PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
Bahan bakar akhir-akhir ini merupakan topik yang ramai diperbincangkan
di berbagai kesempatan . Hal ini didorong oleh meningkatnya kebutuhan dan
semakin meningkatnya harga jual bahan bakar . Sementara itu, sumber bahan
bakar minyak dan gas semakin berkurang. Sebagai konsekuensinya maka suatu
keharusan untuk mencari sumber lain. Salah satu alternatif yaitu pemanfaatan
renewable energy atau energi yang dapat diperbaharui dan digunakan untuk
menggantikan pemakaian bahan bakar minyak atau gas alam (fossil fuels). Setelah
krisis energi minyak di era tahun 70-an, beberapa negara telah memulai program
pengembangan teknologi renewable energy guna menurunkan ketergantungan
akan impor bahan bakar minyak.
Biogas merupakan sumber renewal energy yang mampu menyumbangkan
andil dalam usaha memenuhi kebutuhan bahan bakar . Bahan baku sumber energi
ini merupakan bahan nonfossil, umumnya adalah limbah atau kotoran ternak yang
produksinya tergantung atas ketersediaan rumput dan rumput akan selalu tersedia,
karena dapat tumbuh kembali setiap saat selama dipelihara dengan baik. Sebagai
pembanding yaitu gas alam yang tidak diperhitungkan sebagai renewal energy,
gas, alam berasal dari fosil yang pembentukannya memerlukan waktu jutaan
tahun. Alasan lain yang timbul akhir-akhir ini akan perlunya memanfaatkan energi
alternatif ini yaitu perlunya menurunkan emisi CO, sesuai dengan persetujuan
dalam Protokol Kyoto, kenyataan bahwa produksi bahan bakar minyak dunia
telah mencapai titik puncaknya sementara kebutuhan energi di negara berkembang
seperti Cina dan India meningkat dengan pesat dan dimulainya konflik politik dan
militer yang dipicu oleh karena perebutan sumber minyak . Biogas, bahan bakar
yang tidak menghasilkan asap merupakan suatu pengganti yang unggul untuk
menggantikan bahan bakar minyak atau gas alam. Gas ini dihasilkan oleh suatu
proses yang disebut proses pencernaan anaerobik, merupakan gas campuran
metan (CH4), karbon dioksida (C02), dan sejumlah kecil nitrogen, amonia, sulfur
dioksida, hidrogen sulfida dan hidrogen. Secara alami, gas ini terbentuk pada
limbah pembuangan air, tumpukan sampah, dasar danau atau rawa. Mamalia
termasuk manusia menghasilkan biogas dalam sistem pencernaannya, bakteri
dalam system pencernaan menghasilkan biogas untuk proses mencerna selulosa.
Biomasa yang mengandung kadar air yang tinggi seperti kotoran hewan
dan limbah pengolahan pangan cocok digunakan untuk bahan baku pembuatan
biogas . Limbah pertanian merupakan salah satu sumber bahan yang dapat
dimanfaatkan untuk menghasilkan biogas, sementara perkembangan atau
pertumbuhan industri peternakan menimbulkan masalah bagi lingkungan, karena
menumpuknya limbah peternakan. Polutan yang disebabkan oleh dekomposisi
kotoran ternak yaitu BOD dan COD (Biological/Chemical Oxygen Demand),
bakteri patogen, polusi air (terkontaminasinya air bawah tanah, air permukaan),
debu, dan polusi bau . Di banyak negara berkembang, kotoran ternak, limbah
pertanian, dan kayu bakar digunakan sebagai bahan bakar. Polusi asap yang
diakibatkan oleh pembakaran bahan bakar tersebut mengakibatkan masalah
kesehatan yang serius dan harus dihindarkan. Hal ini juga menjadi perhatian yaitu
emisi metan dan karbondioksida yang menyebabkan efek rumah kaca dan
mempengaruhi perubahan iklim global . Jika dilihat dari segi pengolahan limbah,
proses anaerob juga memberikan beberapa keuntungan yaitu menurunkan nilai
COD dan BOD, total solid, volatile solid, nitrogen nitrat, dan nitrogen organik.
Bakteri coliform dan patogen lainnya, telur insek, parasit, bau juga dihilangkan
atau menurun.
2
Rumusan Masalah
1 Bagaimana perkembangan teknologi biogas di Indonesia?
2 Bagaimana potensi pengembangan biogas dari limbah pertanian ?
3 Apa saja jenis-jenis dari reaktor biogas ?
Tujuan
1 Mengetahui perkembangan teknologi biogas di Indonesia.
2 Mengetahui potensi pengembangan biogas dari limbah pertanian.
3 Mengetahui jenis-jenis dari reaktor biogas
Kegunaan
1. Dapat mengetahui jenis reaktor biogas untuk mengembangkan potensi limbah
pertanian.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Limbah Pertanian
3
biogas yang dihasilkan mengandung 60-70% metana dan 30-40% CO2. Biogas
dapat terbakar apabila terdapat kadar metana minimal 57%. Sedangkan menurut
Biogas dapat terbakar jika kandungan metana minimal 60%. Biogas dengan
kandungan metana 65-70% memiliki nilai kalor sama dengan 5200-5900 kkal/m3
energi panas setara 1,25 kwj listrik. Gas metana murni (100%) mempunyai nilai
kalor 8900 kkal/m3 (Nurtjahya, 2003). Padatan volatil per kilogram dapat
diperoleh 0,3-0,6 m3 biogas.
A. Kualitas biogas
Biogas hasil fermentasi anaerob limbah organik umumnya tersusun atas
metana 55-70%, karbon dioksida 30-45% dan sedikit hidrogen sulfida dan
ammonia maupun gas-gas lainnya 1%. Gas-gas lain yang umumnya ada
dalam biogas antara lain : hidrogen, nitrogen, karbon monoksida , dan
hidrokarbon terhalogenasi serta siloxan. Senyawa pengotor (impuritis) tesebut
harus dihilangkan, karena dapat menyebabkan korosi dan endapan. Substansi
yang perlu diperhatikan itu antara lain: H 2S, siloxan, senyawa aromatik,
CO2, oksigen, nitrogen, dan senyawa halogen (Cl2-F2) (Kottner, 2002).
Energi yang terkandung dalam biogas tergantung dari konsentrasi metana.
Semakin tinggi kandungan metana maka semakin besar kandungan energi
(nilai kalor) pada biogas, dan sebaliknya. Kualitas biogas dapat ditingkatkan
dengan memperlakukan beberapa cara yaitu : menghilangkan hidrogen
sulphur, kandungan air, dan karbondioksida (Kapdi et al., 2004 dan Pambudi,
2008).
Hidrogen sulphur mengandung racun dan zat yang menyebabkan korosi,
bila biogas mengadung senyawa ini maka akan menyebabkan gas yang
berbahaya sehingga konsentrasi yang ditoleransi maksimal 5 ppm. Bila gas
dibakar maka hidrogen sulphur akan lebih berbahaya karena akan membentuk
senyawa baru bersama -sama oksigen, yaitu sulphur dioksida/sulphur
trioksida (SO2/SO3). Senyawa ini lebih beracun. Pada saat yang sama akan
membentuk sulphur acid (H2SO3) suatu senyawa yang lebih korosif.
Selanjutnya, penghilangan karbondioksida bertujuan untuk meningkatkan
kualitas, sehingga gas dapat digunakan untuk bahan bakar kendaraan
(Pambudi, 2008).
2.3 Teknologi Digester
5
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Perkembangan Teknologi Biogas di Indonesia
Pemanfaatan biogas di Indonesia sebagai energy alternatif sangat
memungkinkan untuk diterapkan di masyarakat, apalagi sekarang ini harga bahan
bakar minyak yang makin mahal dan kadang-kadang langka keberadaannya.
Besarnya potensi Limbah biomassa padat di seluruh Indonesia adalah 49.807,43
MW. Biomassa seperti kayu, dari kegiatan industri pengolahan hutan, pertanian
dan perkebunan, limbah kotoran hewan, misalnya kotoran sapi, kerbau, kuda, dan
babi juga dijumpai di seluruh provinsi Indonesia dengan kualitas yang berbedabeda . Pada saat ini sebagai sumber bahan baku biogas tersedia secara melimpah
dan belum dimanfaatkan secara maksimal (Soepardjo, 2005). Secara umum,
penggunaan limbah pertanian sebagai bahan dasar biogas lebih sulit dibandingkan
kotoran ternak, waktu yang dibutuhkan untuk proses hidrolisis bahan selulosa dari
limbah pertanian Iebih lama.
Beberapa program telah dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia untuk
meningkatkan penggunaan teknologi biogas, seperti demonstrasi instalasi dan
pelatihan mengoperasikan digester untuk masyarakat. Di tahun 1984, jumlah
digester yang telah dibangun di Indonesia hanya 100 unit, sembilan tahun
kemudian menjadi 350 unit (WILOSO et al ., 1995) . Peningkatan jumlah digester
yang tidak signifikan ini disebabkan mahalnya biaya yang dikeluarkan
untukmembangun instalasi digester. Teknologi ini sudah banyak digunakan oleh
peternak sapi di daerah Boyolali sejak tahun 1990-an dan masih beroperasi
sampai sekarang. Penelitian yang dilakukan pada tahun 2000 menghasilkan
rancangan digester biogas yang terbuat dari bahan plastik dan pada tahun 2005
rancangan tersebut dipasarkan dengan harga 1,5 juta rupiah per instalasi
diharapkan juga akan meningkatkan minat para peternak untuk menggunakannya
(Aprianti, 2005). Pada tahun 2005 peternak sapi di daerah Lembang Kabupaten
Bandung mulai memanfaatkan teknologi biogas dengan digester yang terbuat dari
plastik setebal 250 mikron . Sekitar 66 peternak sapi di daerah Subang, Garut dan
Tasikmalaya juga telah menggunakan digester yang berkapasitas 5000 liter .
Kondisi ini diharapkan terjadi Juga di daerah peternakan di luar Jawa .
Penelitian terhadap teknologi pencernaan anaerobik yang lebih maju telah
berlangsung dalam beberapa tahun ini. Penelitian tersebut dilakukan oleh
perusahaan swasta, komunitas ilmiah, institusi perguruan, dan kerjasama antara
industri dan pemerintah. Keuntungan pencernaan anaerobik sangat tergantung
pada peningkatan proses yang lebih tinggi hasil biogas per m3 biomasa dan
peningkatan derajat perombakan. Keuntungan juga dapat ditingkatkan dengan
konversi efluen proses menjadi produk yang berharga (Hartmann dan Ahring,
2005) . Penelitian tersebut menghasilkan beberapa sistem yang dipatenkan yang
memberikan beberapa keuntungan dalam efisiensi sistem, ukuran, biaya kapital,
fleksibilitas perlakuan, stabilitas proses dan biaya operasi. Di Amerika dilakukan
penelitian kemungkinan penggunaan teknologi fuel cells untuk mengubah biogas
menjadi energi listrik, saat ini teknologi ini belum layak diterapkan secara
ekonomi, tetapi diperkirakan sekitar tahun 2010 sudah dapat digunakan.
Dibandingkan dengan generator diesel, fuel cells lebih efisien mengubah biogas
menjadi energy listrik (10- 30% : 40 - 50%).
Teknologi biogas adalah suatu teknologi yang dapat digunakan dimana
saja selama tersedia limbah yang akan diolah dan cukup air. Di negara maju
perkembangan teknologi biogas sejalan dengan perkembangan teknologi lainnya .
Untuk kondisi di Indonesia, teknologi biogas dapat dibangun dengan kepemilikan
kolektif dan dipelihara secara bersama. Beberapa alasan mengapa biogas belum
popular penggunaannya di kalangan peternak atau kalaupun sudah ada banyak
yang tidak lagi beroperasi, yaitu kurang sosialisasi, teknologi yang diterapkan
kurang praktis dan perlu pemeliharaan yang seksama dan kurangnya pengetahuan
para petani tentang pemeliharaan digester .
3.2 Potensi Pengembangan Biogas dari Limbah Pertanian.
Biogas adalah gas mudah terbakar (flammable) yang dihasilkan dari proses
fermentasi bahan-bahan organik oleh bakteri-bakteri anaerob (bakteri yang hidup
dalam kondisi kedap udara). Pada umumnya semua jenis bahan organik bisa
diproses untuk menghasilkan biogas, namun demikian hanya bahan organik
(padat, cair) homogen seperti kotoran dan urine (air kencing) hewan ternak yang
cocok untuk sistem biogas sederhana. Jenis bahan organik yang diproses sangat
mempengaruhi produktifitas sistem biogas disamping parameter-parameter lain
seperti temperatur digester, pH, tekanan dan kelembaban udara.
Bahan organik dimasukkan ke dalam ruangan tertutup kedap udara (disebut
digester) sehingga bakteri anaerob akan membusukkan bahan organik tersebut
yang kemudian menghasilkan gas (disebut biogas). Biogas yang telah terkumpul
di dalam digester selanjutnya dialirkan melalui pipa penyalur gas menuju tabung
penyimpan gas atau langsung ke lokasi penggunaannya. Manfaat energi biogas
adalah sebagai pengganti bahan bakar khususnya minyak tanah dan dipergunakan
untuk memasak. Dalam skala besar, biogas dapat digunakan sebagai pembangkit
energi listrik. Di samping itu, dari proses produksi biogas akan dihasilkan sisa
kotoran ternak yang dapat langsung dipergunakan sebagai pupuk organik pada
tanaman/budidaya pertanian.
Limbah organik adalah limbah yang dihasilkan dari bahan-bahan hayati
yang dapat didegradasi oleh mikroba atau bersifat biodegradable. Limbah organik
sendiri dibagi menjadi limbah organik basah dan limbah organk kering. Istilah
sampah organik basah dimaksudkan limbah yang mempunyai kandungan air yang
cukup tinggi contohnya kulit buah dan sisa sayuran. Sedangkan limbah organik
kering adalah sampah yang mempunyai kandungan air rendah contoh kayu atau
ranting dan dedaunan kering. Bahan organik tidak dapat langsung digunakan atau
dimanfaatkan oleh tanaman karena perbandingan C/N dalam bahan baku tersebut
relative tinggi atau tidak sama denga C/N tanah. Nilai C/N tanah sekitar 10-12.
Apabila bahan organik mempunyai kandungan C/N mendekati atau sama dengan
C/N tanah maka bahan tersebut dapat digunakan atau diserap tanaman. Prinsip
pengomposan adalah menurunkan C/N rasio bahan organik sehingga sama dengan
tanah (<20). Dengan semakin tingginya C/N bahan maka proses pengomposan
akan semakin lama karena C/N harus diturunkan.
Proses pengomposan anaerobik berjalan tanpa adanya oksigen. Biasanya,
prosesnya dilakukan dalam wadah tertutup sehingga tidak ada udara yang masuk
(hampa udara). Proses pengomposan ini melibatkan mikroorganisme anaerob
untuk membantu mendekomposisi bahan yang dikomposkan. Bahan baku yang
dikomposkan secara anaerob biasanya berupa bahan organik yang berkadar air
tinggi [9].
karbondioksida (CO2), dan asam organik yang memiliki bobot molekul rendah
seperti asam asetat, asam propionat, asam butirat, asam laktat, dan asam suksinat.
Gas metan bisa dimanfaatkan sebagai bahan bakar alternatif (biogas). Sisanya
berupa lumpur yang mengandung bagian padatan dan cairan. Bagian padatan ini
yang disebu kompos. Namun, kadar airnya masih tinggi sehingga sebelum
digunakan harus di kering anginkan.
Limbah biogas, yaitu kotoran ternak yang telah hilang gasnya (slurry)
merupakan pupuk organik yang sangat kaya akan unsur-unsur yang dibutuhkan
oleh tanaman. Bahkan, unsur-unsur tertentu seperti protein, selulose, lignin, dan
lain-lain tidak bias digantikan oleh pupuk kimia. Pupuk organik dari biogas telah
dicobakan pada tanaman jagung, bawang merah, dan padi. Kotoran ternak
menjadi sangat berharga, oleh karena itu para petani akan rajin merawat ternaknya
sehingga kondisi kandang menjadi bersih dan kesehatan ternak menjadi lebih
baik, pada akhirnya membawa keuntungan dengan penjualan ternak yang lebih
10
cepat dan berharga lebih tinggi. Keluarga petani yang biasanya menggunakan
pupuk kimia untuk menanam, kini bisa menghemat biaya produksi pertaniannya
karena sudah tersedia pupuk organik dalam jumlah yang memadai dan kualitas
pupuk yang lebih baik.
Biogas yang berasal dari limbah pertanian yaitu limbah yang memproses
bahan baku dari asal pertanian. Jenis bahan baku yang paling umum untuk jenis
pertanian adalah kotoran ternak dan lumpur dan sayuran dari limbah rumah
tangga. Hal ini didedikasikan sebagai tanaman energi (DEC), tetapi juga berbagai
residu dari industri makanan dan memancing, kotoran ternak dan lumpur, dari
ternak dan produksi babi adalah bahan baku dasar untuk sebagian besar biogas
pertanian tanaman di Eropa. Hal ini jumlah limbah pertanian yang berjalan pada
Desember meningkat yang terakhir tahun.
AD dari kotoran hewan dan lumpur dapat meningkatkan nilai pupuk untuk alasan
di bawah ini
Pupuk kandang dan lumpur dari ternak yang berbeda (sapi, babi, unggas
dll) dicampur dan codigested,menyediakan konten yang lebih nutrisi yang
seimbang
AD dapat memecah bahan organik yang kompleks seperti senyawa
11
Gas methana hasil pencernaan bakteri tersebut bisa mencapai 60% dari
keseluruhan gas hasil reaktor biogas, sedangkan sisanya didominasi CO2. Bakteri
ini bekerja dalam lingkungan yang tidak ada udara (anaerob), sehingga proses ini
juga disebut sebagai pencernaan anaerob (anaerob digestion). Bakteri methanogen
akan secara natural berada dalam limbah yang mengandung bahan organik, seperti
kotoran binatang, manusia, dan sampah organik rumah tangga. Keberhasilan
proses pencernaan bergantung pada kelangsungan hidup bakteri methanogen di
dalam reaktor, sehingga beberapa kondisi yang mendukung berkembangbiaknya
bakteri ini di dalam reaktor perlu diperhatikan, misalnya temperatur, keasaman,
dan jumlah material organik yang hendak dicerna.
Proses pembuatan biogas dengan menggunakan biodigester pada
prinsipnya adalah menciptakan suatu sistem kedap udara dengan bagianbagian
pokok yang terdiri dari tangki pencerna (digester tank), lubang input bahan baku,
lubang output lumpur sisa hasil pencernaan (slurry) dan lubang penyaluran biogas
yang terbentuk. Dalam digester terkandung bakteri metana yang akan mengolah
limbah organik menjadi biogas.
Di negara-negara seperti Nepal, China atau India mengoperasikan jutaan
tanaman biogas dalam skala kelompok degan memanfaatkan teknologi yang
sangat sederhana. Bahan baku AD yang digunakan dalam biogas tanaman berasal
dari rumah tangga atau kegiatan pertanian kecil dan biogas yang dihasilkan
digunakan untuk memasak dan kebutuhan penerangan. Digester skala ini
sederhana, murah, kuat dan mudah untuk mengoperasikan dan memelihara, dan
dapat dibangun dengan bahan yang diproduksi secara lokal. Biasanya, tidak ada
instrumen kontrol dan tidak ada proses pemanas (psychrophilic atau suhu operasi
mesofilik), karena banyak digester ini beroperasi di iklim hangat dengan
memiliki HRT panjang.
1. Ada beberapa jenis reaktor biogas skala rumah tangga yang sering digunakan
antara lain:
A. Reaktor Kubah Tetap (Fixed Dome)
Reaktor ini dibuat pertama kali di Cina sekitar tahun 1930-an,
kemudian sejak saat itu reaktor ini berkembang dengan berbagai model.
Reaktor ini memiliki dua bagian. Bagian pertama adalah digester sebagai
tempat pencerna material biogas dan sebagai rumah bagi bakteri, baik
12
13
14
untuk
skala
industri,
tipe
ini
lebih
mudah
untuk
15
Proses dilakukan di dalam dua buah digester yang bekerja secara seri.
Pada digester pertama berlangsung reaksi hydrolysis, acetogenesis dan
acidogenesis. Setelah itu material dipanaskan lalu dipompa ke digester
kedua untuk reaksi methanogenesis (Purnama, C., 2009).
2. Ada beberapa jenis reaktor biogas berdasarkan skala pertanian meliputi :
Sebuah biogas skala pertanian disebut juga biogas yang melekat pada
hanya satu peternakan, mencerna bahan baku yang diproduksi di pertanian.
Banyak biogas skala pertanian yang mengolah sejumlah metana dengan
substrat yang tinggi (misalnya limbah minyak dari industri ikan atau residu
minyak sayur). Hal ini bertujuan untuk meningkatkan hasil biogas. Skala
biogas pertanian menampung dan memproses lumpur hewan dari satu atau
dua peternakan tetangga (misalnya melalui pipa yang menghubungkan
peternakan ke masing unit AD).
Ada banyak jenis dan konsep dari biogas skala pertanian di seluruh
dunia. Negara-negara di Eropa seperti Jerman, Austria dan Denmark adalah
salah satu pelopor biogas skala produksi pertanian. Kepentingan petani Eropa
di aplikasi AD berkembang saat ini, tidak hanya karena produksi biogas
pertanian yang mengubah produk limbah menjadi sumber daya yang berharga
dan menghasilkan pupuk berkualitas tinggi tetapi juga menciptakan bisnis
baru peluang bagi para petani yang terlibat dan memberi status baru sebagai
penyedia energi terbarukan.
Biogas skala pertanian memiliki berbagai ukuran, desain dan teknologi.
Beberapa ukuran yang kecil dan teknologi sederhana, agak besar dan
kompleks, mirip dengan pengolahan hijauan. Namun demikian semua
memiliki kesamaan. Prinsip tata letak: pupuk kandang yang dikumpulkan
dalam tangki pre-penyimpanan, dekat dengan digester dan dipompa ke dalam
digester merupakan tangki gas terbuat dari baja atau beton, terisolasi untuk
mempertahankan temperatur sehingga proses menjadi konstan. Digester yang
horisontal atau vertikal, biasanya dengan sistem pengadukan, bertanggung
jawab untuk mencampur dan homogenisasi substrat, dan meminimalkan
risiko
sehingga
pembentukan
sedimen.
Rata-rata
HRT
umumnya dari 20 sampai 40 hari, tergantung pada jenis substrat dan suhu
pengolahan. Digestate digunakan sebagai pupuk di pertanian dan surplus
16
17
Gambar. Skema representasi dari skala pabrik pertanian, 'two-inone' dengan cover membran lembut (Hjort-Gregersen 1998)
Gambar. Gambar pertanian tanaman biogas skala di Denmark, comencerna lumpur hewan dan tanaman energi (Groengas A / S)
18
3. Ada beberapa jenis reaktor biogas skala gabungan antara rumah tangga dan
pertanian yaitu :
Pengolahan biogas secara gabungan adalah konsep berdasarkan
mencerna kotoran hewan dan lumpur dengan dikumpulkan dari beberapa
peternakan pada sebuah pabrik biogas terletak di daerah koleksi pupuk
kandang. Lokasi pusat pembangkit biogas bertujuan untuk mengurangi biaya,
waktu dan tenaga untuk transportasi biomassa ke dan dari pabrik biogas.
Pengolahan
biogas
secara
gabungan
berdasarkan
AD
mengolah
19
20
limbah
Pengurangan emisi gas rumah kaca
Peningkatan keselamatan hewan melalui sanitasi dari digestate
Peningkatan efisiensi pemupukan
Gangguan dari bau dan lalatyang rendah
Memberikan manfaat ekonomi untuk petani
Proses pengolahan biogas secara gabungan dapat diatur sebagai
21
a. Telur
b. Larva
c. Pupa
d. Imago
4. Ulat sutera adalah hewan berdarah dingin (poikilotherm), yaitu hewan yang
suhu tubuhnya berubah-ubah mengikuti suhu lingkungannya. Produktivitas ulat
sutra yang dipelihara sangat tergantung pada suhu dan kelembaban
lingkungannya. Secara umum suhu yang baik untuk pertumbuhan normal ulat
sutera adalah 20-28C dengan kelembaban 70-85%.
5. Mutu dan kualitas kokon ditentukan oleh beberapa faktor yaitu antara lain sifat
keturunan, jenis ulat sutra, keadaan selama pemeliharaan, waktu pemindahan
ulat pada alat pengokonan, lingkungan dan kualitas pakan serta metode
pemberian pakan ulat sutra..
B. Saran
Hal ini perlu pengembangan untuk proses pembibitan terkait ulat sutera dengan
beberapa teknologi untuk meningkatkan kualitas dari ulat sutera.
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous. 2005. Petunjuk Teknis Budidaya Ulat Sutera (Bombyx mori
Linn).Pusat Penelitian Pengembangan Hutan, Bogor.
Atmosoedardjo, 2000.Sutera Alam Indonesia. Yayasan Sarana Wana Jaya, Jakarta.
Brasla, A. dan A. Matei, 1997.Materi Pelatihan Pembibitan Ulat.J. Ilmu-ilmu
peternakan 21 (3):11 - 17
Ekastuti, D,R., 2005. Penggunaan Air Bertitrium dalam Kajian Pengaruh
Kandungan Air Pakan terhadap Pertumbuhan Ulat Sutera (Bombyx mori)
Laporan Masalah Khusus.Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.
Katsumata, 2002.Petunjuk Sederhanabagi Pemelihara Ulat Sutera. Tokyo,
Jepang.
Khonofah, 2010.Pengaruh Jenis Murbei Terhadap Produksi Benang Sutera.
Proyek Sutera Alam Regaloh KPH Pati, Perum Perhutani Unit II, Jawa
Tengah.
22
Sericulture
and
Entomology
Research
Institute
Rurall
23