Anda di halaman 1dari 11

I.

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tanaman sakit adalah tanaman yang tergantung dengan fungsi fisiologis dan
menyimpang dengan keadaan normal. Biasanya tanaman yang sakit langsung dibuang dan
tidak diinginkan. Tanaman sakit juga bisa menjadi koleksi khusus laboratorium penyakit,
yang mana tanaman sakit tersebut diberi pengawetan atau herbarium. Pengawetan adalah
salah satu kegiatan yang sering dilakukan dalam laboratorium biologi. Pengawetan pada
praktikum ini menggunakan tanaman yang sakit yang jarang ditemukan atau sering
ditemukan di lapangan. Sehingga dengan memberi bahan-bahan pengawet seperti bahan
kimia bisa memberikan pengawetan pada tanaman tersebut dalam waktu yang lama dan
struktur tanamannya masih utuh seperti tanaman baru diambil dari lapangan.
Selain pengawetan tanaman, juga bisa dibuat herbarium pada tanaman sakit tersebut.
Pembuatan herbarium merupakan suatu aktifitas pengawetan tanaman untuk keperluan
penelitian lebih lanjut. Fungsi dari herbarium adalah membantu identifikasi tumbuhan
lainnya yang sekiranya memiliki persamaan cirri-ciri morfologinya. Dengan kata lain,
herbarium merupakan tumbuhan yang diawetkan yang nantinya dapat dijadikan perbandingan
dengan tumbuhan yang akan diidentifikasi.
Herbarium memiliki dua jenis yang cukup dikenal yaitu herbarium basah dan herbarium
kering. Herbarium basah merupakan awetan dari suatu hasil eksplorasi yang sudah
diidentifikasi dan ditanam bukan lagi di habitat aslinya. Sedangkan herbarium kering adalah
awetan yang dibuat dengan cara pengeringan, namun tetap terlihat cirri-ciri morfologinya
sehingga masih bisa diamati dan dijadikan perbandingan pada saat determinasi selanjutnya.
Sebelum melakukan pengawetan, harus pengambilan sampel specimen tanaman sakit yang
akan diawetkan di lapangan. Kemudian dibawa ke laboratorium untuk diawetkan.
Pengawetan atau herbarium yang dibuat untuk acara ini adalah herbarium atau pengawetan
basah menggunakan larutan FAA (Formaldehid Acetid Acid) yang berfungsi sebagai
pengawetan tanaman yang tahan lama yang menggunakan bahan kimia seperti formalin,

alcohol dan asam asetat. Setelah specimen tanaman sakit yang sudah diawetkan, kemudian
disimpan dalam rak sebagai koleksi.

B. Tujuan
1. Mengenal dan melaksanakan teknik-teknik yang digunakan untuk pengawetan tanaman
sakit.
2. Memilih teknik yang sesuai bagi bahan tanaman yang harus ditangani, meliputi metode
penyimpanan dan penanganannya
3. Memperagakan spesimen yang diawetkan dengan penyertaan informasi yang relevan.

II.
TINJAUAN PUSTAKA
Tumbuhan merupkan kekayaan alam yang memegang peranan penting dalam
kehidupan manusia (Akbar et al, 2013). Tanaman dikatakan sakit jika ada perubahan seluruh
atau sebagian organ-organ tanaman yang menyebabkan terganggunya kegiatan fisiologis
sehari-hari. Secara singkat, sakit adalah penyimpangan dari keadaan normal (Pracaya, 2008).

Cara koleksi dari tumbuhan bervariasi tergantung dari berbagai macam habitat serta
besar kecilnya tumbuhan tersebut. Untuk tumbuhan berukuran kecil seperti rumputrumputan, herba dan perdu dikoleksi secara lengkap (akar, batang, daun, bunga, buah dan
biji). Untuk tumbuhan berukuran besar dan tinggi seperti pohon, liana, semak besar dan
lainnya cukup dikoleksi sebagian yang dapat mewakili tumbuhannya dengan ukuran lebih
kurang 30 cm. Beberapa sifat dan karakter morfologi maupun biologinya yang tidak mungkin
terbawa dan yang akan berubah setelah menjadi specimen herbarium, diamati dan dicatat di
lapangan seperti: warna, bau serta karakter lain, habit (pohon,perdu, herba dan lain-lain),
lokasi sample, habitat, data ekologi dan biologinya, nama local (daerah) serta manfaatnya (De
Vogel,1987).
Specimen herbarium merupakan media yang sangat penting dalam mempelajari
morfoloi, dan taksonomi tumbuhan tanpa herbarium tidak mungkin melakukan studi
taksonomi tumbuhan (Forman and Bridson, 1991).
Herbarium berasal dari kata hortus dan botanicus, artinya kebun botani yang
dikeringkan. Secara sederhana yang dimaksud herbarium adalah koleksi spesimen yang telah
dikeringkan, biasanya disusun berdasarkan sistim klasifikasi (Onrizal, 2005). Herbarium
merupakan suatu spesimen dari bahan tumbuhan yang telah dimatikan dan diawetkan melalui
metoda tertentu dan dilengkapi dengan data-data mengenai tumbuhan tersebut. Membuat
herbarium yaitu pengumpulan tanaman kering untuk keperluan studi maupun pengertian,
tidaklah boleh diabaikan. Yaitu melalui pengumpulan, pengeringan, pengawetan, dan
dilakukan pembuatan herbarium (Steenis, 2003).
Herbarium merupakan tempat penyimpanan contoh koleksi spesiemen tanaman atau
tumbuhan yaitu herbarium kering dan herbarium basah. Herbarium yang baik selalu disertai
identitas, pengumpul (nama pengumpul atau kolektor dan nomor koleksi). Serta dilengkapi
keterangan lokasi asal material dan keterangan tumbuhan tersebut untuk kepentingan
penelitian dan identifikasi. Pengendalian inanditatif dengan penggunaan semacam cendawan

pathogen dengan pelaksaan herbisida jangka pendek, agar gulma yang dapat diberantas
(Moenandir, 1996).
Kelebihan dari Herbarium kering dibandingkan dengan herbarium basah adalah dapat
bertahan lama hingga ratusan tahun. Terdapat beberapa kelemahan pada herbarium yaitu;
spesimen mudah mengalami kerusakan akibat perawatan yang kurang memadai maupun
karena frekuensi pemakaian yang cukup tinggi untuk identifikasi dan pengecekan data secara
manual, tidak bisa diakses secara bersama-sama oleh berberapa orang, biaya besar,tidak bisa
diakses sewaktu-waktu dan tidak dapat diakses dari jarak jauh (Wibobo dan Abdullah, 2007).
Kegunaan herbarium secara umum antara lain:
1. Sebagai pusat referensi : Merupakan sumber utama untuk identifikasi tumbuhan bagi
para ahli taksonomi, ekologi, petugas yang menangani jenis tumbuhan langka, pecinta
alam, para petugas yang bergerak dalam konservasi alam.
2. Sebagai lembaga dokumentasi : Merupakan koleksi yang mempunyai nilai sejarah,
seperti tipe dari taksa baru, contoh penemuan baru, tumbuhan yang mempunyai nilai
ekonomi dan lain lain.
3. Sebagai pusat penyimpanan data : Ahli kimia memanfaatkannya untuk mempelajari
alkaloid, ahli farmasi menggunakan untuk mencari bahan ramuan untuk obat kanker,
dan sebagainya (Onrizal, 2005).
Herbarium basah, setelah material herbarium diberi label gantung dan dirapikan,
kemudian dimasukkan ke dalam lipatan kertas koran. Satu lipatan kertas koran untuk satu
specimen (contoh). Tidak benar digabungkan beberapa specimen di dalam satu lipatan kertas.
Selanjutnya, lipatan kertas koran berisi material herbarium tersebut ditumpuk satu diatas
lainnya. Tebal tumpukan disesuaikan dengan dengan daya muat kantong plastik (40 60)
yang akan digunakan. Tumpukkan tersebut dimasukkan ke dalam kantong plastik dan disiram
alcohol 70 % atau spiritus hingga seluruh bagian tumbukan tersiram secara merata, kemudian
kantong plastic ditutup rapat dengan isolatip atau hekter supaya alcohol atau spiritus tidak
menguap keluar dari kantong plastik (Onrizal, 2005).

Herbarium kering yang baik adalah herbarium yang lengkap organ vegetatif dan organ
generatifnya. Selain itu kerapian herbarium juga akan menentukan nilai estetikanya serta
faktor-faktor yang mempengaruhi koleksi herbarium adalah lama pembuatan herbarium,
tempat penyimpanan dan faktor lingkungan seperti suhu (Subrahmanyam, 2002).
Herbarium kering, cara kering menggunakan dua macam proses yaitu:
a. Pengeringan langsung, yakni tumpukan material herbarium yang tidak terlalu tebal di
pres di dalam sasak, untuk mendpatkan hasil yng optimum sebaiknya di pres dalam
waktu dua minggu kemudian dikeringkan diatas tungku pengeringan dengan panas
yang diatur di dalam oven. Pengeringan harus segera dilakukan karena jika terlambat
akan mengakibatkan material herbarium rontok daunnya dan cepat menjadi busuk.
b. Pengeringan bertahap, yakni material herbarium dicelup terlebih dahulu di dalam air
mendidih selama 3 menit, kemudian dirapikan lalu dimasukkan ke dalam lipatan kertas
koran. Selanjutnya, ditempuk dan dipres, dijemur atau dikeringkan di atas tungku
pengeringan. Selama proses pengeringan material herbarium itu harus sering diperiksa
dan diupayakan agar pengeringan nya merata. Setelah kering, material herbarium
dirapikan kembali dan kertas koran bekas pengeringan tadi diganti dengan kertas baru.
Kemudian material herbarium dapat dikemas untuk diidentifikasi (Onrizal, 2005).

III.

METODE PRAKTIKUM
A. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan adalah bahan tanaman sakit, FAA (dengan komposisi
tembaga sulfat, air steril, asam asetat glasial, formaldehid, etil alkohol), Botol museum, gelas
beaker, botol-botol gelas, gelas ukur, dan label herbarium (form sudah disiapkan).

B. Prosedur Kerja
1. Dibuat FAA dengan formulasi sebagai berikut:
- Tembaga sulfat ditimbang sebanyak 1 gram kemudian dimasukkan ke dalam beaker
-

glass.
Air steril dituangkan sebanyak 175 ml ke dalam beaker glass dan diaduk sampai

rata.
- Dimasukkan Asam asetat glasial 25 ml + formaldehid 20 ml + etil alkohol 250 ml
- Diaduk sampai rata dan sampai semua bahan larut
2. Spesimen tanaman sakit dimasukkan ke dalam larutan FAA tersebut
3. Diberi etiket/keterangan di beaker glass
4. Beaker glass di tutup dengan film plastik (parafilm).

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Hasil

Gambar 1. Herbarium Penyakit Bercak Daun Tanaman Terung

B. Pembahasan
Herbarium adalah specimen yang digunakan untuk studi morfologi dan taksonomi
dapat berupa tumbuhan segar dan dapat juga dengan specimen yang sudah diawetkan.
Spesimen herbarium merupakan tumbuhan atau bagian tumbuhan yang dikeringkan. Pada
pembuatan specimen herbarium tumbuhan diperlukan beberapa tahap kerja yaitu : dilapangan
dan di laboratorium (Lawrence,1968).
Kerja di lapangan bertujuan untuk mengkoleksi tumbuhan yang akan dijadikan
specimen herbarium. Koleksi harus mempunyai kelengkapan organ vegetative dan organ
generative serta karakter biologinya. Specimen herbarium yang baik ditentukan oleh cara
mengkoleksinya atau proses pembuatan specimen herbarium (Lawrence, 1968). Pada
praktikum herbarium atau pengawetan ini diambil specimen tanaman yang terkena penyakit,
tetapi dalam kondisi tanaman masih seperti baru diambil dari suatu tanamannya. Menurut
Pengelolaan Koleksi Patogen (2008), bahwa kebanyakan specimen dalam koleksi pathogen
tanaman berasal dari lapangan, baik dari lingkungan pertanian maupun dari alam bebas.
Specimen tanaman berpenyakit dapat dikenal dari gejala-gejala dan tand-tanda yang khusus.
Gejala adalah perubahan penampilan tanaman atau bagian-bagiannya yang dapat dilihat, yang

muncul karena suatu penyakit. Sedangkan tanda adanya penyakit adalah kehadiran pathogen
yang dapat dilihat, misalnya tubuh buah atau kotoran yang berkaitan dengan penyakit.
Pemilihan specimen, baik untuk mendiagnosis penyakit tanaman maupun sebagai sumber
taksonomi, memerlukan kehati-hatian. Contoh/sampel penyakit yang dikumpulkan adalah
yang berada pada tingkat awal hingga pertengahan perkembangan penyakit, ketika pathogen
masih aktif. Contoh-contoh tanaman dengan gejala penyakit parah seringkali tidak dapat
digunakan, karena patogennya mungkin sudah tidak dapat hidup dan organism saprob
mungkin sudah mengkolonisasi jaringan-jaringan nekrotik, sehingga isolasi pathogen sulit
dilakukan.
Setelah kerja di lapangan kemudian specimen tanaman yang sakit tersebut dibawa ke
laboratorium untuk diawetkan. Pengawetan yang dilakukan dengan menggunakan larutan
FAA ( Formaldehid Acetic Acid). Pertama membuat larutan FAA terlebih dahulu dengan
ketentuan sebagai berikut:
-

Tembaga sulfat ditimbang sebanyak 1 gram kemudian dimasukkan ke dalam beaker

glass.
Air steril dituangkan sebanyak 175 ml ke dalam beaker glass dan diaduk sampai rata.
Dimasukkan Asam asetat glasial 25 ml + formaldehid 20 ml + etil alkohol 250 ml
Diaduk sampai rata dan sampai semua bahan larut
Setelah itu larutan tersebut dimasukkan kedalam botol museum. Kemudian specimen

tanaman sakit dimasukkan kedalam larutan tersebut, sebelum specimen tersebut di cuci
dengan air steril agar terlihat bersih. Kemudian ditutup dan diberi label herbarium yang berisi
nama penyakit, penyebab pathogen, tipe pathogen, tanaman inang, lokasi, tanggal, kolektor,
metede identifikasi dan remarks.
Menurut Satino (2007), pengawetan basah dibuat dengan cara merendam tumbuhan
baik dalam bentuk utuh atau pun bagian-bagiannya dalam larutan pengawet. Larutan
pengawet yang digunakan berupa alkohol dengan konsentrasi 50%-70%, campuran formalin,
asam asetat dan alkohol (larutan FAA) atau formalin 4%. Larutan alkohol digunakan untuk
mengawetkan binatang dari filum Arthropoda. Larutan FAA digunakan untuk mengawetkan

spesimen tumbuh-tumbuhan. Pengawetan tumbuhan lumut digunakan FAA konsentrasi


rendah, sedangkan tumbuhan berkayu menggunakan FAA konsentrasi tinggi. Larutan
formalin 4% digunakan untuk mengawetkan binatang atau bagian tubuh binatang. Tempat
menyimpan awetan basah harus tertutup rapat dan spesimen di dalamnya harus terendam.
Larutan pengawet harus digunakan secara hati-hati karena bersifat racun. Sedangkan untuk
pengawetan kering dilakukan dengan cara mengeringkan tumbuhan. Pengeringan dilakukan
dengan menggunakan oven atau dijemur di bawah terik matahari hingga kadar airnya sangat
rendah. Macam awetan kering antara lain herbarium, insektatium, taksidermi dan awetan
bioplastik.
Setelah dilakukan pengawetan, kemudian disimpan di tempat yang sesuai. Menurut
Gembong (1991), bahwa koleksi yang telah diawetkan disimpan di atas rak atau meja dengan
etiket berisi informasi mengenai koleksi yang digantungkan pada specimen yang telah
diawetkan.

V.

PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Teknik-teknik yang digunakan untuk tanaman sakit adalah pengambilan specimen
tanman sakit di lapangan dan dibawa ke laboratorium.
2. Saat di laboratorium membuat larutan FAA untuk pengawetan tanaman sakit tersebut.
Kemudian tanaman tersebut dimasukkan ke dalam larutan tersebut di dalam botol
museum dan kemudian di tutup dan disimpan sebagai koleksi.
3. Memberikan label herbarium pada pengawetan tersebut yang berisi nama penyakit,
penyebab pathogen, tipe pathogen, tanaman inang, lokasi, tanggal, kolektor, metede
identifikasi dan remarks.

B. Saran

Sebaiknya pada saat praktikum melakukan pengawetan kering, sehingga bisa


membandingkan antara pengawetan kering dan basah.

DAFTAR PUSTAKA

Akbar et al. 2013. Pengaruh Variabel Waktu dan Temperatur terhadap Pembuatan Asap Cair
dari Limbah Kayu Pelawan (Cyanometra cauliflora). Jurnal Teknik Kimia No. 1, Vol.
19 : 1-8.
De Vogel, E. F. 1987. Manual of Herbarium Taxonomi Theori and Practice, Unesco.
Rijksherbarium Leinden The Netherlands.
Forman, L. and Bridson, D.1991. The Herbarium Handbook. Royal Botany Gardens.
Lawrence, G. H. M. 1968. Taxonomi of Vascular Plants. The Mac Millan Company, New
York.
Moenandir, J. 1996. Ilmu Gulma dalam Sistem Pertanian. PT.Raja Grafindo Persada.
Jakarta.
Onrizal. 2005. Teknik Pembuatan Herbarium. hhtp://ocw.usu.ac.id. Diakses pada tanggal 24
Maret 2015.
Pengelolaan Koleksi Patogen. 2008. Pedoman Pengelolaan Koleksi dan Identifikasi OPT
(Khusus untuk Patogen Penyakit Tanaman) pada Tanaman Hortikultura. Direktorat
Perlindungan Tanaman Hortikultura. Jakarta.
Pracaya. 2008. Hama dan penyakit. Penebar Swadaya. Jakarta.
Satino. 2007. Penyediaan spesimen awetan sebagai media pembelajaran. Makalah
disampaikan pada Kunjungan Guru-guru IPA-Biologi SMP Peserta Lesson Study Home
Base IV ( Kecamatan Sanden, Pandak dan Srandakan), Yogyakarta 1 Desember 2007.
Hlm 1-5.
Subrahmanyam, N.S. 2002. Laboratory Manual of Plant Taxonomy. University of Delhi.
New Delhi
Tjitrosoepomo, Gembong. 1991. Taksonomi Tumbuhan. Gadjah Mada University Press :
Yogyakarta

Van Steenis, C.G.G.J. 2003. Flora. PT.Pradnya Paramita : Jakarta


Wibobo, A Abdulah, W. 2007. Desain Xml Sebagai Mekanisme Petukaran

Anda mungkin juga menyukai