Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN
1

Latar Belakang
Bahan bakar akhir-akhir ini merupakan topik yang ramai diperbincangkan
di berbagai kesempatan . Hal ini didorong oleh meningkatnya kebutuhan dan
semakin meningkatnya harga jual bahan bakar . Sementara itu, sumber bahan
bakar minyak dan gas semakin berkurang. Sebagai konsekuensinya maka suatu
keharusan untuk mencari sumber lain. Salah satu alternatif yaitu pemanfaatan
renewable energy atau energi yang dapat diperbaharui dan digunakan untuk
menggantikan pemakaian bahan bakar minyak atau gas alam (fossil fuels). Setelah
krisis energi minyak di era tahun 70-an, beberapa negara telah memulai program
pengembangan teknologi renewable energy guna menurunkan ketergantungan
akan impor bahan bakar minyak.
Biogas merupakan sumber renewal energy yang mampu menyumbangkan
andil dalam usaha memenuhi kebutuhan bahan bakar . Bahan baku sumber energi
ini merupakan bahan nonfossil, umumnya adalah limbah atau kotoran ternak yang
produksinya tergantung atas ketersediaan rumput dan rumput akan selalu tersedia,
karena dapat tumbuh kembali setiap saat selama dipelihara dengan baik. Sebagai
pembanding yaitu gas alam yang tidak diperhitungkan sebagai renewal energy,
gas, alam berasal dari fosil yang pembentukannya memerlukan waktu jutaan
tahun. Alasan lain yang timbul akhir-akhir ini akan perlunya memanfaatkan energi
alternatif ini yaitu perlunya menurunkan emisi CO, sesuai dengan persetujuan
dalam Protokol Kyoto, kenyataan bahwa produksi bahan bakar minyak dunia
telah mencapai titik puncaknya sementara kebutuhan energi di negara berkembang
seperti Cina dan India meningkat dengan pesat dan dimulainya konflik politik dan
militer yang dipicu oleh karena perebutan sumber minyak . Biogas, bahan bakar
yang tidak menghasilkan asap merupakan suatu pengganti yang unggul untuk
menggantikan bahan bakar minyak atau gas alam. Gas ini dihasilkan oleh suatu
proses yang disebut proses pencernaan anaerobik, merupakan gas campuran
metan (CH4), karbon dioksida (C02), dan sejumlah kecil nitrogen, amonia, sulfur
dioksida, hidrogen sulfida dan hidrogen. Secara alami, gas ini terbentuk pada

limbah pembuangan air, tumpukan sampah, dasar danau atau rawa. Mamalia
termasuk manusia menghasilkan biogas dalam sistem pencernaannya, bakteri
dalam system pencernaan menghasilkan biogas untuk proses mencerna selulosa.
Biomasa yang mengandung kadar air yang tinggi seperti kotoran hewan
dan limbah pengolahan pangan cocok digunakan untuk bahan baku pembuatan
biogas . Limbah pertanian merupakan salah satu sumber bahan yang dapat
dimanfaatkan untuk menghasilkan biogas, sementara perkembangan atau
pertumbuhan industri peternakan menimbulkan masalah bagi lingkungan, karena
menumpuknya limbah peternakan. Polutan yang disebabkan oleh dekomposisi
kotoran ternak yaitu BOD dan COD (Biological/Chemical Oxygen Demand),
bakteri patogen, polusi air (terkontaminasinya air bawah tanah, air permukaan),
debu, dan polusi bau . Di banyak negara berkembang, kotoran ternak, limbah
pertanian, dan kayu bakar digunakan sebagai bahan bakar. Polusi asap yang
diakibatkan oleh pembakaran bahan bakar tersebut mengakibatkan masalah
kesehatan yang serius dan harus dihindarkan. Hal ini juga menjadi perhatian yaitu
emisi metan dan karbondioksida yang menyebabkan efek rumah kaca dan
mempengaruhi perubahan iklim global . Jika dilihat dari segi pengolahan limbah,
proses anaerob juga memberikan beberapa keuntungan yaitu menurunkan nilai
COD dan BOD, total solid, volatile solid, nitrogen nitrat, dan nitrogen organik.
Bakteri coliform dan patogen lainnya, telur insek, parasit, bau juga dihilangkan
atau menurun.
2

Rumusan Masalah
1 Bagaimana perkembangan teknologi biogas di Indonesia?
2 Bagaimana potensi pengembangan biogas dari limbah pertanian ?
3 Apa saja jenis-jenis dari reaktor biogas ?

Tujuan
1 Mengetahui perkembangan teknologi biogas di Indonesia.
2 Mengetahui potensi pengembangan biogas dari limbah pertanian.
3 Mengetahui jenis-jenis dari reaktor biogas

Kegunaan
1. Dapat mengetahui jenis reaktor biogas untuk mengembangkan potensi limbah
pertanian.

2. Dapat mengetahui manfaat limbah pertanian dengan memanfaatkan teknologi


biogas.
3. Dapat mengetahui proses pembuatan biogas untuk menunjang perkembangan
teknologi biogas.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Limbah Pertanian
3

Limbah pertanian seperti sayuran, tepung ikan, dan bungkil memiliki


kandungan energi dan nitrogen tinggi (Nugroho, 2007). Sampah organik sayursayuran dan buah-buahan adalah substrat terbaik untuk produksi biogas. Limbah
sayuran dapat menghasilkan biogas 8x lebih banyak dibandingkan limbah kotoran
ternak (Haryati, 2006). Jumlah 1,5 kg limbah makanan dapat diproduksi 500 m 3
gas metana dan reaksi ini berjalan sempurna dalam waktu 48 jam. Pada sistem
biogas konvensional yang menggunakan kotoran hewan ternak atau kotoran
manusia sebagai substratnya, dari 40 kg limbah kotoran dapat diproduksi jumlah
gas metana yang sama, yaitu 500 m 3 gas metana. Waktu yang dibutuhkan dalam
sistem biogas konvensional adalah 40 hari.
Perbandingan proporsi dari 75% limbah dapur dan 25% lumpur aktif yang
dicampur dan diuji dalam reaktor dapat menghasilkan produksi gas metana yang
terbaik dalam waktu yang singkat yaitu dihasilkan gas metana sebanyak 74%.
Limbah sayuran dapat menghasilkan biogas dengan komposisi sebagai berikut :
gas metana (CH4) 70-75%, karbondioksida (CO)2 10- 15% dan uap air 5-10%.
Pengembangan teknologi pengolahan sampah, 10 ton sampah basah buah dan
sayur biasa menghasilkan 700 m3 gas metana. Menurut Taherzadeh, satu meter
kubik gas metana setara dengan satu liter bensin (Anonim, 2008).
Salah satu energi alternatif yang dimanfaatkan sebagai biogas adalah limbah
pertanian yang lain misalnya kotoran ternak. kotoran ternak apabila tidak
manfaatkan dan tidak dikelola dengan baik dapat menurunkan mutu lingkungan
dan mengganggu kenikmatan hidup masyarakat. Banyaknya tumpukan kotoran
ternak yang tercecer akan terbawa oleh aliran air hujanke daerah-daerah yang
lebih rendah. Hal ini akan mencemari air tanah dan air sungai. Gas methana yang
dihasilkan secara alami oleh kotoran yang menumpuk merupakan gas
penyumbang terbesae efek rumah kaca, jumlah gas yang dihasilkan melebihi dari
jumlah gas yang dihasilkan melebihi dari jumlah oksigen. Jenis kotoran ternak
mempengaruhi biogas yang dihasilkan. Hal ini terkait dengan hubungan antara
jumlah karbon dan nitrogen.

2.2 Produksi Biogas


Sumber biomassa atau limbah yang berbeda akan menghasilkan perbedaan
kuantitas biogas. Metana sebesar 50-80% dan CO2 sebesar 20-50%. Sedangkan
4

biogas yang dihasilkan mengandung 60-70% metana dan 30-40% CO2. Biogas
dapat terbakar apabila terdapat kadar metana minimal 57%. Sedangkan menurut
Biogas dapat terbakar jika kandungan metana minimal 60%. Biogas dengan
kandungan metana 65-70% memiliki nilai kalor sama dengan 5200-5900 kkal/m3
energi panas setara 1,25 kwj listrik. Gas metana murni (100%) mempunyai nilai
kalor 8900 kkal/m3 (Nurtjahya, 2003). Padatan volatil per kilogram dapat
diperoleh 0,3-0,6 m3 biogas.
A. Kualitas biogas
Biogas hasil fermentasi anaerob limbah organik umumnya tersusun atas
metana 55-70%, karbon dioksida 30-45% dan sedikit hidrogen sulfida dan
ammonia maupun gas-gas lainnya 1%. Gas-gas lain yang umumnya ada
dalam biogas antara lain : hidrogen, nitrogen, karbon monoksida , dan
hidrokarbon terhalogenasi serta siloxan. Senyawa pengotor (impuritis) tesebut
harus dihilangkan, karena dapat menyebabkan korosi dan endapan. Substansi
yang perlu diperhatikan itu antara lain: H 2S, siloxan, senyawa aromatik,
CO2, oksigen, nitrogen, dan senyawa halogen (Cl2-F2) (Kottner, 2002).
Energi yang terkandung dalam biogas tergantung dari konsentrasi metana.
Semakin tinggi kandungan metana maka semakin besar kandungan energi
(nilai kalor) pada biogas, dan sebaliknya. Kualitas biogas dapat ditingkatkan
dengan memperlakukan beberapa cara yaitu : menghilangkan hidrogen
sulphur, kandungan air, dan karbondioksida (Kapdi et al., 2004 dan Pambudi,
2008).
Hidrogen sulphur mengandung racun dan zat yang menyebabkan korosi,
bila biogas mengadung senyawa ini maka akan menyebabkan gas yang
berbahaya sehingga konsentrasi yang ditoleransi maksimal 5 ppm. Bila gas
dibakar maka hidrogen sulphur akan lebih berbahaya karena akan membentuk
senyawa baru bersama -sama oksigen, yaitu sulphur dioksida/sulphur
trioksida (SO2/SO3). Senyawa ini lebih beracun. Pada saat yang sama akan
membentuk sulphur acid (H2SO3) suatu senyawa yang lebih korosif.
Selanjutnya, penghilangan karbondioksida bertujuan untuk meningkatkan
kualitas, sehingga gas dapat digunakan untuk bahan bakar kendaraan
(Pambudi, 2008).
2.3 Teknologi Digester
5

Teknologi untuk memperoleh biogas terdapat dua yang umum digunakan


yaitu Pertama, proses yang sangat umum yaitu fermentasi kotoran ternak
menggunakan digester yang didesain khusus dalam kondisi anaerob Kedua,
teknologi yang baru ini dikembangkan yaitu menangkap gas metan dari lokasi
tumpukan pembuangan sampah tanpa hares membuat digester khusus .
Beberapa keuntungan kenapa digester anaerobic lebih banyak digunakan antara
lain :
A. Keuntungan pengolahan limbah
Digester anaerobic merupakan proses pengolahan limbah yang alami.
Membutuhkan lahan yang lebih kecil dibandingkan dengan proses
kompos aerobic ataupun penumpukan sampah.
Memperkecil volume atau berat limbah yang dibuang.
Memperkecil rembesan polutan .
B. Keuntungan energi
Proses produksi energi bersih.
Memperoleh bahan bakar berkualitas tinggi dan dapat diperbaharui .
Biogas dapat dipergunakan untuk berbagai penggunaan.
C. Keuntungan lingkungan .
Menurunkan emisi gas metan dan karbon dioksida secara signifikan .
Menghilangkan bau.
Menghasilkan kompos yang bersih dan pupuk yang kaya nutrisi .
Memaksimalkan proses daur ulang .
Menghilangkan bakteri coliform sampai 99% sehingga memperkecil
kontaminasi sumber air .
D. Keuntungan ekonomi

Lebih ekonomis dibandingkan dengan proses lainnya ditinjau dari siklus


ulang proses .
Bagian utama dari proses produksi biogas yaitu tangki tertutup yang
disebut digester . Tangki yang kedap yang diisi oleh bahan organik, dan
solid buangan proses dapat dikeluarkan . Desain digester bermacammacam
sesuai dengan jenis bahan baku yang digunakan, temperatur yang dipakai
dan bahan konstruksi . Digester dapat terbuat dari cor beton, baja, bata
atau plastik dan bentuknya dapat berupa seperti silo, bak, kolam dan dapat
diletakkan di bawah tanah. Pemilihan jenis digester sangat tergantung dari
jenis limbah ; contohnya desain digester untuk limbah kotoran unggas
akan lain dengan limbah kotoran babi atau sapi.

BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Perkembangan Teknologi Biogas di Indonesia
Pemanfaatan biogas di Indonesia sebagai energy alternatif sangat
memungkinkan untuk diterapkan di masyarakat, apalagi sekarang ini harga bahan
bakar minyak yang makin mahal dan kadang-kadang langka keberadaannya.
Besarnya potensi Limbah biomassa padat di seluruh Indonesia adalah 49.807,43
MW. Biomassa seperti kayu, dari kegiatan industri pengolahan hutan, pertanian
dan perkebunan, limbah kotoran hewan, misalnya kotoran sapi, kerbau, kuda, dan
babi juga dijumpai di seluruh provinsi Indonesia dengan kualitas yang berbedabeda . Pada saat ini sebagai sumber bahan baku biogas tersedia secara melimpah
dan belum dimanfaatkan secara maksimal (Soepardjo, 2005). Secara umum,
penggunaan limbah pertanian sebagai bahan dasar biogas lebih sulit dibandingkan

kotoran ternak, waktu yang dibutuhkan untuk proses hidrolisis bahan selulosa dari
limbah pertanian Iebih lama.
Beberapa program telah dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia untuk
meningkatkan penggunaan teknologi biogas, seperti demonstrasi instalasi dan
pelatihan mengoperasikan digester untuk masyarakat. Di tahun 1984, jumlah
digester yang telah dibangun di Indonesia hanya 100 unit, sembilan tahun
kemudian menjadi 350 unit (WILOSO et al ., 1995) . Peningkatan jumlah digester
yang tidak signifikan ini disebabkan mahalnya biaya yang dikeluarkan
untukmembangun instalasi digester. Teknologi ini sudah banyak digunakan oleh
peternak sapi di daerah Boyolali sejak tahun 1990-an dan masih beroperasi
sampai sekarang. Penelitian yang dilakukan pada tahun 2000 menghasilkan
rancangan digester biogas yang terbuat dari bahan plastik dan pada tahun 2005
rancangan tersebut dipasarkan dengan harga 1,5 juta rupiah per instalasi
diharapkan juga akan meningkatkan minat para peternak untuk menggunakannya
(Aprianti, 2005). Pada tahun 2005 peternak sapi di daerah Lembang Kabupaten
Bandung mulai memanfaatkan teknologi biogas dengan digester yang terbuat dari
plastik setebal 250 mikron . Sekitar 66 peternak sapi di daerah Subang, Garut dan
Tasikmalaya juga telah menggunakan digester yang berkapasitas 5000 liter .
Kondisi ini diharapkan terjadi Juga di daerah peternakan di luar Jawa .
Penelitian terhadap teknologi pencernaan anaerobik yang lebih maju telah
berlangsung dalam beberapa tahun ini. Penelitian tersebut dilakukan oleh
perusahaan swasta, komunitas ilmiah, institusi perguruan, dan kerjasama antara
industri dan pemerintah. Keuntungan pencernaan anaerobik sangat tergantung
pada peningkatan proses yang lebih tinggi hasil biogas per m3 biomasa dan
peningkatan derajat perombakan. Keuntungan juga dapat ditingkatkan dengan
konversi efluen proses menjadi produk yang berharga (Hartmann dan Ahring,
2005) . Penelitian tersebut menghasilkan beberapa sistem yang dipatenkan yang
memberikan beberapa keuntungan dalam efisiensi sistem, ukuran, biaya kapital,
fleksibilitas perlakuan, stabilitas proses dan biaya operasi. Di Amerika dilakukan
penelitian kemungkinan penggunaan teknologi fuel cells untuk mengubah biogas
menjadi energi listrik, saat ini teknologi ini belum layak diterapkan secara
ekonomi, tetapi diperkirakan sekitar tahun 2010 sudah dapat digunakan.

Dibandingkan dengan generator diesel, fuel cells lebih efisien mengubah biogas
menjadi energy listrik (10- 30% : 40 - 50%).
Teknologi biogas adalah suatu teknologi yang dapat digunakan dimana
saja selama tersedia limbah yang akan diolah dan cukup air. Di negara maju
perkembangan teknologi biogas sejalan dengan perkembangan teknologi lainnya .
Untuk kondisi di Indonesia, teknologi biogas dapat dibangun dengan kepemilikan
kolektif dan dipelihara secara bersama. Beberapa alasan mengapa biogas belum
popular penggunaannya di kalangan peternak atau kalaupun sudah ada banyak
yang tidak lagi beroperasi, yaitu kurang sosialisasi, teknologi yang diterapkan
kurang praktis dan perlu pemeliharaan yang seksama dan kurangnya pengetahuan
para petani tentang pemeliharaan digester .
3.2 Potensi Pengembangan Biogas dari Limbah Pertanian.
Biogas adalah gas mudah terbakar (flammable) yang dihasilkan dari proses
fermentasi bahan-bahan organik oleh bakteri-bakteri anaerob (bakteri yang hidup
dalam kondisi kedap udara). Pada umumnya semua jenis bahan organik bisa
diproses untuk menghasilkan biogas, namun demikian hanya bahan organik
(padat, cair) homogen seperti kotoran dan urine (air kencing) hewan ternak yang
cocok untuk sistem biogas sederhana. Jenis bahan organik yang diproses sangat
mempengaruhi produktifitas sistem biogas disamping parameter-parameter lain
seperti temperatur digester, pH, tekanan dan kelembaban udara.
Bahan organik dimasukkan ke dalam ruangan tertutup kedap udara (disebut
digester) sehingga bakteri anaerob akan membusukkan bahan organik tersebut
yang kemudian menghasilkan gas (disebut biogas). Biogas yang telah terkumpul
di dalam digester selanjutnya dialirkan melalui pipa penyalur gas menuju tabung
penyimpan gas atau langsung ke lokasi penggunaannya. Manfaat energi biogas
adalah sebagai pengganti bahan bakar khususnya minyak tanah dan dipergunakan
untuk memasak. Dalam skala besar, biogas dapat digunakan sebagai pembangkit
energi listrik. Di samping itu, dari proses produksi biogas akan dihasilkan sisa
kotoran ternak yang dapat langsung dipergunakan sebagai pupuk organik pada
tanaman/budidaya pertanian.
Limbah organik adalah limbah yang dihasilkan dari bahan-bahan hayati
yang dapat didegradasi oleh mikroba atau bersifat biodegradable. Limbah organik

sendiri dibagi menjadi limbah organik basah dan limbah organk kering. Istilah
sampah organik basah dimaksudkan limbah yang mempunyai kandungan air yang
cukup tinggi contohnya kulit buah dan sisa sayuran. Sedangkan limbah organik
kering adalah sampah yang mempunyai kandungan air rendah contoh kayu atau
ranting dan dedaunan kering. Bahan organik tidak dapat langsung digunakan atau
dimanfaatkan oleh tanaman karena perbandingan C/N dalam bahan baku tersebut
relative tinggi atau tidak sama denga C/N tanah. Nilai C/N tanah sekitar 10-12.
Apabila bahan organik mempunyai kandungan C/N mendekati atau sama dengan
C/N tanah maka bahan tersebut dapat digunakan atau diserap tanaman. Prinsip
pengomposan adalah menurunkan C/N rasio bahan organik sehingga sama dengan
tanah (<20). Dengan semakin tingginya C/N bahan maka proses pengomposan
akan semakin lama karena C/N harus diturunkan.
Proses pengomposan anaerobik berjalan tanpa adanya oksigen. Biasanya,
prosesnya dilakukan dalam wadah tertutup sehingga tidak ada udara yang masuk
(hampa udara). Proses pengomposan ini melibatkan mikroorganisme anaerob
untuk membantu mendekomposisi bahan yang dikomposkan. Bahan baku yang
dikomposkan secara anaerob biasanya berupa bahan organik yang berkadar air
tinggi [9].

Pengomposan anaerobik akan menghasilkan gas metan (CH4),

karbondioksida (CO2), dan asam organik yang memiliki bobot molekul rendah
seperti asam asetat, asam propionat, asam butirat, asam laktat, dan asam suksinat.
Gas metan bisa dimanfaatkan sebagai bahan bakar alternatif (biogas). Sisanya
berupa lumpur yang mengandung bagian padatan dan cairan. Bagian padatan ini
yang disebu kompos. Namun, kadar airnya masih tinggi sehingga sebelum
digunakan harus di kering anginkan.
Limbah biogas, yaitu kotoran ternak yang telah hilang gasnya (slurry)
merupakan pupuk organik yang sangat kaya akan unsur-unsur yang dibutuhkan
oleh tanaman. Bahkan, unsur-unsur tertentu seperti protein, selulose, lignin, dan
lain-lain tidak bias digantikan oleh pupuk kimia. Pupuk organik dari biogas telah
dicobakan pada tanaman jagung, bawang merah, dan padi. Kotoran ternak
menjadi sangat berharga, oleh karena itu para petani akan rajin merawat ternaknya
sehingga kondisi kandang menjadi bersih dan kesehatan ternak menjadi lebih
baik, pada akhirnya membawa keuntungan dengan penjualan ternak yang lebih

10

cepat dan berharga lebih tinggi. Keluarga petani yang biasanya menggunakan
pupuk kimia untuk menanam, kini bisa menghemat biaya produksi pertaniannya
karena sudah tersedia pupuk organik dalam jumlah yang memadai dan kualitas
pupuk yang lebih baik.
Biogas yang berasal dari limbah pertanian yaitu limbah yang memproses
bahan baku dari asal pertanian. Jenis bahan baku yang paling umum untuk jenis
pertanian adalah kotoran ternak dan lumpur dan sayuran dari limbah rumah
tangga. Hal ini didedikasikan sebagai tanaman energi (DEC), tetapi juga berbagai
residu dari industri makanan dan memancing, kotoran ternak dan lumpur, dari
ternak dan produksi babi adalah bahan baku dasar untuk sebagian besar biogas
pertanian tanaman di Eropa. Hal ini jumlah limbah pertanian yang berjalan pada
Desember meningkat yang terakhir tahun.
AD dari kotoran hewan dan lumpur dapat meningkatkan nilai pupuk untuk alasan
di bawah ini

Pupuk kandang dan lumpur dari ternak yang berbeda (sapi, babi, unggas
dll) dicampur dan codigested,menyediakan konten yang lebih nutrisi yang

seimbang
AD dapat memecah bahan organik yang kompleks seperti senyawa

nitrogen organik, meningkatkan jumlah nutrisi tanaman yang tersedia


Pengolahan pupuk dengan substrat lainnya menambahkan berbagai jumlah

nutrisi kecampuran bahan baku.


Desain dan teknologi pembangkit biogas berbeda dari satu negara dengan negara
lain, tergantung pada kondisi iklim dan kerangka kerja nasional (kebijakan
legislasi dan energi), energi yang tersedia dan terjangkau. Berdasarkan ukuran
yang relatif, fungsi dan lokasi, pertanian
AD dapat diklasifikasikan sebagai:
Skala biogas rumah tangga (skala yang sangat kecil)
Skala biogas pertanian (skala untuk besar kecil atau menengah)
Skala biogas terpusat / gabungan antara rumah tangga dan pertanian (skala
menengah sampai besar)
3.3 Jenis-Jenis Reaktor Biogas
Teknologi biogas pada dasarnya memanfaatkan proses pencernaan yang
dilakukan oleh bakteri methanogen yang produknya berupa gas methana (CH4).

11

Gas methana hasil pencernaan bakteri tersebut bisa mencapai 60% dari
keseluruhan gas hasil reaktor biogas, sedangkan sisanya didominasi CO2. Bakteri
ini bekerja dalam lingkungan yang tidak ada udara (anaerob), sehingga proses ini
juga disebut sebagai pencernaan anaerob (anaerob digestion). Bakteri methanogen
akan secara natural berada dalam limbah yang mengandung bahan organik, seperti
kotoran binatang, manusia, dan sampah organik rumah tangga. Keberhasilan
proses pencernaan bergantung pada kelangsungan hidup bakteri methanogen di
dalam reaktor, sehingga beberapa kondisi yang mendukung berkembangbiaknya
bakteri ini di dalam reaktor perlu diperhatikan, misalnya temperatur, keasaman,
dan jumlah material organik yang hendak dicerna.
Proses pembuatan biogas dengan menggunakan biodigester pada
prinsipnya adalah menciptakan suatu sistem kedap udara dengan bagianbagian
pokok yang terdiri dari tangki pencerna (digester tank), lubang input bahan baku,
lubang output lumpur sisa hasil pencernaan (slurry) dan lubang penyaluran biogas
yang terbentuk. Dalam digester terkandung bakteri metana yang akan mengolah
limbah organik menjadi biogas.
Di negara-negara seperti Nepal, China atau India mengoperasikan jutaan
tanaman biogas dalam skala kelompok degan memanfaatkan teknologi yang
sangat sederhana. Bahan baku AD yang digunakan dalam biogas tanaman berasal
dari rumah tangga atau kegiatan pertanian kecil dan biogas yang dihasilkan
digunakan untuk memasak dan kebutuhan penerangan. Digester skala ini
sederhana, murah, kuat dan mudah untuk mengoperasikan dan memelihara, dan
dapat dibangun dengan bahan yang diproduksi secara lokal. Biasanya, tidak ada
instrumen kontrol dan tidak ada proses pemanas (psychrophilic atau suhu operasi
mesofilik), karena banyak digester ini beroperasi di iklim hangat dengan
memiliki HRT panjang.
1. Ada beberapa jenis reaktor biogas skala rumah tangga yang sering digunakan
antara lain:
A. Reaktor Kubah Tetap (Fixed Dome)
Reaktor ini dibuat pertama kali di Cina sekitar tahun 1930-an,
kemudian sejak saat itu reaktor ini berkembang dengan berbagai model.
Reaktor ini memiliki dua bagian. Bagian pertama adalah digester sebagai
tempat pencerna material biogas dan sebagai rumah bagi bakteri, baik

12

bakteri pembentuk asam maupun bakteri pembentuk gas metana. Bagian


ini dapat dibuat dengan kedalaman tertentu menggunakan batu, batubata
atau beton. Strukturnya harus kuat karena menahan gas agar tidak terjadi
kebocoran. Bagian kedua adalah kubah tetap (fixed dome). Dinamakan
kubah tetap karena bentuknya menyerupai kubah dan bagian ini
merupakan pengumpul gas yang tidak bergerak (fixed). Gas yang
dihasilkan dari material organik pada digester akan mengalir dan disimpan
di bagian kubah.
Reaktor ini berada di bawah tanah biasanya 6-8 m. Jenis Limbah
yang digunakan adaah limbah rumah tangga, kotoran hewan dan limbah
rumah tangga organik. Reaktor ini dioperasikan dalam mode semikontinyu, di mana substrat baru ditambahkan sekali sehari dan sejenis
jumlah cairan campuran tertuang dibuang sekali sehari. Reaktor tersebut
tidak diaduk, sehingga sedimentasi padatan tersuspensi harus dihilangkan
2-3 kali per tahun, kesempatan ketika sebagian besar dari substrat dibuang
dan sebagian kecil (sekitar seperlima dari reaktor konten) yang tersisa
sebagai inokulum
Kelebihan dari reaktor ini adalah biaya konstruksi lebih murah
daripada menggunakan reaktor terapung karena tidak memiliki bagian
bergerak yang menggunakan besi. Sedangkan kekurangan dari reaktor ini
adalah seringnya terjadi kehilangan gas pada bagian kubah karena
konstruksi tetapnya.

Gambar. Prinsip Reaktor Biogas Jenis China (Angelidaki, 2004)


B. Reaktor Terapung (Floating Drum Reactor)
Reaktor jenis terapung pertama kali dikembangkan di India pada
tahun 1937. Reaktor ini memiliki bagian digester yang sama dengan
reaktor kubah-tetap. Perbedaannya terletak pada bagian penampung gas
yang menggunakan drum yang bergerak. Drum ini dapat bergerak naik-

13

turun yang berfungsi untuk menyimpan gas. Pergerakan drum mengapung


pada cairan tergantung dari jumlah gas yang dihasilkan. Selain itu limbah
dikumpulkan pada bagian bawah reaktor dan mengambang sehingga
fungsi bell gas sebagai reservoir biogas.
Kelebihan dari reaktor ini adalah dapat melihat secara langsung
volum gas yang tersimpan pada drum karena pergerakannya. Karena
tempat penyimpanannya yang terapung maka tekanan gas konstan.
Sedangkan kekurangannya adalah biaya material konstruksi dari drum
lebih mahal. Faktor korosi pada drum juga menjadi masalah sehingga
bagian pengumpul gas pada reaktor ini memiliki umur yang lebih pendek
dibandingkan tipe kubah-tetap.

Gambar. Prinsip Reaktor Biogas Jenis India (Angelidaki, 2004)


C. Reaktor Balon (Balloon Reactor)
Reaktor balon merupakan jenis reaktor yang banyak digunakan
pada skala rumah tangga yang menggunakan bahan plastik sehingga lebih
efisien dalam penanganan dan perubahan tempat biogas. Reaktor ini terdiri
dari bagian yang berfungsi sebagai digester dan bagian penyimpan gas
yang berhubungan tanpa sekat. Material organik terletak di bagian bawah
karena memiliki berat yang lebih besar dibandingkan gas yang akan
mengisi pada rongga atas.
Reaktor jenis perpindahan ini terdiri dari reaktor silinder berbentuk
horisontal. Substrat berada di salah satu ujung dan digestate yang
dikumpulkan berlawanan arah. Substrat bergerak melalui reaktor sebagai
aliran plug, dan sebagian kecil dari outlet kembali menyalurkan untuk
mencairkan masukan baru dan untuk memberikan inokulasi.

14

Gambar. Prinsip Reaktor Biogas r Balon (Balloon Reactor)


Dari segi operasional reaksi yang digunakan, digester terbagi
menjadi dua tipe yaitu :
a. Tipe Batch Digestion
Pada tipe ini bahan baku dimasukkan ke dalam digester, kemudian
dibiarkan bereaksi selama 6 - 8 minggu. Biogas yang dihasilkan
ditampung dan disimpan dalam penampung gas. Setelah itu digester
dikosongkan dan dibersihkan sehingga siap untuk dipakai lagi.
Kelebihan tipe ini adalah kualitas hasilnya bisa lebih stabil karena
tidak ada gangguan selama reaksi berjalan. Namun untuk skala
industri, tipe ini tidak efektif dan mahal karena membutuhkan minimal
dua buah digester yang dipakai bergantian agar dapat memproduksi
biogas secara kontinyu.
b. Tipe Continuous Digestion
Pada tipe ini proses pemasukan bahan baku dan pengeluaran slurry
sisa proses dilakukan secara berkala. Jumlah material yang masuk dan
keluar harus diatur secara seimbang sehingga jumlah material yang
ada di dalam digester selalu tetap.
Kekurangan dari tipe ini adalah membutuhkan pengoperasian dan
pengawasan yang lebih ketat agar reaksi selalu berjalan dengan baik.
Namun

untuk

skala

industri,

tipe

ini

lebih

mudah

untuk

dimaksimalkan hasilnya dan lebih murah karena hanya membutuhkan


satu buah digester untuk menghasilkan biogas secara kontinyu.
Digester dibagi menjadi dua tipe berdasarkan jumlah tahapan
prosesnya, yaitu :
a. Single Stage (Satu Tahap)
Seluruh proses pembuatan biogas dilakukan hanya dalam satu digester
saja.
b. Multi Stage (Multi Tahap)

15

Proses dilakukan di dalam dua buah digester yang bekerja secara seri.
Pada digester pertama berlangsung reaksi hydrolysis, acetogenesis dan
acidogenesis. Setelah itu material dipanaskan lalu dipompa ke digester
kedua untuk reaksi methanogenesis (Purnama, C., 2009).
2. Ada beberapa jenis reaktor biogas berdasarkan skala pertanian meliputi :
Sebuah biogas skala pertanian disebut juga biogas yang melekat pada
hanya satu peternakan, mencerna bahan baku yang diproduksi di pertanian.
Banyak biogas skala pertanian yang mengolah sejumlah metana dengan
substrat yang tinggi (misalnya limbah minyak dari industri ikan atau residu
minyak sayur). Hal ini bertujuan untuk meningkatkan hasil biogas. Skala
biogas pertanian menampung dan memproses lumpur hewan dari satu atau
dua peternakan tetangga (misalnya melalui pipa yang menghubungkan
peternakan ke masing unit AD).
Ada banyak jenis dan konsep dari biogas skala pertanian di seluruh
dunia. Negara-negara di Eropa seperti Jerman, Austria dan Denmark adalah
salah satu pelopor biogas skala produksi pertanian. Kepentingan petani Eropa
di aplikasi AD berkembang saat ini, tidak hanya karena produksi biogas
pertanian yang mengubah produk limbah menjadi sumber daya yang berharga
dan menghasilkan pupuk berkualitas tinggi tetapi juga menciptakan bisnis
baru peluang bagi para petani yang terlibat dan memberi status baru sebagai
penyedia energi terbarukan.
Biogas skala pertanian memiliki berbagai ukuran, desain dan teknologi.
Beberapa ukuran yang kecil dan teknologi sederhana, agak besar dan
kompleks, mirip dengan pengolahan hijauan. Namun demikian semua
memiliki kesamaan. Prinsip tata letak: pupuk kandang yang dikumpulkan
dalam tangki pre-penyimpanan, dekat dengan digester dan dipompa ke dalam
digester merupakan tangki gas terbuat dari baja atau beton, terisolasi untuk
mempertahankan temperatur sehingga proses menjadi konstan. Digester yang
horisontal atau vertikal, biasanya dengan sistem pengadukan, bertanggung
jawab untuk mencampur dan homogenisasi substrat, dan meminimalkan
risiko

sehingga

pembentukan

sedimen.

Rata-rata

HRT

umumnya dari 20 sampai 40 hari, tergantung pada jenis substrat dan suhu
pengolahan. Digestate digunakan sebagai pupuk di pertanian dan surplus

16

dijual ke daerah yang dekat dengan peternakan. Biogas yang dihasilkan


digunakan dalam mesin gas listrik dengan produksi panas. Jumlah 10 sampai
30% dari panas yang dihasilkan dan listrik digunakan untuk mengoperasikan
pabrik biogas dan untuk kebutuhan domestik petani, sementara surplus dijual
ke perusahaan listrik dan masing-masing ke negara tetangga konsumen.

Gambar. Skema representasi dari sebuah pabrik biogas


skala pertanian, dengan digester horizontal baja. (HjortGregersen 1998)
Terlepas dari digester, dilengkapi dengan sistem pengadukan. Pabrik
mencakup pra-penyimpanan untuk proses biomassa yang segar, penyimpanan
untuk biomassa yang dicerna untuk biogas dan bahkan unit CHP.

Gambar. Digester Horizontal, dibangun di Denmark


(Nordisk Folkecenter 2001)
Digester vertikal dengan atau tanpa bawah kerucut (Gambar 4.4 dan 4.5),
sebuah socalled. 'two-in-one' penyimpanan lumpurr dan tangki digester, di
mana digester membangun di dalam tangki penyimpanan untuk digestate.
Dua tangki ditutupi dengan gas membran dengan menggelembungkan
produksi gas yang muncul dan diaduk dengan baling-baling listrik. Pabrik
terdiri dari tangki pre-storage untuk pengolahan substrat dan unit CHP.

17

Gambar. Skema representasi dari skala pabrik pertanian, 'two-inone' dengan cover membran lembut (Hjort-Gregersen 1998)

Gambar. Gambar pertanian tanaman biogas skala di Denmark, comencerna lumpur hewan dan tanaman energi (Groengas A / S)

Gambar. Digester vertikal di Jerman, pengolahan kotoran babi,


unggas dan silase (Krieg dan Fisher 2008)
Sebuah perkembangan terbaru dari pabrik biogas skala pertanian adalah
konsep energi pertanian berdasarkan hijauan. Keuntungannya adalah bahwa
kandungan energi dari hijauan energi jauh lebih tinggi daripada sebagian
besar bahan sampah organik. Keterbatasan utama dari jenis-jenis biogas
pertanian yang terkait dengan biaya operasi, penggunaan lahan dan
ketersediaan.

Gambar. Digester Vertikal di Jerman dibangun pada tahun 2005


untuk pengolahan hijauan (Krieg dan Fisher, 2008)

18

3. Ada beberapa jenis reaktor biogas skala gabungan antara rumah tangga dan
pertanian yaitu :
Pengolahan biogas secara gabungan adalah konsep berdasarkan
mencerna kotoran hewan dan lumpur dengan dikumpulkan dari beberapa
peternakan pada sebuah pabrik biogas terletak di daerah koleksi pupuk
kandang. Lokasi pusat pembangkit biogas bertujuan untuk mengurangi biaya,
waktu dan tenaga untuk transportasi biomassa ke dan dari pabrik biogas.
Pengolahan

biogas

secara

gabungan

berdasarkan

AD

mengolah

pupuk kandang dengan berbagai komponen substrat lain (misalnya residu


dicerna dari pertanian, makanan dan ikan industri, secara terpisah
dikumpulkan sampah rumah tangga organik, limbah lumpur).
Pengolahan biogas secara gabungan yang maju dan sebagian besar
diterapkan di Denmark tetapi di daerah lain dari dunia juga ada dengan
peternakan pabrik. Pupuk kandang dan lumpur dikumpulkan dari tangki prepenyimpanan atau dari saluran lumpur di peternakan dan diangkut dalam
khusus truk kontainer vakum ke pabrik biogas, menurut jadwal yang
ditetapkan. Di pabrik biogas pupuk dicampur dengan komponen substrat
lainnya yang homogen dan dipompa di dalam tangki digester. Pengangkutan
pupuk kandang yang segar dari petani ke pabrik biogas dan digestate dari
pabrik biogas untuk fasilitas penyimpanan bagi petani, ditempatkan dekat
dengan bidang di mana digestate dapat diterapkan sebagai pupuk. Hal ini
tanggung jawab dari pabrik biogas. Fasilitas penyimpanan untuk digestate
kadang-kadang dibagi oleh beberapa petani.
Kasus pada pabrik biogas pertanian yaitu proses pencernaan dapat
mesofilik atau termofilik. HRT adalah 12-25 hari. Menurut Undang-Undang
Eropa, proses sanitasi dapat terkendali beberapa jenis substrat asal ternak
harus dilakukan sebelum mengakses digester untuk memberikan pengurangan
efektif bakteri patogen dan biji gulma sehingga memastikan proses daur ulang
dapat aman dari digestate.

19

Gambar. Proses pengolahan skala gabungan antara


rumah tangga dan pertanian di Denmark (Lemvig, Biogas)
Sistem digester secara kontinu dan campuran biomassa dipompa masuk
dan keluar dari digester dalam jumlah yang sama melalui pompa-urutan yang
tepat. Digestate dipompa keluar dari digester kemudian ditransfer oleh pipa
ke tangki penyimpanan sementara. Banyak kasus, tank ditutupi dengan gas
bukti membran, untuk pengumpulan produksi biogas tambahan (up
15% dari total), yang berlangsung pada suhu yang lebih rendah. Sebelum
meninggalkan pabrik biogas, digestate harus dianalisis dengan nutrisi
didefinisikan (DM, VS, N, P, K, dan pH). Kotoran sebagai pemasok dapat
mengambil kembali sejumlah digestate, yang dizinkan oleh hukum untuk
tersebar di bidangnya. Selisih tersebut dijual sebagai pupuk untuk petani
tanaman di daerah terdekat. Semua kasus, digestate terintegrasi dalam
rencana pemupukan pertanian, menggantikan mineral pupuk, menutup siklus
karbon dan daur ulang nutrisi. Pengolahan biogas juga dilengkapi instalasi
untuk pemisahan digestate dalam cairan dan fraksi padat.

Gambar. Skema representasi dari siklus tertutup


terpusat Ad (Al Seadi 2001)

Gambar. Konsep terpadu pengolahan biogas pertanian

20

Dengan cara ini proses pengolahan biogas secara gabungan merupakan


sistem yang terintegrasi dari energi terbarukan produksi dengan pengolahan
limbah organik dan daur ulang nutrisi. Hal ini menunjukkan bahwa sistem
mampu menghasilkan manfaat pertanian, lingkungan dan ekonomi untuk
petani yang terlibat dan untuk masyarakat secara keseluruhan seperti:
Produksi energi terbarukan
Proses daur ulang ramah lingkungan dari pupuk kandang dan organik

limbah
Pengurangan emisi gas rumah kaca
Peningkatan keselamatan hewan melalui sanitasi dari digestate
Peningkatan efisiensi pemupukan
Gangguan dari bau dan lalatyang rendah
Memberikan manfaat ekonomi untuk petani
Proses pengolahan biogas secara gabungan dapat diatur sebagai

perusahaan koperasi, dengan petani memasok pupuk sebagai sumber energi


dari konsumen sebagai pemegang saham dan pemilik. Manajemen pabrik
biogas dilakukan oleh dewan direksi yang mempekerjakan personil. Dewan
direksi tersebut bertanggung jawab untuk perjanjian yang mengikat ekonomi
dan hukum mengenai pembangunan pabrik, pasokan bahan baku, distribusi
dan penjualan digestate, penjualan biogas. Perusahaan koperasi meniliki
struktur organisasi fungsional, ekonomis di negara-negara seperti Denmark,
tapi bentuk organisasi lain seperti Ltd perusahaan atau perusahaan yang
dimiliki municipally.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Pemeliharaan Telur Ulat Sutera
a. Pemeliharan ulat kecil
b. Pemeliharaan ulat besar
2. Kualitas Telur Ulat Sutera
Telur ulat sutera berbentuk agak gepeng, ukurannya kira-kira 1,3 mm, lebar 1
mm dan tebal 0,5 mm beratnya hanya 0,5 mg. Telur ulat sutera berbentuk
lonjong,panjang 1,33 mm, lebar 1 mm dan tebal 0,5 mm, warnanya putih
kekuningkuningan.Telur biasanya menetas 10 hari (mulai dari pemesanan telur
ulat)setelah perlakuan khusus pada suhu 250C dan kelembaban udara 80 - 85%.
3. Siklus Hidup Ulat Sutera (Bombyx mori L.)

21

a. Telur
b. Larva
c. Pupa
d. Imago
4. Ulat sutera adalah hewan berdarah dingin (poikilotherm), yaitu hewan yang
suhu tubuhnya berubah-ubah mengikuti suhu lingkungannya. Produktivitas ulat
sutra yang dipelihara sangat tergantung pada suhu dan kelembaban
lingkungannya. Secara umum suhu yang baik untuk pertumbuhan normal ulat
sutera adalah 20-28C dengan kelembaban 70-85%.
5. Mutu dan kualitas kokon ditentukan oleh beberapa faktor yaitu antara lain sifat
keturunan, jenis ulat sutra, keadaan selama pemeliharaan, waktu pemindahan
ulat pada alat pengokonan, lingkungan dan kualitas pakan serta metode
pemberian pakan ulat sutra..
B. Saran
Hal ini perlu pengembangan untuk proses pembibitan terkait ulat sutera dengan
beberapa teknologi untuk meningkatkan kualitas dari ulat sutera.

DAFTAR PUSTAKA
Anonymous. 2005. Petunjuk Teknis Budidaya Ulat Sutera (Bombyx mori
Linn).Pusat Penelitian Pengembangan Hutan, Bogor.
Atmosoedardjo, 2000.Sutera Alam Indonesia. Yayasan Sarana Wana Jaya, Jakarta.
Brasla, A. dan A. Matei, 1997.Materi Pelatihan Pembibitan Ulat.J. Ilmu-ilmu
peternakan 21 (3):11 - 17
Ekastuti, D,R., 2005. Penggunaan Air Bertitrium dalam Kajian Pengaruh
Kandungan Air Pakan terhadap Pertumbuhan Ulat Sutera (Bombyx mori)
Laporan Masalah Khusus.Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.
Katsumata, 2002.Petunjuk Sederhanabagi Pemelihara Ulat Sutera. Tokyo,
Jepang.
Khonofah, 2010.Pengaruh Jenis Murbei Terhadap Produksi Benang Sutera.
Proyek Sutera Alam Regaloh KPH Pati, Perum Perhutani Unit II, Jawa
Tengah.

22

Mishra, A. B. and V. B. Upadhyay.2006. Influence of Temperature on The Silk


Producing Potential of Multivoltine Bombyx Mori Linn., Race Nistari.
Sericologia 35 (2): 217-222.
Paul, D. C., G Subra Rao and D. C. Deb, 2009.Impact of Dietary Moisture on
Nutritional Indices and Growth of Bombyx Mori and Concomitant Larval
Duration.J. Insect Physiol., 38: 229-235.
Sam Eun, K.2008. Silkworm Breeding.In Principle and Practice in Sericulture
National

Sericulture

and

Entomology

Research

Institute

Rurall

Development Administration. Republik of Korea .


Setiana, H. D., Sasmito, A. Daus, 2008. Budidaya Murbei dan Ulat Sutera. Pusat
Pembibitan Ulat Sutera Candiroto.
Young-II, M. 2008.Silkworm Genetcs.In Principle and Practice in Sericulture.
National Sericulture and Entomolgy Research Institue. Republic of Korea

23

Anda mungkin juga menyukai