemahirannya bukan saja di bidang
syariat tapi juga ahli dalam bidang filsafat, logik, aritmetik, geometri, musik, sastra, sejarah
islam dan kimia. Kontribusi beliau dalam ilmu pengetahuan antara lain: menemukan angka 0
(nol) dalam system perhitungan, menyusun table geometri, menemukan teori kemiringan
ekliptika, merevisi data astronomi dalam kitab sindihid, menciptakan pemakaian sinus,
cosinus, dan tangent dalam penyelidikan trigonometri dan astronomi dan penyelesaian
persamaan, teorema segitiga, sama sisi juga segitiga sama kaki dan memperkirakan luas
segitiga, segi empat dan bulatan dalam geometria, memperkenalkan aljabar dan hisab. Karya
beliau adalah kitab al-mukhtasar fi hisab al-jabr wa al-muqabalah.
5) Nasiruddin Muhammad al-Thusi (598-673 H/ 1201-1274 M)
Al-Thusi juga ahli dalam bidang astronomi, teologi, etika, dan filsafat masih dipelajari hingga
kini sbagaimana juga terhadap karya-karya Ibn Sina, sehingga banyak yang menjulukinya Ibn
Sina kedua.
Di antara karya-karyanya adalah Meneliti lintasan, ukuran, jarak planet merkurius; meneliti
terbit dan terbenam matahari; menemukan ukuran dan jarak matahari dengan bulan; meneliti
kenaiakan bintang-bintang; menemukan teori gerak planet. ia juga menulis buku: Jadwal alKaniyan, Zubdah al-haiah.
6) Ibnu Jabr al-Battani (858-929 M)
Salah seorang ahli astronomi dan matematika yang bergitu dikenal luas di dunia ilmu
pengetahuan. Kontribusinya dalam di bidang ilmu pengetahuan adalah menciptakan teropong
bintang; menemukan teori mengenai garis lengkung bulan dan matahari yang diaplikasikan
dalam menentukan gerak akselerasi bulan; menemukan bahwa kemiringan ekliptik,
panjangnya musim, dan orbit matahari; menemukan orbit bulan dan planet; menetapkan teori
baru untuk menentukan sebuah kondisi kemungkinan terlihatnya bulan baru; menemukan
perhitungan secara akurat revolusi bumi terhadap matahari. Adapun buku-buku yang ia tulis

antara lain: Tabriel al-Maghesti; Tahmid al-Mustofa li Mana al-Manar.


7) Al-Farghany
Salah satu ilmuwan muslim yang berhasil menorehkan prestasi dalam dunia astronomi adalah
Abul-Abbas Ahmad ibn Muhammad ibn Kathir al-Farghani. Ia adalah salah satu astrono yang
hidup pada masa pemerintahan khalifah Al-Makmun pada abad IX dan menjadi orang
kepercayaan.
Kontribusinya dalam ilmu pengetahuan antara lain: menemukan jarak dan diameter planetplanet lainnya; menentukan besarnya diameter bumi yang mencapai 6.500 mil; mampu
meneropong bintang-bintang.
4) Perkembangan ilmu astronomi pada periode heliosentris
A. Sejarah singkat lahirnya teori heliosentris
Pengamatan tentang fenomena langit telah dilakukan sejak zaman kuno oleh orang-orang
Cina, Mesopotamia, dan Mesir. Akan tetapi pengetahuan mengenai fenomena langit dijadikan
sebuah ilmu baru terwujud dan berkembang pada zaman Yunani sekitar abad VI dengan nama
ilmu astronomi.
Babak astronomi Yunani dimulai oleh Thales pada abad VI SM yang berpendapat bahwa
bumi berbentuk datar. Walaupun pada abad yang sama ada seorang ilmuwan yang
mengetahui bahwa bumi berbentuk bulat (phytagoras). Akan tetapi terobosan terpenting
pertama dalam astronomi dilakukan oleh Aristoteles dua abad kemudian. Dia
mengekemukakan bahwa bumi berbentuk bulat bundar dengan didukung sejumlah bukti
ilmiah. Ia juga berpendapat bahwa pusat jagat raya ini adalah bumi, sementara bumi selalu
dalam keadaan tenang, tidak bergerak, dan tidak berputar. Pandangan ini disebut dengan teori
geosentris.
Terobosan kedua hamper dilakukan oleh Aristarcus pada abad III SM jika dia mempunyai
cukup banyak pendukung. Aristarcus tidak hanya berpendapat bahwa bumi bukanlah pusat
alam semesta (geosentris). Akan tetapi dia juga menyatakan bahwa bumi berputar dan
beredar mengelilingin matahari yang merupakan pusat gerak langit (heliosentris). Inilah wal
munculnya teori heliosentris. Sehingga orang pertama kali mengekemukakak teori
heliosentris sebenarnya adalah Aristarcus. Namun teori ini tidak mendapat posisi keilmuwan
pada zaman itu yang disebabkan oleh kurangnya pendukung.
Zaman astronomi klasik Yunani ditutup oleh Hipparchus pada abad I SM yang menyatakan
bahwa bumi itu diam. Sedangkan matahari, bulan, serta planet-planet mengelilingi bumi
(geosentris). System geosentris ini disampaikan oleh plotomeus pada abad II M yang lebih
dikenal dengan system ptolomeus. Dengan berbekal pengalaman dan pengetahuan, dia
menyusun buku besar tentang ilmu bintang-bintang yang berjudul syntatis. Pandangan
ptolomeus (geosentris) berlaku selama lebih dari tiga belas abad.
Pada abad III M, ada seorang pengembara India yang menyerahkan sebuah data astronomi
dengan judul Shindind atau sidhanta kepada kerajaan islam di bagdad, kemudian buku ini
diterjemahkan ke dalam bahasa arab oleh al-fazari, sehingga tidak mengherankan jika sekitar
aba IX M (300 tahun setelah wafatnya Nabi), Negara-negara islam telah memiliki
kebudayaan dan pengetahuan yang tiinggi. Banyak ilmuwan dengan hasil karyanya yang
gemilang tertumpuk di perpustakaan-perpustakaan Negara islam termasuk hal-hal yang
berhubungan dengan astronomi.

Sekalipun ilmu falak dalam peradaban islam sudah cukup maju, namun yang perlu dicatat
adalah bahwa pandangan terhadap alam secara umum masih mengikuti pandangan geosentris.
Di abad yang sama, juga muncul tokoh islam yang menganggap bahwasanya teori geosentris
tidak masuk akal. Ia adalah Abu Raihan Al-Biruni. Ia merupakan orang yang pertama kali
menolak teori ptolomeus. Sekitar abad XIV juga muncul tokoh islam yang merombak habis
teori Geosentris Ptolomeus. Ia adalah Ibnu Shatir dalam bukunya yang berjudul Nihayat alSulfi Tashih al-Ushul
Walaupun ada beberapa tokoh yang menentang teori ptolomeus, namun sebenarnya lebih dari
tiga belas abad konsep geosentris diterima oleh masyarakat dunia. Baru pada tahun 1512 M
(abad XVI), Copernicus membuka sejarah baru dengan mengekemukakan bahwa planet dan
bintang mengelilingi matahari dengan orbit lingkaran (Heliosentris). Mulai abad inilah teori
Heliosentris diterima oleh masyarakat dunia. Walaupun sejak Copernicus mengekemukakan
pandangan heliosentrisnya muncul dua aliran, yaitu aliran Ptolomeus (Geosentris) dan aliran
Copernicus (Heliosentris). Namun teori Heliosentris senantiasa berkebang sesuai dengan
berkembangnya ilmu pengetahuan dan lahirnya tokoh-tokoh pendukung teori ini, yaitu
Johannes Kepler, Galileo Galilei, dan Sir Isac Newton dengan penemuan-penemuanya.
B. tokoh-tokoh dan pendukung Teori Heliosentris beserta peranannya
Di antara Tokoh-tokoh yang mendukung teori heliosentris sentries adalah:
1) Aristarcus (abad III SM)
Aristarcus merupakan seorang ahli astronomi klasik Yunani pertama yang tidak setuju dengan
pendapat Aristoteles tentang teori geosentrisnya pada abad III SM. Ia berpendapat bahwa
bumi bukalah pusat alam semesta (Geosentris), akan tetapi, bumi itu berputar dan beredar
mengelilingi langit.
2) Nicolas Copernicus (1473-1543)
Nicolas Copernicus adalah ahli astronomi amatir dari polandia yang menentang pandangan
Geosentris dari Ptolomeus. Ia mengekemukakan dalam bukunya Revolutionibus Orbium
Calestium bahwa matahari merupakan pusat dari suatu system peredaran benda-benda
langit, yang dikenal dengan Heliosentris yakni senagi pusat peredaran bumi dan benda-benda
langit lain yang menjadi anggotanya.
Selanjutnya dikemukakan pula bahwa bumi berputar pada sumbunya (rotasi) Sekali dalam
satu hari dan bulan pun bergerak mengitari bumi dalam 27 1/3 hari untuk sekali putaran.
Sejak Copernicus mengumumkan pandangan heliosentrisnya, maka dalam dunia astronomi
sampai abad 18 M ada dua aliran yaitu aliran Ptolomeus dan aliran Copernicus.
3) Galileo Galilei (1564-1642)
Setelah Galileo membaca karya Copernicus tentang gerak benda-benda langit, kemudian ia
menyusun teori kinematika tentang benda-benda langit yang sejalan dengan Copernicus.
Di samping itu ia berhasil membuat teleskop yang dapat dengan mudah dan jelas melihat
relief permukaan bulan, noda-noda matahari, planet saturnus dengan cincinnya yang indah,
planet Yupiter dengan empat buah satelitnya, dan sebagainya.
Karya Galileo tentang peredaran benda-benda langit seperti itu dinyatakan terlarang untuk
dibaca umum, karena bertentangan dengan pandangan dan kepercayaan kaum gereja.

4) Johannes Kepler (1571-1630)


Kepler adalah seorang yang berkebangsaan Jerman, dengan tidak kenal lelah ia selalu
mengadakan penelitian benda-benda langit. Ia memperluas dan menyempurnakan ajaran
Copernicus. Teori-teori yang ia kemukakan dilandasi matematika yang kuat, ia menjadi
landasan dalam ilmu astronomi. Tiga hokum itu adalah:
Lintasan planet menyerupai ellips dengan matahari pada salah satu titik apinya.
Garis hubung planet matahari akan menyapu daerah yang sama luasnya dalam selang waktu
yang sama panjangnya.
Pangkat dua kala edar planet sebanding dengan pangkat tiga jarak planet ke matahari.
5) Tycho Brahe (1546-1601)
Tycho Brahe ahli astronomi berkebangsaan Denmark, banyak merancang dan membangun
alat-alat astronomi yang besar yang belum pernah dibangun orang sebelumnya. Pada tahun
1576 ia membangun sebuah observatorium dan bekerja di dalamnya selama 21 tahun, banyak
data penting tentang alam semesta yang dicatatnya ternyata sangat berfaedah untuk ilmu
astronomi pada masa kemudian. Konsep Tycho Brahe sebetulnya berusaha menggabungkan
system Plotomeus dan Copernicus dengan pusat jagat raya tetap di bumi.
6) Sir Isac Newton (1643-1722)
Ia adalah fisikawan, matematikawan, ahli astronomi dan juga ahli kimia yang berasal dari
inggris. Ia merupakan pengikut aliran heliosentris dan ilmuwan yang sangat berpengaruh
sepanjang sejarah. Bahkan dikatakan sebagai Bapak ilmu Fisika Modern. Dengan hasil karya
ilmiah yang dicapainya, Newton berhasil menulis sebuah buku yang berjudul Philosophiae
Naturalis Pricipia Mathematika.
Kontribusi terbesarnya bagi astronomi adalah hokum grvitasi yang membuktikan bahwa gaya
antara dua benda sebanding dengan massa masing-masing objek dan berbanding tebalik
dengan kuadrat jarak antara kedua benda. Hokum gravitasi Newton memberi penjelasan fisis
bagi hokum kepler yang dikemukakan sebelumnya berdasarkan hasil pengamatan, hasil
pekerjaannya dipublikasikan dalam Principia yang ia tulis selama 15 tahun.
Teori Newton menjadi dasar bagi berbagai teori pembentukan tata surya yang lahir kemudian,
yang pasti, bumi mengelilingi matahari bukan sekedar teori asal jadi, tetapi konsekuensi
hokum gravitasi.

Penutup
Ilmu astronomi merupakan ilmu matematis yang paling cepat perkembangannya. Ilmu ini
pertama kali muncul embrionya pada zaman Nabi Idris As, beliau jugalah orang yang
pertama kali memperhatikan fenomena langit. Baru setelah zaman Babilonia (kaum Sumeria),
Yunani kuno pada masa sebelum masehi ilmu astronomi mulai mengalami perkembangan.
Dan dalam sejarahnya ilmu astronomi menjadi beberapa aliran, yaitu aliran Ptolomeus dan
aliran Copernicus. Sehingga pada masa setelahnya banyak ilmuwan yang lahir yang berupaya

untuk mencari suatu kebenaran tentang apakah bumi yang menjadi pusat alam semesta
ataukah matahari, wal-hasil kita adapat menemukan jawabannya, yaitu yang menjadi pusat
tata surya adalah matahari. Dengan system Copernicus inilah pergerakan benda-benda langit
dapat diprediksi dengan mudah dan akurat. Dan system Copernicus inlah yang menjadi
pegangan para ilmuwan muslim dan barat sekarang.Wallahu Alam bi Ash-Shawab.

Daftar Pustaka
A.Hasyimy, Sejarah Kebudayaan Islam, cet V, Jakarta : Bulan Bintang, 1995
Khazin, Muhyiddin, Ilmu Falak: Dalam Teori dan Praktek, Yogyakarta : Buana Pustaka,
2004.
Endarto, Danang, Pengantar Kosmografi, Surakarta : LPP UNS dan UNS Press, cet. I, 2005.
Esposito, John L. (Ed), Sains Sains Islam, Depok : Inisiasi Press, cet. I. 2004.
Baiquni Ahmad, Al-Quran Ilmu Pengetahuan dan Tehnologi. Cet. IV Yogyakarta : Dana
Bhakti Prima Yasa, 1996.
Susiknan, Azhari, Ensiklopedi Hisab Rukyah, (Yogyakarta : Buana Pustaka) Cet II. 2008.
Al-Jailani, Zubair Umar, Al-Khulasah Al-Wafiyah, Kudus : Menara Kudus, t.th.
Hafez, Kumpulan Ilmu Islam, Era Muslim, 14 Maret 2005.
Kerrod, Robbin, Astronomi. Jakarta : Erlangga. 2005.
Izzuddin, Ahmad, Fiqh Hisab Rukyah, Jakarta : Erlangga. 2007. .
www.dakwahbilqolam.blogspot.com.

Anda mungkin juga menyukai