Depresi Pada HD Reguler
Depresi Pada HD Reguler
9. Pikiran berulang untuk mati (bukan takut mati), ide bunuh diri yang
berulang tanpa rencana spesifik, atau percobaan bunuh diri atau suatu
rencana khusus untuk melakukan bunuh diri.
B. Simtom tidak masuk dalam kriteria episode campuran.
C. Simtom menyebabkan tekanan atau gangguan yang bermakna dalam
fungsi sosial, pekerjaan atau wilayah penting lainnya.
D. Gejala bukanlah akibat efek fisiologis dari suatu zat (misalnya
E.
Tahap
Deskripsi
LFG
(mL/menit/1,73
m2)
Tindakan
Kerusakan
pada
>90
Melakukan pemeriksaan
ginjal
penyaring
Mengurangi risiko PGK
dengan LFG
normal atau
2
meningkat
Kerusakan
pada
60-89
Diagnosis dan
ginjal
pengobatan
Pengobatan penyakit
dengan
komorbid
Memperlambat
penurunan
LFG ringan
progresivitas
Mengurangi risiko
komplikasi
Penurunan
kardiovaskular
Evaluasi dan
30-59
LFG
pengobatan komplikasi
moderat
Penurunan
15-29
LFG berat
Gagal ginjal
<15
Persiapan untuk
(atau
dialisis)
pengobatan pengganti
Pengobatan pengganti
(apabila terdapat
uremia)
ginjal
untuk
mempertahankan
kehidupan,
biasa terjadi pada pasien-pasien dengan gagal ginjal mungkin berhubungan dengan
peningkatan katabolisme pada pasien-pasien ini.18,19
Asam amino hilang melalui dialisat dan dengan aliran dialiser yang kuat,
hilangnya vitamin melalui dialisat juga terjadi. Gejala uremia seperti anoreksia,
nausea dan muntah dan gejala-gejala ini tidak selalu terkontrol pada pasien-pasien
dialisis reguler, menyebabkan terjadinya pengurangan ambilan protein dan energi.
Penyebab dari berkurangnya nafsu makanan tidak sepenuhnya diketahui, namun
peningkatan leptin serum atau faktor lainnya yang menekan nafsu makan mungkin
terlibat.20-21
2.4.2 Diagnosis Malnutrisi pada Pasien Dialisis
Adanya malnutrisi tidaklah diketahui hanya dengan satu tes saja atau
dievaluasi hanya pada satu waktu saja, sehingga penting untuk menskrining pasien
apakah dijumpai adanya malnutrisi dengan beberapa pemeriksaan dan dilakukan
secara reguler. Penting juga untuk melakukan pemeriksaan status protein dan
komposisi tubuh sama seperti ambilan nutrisi, untuk mengidentifikasi adanya
malnutrisi.17-18
Albumin serum, sering digunakan untuk mengukur cadangan protein, dapat
terganggu dengan adanya proses akut, infeksi yang sering terjadi pada pasien-pasien
dialisis. Hal ini disebabkan karena berkurangnya sintesis albumin di hati sebagai
respon terhadap peningkatan produksi fase akut reaktan.
Pada populasi pre gagal ginjal terminal, serum transferin tampaknya sangat
berguna dalam menilai status nutrisi, namun serum transferin terganggu pada keadaan
defisiensi besi, dan keadaan defisiensi besi yang sering terjadi ini berhubungan
dengan penggunaan ESA dalam pengobatan anemia pada pasien-pasien hemodialisis
reguler menyebabkan pengukuran ini kurang diandalkan.23
Pengukuran komposisi tubuh seperti antropometri, Bioelectrical Impedance
Analysis (BIA), dan Subjective Global Assessment (SGA), telah semua dilaporkan
berguna untuk menilai satus nutrisi pada pasien dengan gagal ginjal terminal yang
didialisis regular. Menurut International Society of Renal Nutrition and Metabolism
(ISRNM) skor Expert Panel, Malnutrisi Inflamasi Skor (MIS) dan SGA merupakan
seperangkat kriteria yang digunakan untuk deteksi PEW pada pasien HD.
Meskipun malnutrisi ditemukan berhubungan dengan depresi dan kualitas hidup
dalam penelitian sebelumnya, MIS digunakan sebagai alat ukur status gizi hanya
pada satu studi yang meneliti hubungan antara efek depresi dan malnutrition
inflammation sindrom kompleks.24 MIS dinilai lebih unggul untuk penilaian
(malnutrisi berat) dimana skor yang lebih tinggi berarti tingkat malnutrisi dan
inflamasi yang lebih berat. Interpretasi dari skor MIS: 0-5 tanpa malnutrisi, 6-10
malnutrisi ringan, 11 malnutrisi sedang sampai berat. Seharusnya, protein serum
harus dimonitor setiap 1-3 bulan, antropometri dimonitor setiap 6 bulan dan daftar
makanan apa saja yang dikonsumsi juga harus selalu dicatat.25
2.5. Hubungan Depresi Dengan Malnutrisi Pada Pasien Hemodialisis
Reguler
Depresi adalah gangguan psikologis yang paling sering diantara pasien dengan
penyakit stadium kronis (PGK). Beberapa penelitian1-3 telah menunjukkan bahwa
gejala depresi sedang sampai berat terjadi pada 25-50% pasien dengan terapi dialisis.
Namun, hubungan kausal antara depresi dan peningkatan mortalitas tidak pasti.
Depresi pada pasien HD dapat menyebabkan perubahan biologis dalam status gizi,
sistem kekebalan tubuh, dan penurunan kepatuhan terhadap pengobatan.16 Tingkat
serum albumin biasanya digunakan sebagai penanda status gizi pada pasien dengan
PGK. Serum albumin merupakan prediktor laboratorium terkuat untuk morbiditas
dan mortalitas pada pasien hemodialisis, mencerminkan status gizi, dan juga tingkat
inflamasi sistemik. Kekurangan gizi protein akan menurunkan sintesis albumin,
hipoalbuminemia itu sendiri telah dikaitkan asupan gizi yang buruk. Depresi terkait
dengan asupan makanan berkurang, sehingga dapat memperburuk malnutrisi pada
pasien dialisis regular.4
Beberapa studi sebelumnya telah menunjukkan bahwa depresi berhubungan
dengan penurunan asupan makanan dan pengaktifan respon inflamasi. Dimana
pasien yang mengalami depresi memiliki tingkat serum albumin signifikan lebih
rendah dibandingkan pasien non-depresi. Depresi juga menyebabkan aktivasi
sitokin pro-inflamasi, yang memiliki peran sebagai penyebab depresi, yang dapat
menyebabkan meningkatnya katabolisme protein dan asupan makanan yang buruk
sehingga meningkatkan kejadian malnutrisi dan anemia pada pasien PGK.
Hipersekresi sitokin proinflamasi juga memliki peranan dalam terjadinya depresi
2.
3.
4.
Dis. 2003;42(4):71321.
Bilgic A, Akgul A, Sezer S, Arat Z, Ozdemir FN, Haberal M. Nutritional
status and depression sleep disorder, and quality of life in hemodialysis
5.
6.
7.
2001;38:134350.
Stenvinkel P, Alvestrand A. Inflammation in end-stage renal disease: sources,
8.
9.
13. Craven JL, Rodin GM, Littlefield C. The Beck Depression Inventory as a
screening device for major depression in renal dialysis patients. Int J
Psychiatry Med. 1988;18:36574.
14. Kidney Disease Oucomes Quality Initiative. Clinical Practice Guidelines for
Chronic Kidney Disease: Evaluation, Classification and Stratification. New
York: National Kidney Foundation, 2002.
15. Suwitra K. Penyakit Ginjal Kronik. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi
I, Simadibrata M, Setiati S (eds). Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid I.
Jakarta:
2009:1035-1037.
16. Kimmel PL, Peterson RA, Weihs KL, Simmens SJ, Alleyne S, Cruz I, Veis
JH. Multiple measurements of depression predict mortality in a longitudinal
study of chronic hemodialysis patients. Kidney Int. 2000;57:209398.
17. Combe Christian MD, McCullough KP MD, et al. Kidney Disease Outcomes
Quality Initiative (K/DOQI) and the Dialysis Outcomes and Practice Patterns
Study (DOPPS) : Nutrition Guidelines, Indicators and Practices. American
Journal of Kidney Diseases. 2004;44:39-46.
18. Riella MC. Malnutrition in dialysis: Malnourishment or uremic inflammatory
response? Kidney International. 2000;57:1211-32.
19. Bossola M, Tazza L, et al. Anorexia in hemodialysis patients : An update.
Kidney International. 2006;70:417-422.
20. Bossola M, Muscaritoli M, et al. Malnutrition in Hemodialysis Patients: What
Therapy? American Journal of Kidney Disease. 2005;46:371-86.
21. Iyasere O, Brown E. Determinant of quality of life in advanced kidney
diasease: time to screen?. Postgard Med J. 2014;90:340-47.
22. Mitch WE, Maroni BJ. Factors Causing Malnutrition in Patients With
Chronic Uremia. American Journal of Kidney Diseases. 1999;33:176-79.
23. Steiber Al, Kalantar-Zadeh K, et al. Subjective Global Assessment in Chronic
Kidney Disease : A Review. Journal of Renal Nutrition. 2004;14:191200.Sohrabi Z, Eftekhari MH, Eskandari MH, Rezaeianzadeh A, Sagheb
MM. Malnutrition-inflammation score and quality of life in hemodialysis
patients: is there any correlation? Nephrol Urol Mon. 2015;7:27445.