Anda di halaman 1dari 9

HUBUNGAN TINGKAT DEPRESI DENGAN MALNUTRISI PADA

PASIEN HEMODIALISIS REGULER


Daniel Tarigan,** Wika Hanida Lubis, *Alwi Thamrin Nasution,
**Habibah Hanum Nasution
*Divisi Nefrologi dan Hipertensi
**Divisi Psikosomatis
Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan
RSUP. H. Adam Malik Medan
1. LATAR BELAKANG
Depresi adalah gangguan psikologis yang paling sering ditemukan pada
pasien dengan penyakit ginjal kronis (PGK). Beberapa penelitian telah
menunjukkan bahwa gejala depresi sedang sampai berat terjadi pada 25-50%
pasien yang mendapat terapi dialisis.1-3
Malnutrisi merupakan masalah penting yang mempengaruhi morbiditas dan
mortalitas pada pasien dengan PGK. 40% sampai 70% dari pasien PGK
kekurangan gizi, dan merupakan faktor risiko kualitas hidup yang buruk dan
kematian pada pasien hemodialisis (HD).5
Perubahan pada kebutuhan dan metabolisme beberapa nutrisi tubuh
menyebabkan penderita mempunyai resiko tinggi untuk terjadinya Protein Energy
Malnutrition (PEM) atau malnutrisi.6
Protein Energy Malnutrition (PEM) sering menjadi masalah pada pasienpasien dengan penyakit ginjal kronik dan hubungan antara malnutrisi dan luaran
pasien telah terbukti.7 Akhir-akhir ini, hubungan antara malnutrisi dan inflamasi
telah mendapat perhatian yang cukup serius dan adanya hubungan yang kuat
antara PEM dan inflamasi telah ditunjukkan pada pasien-pasien hemodialisis.7,8
Beberapa studi sebelumnya telah menunjukkan bahwa depresi berhubungan
dengan penurunan asupan makanan dan pengaktifan respon inflamasi. Depresi
juga menyebabkan aktivasi sitokin pro-inflamasi, yang memiliki peran sebagai
penyebab depresi, yang dapat menyebabkan meningkatnya katabolisme protein
dan asupan makanan yang buruk sehingga meningkatkan kejadian malnutrisi dan
anemia pada pasien PGK.9
Mengingat tingginya angka prevalensi depresi dan malnutrisi pada pasien
hemodialisis, penulis merasa perlu untuk melakukan penelitian mengenai

hubungan tingkat depresi dengan malnutrisi pada pasien hemodialisis di RSUP


Haji Adam Malik Medan.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Depresi
Menurut PPDGJ III, depresi adalah suatu gangguan suasana perasaan
(mood) yang mempunyai gejala utama afek depresif, kehilangan minat dan
kegembiraan serta kekurangan energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah
lelah dan menurunnya aktifitas. Disamping itu gejala lainnya yaitu konsentrasi
dan perhatian berkurang, harga diri dan kepercayaan diri berkurang, pikiran
bersalah dan tidak berguna, pandangan masa depan yang suram dan pesimistis,
gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri, tidur terganggu dan
nafsu makan berkurang.10
Menurut DSM IV (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder),
manifestasi klinis dari suatu depresi mayor didefinisikan sebagai suatu suasana
perasaan batin yang tertekan sehari-hari dengan durasi minimum selama 2
minggu.11,12
Kriteria Episode Depresi Mayor
A. Dijumpai 5 gejala berikut secara bersamaan dalam waktu 2 minggu
dan menggambarkan perubahan dari fungsi sebelumnya: setidaknya
salah satu gejala adalah (1) perasaan tertekan (mood depresif) atau (2)
hilangnya minat atau kesenangan.
1. Mood depresif berlangsung sepanjang hari pada hampir setiap hari
sebagaimana dikeluhkan secara subjektif (merasa sedih atau hampa)
atau diamati orang lain (terlihat berlinangan air mata).
2. Kehilangan minat/ kesenangan yang bermakna pada seluruh atau
hampir seluruh aktivitas; hampir sepanjang hari, hampir setiap hari.
3. Penurunan berat badan yang nyata dengan pasien tidak sedang
melakukan program diet atau penurunan/peningkatan selera makan
4.
5.
6.
7.

hampir setiap hari.


Insomnia/ hiperinsomnia hampir setiap hari.
Agitasi/ retardasi psikomotor hampir setiap hari.
Kelelahan/ kehilangan energi hampir setiap hari.
Perasaan tidak berguna atau perasaan bersalah yang berlebihan

hampir setiap hari.


8. Penurunan kemampuan berfikir atau konsentrasi, atau sulit
memutuskan hampir setiap hari.

9. Pikiran berulang untuk mati (bukan takut mati), ide bunuh diri yang
berulang tanpa rencana spesifik, atau percobaan bunuh diri atau suatu
rencana khusus untuk melakukan bunuh diri.
B. Simtom tidak masuk dalam kriteria episode campuran.
C. Simtom menyebabkan tekanan atau gangguan yang bermakna dalam
fungsi sosial, pekerjaan atau wilayah penting lainnya.
D. Gejala bukanlah akibat efek fisiologis dari suatu zat (misalnya
E.

kecanduan obat) atau kondisi medis umum (misalnya hipotiroid).


Gejala tidak lebih baik bila diterangkan dengan perasaan kehilangan
(misalnya kehilangan orang yang dicintai), gejala bertahan lebih dari 2
bulan atau ditandai dengan gangguan fungsional yang nyata, keasyikan
morbid yang tidak ada nilainya, ide bunuh diri, gejala psikotik atau
retardasi psikomotor.
Beberapa alat yang dapat digunakan untuk menskrining gejala depresi:

Beck Depression Inventory (BDI), Hamilton Rating Scale for Depression


(HAMD),Nine-question Patient Health Questionnaire (PHQ-9),The Center for
Epidemiologic Studies Depression Scale (CES-D),The Cognitive Depression
Index (CDI),Structured Clinical Interview for DSM-IV-TR (SCID),Diagnostic
Interview Schedule (DIS)
2.2 Penyakit Ginjal Kronik (PGK)
Penyakit ginjal kronik (PGK) menurut definisi dari Kidney Disease
Outcomes Qualitiy Initiative (K/DOQI) adalah, (1) kerusakan ginjal yang telah
berlangsung lebih dari 3 bulan yakni kerusakan struktural atau fungsional, dengan
atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG) yang bermanifestasi sebagai
abnormalitas patologi atau penanda kerusakan ginjal, yaitu kelainan pada
pemeriksaan darah atau urin atau kelainan hasil pencitraan ginjal, (2) LFG kurang
dari 60 mL/menit/1,73 m2 lebih dari 3 bulan, dengan atau tanpa kerusakan ginjal.
Tahap 5 atau gagal ginjal, yang dikenal sebagai penyakit ginjal tahap akhir
(PGTA), merupakan tahapan penyakit ginjal yang dapat menyebabkan kematian
apabila tidak dilakukan pengobatan pengganti ginjal (PPG).14
Tabel 2.1 Tahapan Penyakit Ginjal Kronik dan Tindakannya14

Tahap

Deskripsi

LFG
(mL/menit/1,73
m2)

Tindakan

Kerusakan
pada

>90

Melakukan pemeriksaan

ginjal

penyaring
Mengurangi risiko PGK

dengan LFG
normal atau
2

meningkat
Kerusakan
pada

60-89

Diagnosis dan

ginjal

pengobatan
Pengobatan penyakit

dengan

komorbid
Memperlambat

penurunan
LFG ringan

progresivitas
Mengurangi risiko
komplikasi

Penurunan

kardiovaskular
Evaluasi dan

30-59

LFG

pengobatan komplikasi

moderat
Penurunan

15-29

LFG berat
Gagal ginjal

<15

Persiapan untuk
(atau

dialisis)

pengobatan pengganti
Pengobatan pengganti
(apabila terdapat
uremia)

LFG; laju filtrasi glomerulus


Terapi Pengganti Ginjal (Renal Replacement Therapy/RRT) diperlukan
pada penderita PGK stadium terminal, ketika LFG <15 ml/mnt/1,73m 2, dimana
ginjal tidak dapat mengkompensasi kebutuhan tubuh untuk mengeluarkan zatzat sisa hasil metabolisme yang dikeluarkan melalui pembuangan urin,
mengatur keseimbangan asam-basa dan keseimbangan cairan serta menjaga
kestabilan lingkungan dalam.15
Tujuan terapi pengganti

ginjal

untuk

mempertahankan

kehidupan,

meningkatkan kualitas hidup sehingga penderita dapat beraktifitas seperti biasa


serta mempersiapkan transplantasi ginjal apabila memungkinkan. Terapi
pengganti ginjal yang tersedia saat ini ada 2 pilihan: dialisis dan transplantasi
ginjal. Ada 2 metode dialisis yaitu hemodialisis dan peritoneal dialisis.15
2.3 Depresi Pada Pasien Hemodialisis

Depresi adalah gangguan psikologis yang paling sering ditemukan pada


pasien dengan penyakit ginjal kronis (PGK). Beberapa penelitian di Turki telah
menunjukkan bahwa gejala depresi sedang sampai berat terjadi pada 25-50%
pasien yang mendapat terapi dialisis.1-3
Terdapat beberapa alat yang dapat digunakan untuk menskrining gejala
depresi pada pasien PGK. Alat dan metode diagnostik yang optimal untuk
mengidentifikasi depresi pada pasien dengan penyakit ginjal tetap tidak diketahui,
meskipun beberapa penelitian telah dilakukan untuk menentukan validitas dan
akurasi alat ini.
Kimmel dkk.16 : Pasien penyakit ginjal kronis (PGK) dengan skor dengan
skor BDI 10 (menandakan depresi "ringan" pada populasi umum), dinilai pada
waktu yang berbeda, memiliki peningkatan yang signifikan dalam kematian
dibandingkan dengan mereka dengan skor depresi yang lebih rendah.
Craven dkk.17 menemukan bahwa skor BDI > 15 memiliki sensitivitas 92%
dan spesifisitas 80% untuk mendiagnosa depresi dibandingkan dengan DIS III.
Sedikit penelitian yang mengevaluasi terapi depresi pada pasien dengan PGK.
Pilihan pengobatan termasuk psikoterapi, terapi farmakologis atau kombinasi dari
beberapa atau semua modalitas ini. Beberapa literatur menunjukkan bahwa terapi
yang ideal adalah kombinasi psikoterapi dan pengobatan farmakologis.
Terapi farmakologis pada pasien depresi dengan PGK termasuk antidepresan
trisiklik, selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI), serotonin selektif dan
norepinefrin reuptake inhibitor. Pilihan farmakologis lainnya untuk pengobatan
depresi meliputi Monoamine Oxidase Inhibitor (MAOI) dan reverse inhibitor
MAO.16
2.4 Protein Energy Malnutrition Pada Pasien Hemodialisis
Malnutrisi merupakan masalah yang serius pada pasien-pasien gagal ginjal
kronik yang diterapi dengan dialisis. Hal ini berhubungan dengan malnutrisi yang
akan memberikan outcome yang buruk pada pasien.17
2.4.1 Penyebab Malnutrisi pada Pasien Hemodialisis
Malnutrisi tidak jarang terjadi pada pasien-pasien dialisis dan penyebabnya
bermacam-macam. Prosedur dialisis sendiri menyebabkan hilangnya nutrisi-nutrisi
ke dalam dialisat dan efek dari hilangnya nutrisi-nutrisi ini menyebabkan
peningkatan katabolisme selama hemodialisis. Timbulnya asidosis metabolik yang

biasa terjadi pada pasien-pasien dengan gagal ginjal mungkin berhubungan dengan
peningkatan katabolisme pada pasien-pasien ini.18,19
Asam amino hilang melalui dialisat dan dengan aliran dialiser yang kuat,
hilangnya vitamin melalui dialisat juga terjadi. Gejala uremia seperti anoreksia,
nausea dan muntah dan gejala-gejala ini tidak selalu terkontrol pada pasien-pasien
dialisis reguler, menyebabkan terjadinya pengurangan ambilan protein dan energi.
Penyebab dari berkurangnya nafsu makanan tidak sepenuhnya diketahui, namun
peningkatan leptin serum atau faktor lainnya yang menekan nafsu makan mungkin
terlibat.20-21
2.4.2 Diagnosis Malnutrisi pada Pasien Dialisis
Adanya malnutrisi tidaklah diketahui hanya dengan satu tes saja atau
dievaluasi hanya pada satu waktu saja, sehingga penting untuk menskrining pasien
apakah dijumpai adanya malnutrisi dengan beberapa pemeriksaan dan dilakukan
secara reguler. Penting juga untuk melakukan pemeriksaan status protein dan
komposisi tubuh sama seperti ambilan nutrisi, untuk mengidentifikasi adanya
malnutrisi.17-18
Albumin serum, sering digunakan untuk mengukur cadangan protein, dapat
terganggu dengan adanya proses akut, infeksi yang sering terjadi pada pasien-pasien
dialisis. Hal ini disebabkan karena berkurangnya sintesis albumin di hati sebagai
respon terhadap peningkatan produksi fase akut reaktan.
Pada populasi pre gagal ginjal terminal, serum transferin tampaknya sangat
berguna dalam menilai status nutrisi, namun serum transferin terganggu pada keadaan
defisiensi besi, dan keadaan defisiensi besi yang sering terjadi ini berhubungan
dengan penggunaan ESA dalam pengobatan anemia pada pasien-pasien hemodialisis
reguler menyebabkan pengukuran ini kurang diandalkan.23
Pengukuran komposisi tubuh seperti antropometri, Bioelectrical Impedance
Analysis (BIA), dan Subjective Global Assessment (SGA), telah semua dilaporkan
berguna untuk menilai satus nutrisi pada pasien dengan gagal ginjal terminal yang
didialisis regular. Menurut International Society of Renal Nutrition and Metabolism
(ISRNM) skor Expert Panel, Malnutrisi Inflamasi Skor (MIS) dan SGA merupakan
seperangkat kriteria yang digunakan untuk deteksi PEW pada pasien HD.
Meskipun malnutrisi ditemukan berhubungan dengan depresi dan kualitas hidup
dalam penelitian sebelumnya, MIS digunakan sebagai alat ukur status gizi hanya
pada satu studi yang meneliti hubungan antara efek depresi dan malnutrition
inflammation sindrom kompleks.24 MIS dinilai lebih unggul untuk penilaian

Subjective Global Assessment (SGA), dan nilai laboratorium individu sebagai


prediktor hasil dialisis dan sebagai indikator Malnutrition Inflammation Complex
Syndrome.34 MIS merupakan salah satu instrumen berupa kuesioner yang lebih
kuantitatif yang memiliki empat bagian termasuk riwayat nutrisi, pemeriksaan
fisik, indeks massa tubuh dan hasil laboratorium. Kuesioner ini termasuk 10
komponen. Setiap komponen

mendapat skor antara 0 (normal) sampai 3

(malnutrisi berat) dimana skor yang lebih tinggi berarti tingkat malnutrisi dan
inflamasi yang lebih berat. Interpretasi dari skor MIS: 0-5 tanpa malnutrisi, 6-10
malnutrisi ringan, 11 malnutrisi sedang sampai berat. Seharusnya, protein serum
harus dimonitor setiap 1-3 bulan, antropometri dimonitor setiap 6 bulan dan daftar
makanan apa saja yang dikonsumsi juga harus selalu dicatat.25
2.5. Hubungan Depresi Dengan Malnutrisi Pada Pasien Hemodialisis
Reguler
Depresi adalah gangguan psikologis yang paling sering diantara pasien dengan
penyakit stadium kronis (PGK). Beberapa penelitian1-3 telah menunjukkan bahwa
gejala depresi sedang sampai berat terjadi pada 25-50% pasien dengan terapi dialisis.
Namun, hubungan kausal antara depresi dan peningkatan mortalitas tidak pasti.
Depresi pada pasien HD dapat menyebabkan perubahan biologis dalam status gizi,
sistem kekebalan tubuh, dan penurunan kepatuhan terhadap pengobatan.16 Tingkat
serum albumin biasanya digunakan sebagai penanda status gizi pada pasien dengan
PGK. Serum albumin merupakan prediktor laboratorium terkuat untuk morbiditas
dan mortalitas pada pasien hemodialisis, mencerminkan status gizi, dan juga tingkat
inflamasi sistemik. Kekurangan gizi protein akan menurunkan sintesis albumin,
hipoalbuminemia itu sendiri telah dikaitkan asupan gizi yang buruk. Depresi terkait
dengan asupan makanan berkurang, sehingga dapat memperburuk malnutrisi pada
pasien dialisis regular.4
Beberapa studi sebelumnya telah menunjukkan bahwa depresi berhubungan
dengan penurunan asupan makanan dan pengaktifan respon inflamasi. Dimana
pasien yang mengalami depresi memiliki tingkat serum albumin signifikan lebih
rendah dibandingkan pasien non-depresi. Depresi juga menyebabkan aktivasi
sitokin pro-inflamasi, yang memiliki peran sebagai penyebab depresi, yang dapat
menyebabkan meningkatnya katabolisme protein dan asupan makanan yang buruk
sehingga meningkatkan kejadian malnutrisi dan anemia pada pasien PGK.
Hipersekresi sitokin proinflamasi juga memliki peranan dalam terjadinya depresi

dengan mengganggu fungsi noradrenergik dan neurotransmisi serotonergik di


otak.24
DAFTAR PUSTAKA
1.

Cukor D, Cohen SD, Peterson RA. Psychosocial aspects of chronic disease:

2.

ESRD as a paradigmatic illness. J Am Soc Nephrol. 2007;18(12):304255.


Chen YS, Wu SC, Wang SY. Depression in chronic haemodialyse patients.

3.

Nephrology. 2003; 8(3):1216.


Kimmel PL, Emont SL, Newmann JM. ESRD patient quality of life:
symptoms, spiritual beliefs, psychosocial factors, and ethnicity. Am J Kidney

4.

Dis. 2003;42(4):71321.
Bilgic A, Akgul A, Sezer S, Arat Z, Ozdemir FN, Haberal M. Nutritional
status and depression sleep disorder, and quality of life in hemodialysis

5.

patients. Journal of Renal Nutrition. 2007;6:381-8.


Chung S, Koh ES, Shin SJ, Park CW. Malnutrition in patients with chronic

6.

kidney disease. Open Journal of Internal Medicine. 2012;2:89-99.


Kalantar-Zadeh K, Kopple JD. Relative contributions of nutrition and
inflammation to clinical outcome in dialysis patients. Am J Kidney Dis.

7.

2001;38:134350.
Stenvinkel P, Alvestrand A. Inflammation in end-stage renal disease: sources,

8.

consequences and therapy. Semin Dial. 2002;15:32937.


Kalantar-Zadeh K, Ikizler TA, Block G, Avram MM, Kopple JD.
Malnutrition-inflammation complex syndrome in dialysis patients: causes and

9.

consequences. Am J Kidney Dis. 2003; 42:86481.


Steiber Al, Kalantar-Zadeh K, et al. Subjective Global Assessment in Chronic

Kidney Disease : A Review. Journal of Renal Nutrition 2004;14:191-200.


10. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. Sinopsis psikiatri. Binarupa Aksara. Edisi
ketujuh. Jakarta. 2010:79-88.
11. Reus VI. Mental disorder. Dalam: Braunwald E, Fauci AS, Kasper DL,
Hauser SL, Longo DL, Jameson JL (eds). Harrisons Principle of Internal
Medicine 16th ed. Mc Graw-Hill Medical Publishing Division. New York.
2005:2553.
12. Cohen SD, Norris L, Acquaviva K, Peterson RA, Kimmel PL. Screening,
diagnosis, and treatment of depression in patients with end stage renal
disease. Clin J Am Soc Nephrol. 2007;2:1332-42.

13. Craven JL, Rodin GM, Littlefield C. The Beck Depression Inventory as a
screening device for major depression in renal dialysis patients. Int J
Psychiatry Med. 1988;18:36574.
14. Kidney Disease Oucomes Quality Initiative. Clinical Practice Guidelines for
Chronic Kidney Disease: Evaluation, Classification and Stratification. New
York: National Kidney Foundation, 2002.
15. Suwitra K. Penyakit Ginjal Kronik. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi
I, Simadibrata M, Setiati S (eds). Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid I.
Jakarta:

Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

2009:1035-1037.
16. Kimmel PL, Peterson RA, Weihs KL, Simmens SJ, Alleyne S, Cruz I, Veis
JH. Multiple measurements of depression predict mortality in a longitudinal
study of chronic hemodialysis patients. Kidney Int. 2000;57:209398.
17. Combe Christian MD, McCullough KP MD, et al. Kidney Disease Outcomes
Quality Initiative (K/DOQI) and the Dialysis Outcomes and Practice Patterns
Study (DOPPS) : Nutrition Guidelines, Indicators and Practices. American
Journal of Kidney Diseases. 2004;44:39-46.
18. Riella MC. Malnutrition in dialysis: Malnourishment or uremic inflammatory
response? Kidney International. 2000;57:1211-32.
19. Bossola M, Tazza L, et al. Anorexia in hemodialysis patients : An update.
Kidney International. 2006;70:417-422.
20. Bossola M, Muscaritoli M, et al. Malnutrition in Hemodialysis Patients: What
Therapy? American Journal of Kidney Disease. 2005;46:371-86.
21. Iyasere O, Brown E. Determinant of quality of life in advanced kidney
diasease: time to screen?. Postgard Med J. 2014;90:340-47.
22. Mitch WE, Maroni BJ. Factors Causing Malnutrition in Patients With
Chronic Uremia. American Journal of Kidney Diseases. 1999;33:176-79.
23. Steiber Al, Kalantar-Zadeh K, et al. Subjective Global Assessment in Chronic
Kidney Disease : A Review. Journal of Renal Nutrition. 2004;14:191200.Sohrabi Z, Eftekhari MH, Eskandari MH, Rezaeianzadeh A, Sagheb
MM. Malnutrition-inflammation score and quality of life in hemodialysis
patients: is there any correlation? Nephrol Urol Mon. 2015;7:27445.

Anda mungkin juga menyukai