Oleh :
Nama
: Lazuardi Pramadio
NIM
: 135040207111005
Kelas
:C
Kelompok
: Kamis, 14.45-16.00
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS PERTANIAN
MALANG
2016
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Vegetasi merupakan kumpulan tumbuh - tumbuhan, biasanya terdiri dari beberapa jenis yang
hidup bersama-sama pada suatu tempat.Dalam mekanisme kehidupan bersama tersebut terdapat
interaksi yang erat, baik diantara sesama individu penyusun vegetasi itu sendiri maupun dengan
organisme lainnya sehingga merupakan suatu sistem yang hidup dan tumbuh serta dinamis
(Marsono, 1977). Vegetasi tanah dan iklim berhubungan erat dan pada tiap-tiap tempat
mempunyai keseimbangan yang spesifik. Vegetasi di suatu tempat akan berbeda dengan vegetasi
di tempat 1ain karena berbeda pula faktor lingkungannya.
Dalam kaitannya dengan gulma, analisis vegetasi digunakan untuk mengetahui gulmagulma yang memiliki kemampuan tinggi dalam penguasaan sarana tumbuh dan ruang hidup.
Penguasaan sarana tumbuh pada umumnya menentukan gulma tersebut penting atau tidak.
Populasi gulma yang bersifat dominan ini nantinya dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam
pengambilan keputusan pengendalian gulma. Vegetasi menggambarkan perpaduan berbagai jenis
tumbuhan di suatu wilayah atau daerah. Suatu tipe vegetasi menggambarkan suatu daerah dari
segi penyebaran tumbuhan yang ada baik secara ruang dan waktu. Konsep dan metode analisis
vegetasi sesungguhnya sangat beragam tergantung kepada keadaan vegetasi itu sendiri dan
tujuannya.
1.2 Tujuan
Dalam praktikum analisis vegetasi bertujuan agar mahasiswa memahami metode yang
digunakan dalam analisa vegetasi dan menghitung nilai kerapatan mutlak,nisbi,mutlak serta nilai
SDR.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Analisa Vegetasi
Analisa vegetasi adalah cara mempelajari susunan (komponen jenis) dan bentuk (struktur)
vegetasi atau masyarakat tumbuh-tumbuhan. Analisis vegetasi digunakan untuk mengetahui
gulma-gulma yang memiliki kemampuan tinggi dalam penguasaan sarana tumbuh dan ruang
hidup. Dalam hal ini, penguasaan sarana tumbuh pada umumnya menentukan gulma tersebut
penting atau tidak. Namun dalam hal ini jenis tanaman memiliki peran penting, karena tanaman
tertentu tidak akanterlalu terpengaruh oleh adanya gulma tertentu, meski dalam jumlah yang
banyak (Sembodo, 2010).
2.2 Metode Analisa Vegetasi
Dalam ilmu vegetasi telah dikembangkan berbagai metode untuk menganalisis suatu
vegetasi yang sangat membantu dalam mendekripsikan suatu vegetasi sesuai dengan tujuannya.
Dalam hal ini suatu metodologi sangat berkembang dengan pesat seiring dengan kemajuan dalam
bidang-bidang pengetahuan lainnya, tetapi tetap harus diperhitungkan berbagai kendala yang ada
(Syafei, 1990).
Metodologi-metodologi yang umum dan sangat efektif serta efisien jika digunakan untuk
penelitian yaitu metode kuadrat, metode garis, metode tanpa plot dan metode kwarter. Akan
tetapi dalam makalah ini hanya menitik beratkan pada penggunaan analisis dengan metode garis
dan metode intersepsi titik (metode tanpa plot).
a. Metode Garis
Metode garis merupakan suatu metode yang menggunakan cuplikan berupa garis.
Penggunaan metode ini pada vegetasi hutan sangat bergantung pada kompleksitas hutan
tersebut. Dalam hal ini, apabila vegetasi sederhana maka garis yang digunakan akan semakin
pendek. Untuk hutan, biasanya panjang garis yang digunakan sekitar 50 m-100 m.
sedangkan untuk vegetasi semak belukar, garis yang digunakan cukup 5 m-10 m. Apabila
metode ini digunakan pada vegetasi yang lebih sederhana, maka garis yang digunakan cukup
1 m (Syafei, 1990). Pada metode garis ini, sistem analisis melalui variabel-variabel
kerapatan, kerimbunan, dan frekuensi yang selanjutnya menentukan INP (indeks nilai
penting) yang akan digunakan untuk memberi nama sebuah vegetasi.
Kerapatan dinyatakan sebagai jumlah individu sejenis yang terlewati oleh garis.
Kerimbunan ditentukan berdasar panjang garis yang tertutup oleh individu tumbuhan, dan
dapat merupakan prosentase perbandingan panjang penutupan garis yang terlewat oleh
individu tumbuhan terhadap garis yang dibuat (Syafei, 1990). Frekuensi diperoleh
berdasarkan kekerapan suatu spesies yang ditemukan pada setiap garis yang disebar
(Rohman, 2001).
b. Metode Titik
Merupakan suatu metode analisis vegetasi dengan menggunakan cuplikan berupa titik.
Pada metode ini tumbuhan yang dapat dianalisis hanya satu tumbuhan yang benar-benar
terletak pada titik-titik yang disebar atau yang diproyeksikan mengenai titik-titik tersebut.
Dalam menggunakan metode ini variable-variabel yang digunakan adalah kerapatan,
dominansi, dan frekuensi (Rohman, 2001).
Kelimpahan setiap spesies individu atau jenis struktur biasanya dinyatakan sebagai suatu
persen jumlah total spesises yang ada dalam komunitas, dan dengan demikian merupakan
pengukuran yang relatife. Dari nilai relative ini, akan diperoleh sebuah nilai yang merupak
INP. Nilai ini digunakan sebagai dasar pemberian nama suatu vegetasi yang diamati.Secara
bersama-sama, kelimpahan dan frekuensi adalah sangat penting dalam menentukan struktur
komunitas (Michael, 1994).
c. Metode Kuadran
Metode kuadran adalah salah satu metode yang tidak menggunakan petak
contoh (plotless) metode ini sangat baik untuk menduga komunitas yang berbentuk pohon
dan tihang, contohnya vegetasi hutan. Apabila diameter tersebut lebih besar atau sama
dengan 20 cm maka disebut pohon, dan jika diameter tersebut antara 10-20 cm maka disebut
pole (tihang), dan jika tinggi pohon 2,5 m sampai diameter 10 cm disebut saling atau belta
( pancang ) dan mulai anakan sampai pohaon setinggi 2,5 meter disebut seedling
( anakan/semai ).
Metode kuadran mudah dan lebih cepat digunakan untuk mengetahui komposisi,
dominansi pohon dan menaksir volumenya. Metode ini mudah dan lebih cepat digunanakan
untuk mengetahui komposisi, dominasi pohon dan menksir volumenya. Metode ini sering
sekali disebut juga dengan plot less method karena tidak membutuhkan plot dengan ukuran
tertentu, area cuplikan hanya berupa titik.
Metode ini cocok digunakan pada individu yang hidup tersebar sehingga untuk
melakukan analisa denga melakukan perhitungan satu persatu akan membutuhkan waktu
yang sangat lama, biasanya metode ini digunakan untuk vegetasi berbentuk hutan atau
vegetasi kompleks lainnya.
d. Metode Estimasi
Setelah letak letak dan kuas petak contoh yang akan diamati ditentukan, lazimnya
berbentuk lingkaran, pengamatan dilakukan pada titik tertentu yang selalu tetap letaknya, m
isalnya selalu di tengah atau di salah satu sudut yang tetap pada petak contoh yang telah
terbatas. Besaran yang dihitung berupa dominasi yang dinyatakan dalam persentse
penyebaran. Karena nilai penyebaran tiap jenis dalam area dihitung dalam persen, maka bila
dijumlah akan diperoleh 100% (termasuk % daerah kosong jika ada). Dapat juga dominansi
dihitung berdasar suatu skala abundansi (scale abundance) yang bernilai 1 5 (BraunBlannquat; Weaver), 1 10 (Domin) atau 1 3 (Wirahardja & Dekker). Cara ini sangat
berguna bilamana populasi vegetasi cukup merata dan tidak banyak waktu tersedia. Tetapi
memiliki kelemahan yaitu terdapat kecenderungan untuk menaksir lebih besar jenis-jenis
yang menyolok (warna maupun bentuknya), sebaliknya menaksir lebih sedikit jenis-jenis
yang sulit dan kurang menarik perhatian. Juga sulit untuk dapat mewakili keadaan populasi
vegetasi seluruhnya, dan penaksiran luas penyebaran msing-masing komponen tidak
terkamin ketepatannya.
2.3 Summed Dominance Ratio (SDR)
a. Frekuensi terhadap Analisis Vegetasi
Frekuensi merupakan ukuran dari uniformitas atau regularitas terdapatnya suatu jenis
frekwensi memberikan gambaran bagimana pola penyebaran suatu jenis,apakah menyebar
keseluruh kawasan atau kelompok.Hal ini menunjukan daya penyebaran dan adaptasiny
terhadap lingkungan. Raunkiser dalam shukla dan Chandel (1977) membagi frekuensi dalm
lima kelas berdasarkan besarnya persentase.
Frekuensi kehadiran merupakan nilai yang menyatakan jumlah kehadiran suatu spesies
di dalam suatu habitat.
komunitas yang sering disebut kekayaan jenis dan Kesamaan jenis. Kesamaan menunjukkan
bagaimana kelimpahan species itu (yaitu jumlah individu, biomass, penutup tanah, dan
sebagainya) tersebar antara banyak species itu (Ludwiq and Reynolds, 1988).
Jenis Gulma
Rumput teki
Amaranthus
Meniran
Babandotan
Anoxophus
Grinting
Ecinocola
Gulma A
Jumlah
Jumlah
Frame 1 Frame 2
5
2
1
3
43
100
7
2
163
Kerapatan
Kerapatan Nisbi
Mutlak
9
2
1
17
79
100
7
2
217
4
14
36
54
Jenis Gulma
Anoxophus
Meniran
Gulma A
Gulma B
Gulma C
Teki
Pegagan
Jumlah
Jumlah
Frame 1 Frame 2
6
2
5
4
11
2
30
Kerapatan
Kerapatan Nisbi
Mutlak
6
2
7
5
12
2
4
38
2
1
1
4
8
Jenis Gulma
o
1
2
Rumput teki
Amaranthus
Jumlah
Frame 1 Frame 2
1
1
1
-
Frekuensi
Frekuensi Nisbi
Mutlak
2/2 = 1
= 0.5
3
4
5
6
7
8
Meniran
Babandotan
Anoxophus
Grinting
Ecinocola
Gulma A
Jumlah
1
1
1
1
1
1
8
1
1
3
= 0.5
2/2 = 1
2/2 = 1
= 0.5
= 0.5
= 0.5
5.5
Jenis Gulma
Anoxophus
Meniran
Gulma A
Gulma B
Gulma C
Teki
Pegagan
Jumlah
Jumlah
Frame 1 Frame 2
1
1
1
1
1
1
6
1
1
1
1
4
Frekuensi
Frekuensi Nisbi
Mutlak
= 0.5
= 0.5
2/2 = 1
2/2 = 1
2/2 = 1
= 0.5
= 0.5
5
Jenis Gulma
o
1
2
3
4
5
6
7
8
Rumput teki
Amaranthus
Meniran
Babandotan
Anoxophus
Grinting
Ecinocola
Gulma A
Kerapatan
Frekuensi
Nilai
Nisbi
Nisbi
Penting
4.14 %
0.93%
0.46%
7.84%
36.40%
46.08%
3.22%
0.93%
18.18%
9.09%
9.09%
18.18%
18.18%
9.09%
9.09%
9.09%
22.32
10.02
9.55
26.02
54.58
55.17
12.31
10.02
SDR
11.16
5.01
4.775
13.01
27.29
27.585
6.155
5.01
Jenis Gulma
o
1
2
3
4
5
6
7
Anoxophus
Meniran
Gulma A
Gulma B
Gulma C
Teki
Pegagan
Kerapatan
Frekuensi
Nilai
Nisbi
Nisbi
Penting
15.79%
5.26%
18.42%
13.16%
31.58%
5.26%
10.53%
10%
10%
20%
20%
20%
10%
10%
25.79
15.26
38.42
33.16
51.58
15.26
20.53
SDR
12.895
7.63
19.21
16.805
25.79
7.63
10.265
4.2 Pembahasan
Berdasarkan hasil perhitungan di atas dapat dilihat bahwa gulma pada lahan jagung yang
memiliki kerapatan mutlak dan kerabatan nisbi paling tinggi dan yang paling rendah adalah
gulma grinting dengan nilai kerapatan mutlak 100, kerapatan nisbi sebesar 46,08% serta gulma
Amarathus spinosus dan gulma A dengan nilai kerapatan mutlak, kerapatn nisbi yang sama
adalah 2 dan 0,93%. Pada lahan tomat yang memiliki kerapatan mutlak dan kerabatan nisbi
paling tinggi dan yang paling rendah adalah gulma C dengan nilai kerapatan mutlak 12,
kerapatan nisbi sebesar 31.58% serta gulma meniran dan teki dengan nilai kerapatan mutlak 2
dan kerapatan nisbi sebesar 5,26%
Untuk nilai frekuensi mutlak dan frekuensi nisbi tertinggi pada lahan jagung, gulma rumput
teki, babandotan dan anoxophus memiliki nilai sama sebesar 1 dan 18.18%. Sedangkan gulma
amaranthus, meniran, grinting, ecicola, dan gulma a memiliki nilai terendah sama sebesar 0.5
dan 9.09%. Pada lahan tomat untuk nilai frekuensi mutlak dan nilai frekuensi nisbi terendah,
gulma amaranthus, meniran, teki, pegagan memiliki nilai sama sebesar 0.5 dan 10%. Untuk nilai
frekuensi mutlak dan nilai frekuensi nisbi tertinggi adalah gulma a,b,c sebesar 1 dan 20%.
Nilai SDR pada lahan jagung yang memiliki nilai tertinggi gulma grinting dan Anoxophus,
sedangkan nilai terendah gulma meniran. Untuk tanaman tomat nilai SDR tertinggi yaitu gulma
B sedangkan untuk nilai SDR terendah gulma meniran dan teki
Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa SDR setiap gulma bervarisi sehingga jelas
terjadi persaingan gulma tidak hanya berkompetisi dengan tanaman budidaya tetapi juga
berkompetisi dengan gulma yang lainnya sehingga dari persaingan tersebut maka akan
menyebabkan populasi dari satu gulma lebih sedikit dibandingkan dengan gulma lain. Hal ini
sesuai dengan (Nasution, 1986) yang menyatakan bahwa persaingan terjadi apabila sejumlah
organisme (baik dari jenis yang sama maupun berbeda) membutuhkan/menggunakan faktorfaktor kehidupan yang sama dan faktor-faktor kehidupan tersebut tidak cukup tersedia di dalam
lingkungan. Dalam interaksi antara tumbuh-tumbuhan, pengobahan faktor-faktor lingkungan
oleh suatu tumbuhan mengakibatkan berkurangnya aktivitas pertumbuhan dari tumbuhan
lainnya.
5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari kegiatan praktikum analisa vegetasi secara kuantitatif dapat disimpulkan bahwa
dalam suatu area lahan jagung dan lahan tomat memiliki nilai yang berbeda. Untuk nilai SDR
pada lahan jagung yang memiliki nilai tertinggi dan terendah adalah gulma grinting dan
gulma amaranthus serta gulma a. sedangkan nilai SDR pada lahan tomat yang tertinggi dan
terendah adalah gulma c serta gulma a. berdasarkan nilai SDR tersebut dapat terlihat bahwa
pada lahan jagung maupun pada lahan tomat terdapat persaingan.
DAFTAR PUSTAKA
Kusmana, C.1997. Ekologi dan Sumberdaya. Bogor: Jurusan Manajemen Hutan Fakultas
Kehutanan IPB.
Ludwig, JA, Reynold, JF. 1988. Statistical Ecology. A. Primer on Method on Competing: Jhon
Willey and Sons
Marsono, DJ. 1977. Diskripsi Vegetasi dan Tipe-tipe Vegetasi Tropika. Yayasan Pembina
Fakultas Kahutanan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Michael. 1994. Metode Ekologi untuk Penyelidikan Lapangan dan Laboratorium. UI Press :
Jakarta
Misra R. 1973. Ecology Work Book. Oxford & IBH Publishing Co. New Delhi.
https://www.ghinaghufrona.blogs pot.com/2011/07/hutanhujantropika. html. Diakses tanggal
10 April 2013.
Mueller-Dombois, D dan H. Ellenberg. 1974. Aims and Methods of Vegetation Ecology. John
Wiley and Sons . New York
Nasution, U., 1986. Gulma dan Pengendaliannya di Perkebunan Karet Sumatera Utara dan Aceh.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan Tanjung Morawa (P4TM), Tanjung Morawa.
Rohman, Fatchur, Sumberartha I W. 2001. Petunjuk Praktikum Ekologi Tumbuhan. JICA:
Malang
Sembodo, D.R.J. 2010. Gulma dan Pengelolaannya . Graha Ilmu. Yogyakarta.
Syafei, Eden Surasana. 1990. Pengantar Ekologi Tumbuhan . Bandung. ITB.
LAMPIRAN