menjadi pembatas sekaligus pembentuk anak muda yang mana mempengaruhi budaya
mereka namun tidak sepenuhnya mempengaruhi mereka. Bentuk ekspresiasi dari dua hal tadi
dilawan oleh anak muda melalui gaya.
Gaya merupakan pola atau bentuk model dari suatu elemen-elemen tersendiri yang
mana berpengaruh pada kebiasaan manusia. Anak muda selalu memperhatikan gayanya dan
gaya tersebut memiliki makna tersendiri. Gaya anak muda merupakan bentuk stilistik yang
merupakan ritual simbolis mereka untuk mencoba mengingatkan kembali bagaimana gaya
hidup para kaum pekerja setelah masa-masa besar indrustri (celana jeans, dll) yang
ditrendkan (populerkan) oleh anak muda dengan prinsip kebebasan dan tidak terikat bekerja.
Gaya anak muda terinspirasi dari kelas-kelas sosial dan juga terinspirasi dari berbagai
problem sosial dilingkungannya yang merajalela. Disini, gaya mengenai pencitraan dari
lingkungan setelah pasca industri ialah punk yang mana merupakan bentuk sindiran
mengenai keadaan sosial yang kacau akibat kemunduran suatu era besar indrustri (revolusi
industri) di Inggris. Anak muda misalnya remaja mudah sekali dipengaruhi. Mereka mudah
terpancing emosi dan dicuci otak. Pemikiran mereka pendek dan lebih memilih berleha-leha
dibandingkan bekerja. Namun, dimasa indrustri banyak remaja memilih bekerja
dibandingkan sekolah karena sekolah dianggap hanya tempat pembohongan massal bagi
mereka terhadap kebebasan dan kesempatan mudah untuk merubah hidup yang mana
faktanya ialah sulit. Sekolah menjadi tidak penting dan timbulah kebencian pada sekolah.
Dimasa sekarang sekolah masih saja ada yang menganggap tidak penting sebab sekolah
memang bukan tempat harapan dan cita-cita tapi sebagai pemberi skill, ijazah, dan formalitas
menuju dunia kerja.
Selain itu remaja sebagai kunci utama perubahan dianggap gendernya semua laki-laki.
Remaja diidentikan dengan laki-laki dengan mengalienasikan perempuan yang dianggap
tidak penting dan tidak ada dalam sejarah kelas pekerja industri kala itu. Dari sini akan timbul
pertentangan dan perjuangan perempuan yang melahirkan feminisme. Beralaih pada ranak
muda secara universal. Remaja atau anak muda keberadaan mereka ada diseluruh dunia.
Mereka terdiri dari berbagai macam ras dan gender yang mana keduanya selain faktor kelas
sosial menjadi faktor pencerminan gaya, selera, seni, hobi, dan lain-lain pada diri mereka.
Ras sangat berpengaruh dengan gaya anak muda dan memiliki arti tersendiri. Hal ini dilihat
dari kulit dan warna rambut. Warna hitam diidentikan kejelekan dan warna putih diidentikan
kebaikan padahal tidak seperti itu. Dari sini timbul sebuah bentuk-bentuk pengkelasan sosial
ras yang berbau SARA.
Perilaku mereka yang memaknai, mengapresiasi dan melakukan hal-hal tertentu
dikalangan anak muda melalui gaya menimbulkan budaya yang mana budaya dipopulerkan
oleh anak muda akan menjadi hal umum bahkan global. Beberapa kalangan usia dan lain-lain
selain anak muda mengikuti, memahami, mengetahui, dan mencintai hal yang dipopulerkan
anak muda. Budaya yang dikatakan umum, tersebar, dan global dianggap sebagai suatu
simbol keadaan zaman. Kepopuleran budaya tersebut berbeda-beda tiap tempat. Penyebaran
budaya atau globalisasi budaya dipengaruhi oleh media massa. Media sebagai suatu teropong
dunia yang seolah-olah menjadai juri dalam audisi penilaian performance budaya dari anak
muda namun media juga melakukan rekayasa-rekayasa citra budaya berdasarkan suruhan dai
pihak-pihak penentang budaya tersebut. Timbulah pelabelan-pelabelan yang berbeda-beda
tergantung tempatnya. Dari sini akan timbul kepanikan moral yang merupakan strategi attack
(serangan) dari permainan indrustri pengahasil produk budaya agar trend di kalangan pangsa
anak-anak muda.
Trend atau tidaknya suatu budaya tergantung selera. Budaya yang diartikan disini
ialah kebiasaan yang melembaga tercipta melalui selera yang berasal dari kelas, kebiasaan,
status, dan lain-lain yang mempengaruhi kesukaan individu pada produk budaya tertentu.
Faktor kelas menjadi hal utama dalam selera budaya. Selera juga timbul dari modal-modal
seseorang yang terdiri dari modal simbolik, budaya, ekonomi, dan sosial. Semua modal tadi
tercombine (kombinasi/bersatu) menjadi budaya yang berbeda-beda. Budaya mewakili tidak
hanya individu tapi tempat, kelompok, dan lain-lain yang sifatnya panjang atau temporer.
Budaya menjadi ajang pembuktian dan penyombongan diri individu terkait status (jabatan,
kekuasaan, dll) mereka. Budaya yang baru menjadi sumber ekspresi diri individu agar diakui
orang lain yang kemudian berbarengan dengan perubahan trend-trend budaya yang ada dan
terus diikuti menciptakan suatu hal baru disebut konsumsi kreatif. Para anak muda tidak
menelan mentah-mentah budaya tapi justru mereka menciptakan suatu bentuk permintaan
budaya dari pemaknaan budaya-budaya yang sudah ada sebelumnya yang berusaha mereka
universalkan dan perkuat pengaruhnya ke seluruh ruang sosial yang ada. Dari kekuatan
pemaknaan anak muda pada suatu hal yang disebut budaya tadi maka hasil dari
penguniversalkan budaya berupa lahirnya budaya bersama. Agar menjadi budaya yang kuat
maka dijejali oleh simbol-simbol unik, mencolok, memiliki arti ganda, dan lain-lain yang
dimanfestasikan kembali pada hal yang disebut gaya yang bermacam-macam yang sudah
disebutkan sebelumnya.
Sebelumnya pernah dikatakan bahwa budaya anak muda sebagai bentuk perlawanan
yang mana perlawanan mereka sebagai bentuk protes, pertahanan, penyerangan, dan lain-lain
yang mana mereka ungkapkan baik secara radikal maupun non-radikal dengan modal makna
yang mereka manifestasikan dalam unsur-unsur lain baik berupa kerajinan dan lain-lain yang
berusaha menyadarkan apa yang sesungguhnya kenyataan yang bersifat baik atau buruk yang
terjadi di lingkungan sosial sekarang ini. Pengaruh budaya mereka merupakan taktik
(jebakan) sekaligus strategi pemberontakan untuk meruntuhkan suatu masalah sosial di
lingkungan mereka yang nantinya memicu revolusi baik sosial maupun revolusi budaya.
Namun, tindakan akibat budaya tersebut juga menimbulkan pelanggaran-pelanggaran pada
budaya lainnya. Maka, semua hal tadi di jabarkan secara singkat dan core (inti) ialah politik
kultural.